Anda di halaman 1dari 23

DESAIN PENELITIAN

A. Judul

Pengembangan Kemampuan Interpretasi Guru Mengenai Konsep Proporsi Untuk

Penguatan Berpikir Matematis Menggunakan Model Pola Bernalar

B. Latar Belakang

Sebagai seorang guru diharuskan menguasai pengetahuan dan pemahaman

yang mendalam tentang konten, kurikulum, karakteristik siswa, metode

pembelajaran dan pengelolaan kelas (NCTM, 2000). Ada 3 tipe pengetahuan yang

perlu dikuasai guru, yaitu content knowledge (CK), curricular knowledge, dan

pedagogy content knowledge (PCK) (Shulman, 1986; Ball et. al., 2008). Ball,

Thames, & Phelps (2008) menyatakan bahwa isi pengetahuan (content

knowledge) sangat penting karena dibutuhkan guru untuk mengembangkan

pengetahuan tentang pembelajaran, walaupun pada dasarnya kemampuan ini tidak

hanya diperlukan oleh guru. Pemahaman matematika seorang guru sangat

berhubungan secara signifikan terhadap hasil belajar matematika siswa (Hill,

Rowan, dan Ball, 2005). Salah satu cara untuk meningkatkan hasil belajar siswa

dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pengetahuan matematika guru yaitu

kemampuan interpretasi. Matematika mengartikan interpretasi sebagai

kemampuan seseorang untuk memahami sesuatu yang sudah didapatkan atau di

rekam, diubah atau dapat disusun dalam bentuk atau cara lain seperti grafik, tabel,

diagram dan simbol. Interpretasi atau penafsiran juga merupakan kemampuan

menghubungkan dua konsep yang berbeda, dan kemampuan membedakan yang

pokok dan yang bukan pokok (Sudjana, 2013). Kemampuan interpretasi


merupakan salah satu konsep dari berpikir kritis matematis. Konsep berpikir

matematis berkaitan dan sejalan dengan berpikir kritis. Menurut Facione (2011)

konsep paling mendasar dari berpikir kritis adalah kemampuan interpretasi,

analisis, evaluasi, penyimpulan, penjelasan dan pengaturan diri. Di mana saat ini

dunia pendidikan mendorong keterampilan berpikir kritis harus di kembangkan

kepada peserta didik sehingga sebelum guru mengembangkannya kepada peserta

didik, guru harus terlebih dahulu mengembangkan kemampuannya sendiri.

Berpikir matematis, menurut Mason, Burton, dan Stacey (1982), adalah

proses dinamis yang memperluas cakupan dan kedalaman pemahaman

matematika. Hal ini dimungkinkan karena di dalamnya disediakan kesempatan

meningkatkan kerumitan ide yang ditangani dari waktu ke waktu. Dalam proses

tersebut kita melakukan proses pengkhususan (spesialisasi, memperhatikan

beberapa kasus khusus atau contoh), proses perampatan (generalisasi, fokus pada

kelompok contoh yang lebih banyak, mencari pola dan hubungan), penebakan

(membuat tebakan tentang masalah yang dihadapi, meramalkan hubungan dan

hasil), dan peyakinan (membangun keyakinan tentang pemahaman yang telah

dibangun, mencari dan mengkomunikasikan alasan mengapa sesuatu itu benar).

Semua proses ini berlangsung dalam konteks pemecahan masalahmasalah

matematika yang tidak rutin.

Untuk memberi penguatan berpikir kritis dapat menggunakan salah satu

model pola pemikiran yaitu bernalar. Menurut Liliasari (2009) bahwa

keterampilan berpikir kritis menggunakan dasar berpikir menganalisis argumen

dan memumculkan wawasan terhadap tiap-tiap interpretasi, untuk


mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis, kemampuan memahami

asumsi, memformulasi masalah, melakukan deduksi dan induksi, serta mengambil

keputusan yang tepat. Berpikir kritis pada siswa tidak dapat muncul dengan

sendirinya namun perlu adanya kesengajaan memberikan suasana pembelajaran

yang di rancang dari guru untuk mengembangkan kemampuan tersebut. Untuk itu

seharusnya guru sebagai perancang dan pengelola proses pembelajaran perlu

mengembangkan kemampuan diri supaya pertanyaan atau jawaban kritis dari

siswa dapat muncul setelah guru memodelkannya.

