Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 

     Bayi yang digolongkan dalam resiko tinggi terutama bayi dengan prematur dan berat badan
lahir rendah, memerlukan stimulus yang adekuat dari lingkungan untuk tumbuh dan
berkembang. Namun ternyata, perawatan di lingkungan intensif menyebabkan stimulus yang
berlebihan dan menyebabkan stres pada bayi dan selanjutnya dapat mengganggu fungsi
keseimbangan fisiologis, meningkatkan respon nyeri pada bayi, mengganggu keseimbangan tidur
dan berpotensi mengganggu perkembangan kognitif dan psikologis bayi dalam jangka panjang. 
     Bayi resiko tinggi adalah bayi yang mempunyai kemungkinan lebih besar untuk menderita
sakit atau kematian dari pada bayi lain.Istilah bayi resiko tinggi digunakan untuk menyatakan
bahwa bayi memerlukan perawatan dan pengawasan yang ketat.pengawasan dapat dilakukan
beberapa jam sampai beberapa hari.Pada umumnya resiko tinggi terjadi pada bayi sejak lahir
sampai usia 28 hari yang disebut neonatus. Hal ini disebabkan kondisi atau keadaan bayi yang
berhubungan dengan kondisi kehamilan,persalinan,dan penyesuaian dengan kehidupan diluar
rahim.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Bayi Risiko Tinggi 

     Dalam Surasmi (2003), bayi risiko tinggi adalah bayi yang mempunyai kemungkinan lebih
besar untuk menderita sakit atau kematian daripada bayi lain. Istilah bayi risiko tinggi digunakan
untuk menyatakan bahwa bayi memerlukann perawatan dan pengawasan yang ketat. Pengawasan
dapat dilakukan beberapa jam sampai beberapa hari. Pada umumnya bayi risiko tinggi terjadi
pada lahir sejak lahir sampai usia 28 hari yang disebut neonatus. Hal ini disebabkan kondisi atau
keadaan bayi yang berhubungan dengan kondisi kehamilan, persalinan, dan penyesuaian dengan
kehidupan di luar rahim. 
     Penilaian dan tindakan yang tepat pada bayi risiko tinggi sangat penting karena dapat
mencegah terjadinya gangguan kesehatan pada bayi yang dapat menimbulkan cacat atau
kematian. 
2. Klasifikasi Bayi Risiko Tinggi 

     Dalam Surasmi (2003), bayi berisiko tinggi sering diklasifikasi berdasarkan berat badan lahir,
umur kehamilan, dan adanya masalah patofisiologi yang menyertai bayi tersebut. Di bawah ini
akan diuraikan penggolongan bayi berisiko tinggi berdasarkan klasifikasi. Klasifikasi Bayi
Resiko Tinggi
1. Klasifikasi bayi resiko tinggi berdasarakan berat badan 
     Semua bayi yang lahir dengan berat badan sama atau kurang dari 2500 gram disebut bayi
berat badan lahir rendah (BBLR). BBLR dikelompokkan sebagai berikut: 

Bayi berat badan lahir amat sangat rendah, yaitu bayi yang lahir dengan berat badan
kurang dari 1000 gram. 

Bayi berat badan lahir sangat rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang
dari 1500 gram. 

Bayi berat badan lahir cukup rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan 1501-
2500 gram. 
2. Klasifikasi bayi resiko tinggi berdasarkan umur kehamilan 
     Adapun klasifikasi bayi berisiko tinggi berdasarkan umur kehamilan ialah: 
Bayi prematur adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan belum mencapai 37
minggu. 

Bayi cukup bulan adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 38-42 minggu. 

Bayi lebih bulan adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan > 42 minggu. 
3. Klasifikasi bayi resiko tinggi berdasarkan umur kehamilan dan berat badan 
     Dahulu berat badan lahir dianggap dapat memberikan taksiran usia kehamilan dengan tepat,
sehingga bayi yang lahir dengan berat 2500 gram atau lebih dianggap cukup matang.
Pertumbuhan rata-rata bayi di dalam lahir tidak sama, karena pertumbuhan bayi di dalam rahim
dipengaruhi oleh berbagai faktor (keturunan, penyakit ibu, nutrisi, dan sebagainya). Oleh karena
itu, dilakukan penggolongan dengan menggabungkan berat badan lahir dan usia kehamilan
sebagai berikut: 

Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) dalam bahasa Inggris disebut small-for-
gestational-age (SGA) atau small-for-date (SFD), yaitu bayi yang lahir dengan
keterlambatan pertumbuhan intra uteri dengan berat badan terletak di bawah persentil ke-
10 dalam grafik pertumbuhan intra-uterin. 

