Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS 2

Tentang

Perawastan Secio Ceasar & Kehamilan Ektopik

Disusun Oleh :

Kelompok 7

1. Ivania Airell Neldi (1902034)

2. Fattihatir Rahmi (1802051)

3. Novia Gusma Dewi (1902038)

4. Muhammad Al Kamal (1802059)

Dosen pembimbing : Ns. Ratna Indah Sari Dewi , M.Kep

PRODI SARJANA ILMU KEPERAWATAN

STIKES SYEDZA SAINTIKAPADANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat ALLAH SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan nikmat nya kepada kita semua, terutama rahmat dan
kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ ASKEP
PERAWATAN SC dan KEHAMILAN EKTOPIK“ tepat pada waktu yang di
tentukan. Makalah ini kami susun atas rekomendasi tugas dari dosen dengan
mata kuliah MATERNITAS, tetapi akan menjadikannya referensi untuk di
pelajari kemudian hari.

Sebagai penyusun, kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih


banyak kekurangan, Karena kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari
kesalahan.Oleh karena itu kami mohon partisipasi bagi pembaca untuk
memberikan kritik dan saran kepada kami demi penyempurnaan pada
penyusunan makalah kami berikutnya.

Padang , 15 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................i
Daftar Isi......................................................................................ii
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar belakang......................................................................1
1.2 Tujuan makalah....................................................................2
Bab II Pendahuluan
2.1 Sectio Caesarae (SC)............................................................3
A. Perawatan Sc..............................................................3
B. Etiologi........................................................................3
C. Patofisiologi................................................................4
D. Tujuan SC..................................................................5
E. Jenis-jenis operasi SC................................................6
F. Manifestasi klinis........................................................8
G. Pemeriksaan diagnostik/penunjang.........................9
H. Penatalaksanaan........................................................9
I. Komplikasi SC.............................................................11
2.2 Kehamilan Ektopik..............................................................12
A. Definisi kehamilan Ektopik......................................12
B. Etiologi........................................................................13
C. Klasifikasi...................................................................14
D. Patofisiologi................................................................15
E. Manifestasi klinis.......................................................16
F. Tanda dan gejala........................................................17
G. Pemeriksaan penunjang............................................18
H. Penatalaksanaan........................................................18
Bab III Asuhan Keperawatan

ii
3.1 Perawatan Sc.........................................................................21
A. Pengkajian..................................................................21
B. Diagnosa dan intervensi............................................21
3.2 Perawatan Kehamilan ektopik............................................26
A. Pengkajian..................................................................26
B. Diagnosa dan intervensi............................................26
Bab IV Penutup
4.1 Kesimpulan............................................................................29
4.2 Saran......................................................................................29
Daftar Pusataka..........................................................................30

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persalinan merupakan fase terakhir dalam kehamilan kelahiran plasenta


dan berakhir ketika alat-alat kandungan pulih kembali seperti keadaan hamil di
sebut dengan masa nifas masa berlangsung selama 6-8 minggu . selama masa
nifas perlu di perhatikan ibu,karena angka kematian ibu 359 per 100.000
kelahiran terjadi pada masa nifas.KI merupakan sebagai pengukuran untuk
menilai keadaan pelatyanaan obsertri disuatu nergara bila AKI masih tinggi
berarti peelayanan obsterti masih buruk, sehingga memerlukan perbaikan .Dari
laporan WHO di Indonesia merupakan salah satu angka kematian ibu tergolong
tinggi yaitu 420 per 100.000 kelahiran bhidup, bila dibandingkan dengan Negara
asean.

Kehamila etopik adalah suatu kehamilan dimna sel telur yang dibuahi
beri implentasi dan tumbuh diluar endometrium kavum.uteri kehamilan ektopik
dapat mengalami abortus atau nuptur pada dinding tuba dan perirtiwa ini disebut
sebagai kehamilan ektopik terganggu . sebagian besar kehamilan ektopik

1
terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama di ampula dan isthmus .
sangat jarang terjadi ovarium rongga abdomen , maupun uterus keadaaan-
keadaan yang memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik adalah penyakit
radang, panggul,pemakain antibiotika pada penyakit randang panggul,pemakai
alat kontrasepsi dalam Rahim IUD (intra uterine Device) riwayat kehamilan
ektopik sebelumya,infertilitas kontrasepsi yang memakai progestin dan tindakan
aborsi .