Di dalam penalaran formal, Piagiet dan Inhelder (dalam Muh.Nur: 1991)

mengklasifikasikan menjadi lima jenis yaitu penalaran proporsional, pengontrol

variabel, penalaran probabilistik, penalaran korelasional dan penalaran

kombinatorik. Konsep proporsi merupakan salah satu berpikir matematis pada

pola penalaran dasar yang diperlukan saat mempelajari matematika. Pada

penelitian terdahulu menunjukkan fakta bahwa kemampuan interpretasi dan

kemampuan guru mengenai konsep proporsi belum maksimal. Penelitian Tri

Novita Irawati (2015) menyatakan belum pahamnya guru mengenai soal yang

membangun kemampuan penalaran proporsional menyebabkan guru belum dapat

membedakan level kemampuan penalaran proporsional yang dikuasai oleh peserta

didiknya. Penelitian Siti Azizah Susilawati dan Muhammad Amin Sunarhadi

(2017) menunjukkan guru belum memahami cara membaca dan menginterpretasi

peta/citra/penginderaan jauh untuk pembelajaran Geografi.


Berdasarkan fakta di lapangan melalui observasi, wawancara dan pemberian

soal kepada guru matematika SMP di kecamatan Embaloh Hilir Kabupaten

Kapuas Hulu ditemukan hal-hal sebagai berikut:

1. Hasil observasi kepada guru yang sedang mengajar materi koordinat

kartesius menunjukkan kemampuan interpretasi model pola bernalar masih

belum berkembang, hal ini terlihat dari cara guru menjelaskan materi masih

menggunakan cara monoton, belum menggunakan bahasa yang tertata

dengan baik dan masih mendominasi pada proses pembelajaran. Guru

kurang mempresentasikan dan mengkomunikasikan dengan baik dari

konsep ilmu pengetahuan yang guru punya ke dalam bahasa penalaran yang

mudah dipahami.

2. Hasil wawancara terhadap guru menunjukkan sebagian besar guru belum

mengetahui kemampuan spesifik apa saja yang sudah dimiliki dan

kemampuan apa yang seharusnya guru kembangkan untuk dapat

meningkatkan kemampuan siswa.

3. Hasil wawancara juga menyatakan guru belum mengembangkan soal model

pola bernalar untuk penguatan berpikir matematis siswa.

4. Hasil pemberian soal konsep proporsi “Di dalam sebuah pabrik mobil,

perakitan mobil menggunakan robot-robot. Jika 3 robot dapat merakit 17

mobil dalam waktu 10 menit, berapa banyak mobil dapat dirakit oleh 14

robot dalam waktu 45 menit jika semua robot mempunyai kemampuan kerja

yang sama?” kepada guru menunjukkan bahwa terdapat 2 dari 5 orang guru
yang dapat menjawab soal dengan model pola bernalar benar dan

interpretasi yang berbeda.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan maka peneliti akan

mengembangkan “Kemampuan Interpretasi Guru Mengenai Konsep Proporsi

Untuk Penguatan Berpikir Matematis Menggunakan Model Pola Bernalar”.

C. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian permasalahan diatas, peneliti menyimpulkan beberapa

identifikasi masalah yang mendasari penelitian ini dilakukan, di antaranya:

1. Kemampuan guru dalam interpretasi melalui model pola bernalar dan

mengkomunikasikan materi ajar belum berkembang dengan baik

2. Guru belum mengetahui kemampuan apa yang sudah di milikinya dan

seharusnya ada untuk meningkatkan kemampuan siswa

3. Kemampuan interpretasi model pola bernalar dalam mengerjakan soal

belum maksimal

4. Instrumen soal yang ada dan digunakan oleh guru masih belum

menggunakan model pola bernalar

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana mengembangkan kemampuan interpretasi guru mengenai

konsep proporsi untuk penguatan berpikir matematis menggunakan

model pola bernalar?

