Anda di halaman 1dari 12

Muhtadi & Sukirwan p-ISSN: 2086-4280; e-ISSN: 2527-8827

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)


UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF
MATEMATIK DAN KEMANDIRIAN BELAJAR PESERTA DIDIK

THE IMPLEMENTATION OF PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) TO


IMPROVE MATHEMATICAL CREATIVE THINKING ABILITY AND SELF REGULATED
LEARNING OF LEARNERS

Dedi Muhtadi1 dan Sukirwan2


1 Pendidikan Matematika, Universitas Siliwangi, Tasikmalaya
dedimuhtadi@unsil.ac.id

2 Pendidikan Matematika, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten


skbtn309528@yahoo.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pencapaian dan peningkatan kemampuan
berpikir kreatif matematik (KBKM) dan kemandirian belajar peserta didik melalui implementasi
Pendekatan Matematika Realistik (PMR). Populasi penelitian ini adalah peserta didik SMP Negeri
di Kota Tasikmalaya. Sampel penelitian adalah peserta didik kelas VIII yang mewakili satu sekolah
level tinggi dan satu sekolah level sedang. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen
dengan desain kelompok kontrol pretes-postes. Instrumen yang digunakan yaitu tes KBKM, skala
kemandirian belajar peserta didik, dan lembar observasi. Analisis data menggunakan uji Kruskal
Wallis. Dari hasil penelitian disimpulkan: 1) Pencapaian dan peningkatan KBKM kelompok PMR
lebih baik dari kelompok PK; dan 2) Pencapaian dan peningkatan kemandirian belajar kelompok
PMR lebih baik dari kelompok PK.
Kata Kunci: Kemampuan berpikir kreatif matematik, kemandirian belajar, Pendidikan Matematik
Realistik.

Abstract
The purposes of this study are to describe the enhancement and the achievement of students’
Mathematical Creative Thinking Skills (MCTS) and Self Regulated Learning (SRL) through
implementation of Realistic Mathematics Education (RME) and Conventional Learning (CL). The
population of this study were Junior High School students in Tasikmalaya City. The sample of this
study were eighth grade students representing the high school level and the medium school level.
This research is a quasi-experimental design with pretest-posttest control group. The instrument
used is a test MCTS, scale independence of learners, and the observation sheet. Analysis of data
using Kruskal Wallis test. The final conclusion: 1) Achievement and improvement of MCTS RME
group is better than CL group; and 2) Achievement and improvement of Self Regulated Learning
(SRL) RME group is better than CL group.
Keyword: Mathematical creative thinking skills, self regulated learning, Realistic Mathematics
Education (RME).

Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 1, Januari 2017 1


Muhtadi & Sukirwan http://e-mosharafa.org/index.php/mosharafa

I. PENDAHULUAN Departemen Pendidikan Nasional tahun


Berbicara tentang matematika di 2007. Dari hasil kajian tersebut diperoleh
sekolah, tidak terlepas dari masalah- beberapa permasalahan yang terjadi di
masalah yang terdapat di dalamnya. Para setiap jenjang pendidikan dasar dan
guru menyadari bahwa matematika menengah, diantaranya yaitu (Depdiknas,
bukanlah termasuk pelajaran yang mudah 2007): 1) Pelaksanaan pembelajaran di
bagi kebanyakan peserta didik. kelas masih konvensional; 2) Metode
Matematika seringkali dikeluhkan peserta pembelajaran kurang bervariasi, umumnya
didik sebagai pelajaran yang sulit dan masih ceramah dan tanya jawab; dan 3)
membosankan, karena matematika Kegiatan belajar mengajar kurang
diajarkan dengan metode yang kurang mengaktifkan siswa. Hal tersebut didukung
menarik dan sulit dimengerti. Umumnya oleh pendapat Rohaeti (2010), bahwa
yang terjadi di lapangan, guru pembelajaran di sekolah berfokus pada
menerangkan materi, sementara peserta konten materi dan mengabaikan
didik hanya mendengarkan dan mencatat pengembangan kemampuan berpikir
materi yang disampaikan oleh guru. siswa. Berdasarkan hal tersebut, maka
Akibatnya nilai matematika peserta didik diperlukan penggunaan model
lebih rendah dibandingkan dengan pembelajaran yang dapat memacu
pelajaran lainnya. Rendahnya pencapaian peningkatan kemampuan berpikir kreatif
belajar peserta didik dalam matematika dan kemandirian belajar peserta didik.
bukan semata-mata karena materinya Berkaitan dengan kemampuan berpikir
yang sulit, tetapi juga disebabkan karena kreatif, Ruseffendi (2006) menjelaskan
proses pembelajarannya yang kurang bahwa kreativitas siswa akan tumbuh
menarik dan tidak dapat dimengerti oleh apabila dilatih melakukan eksplorasi,
peserta didik. inkuiri, penemuan dan memecahkan
Isu pembelajaran saat ini adalah masalah. Sementara, menurut Darr &
pembelajaran yang terpusat pada Fisher (2004), jika siswa diharapkan
keterlibatan peserta didik secara aktif. menjadi siswa yang mandiri, mereka perlu
Tetapi, kenyataan di lapangan aktif dan dihadapkan pada kesempatan-
menunjukkan bahwa pembelajaran di kesempatan yang memungkinkan mereka
sekolah masih berjalan secara berpikir, mengamati, dan mengikuti
konvensional. Umumnya, banyak guru pikiran orang lain.
masih mendominasi pembelajaran, Salah satu model pembelajaran yang
sehingga aktivitas peserta didik cenderung memuat aktivitas-aktivitas eksplorasi,
pasif dan berdampak pada pencapaian penemuan, pemecahan masalah, dan
hasil belajar yang kurang memuaskan. Hal mengikuti pikiran orang lain yaitu model
ini terungkap dari hasil kajian Badan pembelajaran dengan menggunakan
Penelitian dan Pengembangan, pendekatan Pendidikan Matematika