2.1 Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui asuhan keperawatan Perwatan SC


2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan kehamilan ektopik

2
3
BAB II
PENDAHULUAN

2.1 Section Caesare


A.    Perawatan SC
Sectio Caesarea berasal dari bahasa Latin, Caedere, artinya memotong.
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding rahim. Pada pasien yang dilakukan operasi pembedahan untuk
tindakan sectio cesarea ini memerlukan beberapa perhatian karena ibu nifas yang
melahirkan dengan operasi caesarea agar dapat melewati fase penyembuhan
pasca operasi tanpa komplikasi.
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga
histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim.(Mochtar, 1998).
Sectio Caesaria adalah tindakan untuk melahirkan janin dengan
berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang
utuh (Gulardi &Wiknjosastro, 2006).
Jenis–jenis Sectio Caesarea :
1. Sectio Caesarea klasik (korporal)
Dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira – kira sepanjang 10 cm.
2.Sectio Caesarea ismika (profunda)
Dengan sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10 cm.

B.     Etiologi
1. Indikasi Ibu
a)      Panggul sempit absolute

4
b)      Placenta previa
c)      Ruptura uteri mengancam
d)     Partus Lama
e)      Partus Tak Maju
f)       Pre eklampsia, dan Hipertensi

2. Indikasi Kelainan Letak Janin


a. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan/cara
yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang janinnya
hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak lintang harus
ditolong dengan sectio caesareawalaupun tidak ada perkiraan panggul sempit.
Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.
b. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila
panggul sempit, primigravida, janin besar.

Kontra Indikasi dilakukanya SC


a)      Janin Mati
b)      Syok, anemia berat.
c)      Kelainan congenital Berat

C. Patofisiologi
     Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks,

5
dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri
pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain
itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri
(nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah resiko infeksi.

D.     Tujuan Sectio Caesarea


Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat
lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen
bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta
previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi
pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu,
sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah
mati.

E. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)


1. Abdomen (SC Abdominalis)

6
a) Sectio Caesarea Transperitonealis
     Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus
uteri y a n g m e m p u n y a i kelebihan mengeluarkan janin lebih
c e p a t , tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan
sayatan bias diperpanjang  proksimal  atau distal . Sedangkan kekurangan
dari cara ini adalahinfeksi mudah menyebar secara intra abdominal  karena tidak
ada reperitonealisasi yang baik danuntuk persalinan berikutnya lebih sering
terjadi ruptura uteri spontan.
b) Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah rahim dengan
kelebihan penjahitan luka lebih mudah,  penutupan luka dengan
reperitonealisasi yang baik, perdarahan kurang dan kemungkinan rupture uteri
spontan kurang/lebih kecil. Dan memiliki kekurangan luka dapat melebar kekiri,
bawah, dan kanan sehingga mengakibtakan pendarahan yang banyak serta
keluhan pada kandung kemih.
c) Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
d) Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
1)       Sayatan memanjang (longitudinal)
2)       Sayatan melintang (tranversal)
3)       Sayatan huruf T (T Insisian)
e) Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-
kira 10cm. berikut adalah Kelebihanya :
a)      Mengeluarkan janin lebih memanjang
b)      Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c)      Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal

7
Kekurangan :
1) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial
yang baik.
2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
3) Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan
dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah
dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda
biasanya baru terjadi dalam persalinan.
4) Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang
telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya
dapat istirahat selama 2 tahun.Rasionalnya adalah memberikan kesempatan
luka sembuh dengan baik.Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum
menutup luka rahim.
f) Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen
bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
a)  Penjahitan luka lebih mudah
b)  Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c)   Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke
rongga perineum
d)   Perdarahan kurang
e)  Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih
kecil
Kekurangan :
a) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang
banyak.