2. Bagaimana instrument model pola bernalar yang digunakan untuk

mengembangkan kemampuan interpretasi guru mengenai konsep

proporsi?
E. Tujuan

Penelitian ini tergolong kedalam penelitian pengembangan, sehingga tujuan

utama penelitian ini adalah untuk menghasilkan suatu output berupa model

pola bernalar yang berorientasi pada kemampuan interpretasi guru. Untuk

mendukung bahwa model tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan

kemampuan guru, maka penelitian ini memiliki beberapa tujuan lain,

diantaranya:

1. Untuk mengetahui cara mengembangkan kemampuan interpretasi guru

mengenai konsep proporsi untuk penguatan berpikir matematis

menggunakan model pola bernalar

2. Untuk mengetahui instrument model pola bernalar yang digunakan

untuk mengembangkan kemampuan interpretasi guru mengenai konsep

proporsi

F. Manfaat

Ada beberapa manfaat yang diharapkan peneliti, diantaranya:

1. Manfaat Teoritis

Dapat menjadi masukan yang bermanfaat bagi pengembangan

pendidikan matematika yang telah ada, khususnya mengenai bentuk

model pola bernalar yang digunakan untuk mengembangkan

kemampuan interpretasi guru, dapat memberikan informasi tentang hal-

hal yang diperlukan untuk mengembangkan instrument model pola

bernalar.
2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis merupakan suatu efek/akibat yang timbul setelah

dilakukannya penelitian ini. Untuk manfaat praktis, peneliti

membaginya kedalam tiga bagian yaitu:

a. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai upaya untuk

mengembangkan kompetensi baik itu dari segi kompetensi

akademik, pedagogik, profesional maupun kompetensi sosial.

b. Bagi Sekolah

Bagi sekolah tempat penelitian dilakukan, hasil penelitian ini

diharapkan dapat dijadikan evaluasi untuk perbaikan dan referensi

dalam upaya mengembangkan kemampuan guru di sekolah.

c. Bagi Pendidikan

Instrument yang dihasilkan diharapkan dapat dijadikan sebagai

panduan ketika akan mengembangkan kemampuan interpretasi guru

dan dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan

guru.

G. Tinjauan Pustaka

1. Pengembangan Kemampuan Guru

Menurut Menurut Broker dan Stone dalam Cece Wijaya (1991)

memberikan pengertian kemampuan guru adalah sebagai gambaran

hakikat kualitatif dari perilaku guru atau tenaga kependidikan yang


tampak sangat berarti. Kemampuan guru dapat disebut juga kompetensi

guru karena menurut Wikipedia kompetensi guru merupakan perpaduan

antara kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual

yang secara menyeluruh membentuk kompetensi standar profesi guru,

yang mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta didik,

pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi,

dan profesionalisme. Menurut Igusti A (2017) guru dalam aktivitasnya

merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran serta

membimbing peserta didik, guru senantiasa membutuhkan keahlian

tertentu, sehingga tindakan yang dilakukan berjalan sesuai dengan

tujuan yang ingin dicapai. Pengembangan kemampuan guru diperlukan

karena berkaitan dengan kompetensi guru. Kompetensi berarti

kemampuan mewujudkan sesuatu sesuai dengan tugas yang diberikan

kepada seseorang. Dengan berkembangnya kemampuan atau kompetensi

guru maka guru dapat mengembangkan kemampuan siswanya juga.

2. Kemampuan Interpretasi

Matematika mengartikan interpretasi sebagai kemampuan

seseorang untuk memahami sesuatu yang sudah didapatkan atau di

rekam, diubah atau dapat disusun dalam bentuk atau cara lain seperti

grafik, tabel, diagram dan simbol. Interpretasi atau penafsiran juga

merupakan kemampuan menghubungkan dua konsep yang berbeda, dan

kemampuan membedakan yang pokok dan yang bukan pokok (Sudjana,

2013).
3. Konsep Proporsi

Proporsi merupakan pernyataan kesamaan antara dua rasio yang

a c
dapat diwakili secara simbolis sebagai = . Proporsi mungkin
b d

mempunyai hubungan langsung atau kebalikan. Dalam proporsi

langsung, ketika satu rasio naik (atau turun) begitu pula yang lainnya.

Dalam proporsi kebalikan, jika rasio yang satu naik, maka rasio yang

lainnya akan turun, dan sebaliknya. Menurut Langrall dan Swafford

(2010:255) proporsi merupakan pernyataan rasio dalam dua kuantitas

adalah sama dalam pengertian keduanya menyampaikan hubungan yang

sama.