Bayi sesuai untuk masa kehamilan (SMK) atau dalam bahasa Inggris disebut appropriate-
for-gestational-age (AGA), yaitu bayi yang lahir dengan berat badan sesuai dengan berat
badan untuk masa kehamilan, yaitu berat badan terletak antara persentil ke-10 dan ke-90
dalam grafik pertumbuhan intra-uterin. 

Bayi berat untuk masa kehamilan atau dalam bahasa Inggris disebut large-for-gestational-
age (AGE), yaitu bayi yang lahir dengan berat badan lebih besar untuk usia kehamilan
dengan berat badan terletak di atas persentil ke-90 dalam grafik pertumbuhan intra-uterin. 
4. Klasifikasi bayi resiko tinggi berdasarkan masalah patofisiologis 

Klasifikasi berdasarkan masalah patofisiologis, yaitu semua neonatus yang lahir disertai
masalah patofisiologis atau mengalami gangguan fisiologis. 

Klasifikasi berdasarkan masalah fisiologis, berkaitan erat dengan gangguan kimia (mis.
Hipoglikemia, hipokalsemia) dan konsekuensi dari ketidakmatangan organ dan sistem
(mis. Hiperbilirubin, sindrom gawat napas, hipotermi). 
3. Tetanus Neonatorum 
1. Pengertian Tetanus Neonatrum 
     Tenanus adalah penyakit toksemia akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani (Mansjoer,
2000). Menurut Ngastiyah (1997), tetanus neonatorum merupakan penyebab kejang yang sering
dijumpai pada BBL yang bukan karena trauma kelahiran atau asfiksia, tetapi disebabkan oleh
infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi sebagai akibat pemotongan tali pusat atau
perawatannya yang tidak aseptik. 
     Dalam Hidayat (2005), tetanus neonaturum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang
dapat disebabkan adanya infeksi melalui tali pusat. Menurut Surasmi (2003), tetanus neonatorum
adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi berusia 0-1 bulan). 
     Tatanus sendiri merupakan penyakit toksemia akut yang menyerang susunan saraf pusat, oleh
karena adanya tetanaspasmin dan Clostridium tetani. Tetanus juga dikenal dengan nama lockjaw,
karena salah satu gejala penyakit ini adalah mulut yang sukar dibuka (seperti terkunci). 
2. Etiologi Tetanus Neonatorum 
     Menurut Ngastiyah (1997), penyebab tetanus adalah Clostridium tetani, yang infeksinya biasa
terjadi melalui luka dari tali pusat. Ini dapat terjadi karena pemotongan tali pusat tidak
menggunakan alat-alat yang steril hanya memakai alat sederhana seperti bilah bambu atau
pisau/gunting yang tidak disterilkan dahulu. Dapat juga karena perawatan tali pusat yang
menggunakan obat tradisional seperti abu dan kapur sirih, daun-daunan dan sebagainya. 
     Tetanus terdapat diseluruh dunia tetapi insidens di negara maju sudah sangat jarang. Penyakit
tetanus ini masih merupakan masalah kesehatan di negara berkembang karena sanitasi
lingkungan yang kurang baik dan imunisasi aktif yang belum mencapai sasaran. 
     Di Indonesia dan negara berkembang lain, penyakit tetanus neonatorum masih menjadi
masalah. Hal ini terutama disebabkan oleh pertolongan persalinan bagi sebagian masyarakat
masih menggunakan tenaga non-profesional (dukun bayi/peraji). Faktor lain adalah sebagian ibu
yang melahirkan tidak atau belum mendapat imunisasi tetanus toksid (TT) pada masa
kehamilannya. 
3. Patofisiologis Tetanus Neonatorum 
     Menurut Suryadi dan Yuliana (2001), penyakit pada tetanus terjadi karena adanya luka pada
tubuh seperti: luka tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang
kotor, dan pada bayi dapat melalui tali pusat. 
     Organisme multipel membentuk dua toksin yaitu tetanospasmin yang merupakan toksin kuat
dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spaame otot, dan mempengaruhi
sistem saraf pusat. Kemudian tetanolysin yang nampaknya tidak significane. 
     Exsotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat dengan melewati akson
neuron atau sistem vaskuler. Kuman ini terikat pada sel saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat
lagi dinetralkan oleh arititoksin. 
     Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin; adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung
saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawa ke kornu anterior susunan saraf pusat. Kedua
toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk
ke dalam susunan saraf pusat. 
     Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi kejang dan
mudah sekali terangsang. 
Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari. Kasus yang sering terjadi adalah 14
hari. Sedangkan untuk neonatus biasanya 5 sampai 14 hari. 
4. Manifestasi Klinis 
     Masa inkubasi berkisar antara 3-14 hari, tetapi bisa berkurang atau lebih. Gejala klinis infeksi
tetanus neonatorum umumnya muncul pada hari ke 3 sampai ke 10 (Surasmi, 2003). 
Gejala tetanus neonatorum (Hidayat, 2005), antara lain : 