8
b)  Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

F.    Manifestasi Klinik Post Sectio Caesaria


Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih
koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan
post partum.Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges
(2001),antara lain :
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan
(lokhea tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-
800ml
6. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan
ketidakmampuan menghadapi situasi baru
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang
paham prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.

G.    Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang


1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar
pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.

9
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit

H.       Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan
     Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang
biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan
jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi
darah sesuai kebutuhan.
2.     Diet
     Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.

3. Mobilisasi
a)      Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
b)      Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
c)      Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
d)     Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
e)      Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)

10
f)       Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari
ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.

4. Kateterisasi
     Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
a)      Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda sesuai indikasi
b)      Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1.      Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
2.      Oral             : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3.      Injeksi         : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu

c)      Obat-obatan lain


   Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
f.       Perawatan luka
     Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti
g.      Perawatan rutin
     Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.
h.      Perawatan Payudara

11
     Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan
tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara
tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.(Manuaba,
1999)

I.      Komplikasi Section Caesaria


1. Infeksi Puerpuralis
a) Ringan      : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
b) Sedang     : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi
atau perut sedikit kembung
c) Berat        : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering
kita jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah
terjadi infeksi intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
2. Pendarahan disebabkan karena :
a)      Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b)      Atonia Uteri
c)      Pendarahan pada placenta bled
3. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih
bila reperitonalisasi terlalu tinggi. Suatu komplikasi yang baru kemudian
tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada
kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini
lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik

2.2 Kehamilan Ektopik


A. Definisi kehamilan ektopik
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari
bahasa Yunani, topos yang berarti tempat.Jadi istilah ektopik dapat diartikan

12
“berada di luar tempat yang semestinya”.Apabila pada kehamilan ektopik terjadi
abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut
maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu.

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar


rongga uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya
implantasi kehamilan ektopik,sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di
tuba,jarang terjadi implantasi pada ovarium,rongga perut,kanalis servikalis
uteri,tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus.(Sarwono
Prawiroharjho, 2005)

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi di luar


rongga uterus.Tuba fallopi merupakan tempat tersering untuk terjadinya
implantasi kehamilan ektopik (lebih besar dari 90 %).(Sarwono. 2002. Buku
Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal)

Kehamilan ektopik ialah kehamilan di tempat yang luar biasa.Tempat


kehamilan yang normal ialah di dalam cavum uteri. Kehamilan ektopik dapat
terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapi
dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa misalnya dalam
cervix, pars interstitialis tuba atau dalam tanduk rudimenter rahim (Obstetri
Patologi. 1984. FK UNPAD).

Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi di


luar endometrium kavum uteri. (kapita selekta kedokteran,2001)

Dari kedua difinisi diatas dapat disimpulkan kehamilan ektopik adalah


kehamilan dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat
yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri.

B. Etiologi

13
Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi
sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Trijatmo Rachimhadhi dalam
bukunya menjelaskan beberapa faktor yang berhubungan dengan penyebab
kehamilan ektopik terganggu:

1. Faktor mekanis
Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang
dibuahi ke dalam kavum uteri, antara lain:
A. Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia
lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan
kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat
infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba falopii.
B. Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas,
apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba atau
penyempitan lumen
C. Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius dan
hipoplasi. Namun ini jarang terjadi
D. Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan usaha
untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi
E. Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya benjolan
pada adneksia
F. Penggunaan IUD

2. Faktor Fungsional
a. Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus mulleri
yang abnormal
b. Refluks menstruasi

14
c. Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon estrogen dan
progesteron
d. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi.
e. Hal lain seperti; riwayat KET dan riwayat abortus induksi sebelumnya.
C. Klasifikasi
Sarwono Prawirohardjo dan Cuningham masing-masing dalam bukunya
mengklasifikasikan kehamilan ektopik berdasarkan lokasinya antara lain:

1. Tuba Fallopii
a. Pars-interstisialis
b. Isthmus
c. Ampula
d. Infundibulum
e. Fimbrae
2. Uterus
a. Kanalis servikalis
b. Divertikulum
c. Kornu
d. Tanduk rudimenter
3. Ovarium
4. Intraligamenter
5. Abdominal
a. Primer
b. Sekunder
6. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus.