4. Berpikir Matematis

Dari sudut pandang pembelajaran, berpikir matematis adalah

proses: (a) mengembangkan sudut pandang matematis—menghargai

proses matematisasi serta memiliki keinginan kuat untuk

menerapkannya, dan (b) mengembangkan kompetensi dan melengkapi

diri dengan segenap perangkat, lalu pada saat yang sama, menggunakan

perangkat tersebut untuk memahami struktur pemahaman matematika

(Schoenfeld, 1992).

5. Pola Bernalar
Suriasumantri (2010:42) menyatakan bahwa penalaran

merupakan suatu pola berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang

berupa pengetahuan. Pola menalar banyak digunakan dalam proses

pembelajaran, karena dalam setiap proses belajar mengajar, siswa dan

guru sama-sama berpikir dalam menentukan kebenaran. Kurniasih dan

Sani (2014:35) menyatakan ada pola menalar induktif dan deduktif.

Pola menalar induktif yang merupakan cara menalar dengan menarik

simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang

bersifat umum. Suriasumantri (2010:46) menyatakan bahwa logika atau

penalaran induktif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari

kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum.

Menurut Jalaluddin (2013:115) penalaran induktif merupakan

perumusan umum mengenai suatu gejala dengan cara mempelajari

kejadian-kejadian khusus yang berhubungan dengan hal itu.

H. Teori Belajar yang Mendukung Penelitian

Teori belajar yang mendukung penguatan berpikir melalui penalaran dengan

kemampuan interpretasi adalah Creative Mathematically Founded

Reasoning (CR).

I. Penelitian yang relevan

Pada penelitian ini akan dikaji beberapa hasil penelitian sebelumnya yang

relevan untuk menopang atau menunjang penelitian ini. Penelitian tersebut

adalah penelitian yang dilakukan oleh: (1) Igusti Ayusrijuniantari (2017);

(2) Eriyanti (2017) dan (3) Ajeng Julia Rahmawati, dkk (2018).
a. Penelitian yang dilakukan oleh Igusti Ayusrijuniantari (2017) adalah

pentingnya peningkatan kompetensi guru dalam pencapaian hasil

belajar siswa. Pada hasil penelitian diperoleh guru harus selalu berusaha

untuk melakukan hal-hal berikut untuk meningkatkan

profesionalismenya, (1) memahami tuntunan standar profesi yang ada,

(2) mencapai kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan, (3)

membangun hubungan kesejawatan yang baik dan luas termasuk lewat

organisasi profesi, (4) mengembangkan etos kerja atau budaya kerja

yang mengutamakan pelayanan bermutu tinggi kepada konstituen (5)

mengadopsi inovasi atau mengembangkan kreativitas dalam

pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi mutakhir agar

senantiasa tidak ketinggalan dalam kemampuannya mengelola

pembelajaran. Penelitian ini memiliki persamaan dengan peneliti yaitu

mengembangkan kemampuan guru namun berbeda tujuannya yaitu

untuk penguatan berpikir kritis melalui pola bernalar.

b. Penelitian yang dilakukan Eriyanti (2017) adalah meneliti penalaran

dalam tuturan lisan guru pada pembelajaran bahasa. Penelitian Eriyanti

memiliki persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu

mendeskripsikan pola dan strategi bernalar guru melalui tutur bahasa

namun berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti

yaitu pola bernalar melalui bahasa guru menginterpretasikan konsep

proporsi.
c. Penelitian Ajeng Julia Rahmawati, dkk (2018) adalah penelitian analisis

kemampuan berpikir matematis ditinjau dari kemandirian belajar siswa.

Hasil penelitian yaitu penalaran matematis dibutuhkan untuk

menumbuhkan kemampuan berpikir kritis matematis, dan untuk

pengaruh tidak langsungnya dapat dilihat dari aktivitas siswa dalam

pembelajaran dengan menggunakan pendekatan metakognitif melalui

kemandirian belajar terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.

Penelitian ini memiliki persamaan dengan peneliti yaitu menumbuhkan

kemampuan berpikir matematis melalui penalaran tetapi terdapat

perbedaan pada penelitian yang akan dilakukan yaitu kemampuan yang

akan dikembangkan kepada guru bukan siswa.