Kesulitan menetek, mulut mencucu seperti ikan (harpermond) karena adanya trismus
pada otot maseter mulut, sehingga bayi tidak dapat minum dengan baik. 

Adanya spasme otot dan kejang 

Leher kaku dan opistotonus, kondisi tersebut akan menyebabkan liur sering terkumpul di
dalam mulut dan dapat menyebabkan aspirasi 

Dinding abdomen kaku, mengeras dan kadang-kadang terjadi kejang otot pernapasan dan
sianosis 

Suhu meningkat sampai dengan 390 C 

Dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah muka rhisus sardonikus 

Ekstremitas kaku 

Sangat sensitif terhadap rangsangan, gelisah dan menangis 


5. Komplikasi 
     Menurut FKUI (1991), komplikasi pada tetanus neonatorum adalah: 

Bronkopneumonia 

Asfiksia dan sianosis akibat obstruksi saluran pernafasan oleh sekret 

Sepsis neonatorum 
6. Pemeriksaan Penunjang 
     Menurut Suryadi dan Yuliana (2001), pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada
penderita tetanus neonaturum adalah: 

Pemeriksaan fisik; adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang. 

Pemeriksaan darah (kalsium dan fosfat). 


7. Pengobatan dan Pencegahan 
     Dalam Surasmi (2003), pengobatan dan pencegahan yang dapat dilakukan pada tetanus
neonaturum adalah: 

Tetanus imunoglobulin (TIG) manusia. TIG diberikan secara intramuskular dengan dosis
250-500 unit. TIG ini diberikan dengan maksud untuk menetralisasi toksin yang beredar
dalam darah. 

Antitetanus serum (ATS). ATS diberikan bila tidak tersedia TIG. Selama pemberian
harus diperhatikan, karena ATS ini berasal dari serum kuda sehinga harus diantisipasi
kemungkinan terjadinya syok anafilksis. Dosis ATS 3000-5000 unit secara intramuskular. 

Antikonvulsan. Obat ini diberikan untuk merelaksasi otot dan kepekaan jaringan saraf
terhadap ransanga. Obat yang lazim digunakan adalah diazepam (dengan dosis 0,5 mg/kg
BB/hari dibagi dalam beberapa dosis dan diberikan intravena atau intramuskular) dan
fenobarbital (denga dosis 10-20 mg/kg BB/hari dibagi 4 kali). 

Antibiotika. Antibiotika digunakan untuk membunuh kuman c. Tetani dalm bentuk


vegetatif. Antibiotika yang paling sering digunakan adalah penisilin procain. Dosis
200.000 U/kg BB/hari diberikan intramuskular selama 10 hari 3 hari setelah panas turun. 

Oksigen diberikan bila terjadi asfiksasi atau sianosis. 


Tindakan pencegahan yang paling efektif adalah melakukan imunisasi dengan tetanus
toksoid (TT) pada wanita calon pengantin dan ibu hamil sebanyak dua kali dengan interval
minimal satu bulan. Selain itu, tindakan memotong dan merawat tali pusat harus secara
steril. 

