Anda di halaman 1dari 11

SAMPUL

Kata Pengantar

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan inayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan yang berjudul Permasalahan degradasi/penyusutan
keragaman hayati.

Terima kasih saya ucapkan kepada bapak Syamsuriwal yang telah membantu kami baik secara
moral maupun materi. Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang
telah mendukung kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu.

Kami menyadari, bahwa laporan yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik segi
penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi
lebih baik lagi di masa mendatang.

Semoga laporan ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Palu, Maret 2021


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keanekaragaman hayati adalah tingkat variasi bentuk kehidupan, mengingat ekosistem bioma
species, atau seluruh planet. Keanekaragaman hayati adalah ukuran dari kesehatan ekosistem.
Keanekaragaman hayati adalah sebagian fungsi dari iklim. Pada habitat darat, s daerah tropis
biasanya kaya sedangkan spesies dukungan daerah kutub s lebih sedikit. Perubahan lingkungan
yang cepat biasanya menyebabkan kepunahan massal s. Salah satu perkiraan adalah bahwa
kurang dari 1% dari spesies yang ada di Bumi adalah yang masih ada.

Sejak kehidupan dimulai di bumi, lima kepunahan massal besar dan peristiwa kecil telah
menyebabkan beberapa tetes besar dan mendadak dalam keanekaragaman hayati. Para
eon Fanerozoikum (yang 540 juta tahun terakhir) ditandai pertumbuhan yang cepat dalam
keanekaragaman hayati melalui ledakan-Kambrium sebuah periode di mana
mayoritas filum multiseluler pertama muncul. 400 juta tahun ke depan termasuk diulang,
kerugian besar keanekaragaman hayati diklasifikasikan sebagai kepunahan massal.
Dalam Karbon, kolaps hutan hujan menyebabkan kerugian besar dari kehidupan tanaman dan
hewan. Peristiwa kepunahan Permian-Trias, 251 juta tahun lalu, adalah yang terburuk;.
Pemulihan vertebrata butuh waktu 30 juta tahun. Yang paling terakhir, peristiwa kepunahan
Cretaceous-Paleogen, terjadi 65 juta tahun lalu, dan sering menarik perhatian lebih dari yang lain
karena mengakibatkan kepunahan dinosaurus s.

Periode sejak munculnya manusia telah menunjukkan pengurangan keanekaragaman hayati yang
sedang berlangsung dan kerugian atas keragaman genetik. Dinamakan kepunahan Holocene,
pengurangan ini disebabkan terutama oleh dampak manusia, terutama kerusakan habitat.
Sebaliknya, keanekaragaman hayati dampak kesehatan manusia dalam berbagai cara, baik secara
positif maupun negatif.

Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman makhluk hidup yangmenunjukkan keseluruhan


variasi gen, spesies dan ekosistem di suatu daerah. Adadua faktor penyebab keanekaragaman
hayati, yaitu faktor genetik dan faktor luar.  Faktor genetik bersifat relatif konstan atau stabil
pengaruhnya terhadap morfologiorganisme. Sebaliknya, faktor luar relatif stabil pengaruhnya
terhadap morfologi organisme. Keanekaragaman hayati dapat terbentuk karena adanya
keseragaman dan keanekaragaman untuk sifat atau ciri makhluk hidup. Keanekaragam hayati
dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan. Saat ini tekanan terhadap keanekaragaman hayati
makin tinggi. Kemajuan tekhnologi telah mengubah fungsi berbagai flora dan fauna sebagai hasil
hutan. Akibatnya dimasa mendatang diramalkan degradasi lingkungan makin tinggi. Oleh karena
itu keaekaragaman hayati perlu dilestarikan.
BAB II

PEMBAHASAN

 A.Pengertian Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman organisme yang menunjukan keseluruhan


atau totalitas variasi. Dilansir Encyclopaedia Britannica (2015), keanekaragaman hayati adalah
variasi kehidupan yang ditemukan di suatu tempat di bumi. Keanekaragaman hayati
menggambarkan bermacam-macam makhluk hidup. Keanekaragaman dari makhluk hiudp dapat
terjadi karena adanya perbedaan warna, ukuran, bentuk, jumlah, tesktur, penampilan dan sifat.