2 Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 1, Januari 2017


Muhtadi & Sukirwan p-ISSN: 2086-4280; e-ISSN: 2527-8827

Realistik (PMR). Pembelajaran dengan bahwa matematika bukan merupakan


menggunakan pendekatan PMR, dirancang suatu subjek yang siap saji untuk peserta
berawal dari permasalahan yang ada di didik, melainkan bahwa matematika
sekitar peserta didik dan berbasis pada adalah suatu pelajaran yang dinamis yang
pengetahuan yang telah dimilikinya, dapat dipelajari dengan cara
sehingga diharapkan dapat meningkatkan mengerjakannya.
pemahaman matematika peserta didik. Kuiper & Knuver (Tim MKPBM,
Oleh karena itu, pembelajaran matematika 2003:143) mengemukakan beberapa
sebaiknya diupayakan bersifat penelitian pendahuluan di beberapa
konstekstual, artinya pembelajaran negara yang menunjukkan bahwa
matematika perlu dikelola dengan pembelajaran dengan menggunakan
memperhatikan konteks (lingkungan) pendekatan matematika realistik dapat
kehidupan sehari-hari. Langkah ini sesuai membuat:
dengan Permendiknas Nomor 22 Tahun 1. Matematika lebih menarik, relevan, dan
2006 (BSNP, 2006) yang menyatakan bermakna, tidak terlalu formal dan
bahwa: “Dalam setiap kesempatan, tidak terlalu abstrak.
pembelajaran matematika hendaknya 2. Mempertimbangkan tingkat
dimulai dengan pengenalan masalah yang kemampuan siswa.
sesuai dengan situasi”. Misalnya, 3. Menekankan belajar matematika pada
pembelajaran matematika dilaksanakan ‘learning by doing’.
dengan menggunakan benda-benda atau 4. Memfasilitasi penyelesaian masalah
peristiwa-peristiwa yang berasal dari matematika tanpa menggunakan
lingkungan kehidupan peserta didik. penyelesaian (algoritma) yang baku.
Benda-benda atau peristiwa-peristiwa 5. Menggunakan konteks sebagai titik
yang berasal dari lingkungan kehidupan awal pembelajaran matematika.
peserta didik tersebut dapat digunakan Keberhasilan pembelajaran dalam
sebagai bahan untuk mengawali pengertian tercapainya standar
pembahasan topik-topik matematika kompetensi, sangat bergantung pada
tertentu. kemampuan guru mengolah pembelajaran
Program pembelajaran dalam kerangka yang dapat menciptakan situasi yang
PMR dikembangkan dan diteliti di Belanda memungkinkan peserta didik untuk
sejak tahun 1971 oleh The Freudenthal mengembangkan kemampuan berpikir
Institute yang dikenal sebagai Realistic kreatif matematik yang merupakan titik
Mathematics Education (RME), yang awal berhasilnya pembelajaran. Beberapa
didasarkan pada gagasan-gagasan penelitian telah dilakukan untuk
Professor Hans Freudenthal yang meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
menyatakan bahwa matematika dengan berbagai model pembelajaran,
merupakan aktivitas manusia. Artinya diantaranya: penelitian yang dilakukan

Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 1, Januari 2017 3


Muhtadi & Sukirwan http://e-mosharafa.org/index.php/mosharafa

oleh Hasanah (2011), Moma, Kusumah, peserta didik adalah dengan menggunakan
Sabandar & Dahlan (2013), Kurniati (2014), pembelajaran dengan pendekatan
dan Fatah, Suryadi, Sabandar, & Turmudi pendidikan matematika realistik (PMR).
(2016). Kemampuan berpikir kreatif Oleh karena itu penelitian ini bertujuan
matematik merupakan bagian untuk menggambarkan pencapaian dan
keterampilan hidup yang perlu peningkatan kemampuan berpikir kreatif
dikembangkan terutama dalam matematik (KBKM) dan kemandirian
menghadapi era informasi dan suasana belajar peserta didik sebagai implementasi
bersaing yang semakin ketat (Sumarmo, Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)
2013:4). Oleh karena itu kemampuan dan Pembelajaran Konvensional (PK).
berpikir kreatif matematik sangat penting Berpikir kreatif dipandang sebagai
dimiliki peserta didik untuk menghadapi suatu proses yang digunakan ketika
perubahan-perubahan dan mampu seorang individu mendatangkan atau
menghasilkan sesuatu yang baru di masa memunculkan suatu ide baru. Ide baru
depan. tersebut merupakan gabungan dari ide-ide
Kemampuan lain yang harus dimiliki sebelumnya yang belum pernah
peserta didik selain berpikir kreatif adalah diwujudkan (Infinite Innovation Ltd, 2001).
kemampuan untuk mandiri, yaitu sikap Hal ini sejalan dengan pendapat Coleman
dan perilaku yang tidak mudah bergantung dan Hammen (Sumarmo, 2013:202) yang
pada orang lain dalam menyelesaikan menyatakan, “berpikir kreatif merupakan
tugas-tugas. Hasil studi Ratnaningsih cara berpikir yang menghasilkan sesuatu
(Sumarmo, 2013: 118) mengatakan bahwa yang baru dalam konsep, pengertian,
semakin tinggi kemampuan berpikir kreatif penemuan, dan karya seni”.
matematik peserta didik, maka semakin Pengertian ini lebih memfokuskan pada
tinggi pula kemandirian belajar matematik proses individu untuk memunculkan ide
peserta didik, begitu juga sebaliknya. baru yang merupakan gabungan ide-ide
Menurut Paris dan Winograd (Sumarmo, sebelumnya yang belum diwujudkan atau
U., 2013:110) karakteristik yang termuat masih dalam pemikiran. Pengertian
dalam sikap mandiri adalah kesadaran berpikir kreatif ini ditandai dengan adanya
berpikir, penggunaan strategi, dan ide baru yang dimunculkan sebagai hasil
motivasi yang berkelanjutan. dari proses berpikir tersebut. Berdasarkan
Berdasarkan latar belakang masalah pendapat-pendapat tersebut, maka dapat
yang dikemukakan dan hasil-hasil disimpulkan bahwa berpikir kreatif adalah
penelitian yang telah dilakukan suatu kegiatan mental yang digunakan
sebelumnya, maka salah satu alternatif seseorang untuk membangun,
pembelajaran untuk mengatasi menghasilkan ide atau gagasan yang baru.
permasalahan kemampuan berpikir kreatif Alvino (Sumarmo, 2013:201)
matematik dan kemandirian belajar menyatakan terdapat empat komponen