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO TINGGI

A. Pengkajian

1. Anamnesis Riwayat ANC, INC DAN PNC

-ANC merupakan pemeriksaan kehamilan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan


fisik dan mental pada ibu hamil secara optimal, hingga mampu menghadapi masa persalinan,
nifas, menghadapi persiapan pemberian ASI secara eksklusif, serta kembalinya kesehatan
alat reproduksi dengan wajar.

- INC

- PNC atau postnatal care adalah pemeriksaan ibu dan bayi setelah persalinan dan selama
masa nifas untuk menjaga kesehatan ibu dan bayi serta menangani komplikasi jika terjadi.

2. Pemeriksaan fisik pada bayi resiko tinggi

Pemeriksaan fisik bayi baru lahir bertujuan untuk mengidentifikasi fisik bayi, apakah normal
ataukah ada tanda-tanda cacat serta gangguan kesehatan lainnya.

1. Pemeriksaan Tahap Awal

Pemeriksaan tahap awal dilakukan segera setelah bayi dilahirkan. Umumnya saat bayi berada di
ruang bersalin. Pemeriksaan ini meliputi:

A. Pemeriksaan Score APGAR

Pemeriksaan score APGAR adalah metode akurat untuk menentukan kondisi bayi baru lahir
secara cepat. Pemeriksaan ini meliputi warna kulit, denyut jantung, kepekaan reflek bayi, tonus
otot dan sistem pernafasannya. Dengan dilakukannya penentuan nilai APGAR, nantinya dokter
bisa memutuskan untuk melakukan tindakan darurat pada bayi atau tidak.

Penilaian APGAR ini dilakukan secara berulang-ulang, pada 5 menit pertama bayi dilahirkan, 10
menit, 15 menit, 20 menit dan 24 menit. Apabila bayi memperoleh total keseluruhan nilai
APGAR 10, maka bayi dinyatakan sehat. Sebaliknya jika nilai APGAR dibawah 5 berarti bayi
membutuhkan perawatan intensif.

Cara menentukan nilai APGAR

 Warna Kulit (Appearance)

Nilai APGAR 0 : kulit bayi berwarna biru pucat (sianosis)


Nilai APGAR 1 : kulit bayi kemerahan dengan tangan dan kaki berwarna biru

Nilai APGAR 2: kulit bayi berwarna kemerahan atau merah muda

 Denyut Jantung (Pulse)

Nilai APGAR 0 : tidak ada denyut jantung

Nilai APGAR 1 : denyut jantung kurang dari 100 per menit

Nilai APGAR 2: denyut jantung lebih dari 100 per menit

 Kepekaan Reflek (Gremace)

Nilai APGAR 0 : tidak ada respon

Nilai APGAR 1 : meringis atau menangis lemah

Nilai APGAR 2: respon kuat

 Tonus Otot (Pulse)

Nilai APGAR 0 : tidak ada gerakan

Nilai APGAR 1 : gerakan lemah pada tangan dan kaki

Nilai APGAR 2: gerakan akti

 Pernafasan (Respiration)

Nilai APGAR 0 : tidak ada nafas

Nilai APGAR 1 : nafas tidak teratur

Nilai APGAR 2: nafas normal dna teratur


B. Pemeriksaan Anamnesa

Pemeriksaan ini meliputi pengumpulan data-data yang berkaitan dengan kondisi bayi. Nantinya
data tersebut dijadihan bahan dasar untuk penentuanya adanya kelainan kongenital atau tidak.
Ibu akan ditanya beberapa hal meliputih riwayat kehamilan dan keluarga. Serta bagaimana pola
hidup selama mengandung.

