Askep Osteoporosis Muskuloskletall
Askep Osteoporosis Muskuloskletall
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hidup sehat, bugar, dan tetap aktif sekalipun di usia lanjut merupakan dambaan
banyak orang. Namun, seiting bertambahnya usia, fungsi organ tubuh pun berangsur – angsur
menurun dan berakibat timbulnya berbagai macam penyakit. Masalah kesehatan pada usia
lanjut yang sering di temui dan perlu mendapat perhatian adalah penyakit osteoporosis.
Osteoporosis atau pengoroposan tulang memang rawan menyerang orang - orang berusia di
atas 40 tahun, terutama pada kaum perempuan. Dari hasil penelitian di amerika serikat pada
orang berusia di atas 50 tahun, 1 dari 4 perempuan dan 1 dari 8 laki – laki terkena
osteoporosis. Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di seluruh dunia dan sampai saat ini masih
merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Di
Amerika Serikat osteoporosis menyerang 20-25 juta penduduk, 1 diantara 2-3 wanita post-
menopause dan lebih dari 50% penduduk di atas umur 75-80 tahun. Sekitar 80% persen klien
penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami penghentian
siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen setelah menopause
meningkatkan risiko terkena osteoporosis.
Penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap memiliki risiko
terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wanita, penyakit osteoporosis pada pria
juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-laki tidak mengalami menopause, sehingga
osteoporosis datang lebih lambat. Jumlah usia lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 414
persen dalam kurun waktu 1990-2025, sedangkan perempuan menopause yang tahun 2000
diperhitungkan 15,5 juta akan naik menjadi 24 juta pada tahun 2015. Beberapa fakta seputar
penyakit osteoporosis yang dapat meningkatkan kesadaran akan ancaman osteoporosis di
Indonesia adalah Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita
sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita 53,6%,
pria 38%. Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia kemungkinan
terjadi di Asia pada 2050. Mereka. Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria di
Indonesia terserang osteoporosis atau keretakan tulang. Dua dari lima orang Indonesia
memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. Berdasarkan data Depkes, jumlah klien
osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar dan merupakan Negara dengan klien osteoporosis
terbesar ke 2 setelah Negara Cina.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimksud dangan osteoporosis?
2. Apa penyebab osteoporosis?
3. Apa gejala yang ditimbulkan osteoporosis?
4. Bagaimana pengobatan osteoporosis?
5. Bagaimanakah pencegahannya?
C. Tujuan Penulisan :
Mahasiswa/i dapat melakukan asuhan keperawatan klien dengan ”Osteoporosis”.
Tujuan Umum :
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai proses pembelajaran mahasiswa
dalam memahami Osteoporosis, dan mahasiswa mampu memahami defenisi, etiologi,
manifestasi klinis, klassifikasi, penatalaksanaan medis dan keperawatan serta asuhan
keperawatan dari Osteoporosis.
Tujuan Khusus :
Jenis Osteoporosis
Bila disederhanakan, terdapat dua jenis osteoporosis, yaitu osteoporosis primer dan
sekunder.
1. Osteoporosis primer adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan
proses penuaan. Sampai saat ini osteoporosis primer masih menduduki tempat utama
karena lebih banyak ditemukan dibanding dengan osteoporosis sekunder. Proses
ketuaan pada wanita menopause dan usia lanjut merupakan contoh dari osteoporosis
primer.
2. Osteoporisis sekunder didefinisikan sebagai kehilangan massa tulang akibat hal hal
tertentu. mungkin berhubungan dengan kelainan patologis tertentu termasuk kelainan
endokrin, epek samping obat obatan, immobilisasi, Pada osteoporosis sekunder,
terjadi penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menimbulkan fraktur
traumatik akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan steroid, artritis reumatoid,
kelainan hati/ginjal kronis, sindrom malabsorbsi, mastositosis sistemik,
hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, varian status hipogonade, dan lain-lain.