J. Definisi Operasional

Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda terhadap istilah yang

digunakan dalam penelitian ini, perlu diberikan penjelasan istilah sebagai

berikut:

1. Kemampuan Interpretasi Guru

Kemampuan interpretasi guru yang akan dikembangkan pada penelitian

ini memiliki indikator-indikator indikator kemampuan interpretasi pada

matematika yaitu memahami masalah yang diberikan, mengubah

informasi dari masalah dalam bentuk cara lain yang telah direkam

sendiri, dan menyimpulkan jawaban atau masalah yang sudah

diberikan.

2. Pola Bernalar
Pada penelitian ini pola bernalar yang akan digunakan untuk

mengembangkan kemampuan interpretasi melalui tata kalimat tutur

bahasa yang dapat mencerminkan pola penalaran guru.

K. Metode Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP se kecamatan Embaloh Hilir

dengan subjek penelitian adalah guru matematika SMP. Dalam hal ini

metode penelitian yang digunakan adalah metode pengembangan yang

digunakan untuk mengetahui data dan fakta perkembangan kemampuan

interpretasi guru melalui bahan ajar model pola bernalar. Langkah-langkah

penelitian dan pengembangan yang dilakukan menggunakan modifikasi dan

model pengembangan Thiagarajan yang disebut 4-D. model pengembangan

ini menggunakan 4 tahap yang terdiri dari pendefinisian (define),

perancangan (design), pengembangan (development), dan penyebaran

(dissemination).

Tahap I: Define (Pendefinisian)

Tahap define adalah tahap untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-

syarat pembelajaran. Tahap define ini mencakup lima langkah pokok, yaitu

analisis ujung depan (front-end analysis), analisis siswa (learner analysis),

analisis tugas (task analysis), analisis konsep (concept analysis) dan

perumusan tujuan pembelajaran (specifying instructional objectives).

1. Analisis Ujung Depan (front-end analysis)

Menurut Thiagarajan, dkk (1974), analisis ujung depan bertujuan untuk

memunculkan dan menetapkan masalah dasar yang dihadapi dalam


pembelajaran, sehingga diperlukan suatu pengembangan bahan ajar. Dengan

analisis ini akan didapatkan gambaran fakta, harapan dan alternatif

penyelesaian masalah dasar, yang memudahkan dalam penentuan atau

pemilihan bahan ajar yang dikembangkan.

2. Analisis Siswa (learner analysis)

Menurut Thiagarajan, dkk (1974), analisis siswa merupakan telaah tentang

karakteristik siswa yang sesuai dengan desain pengembangan perangkat

pembelajaran. Karakteristik itu meliputi latar belakang kemampuan

akademik (pengetahuan), perkembangan kognitif, serta keterampilan-

keterampilan individu atau sosial yang berkaitan dengan topik

pembelajaran, media, format dan bahasa yang dipilih. Analisis siswa

dilakukan untuk mendapatkan gambaran karakteristik siswa, antara lain: (1)

tingkat kemampuan atau perkembangan intelektualnya, (2) keterampilan-

keterampilan individu atau sosial yang sudah dimiliki dan dapat

dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan.

3. Analisis konsep (concept analysis)

Analisis konsep menurut Thiagarajan, dkk (1974) dilakukan untuk

mengidentifikasi konsep pokok yang akan diajarkan, menyusunnya dalam

bentuk hirarki, dan merinci konsep-konsep individu ke dalam hal yang kritis

dan yang tidak relevan. Analisis membantu mengidentifikasi kemungkinan

contoh dan bukan contoh untuk digambarkan dalam mengantar proses

pengembangan. Analisis konsep sangat diperlukan guna mengidentifikasi

pengetahuan-pengetahuan deklaratif atau prosedural pada materi


matematika yang akan dikembangkan. Analisis konsep merupakan satu

langkah penting untuk memenuhi prinsip kecukupan dalam membangun

konsep atas materi-materi yang digunakan sebagai sarana pencapaian

kompetensi dasar dan standar kompetensi. Mendukung analisis konsep ini,

analisis-analisis yang perlu dilakukan adalah (1) analisis standar kompetensi

dan kompetensi dasar yang bertujuan untuk menentukan jumlah dan jenis

bahan ajar, (2) analisis sumber belajar, yakni mengumpulkan dan

mengidentifikasi sumber-sumber mana yang mendukung penyusunan bahan

ajar.