B. Jenis-jenis Keanekaragaman Hayati

1. Keanekaragaman Gen
Keanekaragaman gen merupakan variasi genetik dalam satu spesies. Tingkat tersebut
timbul karena setiap individu mempunyai bentuk gen yang khas. Gen adalah materi
dalam kromosom makhluk hidup yang mengendalikan sifat organisme. Gen pada setiap
individu meskipun perangkat dasar penyusunannya sama tapi susunannya berbeda-beda
bergantung pada masing-masing induknya. Dikutip situs resmi Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (kemendikbud), penyebab terjadinya gen adanya perkawinan antara dua
individu makhluk hidup sejenis dari kedua induk. Keturunan dari hasil perkawinan
memiliki susunan perangkat gen yang berasal dari kedua induk. Kombinasi susunan
perangkat gen dari dua induk tersebut akan menyebabkan keanakaragaman individu
dalam satu spesies berupa varietes-varietes secara alami atau buatan . Pada manusia
terdapat keanekaragaman gen menunjukan sifat-sifat berbeda, seperti ukuran tubuh,
warna kulit, warna mata, dan bentuk rambut

2. Keanakeragaman jenis
Dalam keanekaragaman jenis dijumpai keseragaman individu, tapi antarjenis dijumpai
keanekaragaman individu. Di lingkungan sekitar banyak dijumpai berbagai jenis hewan
dan tumbuhan dengan berbagai ciri-cirinya fisiknya. Seperti bentuk dan ukuran tubuh,
warna, dan kebiasaan hidup.

3. Keanekaragaman ekosistem
Di bumi akan ditemukan makhluk hidup lain tidak hanya manusia. Semua makhluk
hidup berinteraksi atau berhubungan erat dengan lingkungan tempat hidupnya.
Lingkungan hidup meliputi kompoten biotek dan komponen abiotek. Komponen biotek
meliputi berbagai jenis makhluk hidup mulai yang bersel satu hingga makhluk hidup
bersel banyak yang dapat dilihat langsung. Komponen abiotik meliputi iklim, cahaya,
batuan, air, tanah, dan kelembaban. Kedua komponen tersebut sangat beragam dan
bervariasi. Maka ekosistem yang merupakan interaksi antara komponen biotik dan
abiotik pun bervariasi pula. Di dalam ekosistem, seluruh makhluk hidup yang terdapat di
dalamnya selalu melakukan hubungan timbal balik, baik antar makhluk hidup maupun
makhluk hidup dengan lingkungnnya atau komponen abiotiknya. Hubungan timbal balik
menimbulkan keserasian hidup di dalam suatu ekosistem. Perbedaan letak geografis
antara lain merupakan faktor yang menimbulkan berbagai bentuk ekosistem.
C. Permasalahan Keanekaragaman Hayati

Banyak masalah yang dihadapi dalam upaya melestarikan keanekaragaman hayati Indonesia
untuk pembangunan nasional, baik berasal dari pemerintah, pengusaha, masyarakat dan lain-lain.
Dalam melaksanakan tugas sektornya, setiap pihak dalam pemerintahan seringkali memerlukan
sumber daya alam hayati, sehingga muncul perbedaan kepentingan. Tumpang tindih minat ini
menjadi lebih rumit apabila unsur kepentingan masyarakat tradisional dan tekanan ekonomi
diperhitungkan. Di sisi lain, ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia belum memadahi
untuk menangani pemanfaatan/pelestarian keanekaragaman hayati secara seimbang, apalagi
mengembangkan potensi ini secara optimal.

Keanekaragaman hayati Indonesia sebagian telah dimanfaatkan, sebagian baru diketahui


potensinya, dan sebagian lagi belum dikenal. Pada dasarnya keanekaragaman hayati dapat
memulihkan diri, namun kemampuan ini bukan tidak terbatas. Karena diperlukan untuk hidup
dan dimanfaatkan sebagai modal pembangunan, maka keberadaan keanekaragaman hayati amat
tergantung pada perlakuan manusia.