Beberapa hal yang menjadi poin penting di pemeriksaan ini, yakni:

 Riwayat kehamilan : apakah ada penyakit yang diidap, bagaimana kondisi psikis dan fisik
ibu, obat-obatan yang pernah dikonsumsi, dan sebagainya
 Riwayat persalinan : bagaimana proses persalinan, adakah trauma dan gangguan selama
persalinan, tanggal lahir dan jam persalinan, dsb.
 Faktor genetik : meliputi riwayat penyakit pada keluarga

C. Pemeriksaan Tali Pusat

Pemeriksaan tali pusat dilakukan untuk mendukung data amnanesis. Dengan melihat kondisi tali
pusat (mulai dari teksturnya, kesegarannya, jumlah pembuluh darah arteri dan vena, serta ada
tidaknya tali simpul) dokter dapat mendiagnosis gangguan pada sistem kardiovaskular bayi.
Serta pada sistem pernafasan, urogenital (organ reproduksi dan sistem kemih) dan pencernaan.
(baca:  janin terlilit tali pusat)

D. Pemeriksan Cairan Ketuban (Amniom)

Selain dilakukan pada saat kehamilan, pemeriksaan cairan ketuban juga masuk prosedur
pemeriksaan setelah melahirkan. Pemeriksaan ini meliputi vomule dan warna ketuban.
Tujuannya untuk mengetahui adanya kelainan kromosom atau ganggulan lain pada si bayi,
misalnya gangguan ginjal, paru-paru dan sendi.

E. Pemeriksaan Plasenta
Pemeriksaan plasenta juga dilakukan untuk memastikan kondisi bayi baru lahir. Apakah benar-
benar sehat ataukah ada gangguan kesehatan. Cara pemeriksaan plasenta ini meliputi beberap
hal, yakni:

 Pengukuran berat plasenta


 Pengurkuran ketebalan plasenta
 Mengukur diameter dan melihat ukuran plasenta
 Menghitung jumlah kotiledon
 Pemeriksaan bagian martenal, fetal, selaput untuk memastikan keutuhannya ataukah ada
yang robek
 Pemeriksaan jumlah korion untuk bayi kembar
 Pemeriksaan trauma, kerusakan sel, perkapuran dan sebagainya pada plasenta
 Melakukan rangsangan taktil untuk memantau kontraksi
 Dan sebagainya

2. Pemeriksaan Fisik Secara Lengkap

Pemeriksaan fisik secara lengkap dilakukan saat kondisi bayi sudah stabil dan berada di ruang
perawatan yang terang, hangat dan bersih. Pemeriksaan fisik ini meliputi

A. Pemeriksaan Komponen Pertumbuhan (atropometrik)

Pertama dilkaukan pemeriksaan paling ringan, yaitu komponen-komponen pertumbuhan pada


bayi yang terdiri dari berat badan, tinggi, lingkar dada dan lingkar kepala.

Berat badan normal: 2,5 – 4 kg

Tinggi badan normal: 48- 52 cm

Lingkar dada normal: 32 – 35 cm

Lingkar kepala normal: 32 – 37 cm


B. Pemeriksaan Bagian Kepala

Saat dilahirkan, terkadang bayi mengalami cedera ringan di bagian kepalanya akibat tekanan-
tekanan tertentu. Misalnya kondisi wajah yang sedikit tidak rata (asimetris), caput suksedangeum
(pembengkakan pada kulit kepala yang berisi getah bening) atau cephal hematoma (pendarahan
dari lapisan subperiosteum).

C. Pemeriksaan Mulut

Pemeriksaan mulut juga dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada bayi,
seperti hipersaliva (produksi air liur yang berlebihan), labiopalatoskisis (kelainan pada daerah
mulut, misalnya bibir sumbing) dan sebagainya. 

D. Pemeriksaan Sistem Indera

Tujuan pemeriksaan ini untuk mengetahui adanya gangguan sistem sensorik pada bayi, serta
diagnosis cacat fisik. Pemeriksaan ini meliputi:

 Indera pengelihatan (mata) – visual


 Indera pengecap (lidah) – gustatory
 Indera pendengaran (telinga) -auditori
 Indera penciuman (hidung) – okfaktori
 Indera peraba (kulit) – taktil
 E. Pemeriksaan Organ Pada Bagian Dada

Kondisi organ bagian dalam tubuh juga penting untuk diperiksa guna memastikan tidak ada
kelainan. Umumnya pemeriksaan pada bagian dada dilakukan melalui pengukuran denyut
jantung, pernafasan, dan payudara.