B. Anatomi Fisiologi
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakkan rangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang
tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat. Komponen-
komponen nonselular utama dar jaringan tulang adalah mineral-mineral dan matriks organik
(kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu garam kristal
(hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Mineral-mineral ini
memampatkan kekuatan tulang. Matriks organik tulang disebut juga sebagai osteoid. Materi
organik lain yang menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat.
Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut perioteum yang mengandung
sel-sel yang dapat berproliferasi yang berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang
panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi khusus. Lokasi dan keutuhan
dari arteri-arteri inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu
tulang yang patah.
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang terususun dari tiga jenis sel : osteoblas,
osteosit, dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
prteoglikan sebagai metriks tulang atau jaringan oeteoid melalui suatu proses yang disebut
osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jarigan osteoid, osteoblas mensekresikan
sejumlah besar fosfatase alkali yang memegang peranana penting dalam mengendapkan
kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat diabsorpsi. Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang
memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium
dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.
C. Etiologi:
Etiologi Osteoporosis secara garis besarnya dikelompokan ke dalam 3 kategori :
1. Penyebab primer : menopause, usia lanjut, penyebab lain yang tidak diketahui.
2. Penyebab sekunder : pemakaian Obat kortikosteroid, gangguan metabolism, gizi buruk,
penyerapan yang buruk, penyakit tulang sumsum, gangguan fungsi ginjal, penyakit hepar,
penyakit paru kronis, cedera urat saraf belakang, rematik, transplasi organ.
3. Penyebab secara kausal : Osteoporosi juga dapat dikelompokan berdasarkan penyebab
penyakit atau keadaan dasarnya :
Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kurangnya hormon estrogen (hormon utama
pada perempuan ), yang membantu pengangkutan kalsium ke- dalam tulang pada perempuan.
Biasanya gejala timbul pada peempuan yang berusia antara 51 – 75 tahun, tetapi dapat
muncul lebih cepat atau lebih lambat. Tidak semua perempuan memiliki risiko yang sama
untuk menderita osteoporosis postmenopausal, perempuan kulit putih dan daerah timur lebih
rentan menderita penyakit ini daripada kulit hitam.
Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang
( osteoklas ) dan pembentukan tulang baru ( osteoblas ). Senilis berarti bahwa keadaan ini
hanya terjadi pada usia lanjut yaitu terjadi pada orang – orang berusia di atas 70 tahun dan 2
kali lebih sering pada perempuan.
Kurang dari 5 % klien osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder, yang disebabkan
oleh keadaan medis lain atau obat – obatan. Penyakit ini disebabkan oleh gagal ginjal kronis
dan kelainan hormonal ( terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal ) serta obat – obatan
( misalnya kortikosteroid, barbiturate, antikejang, dan hormone tiroid yang berlebihan ).
Pemakaian alcohol yang berlebihan dan merokok dapat memperburuk keadaan ini.
Osteoporosis juvenile idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak
diketahui. Hal ini terjadi pada anak – anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi
hormone yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas
dari rapuh yang jelas.
Faktor-faktor etiologi yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut
adalah :
4). Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan
massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang
mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada
umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila
makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi
kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui
tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan
kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negative.
5). Estrogen.
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya
gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi
absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
6). Rokok, kopi dan Alkohol
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan
penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme
pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat
memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja. Alkoholisme akhir-akhir ini
merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan alkoholisme mempunyai
kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat.
Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti .
Osteoporosis akibat pemakaian steroid
Harvey Cushing, lebih dari 50 tahun yang lalu telah mengamati bahwa
hiperkortisolisme berhubungan erat dengan penipisan massa tulang. Sindroma Cushing relatif
jarang dilaporkan. Setelah pemakaian steroid semakin meluas untuk pengobatan pelbagai
kondisi penyakit, efek samping yang cukup serius semakin sering diamati. Diperkirakan,
antara 30% sampai 50% pengguna steroid jangka panjang mengalami patah tulang
(atraumatic fracture), misalnya di tulang belakang atau paha. Penelitian mengenai
osteoporosis akibat pemakaian steroid menghadapi kendala karena pasien-pasien yang diobati
tersebut mungkin mengalami gangguan sistemik yang kompleks. Misalnya, klien artritis
rheumatoid dapat mengalami penipisan tulang (bone loss) akibat penyakit tersebut atau
karena pemberian steroid. Risiko osteoporosis dipengaruhi oleh dosis dan lama pengobatan
steroid, namun juga terkait dengan jenis kelamin dan apakah klien sudah menopause atau
belum. Penipisan tulang akibat pemberian steroid paling cepat berlangsung pada 6 bulan
pertama pengobatan, dengan rata-rata penurunan 5% pada tahun pertama, kemudian menurun
menjadi 1%-2% pada tahun-tahun berikutnya. Dosis harian prednison 7,5 mg per hari atau
lebih secara jelas meningkatkan pengeroposan tulang dan kemungkinan fraktur. Bahkan
prednison dosis rendah (5 mg per hari) telah terbukti meningkatkan risiko fraktur vertebra.
D. Patofisiologi
Jenis Kelamin Usia, Lingkungan Etiologi Primer Etiologi Sekunder
Etnik, keturunan Nutrisi
Nyeri
Kepadatan tulang
berkurang
E. Manifestasi Klinis
Kedua factor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium
dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak tercapainya masa
tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya
menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga
terjadi penurunan massa tulang total yang disebut osteoporosis.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang
dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan
lokasi yang paling berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan
kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang
menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.
2. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyao nilai
penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm 3 baisanya
tidak menimbulkan fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65
mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
3. Pemeriksaan Laboratorium
b. Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini bertujuan:
1. Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal
2. Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:
a). Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
b) . Latihan teratur setiap hari
c). Hindari : - Makanan Tinggi protein - Minum kopi
- Minum Antasida yang - Merokok
Mengandung Alumunium - Minum Alkohol
d). pola hidup sehat antara lain cukup tidur, olahraga teratur (seperti jalan kaki, berenang, senam
aerobic).
Pencegahan Dan Pengobatan dengan vitamin dan mineral :
1.Vitamin C 8.Fosfor
2. Zat besi 9.Magnesium
3. Boron 10.Nutrilife-deer Velvet
4.Seng ( zinc ) 11. Jus Timun
5.Vitamin D 12. Jus Brokoli
6.Beras ponni 13.Jus Avokad
7.Kalsium 14.Jus Kale-collard
H. Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah
patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra
torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles
pada pergelangan tangan . Penurunan fungsi, dan Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan
klien yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik dan riwayat psikososial.
1. Anamnese:
a) Identitas
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data
mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung
jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan,
pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
b) Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan. Dalam pengkajian riwayat kesehatan, perawat perlu mengidentifikasi :
a. Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian bawah), leher,dan pinggang
b. Berat badan menurun
c. Biasanya diatas 45 tahun
d. Jenis kelamin sering pada wanita
e. Pola latihan dan aktivitas
c) Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga, pengisian waktu
luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi, dan toilet. Olahraga dapat membentuk pribadi
yang baik dan individu akan merasa lebih baik. Selain itu, olahraga dapat mempertahankan
tonus otot dan gerakan sendi. Lansia memerlukan aktifitas yang adekuat untuk
mempertahankan fungsi tubuh. Aktifitas tubuh memerlukan interaksi yang kompleks antara
saraf dan muskuloskeletal. Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan menurunnya
gerak persendian adalah agility ( kemampuan gerak cepat dan lancar ) menurun, dan stamina
menurun.
d) Aspek Penunjang
a. Radiologi
Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang
dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan
lokasi yang paling berat. Penipisan korteks dan hilangnya trabekula transversal merupakan
kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang
menggelembung dari nucleus pulposus kedalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.
b. CT-Scan
Dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting
dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3 biasanya tidak
menimbulkan fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65
mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
c. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing).
Inspeksi : Ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang.
Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.
Perkusi : Cuaca resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki.
b. B2 ( Blood).
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan pusing. Adanya
pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan
dengan efek obat.
c. B3 ( Brain).
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat mengeluh
pusing dan gelisah.