D. Patofisiologi

15
Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampula tuba (lokasi
tersering, ismust, fimbriae, pars interstisialis, kornu uteri, ovarium, rongga
abdomen, serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi tepat pada
sel kolumnar tuba maupun secara intercolumnar.Pada keadaan yang pertama,
zigot melekat pada ujungatau sisi jonjot, endosalping yang relative
sedikitmendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan kemudian di reabsorbsi.

Pada implantasi interkolumnar, zigot menempel diantara dua jonjot. Zigot


yang telah bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan endosalping yang
menyerupai desidua, yang disebut pseudokapsul. Villi korialis dengan mudah
menembus endosalping dan mencapai lapisan miosalping dengan merusak
integritas pembuluh darah di tempat tersebut.

Selanjutnya, hasil konsepsi berkembang dan perkembangannya tersebut di


pengaruhi oleh beberapa faktor,  yaitu tempat implantasi, ketebalan tempat
implantasi dan banyaknya perdarahan akibat invasi trofoblas.

Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopikpun mengalami


hipertropi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-
tanda kehamilan seperti tanda hegar dan Chadwick pun ditemukan.
Endometriumpun berubah menjadi desidua, meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel
epitel endometriummenjadi hipertropik, hiperkromatik, intinya menjadi lobular
dan sitoplasmanya bervakuola. Perubahan selular demikian disebut sebagai
reaksi Arias-Stella. Karena tempat pada implantasi pada kehamilan ektopik tidak
ideal untuk berlangsungnya kehamilan, suatu saat kehamilan akan
terkompromi.           

Kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah :

a. Hasil konsepsi mati dini dan direabsorbsi

16
b. Abortus kedalam lumen tuba
c. Ruptur dinding tuba.

E. Manifestasi klinis
Gambaran klinik kehamilan ektopik sangat bervariasi tergantung dari ada
tidaknya ruptur.Triad klasik dari kehamilan ektopik adalah nyeri, amenorrhea,
dan perdarahan per vaginam. Pada setiap pasien wanita dalam usia reproduktif,
yang datang dengan keluhan amenorrhea dan nyeri abdomen bagian bawah,
harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik.

Selain gejala-gejala tersebut, pasien juga dapat mengalami gangguan


vasomotor berupa vertigo atau sinkop; nausea, payudara terasa penuh, fatigue,
nyeri abdomen bagian bawah,dan dispareuni. Dapat juga ditemukan tanda iritasi
diafragma bila perdarahan intraperitoneal cukup banyak, berupa kram yang berat
dan nyeri pada bahu atau leher, terutama saat inspirasi.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan pelvis, pembesaran


uterus, atau massa pada adnexa. Namun tanda dan gejala dari kehamilan ektopik
harus dibedakan dengan appendisitis, salpingitis, ruptur kista korpus luteum atau
folikel ovarium.Pada pemeriksaan vaginal, timbul nyeri jika serviks digerakkan,
kavum Douglas menonjol dan nyeri pada perabaan.

Pada umumnya pasien menunjukkan gejala kehamilan muda, seperti nyeri di


perut bagian bawah, vagina uterus membesar dan lembek, yang mungkin tidak
sesuai dengan usia kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi menjadi
sukar diraba karena lembek.

Nyeri merupakan keluhan utama.Pada ruptur, nyeri terjadi secara tiba-tiba


dengan intensitas tinggi disertai perdarahan, sehingga pasien dapat jatuh dalam
keadaan syok.Perdarahan per vaginam menunjukkan terjadi kematian janin.

17
Amenorrhea juga merupakan tanda penting dari kehamilan ektopik.Namun
sebagian pasien tidak mengalami amenorrhea karena kematian janin terjadi
sebelum haid berikutnya.