4 Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 1, Januari 2017


Muhtadi & Sukirwan p-ISSN: 2086-4280; e-ISSN: 2527-8827

dalam berpikir kreatif, yaitu sebagai menghasilkan ide-ide baru dan orisinil
berikut: dalam menyelesaikan suatu masalah
1. Kelancaran (fluency) membuat matematik atau dalam menanggapi situasi
berbagai ide. matematik tertentu yang ditandai dengan
2. Kelenturan (flexibility) kelihaian adanya aspek kelancaran, kelenturan,
memandang ke depan dengan keaslian, dan elaborasi.
mudah. Kemandirian belajar merupakan arti
3. Keaslian (originality) menyusun dari kata Self-Regulated Learning.
sesuatu yang baru. Zimmerman adalah akademik pertama
4. Elaborasi (elaboration) membangun yang mengusulkan konstruk self regulated
sesuatu dari ide-ide lainnya. learning dalam psikologi pendidikan.
Selanjutnya Munandar (Sumarmo, Zimmerman (Cheng, 2011) menjelaskan
2013:201) merinci keempat komponen bahwa self regulated learning merupakan
tersebut, sebagai berikut: suatu proses pembelajaran dimana
1. Kelancaran (fluency): mencetuskan peserta didik menggunakan keterampilan
banyak ide, jawaban, cara atau saran pengaturan diri (self-regulatory), seperti
untuk melakukan berbagai hal. penilaian diri (self-assessing), self-
2. Kelenturan (flexibility): menghasilkan directing, pengontrolan (controlling) dan
gagasan, jawaban, atau pertanyaan penyesuaian (adjusting), dalam rangka
yang bervariasi, melihat suatu untuk memperoleh pengetahuan.
masalah dari sudut pandang yang Selanjutnya menurut Cheng (2011), dalam
berbeda-beda, mampu mengubah proses kemandirian belajar, peserta didik
cara pendekatan atau cara pemikiran. memantau dan menyesuaikan strategi
3. Keaslian (originality): melahirkan belajar mereka. Pemantauan kegiatan
ungkapan yang baru dan unik, termasuk memeriksa isi studi, menilai
memikirkan cara yang tidak lazim, kesulitan pembelajaran, menilai kemajuan,
membuat kombinasi-kombinasi yang dan memprediksi hasil belajar.
tidak lazim dari bagian-bagiannya. Pendapat lain dikemukakan Wolters,
4. Elaborasi (elaboration): memperkaya Pintrich, & Karabenick (2003) bahwa
dan mengembangkan suatu gagasan kemandirian belajar adalah suatu proses
atau produk, menambah atau konstruktif dan aktif dimana peserta didik
memperinci detil-detil dari suatu menentukan tujuan belajarnya, mencoba
obyek, gagasan, atau situasi sehingga untuk memonitor, mengatur, dan
menjadi lebih menarik. mengendalikan kognisi, motivasi, dan
Berdasarkan pendapat-pendapat perilaku dengan dibimbing dan dibatasi
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa oleh tujuan dan karakteristik kontekstual
kemampuan berpikir kreatif matematik dalam lingkungan. Pendapat ini
merupakan kemampuan berpikir untuk mengandung kesamaan dengan pendapat

Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 1, Januari 2017 5


Muhtadi & Sukirwan http://e-mosharafa.org/index.php/mosharafa

Cheng (2011) dan Zimmerman (Cheng, pengetahuan dengan menggunakan


2011) bahwa kemandirian belajar berbagai strategi kognitif dan metakognitif
mengandung proses pemantauan kegiatan untuk melakukan pengontrolan dan
belajar, evaluasi terhadap hasil belajar pengaturan dalam belajarnya. Peserta
atau kesulitan dalam belajar dan didik yang memiliki kemandirian dalam
penyesuaian diri. Hal ini sejalan dengan belajar akan merencanakan untuk belajar
pendapat yang diungkapkan Zumbrunn, didasarkan pada hasil evaluasi hasil dan
Tadlock & Roberts (2011) bahwa proses sebelumnya, memilih strategi dan
kemandirian belajar adalah proses yang melaksanakan perencanaan yang sudah
membantu peserta didik dalam mengelola dibuat, melaksanakan pemantauan atau
pikiran, perilaku, dan emosi mereka agar pengontrolan diri terhadap tindakan,
berhasil mengarahkan belajar mereka. sikap, dan motivasi, dan melakukan
Zimmerman, Bonner, & Kovach (Cheng, evaluasi terhadap hasil belajarnya.
2011) mengusulkan siklus model Kata realistik mengacu pada
kemandirian belajar yang terdiri dari pendekatan dalam pendidikan matematika
empat proses berkorelasi: monitoring dan yang telah dikembangkan di Nederlands
evaluasi diri, penetapan tujuan dan (Belanda) sejak tahun 1971 yang disebut
perencanaan strategis, implementasi dengan Realistic Mathematics Education
strategi dan monitoring, serta monitoring (RME). RME dikembangkan berdasarkan
hasil. Tahap pertama yaitu evaluasi diri pandangan tentang matematika,
dan monitoring. Pada tahap ini individu bagaimana peserta didik belajar
mengevaluasi efektivitas pribadi mereka matematika, dan bagaimana seharusnya
berkaitan dengan tugas belajar yang matematika diajarkan. Pendekatan
spesifik. Tahap kedua adalah penetapan tersebut dipengaruhi oleh pemikiran Hans
tujuan dan perencanaan strategis, yang Freundenthal, seorang pendidik dan
meliputi analisis tugas belajar, penetapan sekaligus ahli matematika, yang
tujuan spesifik, pembuatan rencana dan beranggapan bahwa matematika
strategi pembelajaran. Tahap ketiga yaitu merupakan suatu aktivitas manusia. Ia
memantau implementasi strategi dan menyatakan bahwa peserta didik tidak
memonitor keakuratan mereka dalam bisa dianggap sebagai penerima pasif dari
menerapkan strategi khusus ini. Tahap pembelajaran matematika, tetapi
terakhir adalah monitoring hasil, dimana pembelajaran matematika hendaknya
peserta didik menilai efektivitas memberikan kesempatan kepada peserta
pembelajaran sendiri berdasarkan hasil didik untuk menemukan kembali
belajar dan proses yang dilakukan. pengetahuan matematika dengan
Dari berbagai pendapat di atas dapat memanfaatkan berbagai kesempatan dari
disimpulkan bahwa kemandirian belajar situasi nyata yang dialami peserta didik.
adalah suatu proses untuk memperoleh