 Pernafasan bayi baru lahir, sekitar 60-40 kali per menit


 Denyut jantung bayi baru lahir, sekitar 120-160 kali per menit
 Payudara, normalnya payudara berada pada posisi sejajar satu dengan yang lain,
ukurannya cenderung sama dan puting pada tiap payudara hanya berjumlah satu
 F. Pemeriksaan Organ Pada Bagian Perut (Abdomen)

Organ di bagian perut juga memerlukan pemeriksaan untuk memastikan fungsi kerjanya normal
dan tidak ada kelainan. Organ-organ tersebut meliputi ginjal, hati, limpa, lambung, dan usus.
Salah satu cara untuk memastikan kondisi organ pencernaan bayi sehat, yakni bayi
mengeluarkan air kencing dan mekonium (feses yang bewarna hijau kehitaman) dalam 24 jam
pertama setelah dilahirkan.

G. Pemeriksaan Leher

Struktur dan bentuk leher juga perlu diperiksa untuk mendeteksi ada tidaknya kelainan
kongetinal. Bagaimana refleks leher, apakah ada pembengkakan kelenjar getah bening atau
kelenjar tiroid, semuanya akan diperiksa secara mendetail.

H. Pemeriksaan Tulang Belakang

Pemeriksaan tulang belakang untuk melihat apakah ada gangguan tulang, seperti skoliosis,
kifosis dan lordosis. Selain itu, dokter juga memperhatikan adanya pembangkakan, kemerahan
atau keabnormalan lain.

I. Pemeriksaan Panggul, Paha dan Betis

Selain tulang belakang, bagian tubuh lain seperti panggul, paha dan betis juga dilakukan
pemeriksaan. Dokter akan melakukan gerakan-gerakan tertentu pada bayi untuk menguji fungsi
kerja bagian-bagian tubuh tersebut.

J. Pemeriksaan Genetelia (Alat Kelamin)

Pemeriksaan genetelia dilakukan dengan cara melihat kelengkapan dan struktur kelamin bayi.
Apabila dia berkelamin laki-laki, maka normalnya memliki dua skrotum (pembungkus testis atau
buah zakar) diantara anus dan penis. Sedangkan perempuan terdapat labia minora (di bagian
dalam) dan labia mayora (di bagian luar).

K. Pemeriksaan Anus
Pada bayi normal, posisi anus berada di belakang kemaluan. Dokter juga perlu mematiskan
apakah ada masalah anus buntu atau tidak. Seorang bayi yang mengalami gangguan anus buntu
biasanya tidak bisa mengeluarkan mekonium.

L. Pemeriksaan Suhu Tubuh

Untuk mendeteksi adanya gangguan hipotermia, hipertermia, dehidrasi, infeksi atau gangguan
lain, perlu dilakukan pemeriksaan suhu tubuh bayi. Umumnya seorang bayi normal memiliki
suhu sekitar 36,5 0C– 37 0C.

M. Pemeriksaan Syaraf

Untuk memeriksa fungsi kerja syaraf bayi biasanya dokter melakukan pengujian gerak refleks,
yang meliputi:

 Refleks menghisap: meletakkan benda di dekat mulut bayi, dan seharusnya bayi
menghisapnya
 Refleks moro : bayi dikejutkan, maka seharusnya posisi kaki dan tangan telentang, kepala
mendongak ke belakang dan jari-jari menggengam
 Refleks Mencucur: menyentuh salah satu sisi mulut bayi, maka seharusnya kepala bayi
menoleh ke arah tersebut

N. Pemeriksaan Tekanan Darah

Pemeriksaan tekanan darah dapat dilakukan dengan tensimeter atau sfignomanometer ai raksa.
Alat ini dipasang pada lengan atas bayi secara perlahan saat bayi telentang. Normalnya bayi baru
lahir memiliki tekanan darah 60-80/40-50 mmHg.)

O. Pemeriksaan Denyut Nadi

Pemeriksaan denyut nadi umumnya dilakukan saat bayi dalam kondisi tidur. Dokter melakukan
pengukuran dengan meraba pembuluh darah arteri yang terletak pada tangan kanan bayi.
Normalnya denyut nadi bayi baru lahir berkisar 140 kali per menit.
P. Pemeriksaan Ekstremitas

Pemeriksaan ini meliputi tulang gerak bagian atas (ekstremitas atas-lengan tangan) dan bagian
bawah (ekstremitas bawah – kaki).