Pemanfaatan keanekaragaman hayati secara langsung bukan tidak mengandung resiko. Dalam
hal ini, kepentingan berbegai sektor dalam pemerintahan, masyarakat dan swasta tidak selalu
seiring. Banyak unsur yang mempengaruhi masa depan keanekaragaman hayati Indonesia,
seperti juga tantangan yang harus dihadapi dalam proses pembangunan nasional secara
keseluruhan, khususnya jumlah penduduk yang besar dan menuntut tersedianya berbagai
kebutuhan dasar. Peningkatan kebutuhan dasar tersebut antara lain menyebabkan sebagian areal
hutan alam berubah fungsi dan menyempit, dengan ratarata pengurangan 15.000-20.000 hektar
per tahun (Soeriaatmadja, 1991). Kawasan di luar hutan yang mendukung kehidupan
keanekaragaman hayati seperti daerah persawahan dan kebun-kebun rakyat berubah peruntukan
dan cenderung menjadi miskin keanekaragaman hayatinya.

Mengingat perusakan habitat dan eksploitasi berlebihan, tidak mengherankan jika Indonesia
memiliki daftar spesies terancam punah terpanjang di dunia, yang mencakup 126 jenis burung,
63 jenis mamalia dan 21 jenis reptil, lebih tinggi dibandingkan Brasil dimana burung, mamalia
dan reptil yang terancam punah masing-masing 121, 38 dan 12 jenis. Sejumlah spesies
dipastikan telah punah pada tahun-tahun terakhir ini, termasuk trulek jawa/trulek ekor putih
(Vanellus macropterus) dan sejenis burung pemakan serangga (Eutrichomyias rowleyi) di
Sulawesi Utara, serta sub spesies harimau (Panthera tigris) di Jawa dan Bali.

Populasi spesies yang saat ini sangat rentan terhadap ancaman penjarahan dan lenyapnya
habitat cukup banyak, seperti penyu laut, burung maleo, kakak tua dan cendrawasih. Seiring
dengan berubahnya fungsi areal hutan, sawah dan kebun rakyat, menjadi area permukiman,
perkantoran, industri, jalan dan lain-lain, maka menyusut pula keanekaragaman hayati pada
tingkat jenis, baik tumbuhan, hewan maupun mikrobia. Pada gilirannya jenis-jenis tersebut
menjadi langka, misalnya jenis-jenis yang semula banyak terdapat di Pulau Jawa, seperti nam-
nam, mundu, kepel, badak Jawa dan macan Jawa sekarang mulai jarang dijumpai (Anonim,
1995).

Penyusutan keanekaragaman jenis terjadi baik pada populasi alami, maupun budidaya.
Berkurangnya keanekeragaman hayati populasi budidaya tercatat dengan jelas. Pemakaian bibit
unggul secara besar-besaran menyebabkan terdesak dan menghilangnya bibit tradisional yang
secara turun-temurun dikembangkan oleh petani (Swaminathan, 1983).

Pemanfaatan lahan untuk kepentingan berbagai sektor lain, tidak selalu memperhitungkan
akibat yang terjadi pada lingkungan hidup. Memang harus diakui pelestarian keanekaragaman
hayati memberikan keuntungan yang bersifat tidak langsung, sehingga manfaatnya sukar untuk
segera dirasakan, seperti manfaat tumbuhan untuk pengatur air, penutup tanah, penjaga udara
sehat dan lain-lain.

D. Strategi Nasional Pengelolaan

Untuk mengelola keanekaragaman hayati Indonesia memerlukan strategi nasional sebagai alat
bantu agar semua pihak dalam melaksanakan tugasnya mengupayakan pelestarian pemanfaatan
keanekaragaman hayati, sehingga pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
dapat dilaksanakan.

Dalam strategi nasional ini asas yang dianut adalah pemanfaatan ilmu dan teknologi,
diversifikasi pemanfaatan dan keterpaduan pengelolaan. Prioritas pendekatannya adalah untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia, memberikan sumber pendapatan dan mengembangkan
lingkungan hidup yang sehat.