F. Tanda dan gejala


1. Tanda :
A. Nyeri abdomen bawah atau pelvic, disertai amenorrhea atau spotting atau
perdarahan vaginal.
B. Menstruasi abnormal.
C. Abdomen dan pelvis yang lunak.
D. Perubahan pada uterus yang dapat terdorong ke satu sisi oleh massa
kehamilan, atau tergeser akibat perdarahan. Dapat ditemukan sel desidua
pada endometrium uterus.
E. Penurunan tekanan darah dan takikardi bila terjadi hipovolemi.
F. Kolaps dan kelelahan
G. pucat
H. Nyeri bahu dan leher (iritasi diafragma)
I. Nyeri pada palpasi, perut pasien biasanya tegang dan agak gembung.
J. Gangguan kencing

2. Gejala:
A. Nyeri:
Nyeri panggul atau perut hampir terjadi hampir 100% kasus
kehamilan ektopik. Nyeri dapat bersifat unilateral atau bilateral , terlokalisasi
atau tersebar.
B. Perdarahan:
Dengan matinya telur desidua mengalami degenerasi dan nekrose dan
dikeluarkan dengan perdarahan.Perdarahan ini pada umumnya sedikit,

18
perdarahan yang banyak dari vagina harus mengarahkan pikiran kita ke abortus
biasa.Perdarahan abnormal uterin, biasanya membentuk bercak. Biasanya terjadi
pada 75% kasus.
C. Amenorhea
D. Hampir sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik yang memiliki
berkas perdarahan pada saat mereka mendapatkan menstruasi, dan mereka tidak
menyadari bahwa mereka hamil.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. USG
2. Kadar HCG menurun
3. Laparaskopi
4. HB
5. Leukosit
6. Kuldossintesis

H. Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektropik pada umumnya adalalah laparotomi. Dalam
tindakan demikian , beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu
sebagai berikut.

1. Kondisi ibu pada saat itu.


2. Keinginan ibu untuk mempertahankan fungsi reproduksinya.
3. Lokasi kehamilan ektropik.
4. Kondisi anatomis organ pelvis.
5. Kemampuan teknik bedah mikro dokter.
6. Kemampuan teknologi fertilasi in vitro setempat.

19
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu di lakukan salpingektomi
pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif.Apakah
kondisi ibu buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik di lakukan
salpingektomi. Pada kasus kehamilan ektropik di pars ampularis tuba yang
belum pecah biasanya di tangani dengan menggunakan kemoterapi untung
menghindari tindakan pembedah

20
BAB III
ASUHAN KEPERWATAN

3.1 Perawatan SC
A. Pengkajian
1.   Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat,
status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang
mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
2. Keluhan utama.
3. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara.
4. Data Riwayat penyakit
a. Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit
dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
Maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama (Plasenta
previa).
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada
juga mempunyai riwayat persalinan plasenta previa.
e.  Keadaan klien meliputi :
1) Sirkulasi
   Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
2) Integritas ego

21
   Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan
atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita.Menunjukkan labilitas
emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
3) Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
4) Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
5) Nyeri / ketidaknyamanan
   Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi
kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.
6)   Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
7) Keamanan
8) Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh
9) Seksualitas
10) Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.

B. Diagnosa dan Intervensi

No Diagnosa Noc Nic Aktifitas


1. Nyeri akut b/d Kontrol nyeri Pemberian 1. Tentukan lokasi,
agen cedera fisik dengan analgesik karakteristik kualitas
d/d ekspresi indikator dan keparahan nyeri
wajah nyeri mengenali sebelum mengobati
kapan nyeri pasien
terjadi 2. Cek perintah
dipertahankan pengobatan meliputi
pada tidak obat, dosis dan frekuensi