4. Analisis Tugas (task analysis)

Analisis tugas menurut Thiagarajan, dkk (1974) bertujuan untuk

mengidentifikasi keterampilan-keterampilan utama yang akan dikaji oleh

peneliti dan menganalisisnya kedalam himpunan keterampilan tambahan

yang mungkin diperlukan. Analisis ini memastikan ulasan yang menyeluruh

tentang tugas dalam materi pembelajaran.

5. Perumusan Tujuan Pembelajaran (specifying instructional objectives)

Perumusan tujuan pembelajaran menurut Thiagarajan, dkk (1974) berguna

untuk merangkum hasil dari analisis konsep dan analisis tugas untuk

menentukan perilaku objek penelitian. Kumpulan objek tersebut menjadi

dasar untuk menyusun tes dan merancang perangkat pembelajaran yang

kemudian di integrasikan ke dalam materi perangkat pembelajaran yang

akan digunakan oleh peneliti.


Tahap II: Design (Perancangan)

Tahap perancangan bertujuan untuk merancang perangkat pembelajaran.

Empat langkah yang harus dilakukan pada tahap ini, yaitu: (1) penyusunan

standar tes (criterion-test construction), (2) pemilihan media (media

selection) yang sesuai dengan karakteristik materi dan tujuan pembelajaran,

(3) pemilihan format (format selection), yakni mengkaji format-format

bahan ajar yang ada dan menetapkan format bahan ajar yang akan

dikembangkan, (4) membuat rancangan awal (initial design) sesuai format

yang dipilih.

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Penyusunan tes acuan patokan (constructing criterion-referenced test)

Menurut Thiagarajan, dkk (1974), penyusunan tes acuan patokan

merupakan langkah yang menghubungkan antara tahap pendefinisian

(define) dengan tahap perancangan (design). Tes acuan patokan disusun

berdasarkan spesifikasi tujuan pembelajaran dan analisis siswa, kemudian

selanjutnya disusun kisi-kisi tes hasil belajar. Tes yang dikembangkan

disesuaikan dengan jenjang kemampuan kognitif. Penskoran hasil tes

menggunakan panduan evaluasi yang memuat kunci dan pedoman

penskoran setiap butir soal.

2. Pemilihan media (media selection)


Pemilihan media dilakukan untuk mengidentifikasi media pembelajaran

yang relevan dengan karakteristik materi. Lebih dari itu, media dipilih untuk

menyesuaikan dengan analisis konsep dan analisis tugas, karakteristik target

pengguna, serta rencana penyebaran dengan atribut yang bervariasi dari

media yang berbeda-beda.hal ini berguna untuk membantu siswa dalam

pencapaian kompetensi dasar. Artinya, pemilihan media dilakukan untuk

mengoptimalkan penggunaan bahan ajar dalam proses pengembangan bahan

ajar pada pembelajaran di kelas.

3. Pemilihan format (format selection)

Pemilihan format dalam pengembangan perangkat pembelajaran ini

dimaksudkan untuk mendesain atau merancang isi pembelajaran, pemilihan

strategi, pendekatan, metode pembelajaran, dan sumber belajar. Format

yang dipilih adalah yang memenuhi kriteria menarik, memudahkan dan

membantu dalam pembelajaran matematika realistik.

4. Rancangan awal (initial design)

Menurut Thiagarajan, dkk (1974: 7) “initial design is the presenting of the

essential instruction through appropriate media and in a suitable

sequence.” Rancangan awal yang dimaksud adalah rancangan seluruh

perangkat pembelajaran yang harus dikerjakan sebelum ujicoba

dilaksanakan. Hal ini juga meliputi berbagai aktivitas pembelajaran yang

terstruktur seperti membaca teks, wawancara, dan praktek kemampuan

pembelajaran yang berbeda melalui praktek mengajar.