Pemerintah telah berupaya agar laju penyusutan keanekaragaman hayati dapat dikurangi
dengan menyisihkan areal hutan alami untuk kawasan pelestarian. Di dalam areal tersebut
keanekaragaman hayati diharapkan dapat dipertahankan secara in situ (habitat asli). Menurut
data tahun 1987, kawasan yang dilindungi untuk melestarikan keanekaragaman hayati secara in
situ sebanyak 347 lokasi, terdiri dari 184 cagar alam seluas 7.111.880 ha, 69 suaka marga satwa
seluas 5.009.970 ha, 68 hutan wisata seluas 4.665.320. Data terakhir menunjukkan bahwa jumlah
kawasan konservasi in situ meningkat menjadi 475 lokasi seluas 22,6 juta hektar atau 11,78%
dari luas dataran Indonesia (Anonim, 1996).
Di tingkat internasional, perkembangan bioteknologi untuk pemanfaatan keanekaragaman
hayati berlangsung sangat cepat, terutama di bidang farmasi. Rekayasa tingkat molekul dalam
inti sel membangkitkan harapan diproduksinya senyawa bervolume kecil tetapi bernilai ekonomi
tinggi. Di bidang pertanian, bioteknologi telah diterapkan dalam perbanyakan tanaman, yang
menghasilkan bibit seragam dalam jumlah besar dan dalam waktu singkat. Bioteknologi juga
memberikan harapan pemuliaan varietas tanaman pangan utama, seperti padi, jagung, ubi kayu
dan lainlain. Kegiatan pemuliaan mencakup pula pelestarian ex situ yakni bahan mentah dari
alam yang digunakan untuk perakitan varietas unggul. Bahan mentah ini dikenal sebagai plasma
nutfah. Tanggung jawab pengelolaan keanekaragaman hayati tidak hanya terletak di tangan
pemerintah, tetapi juga semua pihak. Pada saat ini banyak pihak yang terkait dengan penanganan
pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati. Untuk itu perlu disepakati pembagian kerja
antar semua unsur, sehingga pemborosan energi dan waktu dapat dihindari. Pemerintah
berkewajiban mengembangkan peraturan perundang-undangan yang mengatur pemanfaatan dan
pelestarian keanekaragaman hayati serta melaksanakan bagian yang menjadi kepentingan
nasional/umum. Pihak swasta tidak hanya berkepentingan untuk memanfaatkannya, tetapi juga
berkewajiban untuk memelihara serta menyeimbangkan kepentingan dan kewajiban.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Keanekaragaman hayati menggambarkan bermacam-macam organisme penghuni biosfer.


Keanekaragaman dari makhluk hidup dapat terjadi karena akibat adanya perbedaan warna,
ukuran, bentuk, jumlah, tekstur, penampilan dan sifat-sifat lainnya dari masing-masing
ekosistem. Keanekaragaman hayati juga menunjukkan terdapatnya berbagai macam variasi
bentuk, penampilan, jumlah, dan sifat lain yang terlihat pada berbagai tingkatan persekutuan
makhluk, yaitu keanekaragaman gen, jenis dan keanekaragaman ekosistem.