22
pernah obat analgesik yang
menunjukan (1) diresepkan
ditnjukan ke 3. Evaluasi kemampuan
kadang-kadang pasien untuk berperan
menunjukan (3) serta dalam pemilihan
analgesik, rute dan dosis
dan keterlibatan pasien
sesuai kebutuhan
4. Pilih analgesik atau
kombinasi analgesik
yang sesuai ketika lebih
dari satu diberikan
5. Berikan kebutuhan
kenyamanan dan
aktivitas lain yang dapat
membantu relaksasi
untuk memfasilitasi
penurunan nyeri
2. Pelambatan Pemulihan Peraqatan 1. Jelaskan prosedur
pemulihan pasca pembedahan : daerah pada pasien, gunakan
bedah b/d nyeri penyembuhan (area) persiapan sensorik
d/d hambatan dengan sayatan 2. Periksa daerah
mobilitas indikator sayatan terhadap
penyembuhan kemerahan, bengkak,
luka atau tanda-tanda
dipertahankan descbisence atau
pada deviasi eviserasi
berat dari 3. Catat karakteristik

23
kisaran normal drainase
(1) ditingkatkan 4. Monitor
ke deviasi penyembuhan di daerah
sedang dengan sayatan
kisaran normal 5. Monitor sayatan
(3) untuk tanda dan gejala
infeksi

3.2 Kehamilan ektopik

A. Pengkajian
1. Anamnesis dan gejala klinis
 Riwayat terlambat haid
 Gejala dan tanda kehamilan muda
 Dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginan
 Terdapat aminore
 Ada nyeri mendadak di sertai rasa nyeri bahu dan seluruh abdomen,
terutama abdomen bagian kanan / kiri bawah
 Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang
terkumpul dalam peritoneum.
2. Pemeriksaan fisik
 Inspeksi
a. Mulut            :           bibir pucat
b. Payudara       :           hyperpigmentasi, hipervaskularisasi, simetris
c. Abdomen      :           terdapat pembesaran abdomen.
d. Genetalia       :           terdapat perdarahan pervaginam
e. Ekstremitas   :           dingin

24
 Palpasi

a. Abdomen      :     uterus teraba lembek, TFU lebih kecil daripada
UK, nyeri tekan, perut teraba tegang, messa pada adnexa.
b. Genetalia           : Nyeri goyang porsio, kavum douglas menonjol.

 Auskultasi

Abdomen            : bising usus (+), DJJ (-)

 Perkusi

Ekstremitas : reflek patella + / +


3. Pemeriksaan fisik umum:
 Pasien tampak anemis dan sakit

 Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah


adneksa.

 Kesadaran bervariasi dari baik sampai koma tidak sadar.

 Daerah ujung (ekstremitas) dingin

 Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat, adanya


tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan
dan nyeri lepas dinding abdomen.

 Pemeriksa nadi meningkat, tekanan darah menurun sampai syok

 Pemeriksaan abdomen: perut kembung, terdapat cairan bebas darah,


nyeri saat perabaan.
4. Pemeriksaan khusus:
 Nyeri goyang pada pemeriksaan serviks

 Kavum douglas menonjol dan nyeri

 Mungkin tersa tumor di samping uterus

25
 Pada hematokel tumor dan uterus sulit dibedakan.

 Pemeriksaan ginekologis: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada


uteris kanan dan kiri
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan air seni dapat dilakukan untuk mengetahui kehamilan
seseorang, sedangkan untuk mengetahui kehamilan ektopik seorang dokter
dapat melakukan:

a. Laboratorium
 Hematokrit
Tergantung pada populasi dan derajat perdarahan abdominal yang
terjadi.

 Sel darah putih


Sangat bervariasi dan tak jarang terlihat adanya
leukositosis.Leoukosite 15.000/mm3.  Laju endap darah meningkat.
 Tes kehamilan
Pada kehamilan ektopik hampir 100% menunjukkan pemeriksaan β-
hCG positif. Pada kehamilan intrauterin, peningkatan kadar β-hCG
meningkat 2 kali lipat setiap dua hari, 2/3 kasus kehamilan ektopik
menunjukkan adanya peningkatan titer serial hCG yang abnormal, dan
1/3 sisanya menunjukkan adanya peningkatan titer hCG yang normal.
Kadar hormon yang rendah  menunjukkan adanya suatu masalah
seperti kehamilan ektopik.
b. Pemeriksaan Penunjang/Khusus
 Setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat.