1. Kepala dan wajah: ada sianosis
2. Mata: Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis.
3. Leher: Biasanya JVP dalam normal
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus
merupakan indikasi adanya satu fraktur atau lebih, fraktur kompresi vertebra
d. B4 (Bladder).
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem perkemihan.
e. B5 ( Bowel).
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun perlu di kaji frekuensi,
konsistensi, warna, serta bau feses.
f. B6 ( Bone).
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien osteoporosis sering menunjukan
kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Ada
perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi
fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.
d. Riwayat Psikososial
Penyakit ini sering terjadi pada wanita. Biasanya sering timbul kecemasan, takut melakukan
aktivitas dan perubahan konsep diri. Perawat perlu mengkaji masalah-masalah psikologis
yang timbul akibat proses ketuaan dan efek penyakit yang menyertainya.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah yang biasa terjadi pada klien osteoporosis adalah sebagai berikut :
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai
dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan tangan,
terdapat fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak meringis.
2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh
kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun,
dan terdapat penurunan tinggi badan.
3. Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun,
tulang belakang terlihat bungkuk.
4. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak ditandai
dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun, klien
mengatakan badan terasa lemas dan stamina menurun serta terdapat fraktur traumatic pada
vertebra dan menyebabkan kifosis angular.
5. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta
psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan
membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace).
6. Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus
paralitik ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras.
7. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan
dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti
tentang penyakitnya, klien tampak gelisah
C. INTERVENSI
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai dengan
klien mengeluh nyeri tulang belakang.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang.
Kriteria Hasil : Klien akan mengekspresikan nyerinya, klien dapat tenang dan istirahat yang cukup,
klien dapat mandiri dalam perawatan dan penanganannya secara sederhana.
Intervensi Rasional
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal
(kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan klien mampu melakukan mobilitas
fisik
Criteria hasil : Klien dapat meningkatan mobilitas fisik ; klien mampu melakukan aktivitas hidup
sehari hari secara mandiri
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat kemampuan klien yang1. Dasar untuk memberikan alternative dan
masih ada. latihan gerak yang sesuai dengan
kemapuannya.
2. Rencanakan tentang pemberian program
2. Latihan akan meningkatkan pergerakan otot
latihan:
dan stimulasi sirkulasi darah
3. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.
Tujuan : Cedera tidak terjadi
Kreteria Hasil : Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi: Klien dapat menghindari aktivitas yang
mengakibatkan fraktur
Intervensi Rasional
1. Ciptakan lingkungan yang bebas dari1. Menciptakan lingkungan yang aman dan
bahaya: mengurangi risiko terjadinya kecelakaan.
4. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak ditandai
dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun,
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perawatan diri klien terpenuhi.
criteria hasil : klien mampu mengungkapkan perasaan nyaman dan puas tentang kebersihan diri,
mampu mendemonstrasikan kebersihan optimal dalam perawatan yang diberikan.
Intervensi Rasional
5. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta
psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan
membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace).
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat menunjukkan adaptasi dan
menyatakan penerimaan pada situasi diri.
criteria hasil : klien mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga
diri negative, mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan perasaan positif.
Intervensi Rasional
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan eleminasi klien tidak terganggu dengan
criteria hasil: klien mampu menyebutkan teknik eleminasi feses, klien dapat mengeluarkan feses lunak dan
berbentuk setiap hari atau 3 hari.
Intervensi Rasional
1. Auskultasi bising usus 1. Hilangnya bising usus menandakan adanya
paralitik ileus.
2. Observasi adanya distensi abdomen jika
bising usus tidak ada atau berkurang
2. Hilangnya peristaltic (karena gangguan
saraf) melumpuhkan usus, membuat
3. Catat frekuensi, karakteristik dan jumlah
distensi ileus dan usus.
feses.
3. Mengidentifikasi derajat gangguan/
disfungsi dan kemungkinan bantuan yang
4. Lakukan latihan defekasi secara teratur
diperlukan.