Dalam beberapa dekade terakhir, ada beberapa jenis spesies yang sudah cukup sulit kita
temukan di alam bebas. Hal ini sangat meresahkan, karena dikhawatirkan pada generasi
berikutnya, sudah tidak mengenal spesies-spesies tersebut. kerusakan keanekaragaman hayati
yang ada di lingkungan ini disebabkan oleh laju peningkatan populasi manusia dan konsumsi
sumber daya alam yang tidak berkelanjutan; kebutuhan manusia dalam memenuhi kebutuhan
yang tidak terbatas, sedangkan produksi alam yang terbatas untuk memenuhi semua kebutuhan
manusia; penyempitan spektrum produk yang diperdagangkan dalam bidang pertanian,
kehutanan dan perikanan; sistem dan kebijakan ekonomi yang gagal dalam memberi
penghargaan pada lingkungan dan sumber dayanya; ketidakadilan dalam kepemilikan,
pengelolaan dan penyaluran keuntungan dari penggunaan dan pelestarian sumberdaya hayati;
kurangnya pengetahuan dan penerapan; sistem hukum dan kelembagaan yang mendorong
eksploitasi; perburuan yang tidak bijaksana; faktor rusaknya ekosistem. Contoh ekosistem hutan
yang rusak karena adanya bencana alam seperti  kebakaran hutan; faktor lain yang melibatkan
campur tangan manusia seperti penebangan hutan, alih fungsi hutan menjadi pertambangan dan
perkebunan (yang pada akhirnya perkebunan tersebut berubah fungsi menjadi perumahan tempat
tinggal manusia).

B. Saran

Manusia sebagai makhluk berfikir yang diberi kemampuan berfikir logis oleh Allah SWT,
diharapkan mampu mengembangkan strategi-strategi yang berkualitas dan efisen untuk
membantu alam dalam melindungi flora dan fauna yang hampir punah. Dengan peran manusia
yang utuh dan lebih maksimal, harapan terjadinya keseimbangan antara alam sebagai penyuplai
kebutuhan manusia dan kebutuhan manusia yang tidak terbatas menjadi lebih baik. Para pakar
lingkungan tidak melarang manusia untuk menggunakan produk-produk alam, hanya saja
dibutuhkan sikap yang lebih bijaksana untuk memanfaatkan alam ini. Karena sebenarnya dengan
kebijaksanaan kita, manfaatnya akan kembali pada kita sendiri.

Para mahasiswa sebagai kaum intelektual yang memiliki semangat muda yang tinggi, harus
diimbangi dengan kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya. Penanaman kedisiplinan dan
kepedulian harus dimulai dari kesadaran diri sendiri bahwa apabila alam bukanlah mesin yang
dapat memproduksi kebutuhan secara terus menerus. Pohon-pohon di hutan pasti akan
mengalami mati karena usia, ikan-ikan dilaut pasti tidak dapat mengalami perkembangbiakan
apabila si induk ditangkap oleh manusia serta adanya pencemaran laut karena limbah seperti
terjadi di Bali, habitat sebagian hewan dan tumbuhan yang mengalami degradasi wilayah karena
pembangunan pertambangan dan perumahan yang harusnya sebagai tempat tinggal yang nyaman
bagi mereka. Oleh karena itu perlu adanya campur tangan mahasiswa untuk memikirkan dan
melaksanakan pemikiran tersebut untuk menanggulangi keparahan kepunahan flora dan fauna.
Sepertinya diperlukan penanaman pendidikan untuk menambahkan kesadaran mahasiwa seperti
dibentuknya mata kuliah tambahan building character seperti Pendidikan Lingkungan Hidup. 
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1995. Atlas Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Jakarta: KMNLH RI-


KOPHALINDO. Anonim. 1996. Strategi nasional pengelolaan keanekaragaman hayati. Makalah
Forum Curah Pendapat Pengkayaan Keanekaragaman Hayati Dalam Silabus Pendidikan
Pelatihan dan Penyuluhan di Pusat Studi Lingkungan. Jakarta: PPSML-LPUI dan Yayasan
Kehati. Mac Kinnon, K. 1992. Nature’s Treasurehouse-The Wildlife of Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama. Mc Neely, J.A., K.R. Miller, W.V. Reid, R.A. Mittermeier & T.B.
Werner. 1990. Conserving The World’s Biological Diversity. IUCN, WRI, CI, WWF-US & The
World Bank. Gland. Switzerland. Soeriaatmadja. RE. 1991. Rehabilitation of the Degraded
Land: The Cigaru Model. Makalah pada Workshop on Rehabilitation of Degraded Tropical
Lands. November 11-15. 1991. Brisbane: University of Queensland. Swaminathan. M S. 1983.
The Miracle of Rice. The Courier (December 1984): 4-8.

Anda mungkin juga menyukai