Tahap III: Develop (Pengembangan)


Tahap pengembangan adalah tahap untuk menghasilkan produk

pengembangan yang dilakukan melalui dua langkah, yakni: (1) penilaian

ahli (expert appraisal) yang diikuti dengan revisi, (2) uji coba

pengembangan (developmental testing).

Tujuan tahap pengembangan ini adalah untuk menghasilkan bentuk akhir

perangkat pembelajaran setelah melalui revisi berdasarkan masukan para

pakar ahli/praktisi dan data hasil ujicoba. Langkah yang dilakukan pada

tahap ini adalah sebagai berikut:

1. Validasi ahli/praktisi (expert appraisal)

Menurut Thiagarajan, dkk (1974: 8), “expert appraisal is a technique for

obtaining suggestions for the improvement of the material.” Penilaian para

ahli/praktisi terhadap perangkat pembelajaran mencakup: format, bahasa,

ilustrasi dan isi. Berdasarkan masukan dari para ahli, materi pembelajaran di

revisi untuk membuatnya lebih tepat, efektif, mudah digunakan, dan

memiliki kualitas teknik yang tinggi.

2. Uji coba pengembangan (developmental testing)

Ujicoba lapangan dilakukan untuk memperoleh masukan langsung berupa

respon, reaksi, komentar siswa, dan para pengamat terhadap perangkat

pembelajaran yang telah disusun. Menurut Thiagarajan, dkk (1974) ujicoba,

revisi dan ujicoba kembali terus dilakukan hingga diperoleh perangkat yang

konsisten dan efektif.

Tahap IV: Disseminate (Penyebaran)


Proses diseminasi merupakan suatu tahap akhir pengembangan. Tahap

diseminasi dilakukan untuk mempromosikan produk pengembangan agar

bisa diterima pengguna, baik individu, suatu kelompok, atau sistem.

Produsen dan distributor harus selektif dan bekerja sama untuk mengemas

materi dalam bentuk yang tepat. Menurut Thiagarajan dkk, (1974: 9), “the

terminal stages of final packaging, diffusion, and adoption are most

important although most frequently overlooked.”

Diseminasi bisa dilakukan di kelas lain dengan tujuan untuk mengetahui

efektifitas penggunaan perangkat dalam proses pembelajaran. Penyebaran

dapat juga dilakukan melalui sebuah proses penularan kepada para praktisi

pembelajaran terkait dalam suatu forum tertentu. Bentuk diseminasi ini

dengan tujuan untuk mendapatkan masukan, koreksi, saran, penilaian, untuk

menyempurnakan produk akhir pengembangan agar siap diadopsi oleh para

pengguna produk.

Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam melakukan diseminasi

adalah: (1) analisis pengguna, (2) menentukan strategi dan tema, (3)

pemilihan waktu, dan (4) pemilihan media.

1. Analisis Pengguna

Analisis pengguna adalah langkah awal dalam tahapan diseminasi untuk

mengetahui atau menentukan pengguna produk yang telah dikembangkan.

Menurut Thiagarajan, dkk (1974), pengguna produk bisa dalam bentuk

individu/perorangan atau kelompok seperti: universitas yang memiliki

fakultas/program studi kependidikan, organisasi/lembaga persatuan guru,


sekolah, guru-guru, orangtua siswa, komunitas tertentu, departemen

pendidikan nasional, komite kurikulum, atau lembaga pendidikan yang

khusus menangani anak cacat.

2. Penentuan strategi dan tema penyebaran

Strategi penyebaran adalah rancangan untuk pencapaian penerimaan produk

oleh calon pengguna produk pengembangan. (Thiagarajan, 1974)

memberikan beberapa strategi penyebaran yang dapat digunakan

berdasarkan asumsi pengguna diantaranya adalah: (1) strategi nilai, (2)

strategi rasional, (3) strategi didaktik, (4) strategi psikologis, (5) strategi

ekonomi dan (6) strategi kekuasaan.

3. Waktu

Menurut Thiagarajan, dkk (1974) selain menentukan strategi dan tema,

peneliti juga harus merencanakan waktu penyebaran. Penentuan waktu ini

sangat penting khususnya bagi pengguna produk dalam menentukan apakah

produk akan digunakan atau tidak (menolaknya).