 Pemeriksaan ultrosonografi (USG). Pemeriksaan ini dapat


menggambarkan isi dari rahim seorang wanita. Pemeriksaan USG

26
dapat melihat dimana lokasi kehamilan seseorang, baik di rahim,
saluran tuba, indung telur, maupun di tempat lain.
USG :
o Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri
o Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri
o Adanya massa komplek di rongga panggul

 Laparoskopi

peranan untuk menegakkan diagnosa kehamilan ektopik sudah diganti


oleh USG

 Laparotomi 

Harus dilakukan pada kasus kehamilan ektopik terganggu dengan


gangguan hemostasis (tindakan diagnostik dan definitif).

 Kuldosintesis  

Memasukkan jarum kedalam cavum Douglassi transvaginal untuk


menentukan ada atau tidak adanya darah dalam cavum Douclassi.
Tindakan ini tak perlu dikerjakan bila diagnosa adanya perdarahan
intraabdominal sudah dapat ditegakkan dengan cara pemeriksaan lain.

 Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.

B. Diagnosa dan Intervensi


No Diagnosa Noc Nic Intervensi
1. Defisiensi Keseimbangan Manajemen 1. Monitor tanda-
volume cairan cairan dengan tanda vital pasien
cairan
b/d asupan indikasi tekanan 2. monitor indikasi
cairan kurang darah dipertahankan kelebihan
d/d kelemahan pada sangat cairan/retensi

27
terganggu (1) (misalnyaa,
ditingkatkan ke crackles,elevasi CVP
cukup terganggu (3) atau tekanan kapiler
paru-paru yang
terganjal, edema,
distensi vena leher,
dan asites)
3. distribusi asupan
cairan selama 24 jam
4. Dukung pasien
dan keluarga untuk
membantu dalam
pemberian makan
dengan baik
5.Tawari makanan
ringan (misalnya,
minuman rinngan
dan buah-buahan
segar/jus buah)
2. Kurang Perilaku kesehatan: Proses penyakit 1. Jelaskan
pengetahuan Kriteria: patofisiologi dari
b.d tidak  Pasien dan penyakit dan
mengetahui keluarga bagaimana hal ini
sumber-sumber menyatakan berhubungan dengan
informasi pemahaman anatomi dan fisiologi
tentang dengan cara yang
penyakit,kondis tepat
i,dan program 2. Gambarkan tanda
pengobatan dan gejala yang biasa
 Pasien dan muncul pada
keluarga penyakit dengan cara
mampu yang tepat
melaksanakan 3. Gambarkan proses
prosedur yang penyakit
dijelaskan 4. Identifikasi
secara benar kemungkinan

28
 Pasien dan penyebab dengan
keluarga cara yang tepat
mampu 5. Sediakan
menjelaskan informasi pada
kembali apa pasien tentang
yang dijelaskan kondisi dengan cara
perawat. yang tepat
6. Sediakan bagi
keluarga informasi
tentang kemajuan
pasien dengan cara
yang tepat
7. Diskusikan
perubahan gaya
hidup yang mungkin
diperlukan untuk
mencegah
komplikasi dimasa
yang akan datang
dan proses
pengontrolan
penyakit.

29
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Persalinan merupakan fase terakhir dalam kehamilan kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan pulih kembali seperti keadaan hamil di sebut dengan masa nifas masa
berlangsung selama 6-8 minggu .selama masa nifas.
Kehamila etopik adalah suatu kehamilan dimna sel telur yang dibuahi beri implentasi dan
tumbuh diluar endometrium kavum.uteri kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau
nuptur pada dinding tuba dan perirtiwa ini disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu.

4.2 Saran
Kami berharap Dalam menangani kasus seperti ini diharapkan teman-teman dapat
mengetahui Asuhan Keperawatan dari penyakit tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Wiknjosastro. Hanifa. (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
http://piteasha.blogspot.com/2013/05/bab-ii-perawatan-luka-post-op-sc.html

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC


Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi.Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 2001.Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Dokter Umum.
Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC
Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramedia

Anda mungkin juga menyukai