5. Anjurrkan klien untuk mengkonsumsi
4. Program ini diperlukan untuk
makanan berserat dan pemasukan cairan
mengeluarkan feses secara rutin.
yang lebih banyak termasuk jus/sari buah
5. Meningkatkan konsistensi feses untuk
R/meningkatkan konsistensi feses untuk
dapat melewati usus dengan mudah.
dapat melewati usus dengan mudah
7. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan
dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti
tentang penyakitnya, klien tampak gelisah.
Intervensi Rasional
D. IMPLEMENTASI
Pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas
yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Fase implementasi atau pelaksanaan
terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu validasi rencana keperawatan, mendokumentasikan
rencana keperawatan, memberikan asuhan keperawatan, dan pengumpulan data.
Pelaksanaan bertujuan untuk mengatasi diagnosa dan masalah keperawatan,
kolaborasi dan membantu dalam pencapaian tujuan yang ditetapkan dan mempasilitas
koping, tahapan tindakan keperawatan ada 3 antara lain :
1. Persiapan : Perawat menyiapkan segala sesuatu yang perlu dalam tindakan keperawatan, yaitu mengulang
tindakan keperawatan yang diidentifikasikan pada tahap intervensi,menganalisa pengetahuan
dan ketermpilan yang diperlukan dalam mengetahui komplikasi dari tindakan yang mungkin
muncul, menentukan kelengkapan dan menentukan lingkungan yang kondusif.
Mengidentifikasi aspek hukum dan kode etik terhadap resiko dari kesalahan tindakan.
memenuhi kebutuhan fisik dan emosional, adapun sifat tindakan keperawatan yaitu
independen, interindependen,dan dependen.
E. EVALUASI
Hasil yang diharapkan meliputi:
1. Nyeri berkurang
2. Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik
3. Tidak terjadi cedera
4. Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri
5. Status psikologis yang seimbang
6. Terpenuhinya kebutuhan, pengetahuan dan informasi
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan :
Osteoporosis adalah kondisi terjadinya penurunan densitas/matriks/massa tulang, peningkatan porositas
tulang, dan penurunan proses mineralisasi disertai dengan kerusakan arsitektur mikro
jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga tulang menjadi
mudah patah (buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan system musculoskeletal)
Penyakit osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang menjadi
rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat,
sehingga tulang menjadi keras dan padat. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan
mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah
osteoporosis.
Saran :
Tidak ada saran yang terlalu mengikat dalam kasus ini, hanya saja Diharapkan
makalah ini bisa memberikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa calon perawat, sebagai
bekal untuk dapat memahami mengenai “ASKEP MUSKULOSKELETAL
OSTEOPOROSIS” menjadi bekal dalam pengaplikasian dan praktik bila menghadapi kasus
yang kami bahas ini.
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan maka penulis memberikan saran-saran
sebagai berikut :
1. Pada pengkajian perawat perlu melakukan pengkajian dengan teliti melihat kondisi klien
serta senantiasa mengembangkan teknik terapeutik dalam berkomunikasi dengan klien.
2. Agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan serta sikap profesional dalam menetapkan diagnosa
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA :
Kumar, Vinay, Abul K. Abbas dan Nelson Fausto. 2005. Robbins and Cotran Pathologic
Basis of Disease. Seventh Edition. Philadelphia : Elsevier Saunders.
Lewis, Sharon L. 2007. Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of Clinical
Problems Volume 2. Seventh Edition. St.Louis : Mosby.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2005.
Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 1.Edisi 6. Jakarta : EGC.
Sherwood, Lauralee. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel ke
Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC.
http://ismaelstikesperintis.wordpress.com/2010/12/15/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan-osteoporosis/
http://asuhankeperawatan4u.blogspot.com/2013/02/asuhan-keperawatan-pada-pasien-
dengan.html
http://www.4shared.com/office/4a5VvsYC/asuhan_keperawatan_osteoporosi.htm
http://www.infokeperawatan.com/susu-hanya-efektif-cegah-osteoporosis-sebelum-usia-30-
tahun.html
http://www.slideshare.net/search/slideshow?
searchfrom=header&q=patofisiologi+osteoporosis