 Ekstremitas atas: pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh, mulai dari sendi bahu, siku,
tangan, dan jari. Dokter juga melihat strukturnya, bagaimana reflek genggam tangan, jumlah jari,
panjang kuku dan sebagainya.
 Ekstremitas bawah: pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh mulai dari paha, lutut,
tungkai, pergelangan kaki, tumit hingga jari-jari kaki. Dokter akan melihat kelengkapan jari,
menguji reflek, dan adakah kelainan bentuk pada tulang atau sendi.

3. Persiapan bayi untuk pemeriksaan diagnosis

B. Masalah Keperawatan pada bayi resiko tinggi

- Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya sekresi atau
produksi

- Risiko injury berhubungan dengan aktivitas kejang.mukus. 

- Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan Intake cairan yang kurang.

- Nyeri berhubungan dengan toksin dalam sel saraf dan aktivitas kejang.

- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesukaran


menelan dan membuka mulut dan adanya aktivitas kejang. 

C. Rencana Keperawatan pada bayi resiko tinggi


1 Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya sekresi atau produksi
mukus. 
Tujuan : meningkatkan kepatenan jalan nafas dan mencegah aspirasi. 
a. Kaji status pernapasan setiap 2-4 jam. 
b. Lakukan penghisapan lendir dengan hati-hati dan pasti. 
c. Gunakan sundip lidah saat kejang. 
d. Miringkat ke samping untuk drainage. 
e. Pemberian oksigen sesuai program. 
f. Pemberian sedative sesuai program. 
g. Pertahanan kepatenan jalan napas dan bersihan mukus. 
2. Risiko injury berhubungan dengan aktivitas kejang. 
Tujuan : menghindari terjadinya injury pada anak. 
a. Pasang pangaman tempat tidur. 
b. Tempatkan anak pada tempat tidur atau pengalas yang lembut. 
c. Hindari hal-hal yang dapat meningkatkan rangsangan kejang; suara, sinar yang terang,
sentuhan-sentuhan. 
d. Anak harus diistirahatkan dan tempatkan pada ruangan yang khusus. 
e. Antisipasi prosedur-prosedur yang dapat merangsang untuk terjadinya kejang. 
f. Hindari benda-benda yang membahayakan. 
g. Pasang sudip lidah pada mulut bila kejang. 
h. Tempatkan anak dengan posisi miring ke samping saat kejang untuk mencegah lidah jatuh ke
belakang yang dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. 
i. Jangan menggunakan restrain pada anak. 
j. Catat aktivitas kejang; frekuensi, lamanya dan faktor pencetusnya. 
k. Pantau pernapasan selama kejang, buka baju yang dapat mengganggu saat kejang. 
l. Berikan antikejang dan antibiotik sesuai program. 
3. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan Intake cairan yang kurang. 
Tujuan : meningkatkan status hidrasi anak. 
a. Kaji intake dan output. 
b. Kaji tanda-tanda dehidrasi; ubun-ubun, membran mukosa, dan turgor kulit. 
c. Berikan dan pertahankan intake cairan oral atau parenteral sesuai indikasi. 
d. Monitor berat jenis urine. 
e. Pertahankan kepatenan NGT. 
4. Nyeri berhubungan dengan toksin dalam sel saraf dan aktivitas kejang. 
Tujuan : mengurangi rasa nyeri. 
a. Kaji tingkatan nyeri. 
b. Pemberian antikejang, dan penenang. 
c. Hindari hal-hal yang dapat menimbulkan rangsang. 
d. Berikan suasana lingkungan yang tenang. 
e. Tempatkan pada tempat tidur yang nyaman. 
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesukaran menelan dan
membuka mulut dan adanya aktivitas kejang. 
Tujuan : meningkatkan status nutrisi pada anak. 
a. Pertahankan NGT untuk intake makanan. 
b. Kaji bising usus bila perlu dan hati-hati karena sentuhan dapat merangsang kejang. 
c. Berikan nutrisi yang tinggi kalori dan protein. 
d. Berikan nutrisi parenteral sesuai program. 
e. Timbang berat badan sesuai protokol. 

Anda mungkin juga menyukai