4. Pemilihan media penyebaran

Menurut Thiagarajan, dkk (1974) dalam penyebaran produk, beberapa jenis

media dapat digunakan. Media tersebut dapat berbentuk jurnal pendidikan,

majalah pendidikan, konferensi, pertemuan, dan perjanjian dalam berbagai

jenis serta melalui pengiriman lewat e-mail.

L. Daftar Pustaka
A, Cece. Wijaya. (1991). Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar.

Mengajar. Bandung : PT Remaja Rosda Karya

Ayusrijuniantari, Igusti. Pentingnya Peningkatan Kompetensi Guru dalam

Pencapaian Hasil Belajar Siswa. 2017. Diakses dari

https://www.researchgate.net/publication/315099985

Ball, D. L., Thames, M. H., & Phelps, G. (2008). Content Knowledge for

Teaching : What Makes It Special?. Journal of Teacher Education,

59 (5), 389-407.

Facione, Peter A. (2011). Critical Thinking : What It Is and Why It Counts.

California : The California Academic Press.

Hill, H.C., Rowan, B., & Ball, D.L. (2005). Effect of teachers’

mathematical knowledge for teaching on student achievement.

American educational research journal. Diakses dari:

http://sii.soe.umich.edu/documents/hill_rowan_ball_030105.pdf

Jalaludin. 2009. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : PT Remaja

Kurniasih,Sani.2014. Strategi – Strategi Pembelajaran. Alfabeta:Bandung

Langrall, C. W., & Swafford, J. (2000). Three balloons for two dollars:

Developing proportional reasoning. Mathematics teaching in the

middle school,6(4), 254.

Liliasari. (2009). Pembelajaran Sains untuk Membangun Insan Indonesia

Cerdas dan Kompetitif. Makalah Kunci pada Seminar Nasional

Pendidikan II. Lembaga Penelitian dan FKIP Universitas Lampung,

Bandar Lampung.
Mason, J., L. Burton, & K. Stacey. 2010. Thinking Mathematically.

Wokingham, UK: Addison Wesley.

NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. United

States of America : The National Council of Teachers of

Mathematics, Inc.

Novita Irawati, Tri. 2015. Mengembangkan Kemampuan Guru Matematika

Dalam Membuat Soal Penalaran Proporsional Siswa SMP.

Seminar Nasional Matematika Dan Pendidikan Matematika Uny.

2015. ISBN 978-602-73403-0-5.Diakses dari

http://seminar.uny.ac.id/semnasmatematika/sites/seminar.uny.ac.id.

semnasmatematika/files/banner/PM-155.pdf.

Nur, 1991, Pengadaptasian Test of Logical Thinking (TOLF) dalam Seting

Indonesia, Laporan Hasil Penelitian IKIP Surabaya.

Ribut Wahyu, Eriyanti. Penalaran dalam Tuturan Lisan Guru

pada Pembelajaran di SMP Kota Malang. Litera, Volume 16, Nomor 1,

April 2017.

Schoenfeld, A.H. 1992. Learning to think Mathematically : problem

solving, metacognition, and sense-making in mathematics. New

York: MacMillan. Stice, J.E.

Shulman, L. S., 1986. Those Who Understand : Knowledge Growth in

Teaching. Educational Researcher. Vol 15 No 2.

Sudjana, Nana. 2013. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung:

Sinar Baru
Suriasumantri, J. S. (2010). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer.

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Susilawati, Siti Azizah dan Muhammad Amin Sunarhadi. Implementasi

Model Peta (Pembelajaran Kompetensi Spasial) dalam Mata

Pelajaran Geografi bagi Guru SMA di Kabupaten Sukoharjo Jawa

Tengah. 2017. Diakses dari

http://journals.ums.ac.id/index.php/warta/article/view/4530/0

Thiagarajan, S., Semmel, D. S & Semmel, M. I. 1974. Instructional

Development for Training Teachers of Expectional Children.

Minneapolis, Minnesota: Leadership Training Institute/Special

Education, University of Minnesota.

Yulia Rahmawati, Ajeng, dkk. Analisis Kemampuan Berpikir Kritis

Matematis ditinjau dari Kemandirian Belajar Siswa Kelas XI

melalui Pendekatan Metakognitif. Jurnal Pembelajaran Matematika

Inovatif Volume 1, No. 4, Juli 2018.

Anda mungkin juga menyukai