6 Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 1, Januari 2017


Muhtadi & Sukirwan p-ISSN: 2086-4280; e-ISSN: 2527-8827

Mempelajari berbagai situasi yang dipahami, berhubungan dengan siswa dan


dapat menggambarkan beragam dekat dengan lingkungan peserta didik. Hal
permasalahan merupakan suatu itu dapat digambarkan dengan skema
pengalaman pembelajaran yang berharga berikut.
bagi peserta didik. Diawali dengan
menghubungkan matematika dengan
situasi nyata, memberikan kesempatan
untuk mengembangkan model-model
matematika dan memahami lebih banyak
hal pada tingkat yang lebih tinggi. Model-
model yang berkembang berdasarkan Gambar 1. Konsep Matematisasi De Lange (Hadi, S.,
kemampuan dan aktivitas peserta didik 2010: 3).
dapat menghantarkan mereka ke tingkat Skema proses pembelajaran seperti
pemahaman yang lebih tinggi. digambarkan di atas menunjukkan bahwa
Menurut Gravemeijer (1994: 90) pembelajaran merupakan suatu siklus
terdapat tiga prinsip kunci pembelajaran yang menempatkan suatu proses sebagai
matematika realistik, yaitu: (1) Guided salah satu poin utama. Artinya proses lebih
Reinvention/Progressive Mathematizing diutamakan dibandingkan produk yang
(menemukan kembali dengan dihasilkan.
bimbingan/matematisasi progressif), (2)
Didactical Phenomenologi (fenomena II. METODE
didaktik), dan (3) Self-developed Models A. Desain Penelitian
(model yang dibangun sendiri oleh siswa) Penelitian ini merupakan penelitian
Dalam RME, dunia nyata (real world) kuasi eksperimen dengan desain kelompok
dapat dimanfaatkan sebagai titik awal kontrol pretes – postes.
pengembangan ide dan konsep B. Populasi dan Sampel
matematika. Blum & Niss (Hadi, S., 2010: Populasi dalam penelitian ini yaitu
2) menyatakan: “Dunia nyata adalah peserta didik SMP Negeri di Kota
segala sesuatu di luar matematika seperti Tasikmalaya, Jawa Barat. Sampel adalah
pada pelajaran lain selain matematika, peserta didik kelas VIII dari sekolah yang
atau kehidupan sehari-hari dan lingkungan mewakili sekolah level tinggi dan level
sekitar kita”. Sementara itu, De Lange sedang. Pemilihan sekolah dilakukan
(Hadi, S., 2010: 2) menyatakan, “Dunia secara acak dari seluruh SMP Negeri yang
nyata sebagai suatu dunia yang konkret ada di Kota Tasikmalaya. Dari tiap level
yang disampaikan kepada siswa melalui sekolah dipilih dua kelas secara acak, satu
aplikasi matematika”. Berawal dari sini kelas menggunakan PMR dan satu kelas
dapat dikembangkan proses pembelajaran menggunakan PK. Penentuan level
matematika berdasarkan situasi yang

Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 1, Januari 2017 7


Muhtadi & Sukirwan http://e-mosharafa.org/index.php/mosharafa

sekolah, didasarkan pada skor akreditasi Hasil Pengujian Perbedaan Pencapaian


Kemampuan Berpikir Kreatif
dari Badan Akreditasi Nasional.
Rata-rata Kruskal-
C. Instrumen Penelitian Model Sig. H0
(x) Wallis
Instrumen yang digunakan terdiri dari PMR 41,16
47,39 0,000 Ditolak
tes KBKM, skala kemandirian belajar, dan PK 26,83
lembar observasi. Materi tes KBKM Keterangan: Skor Maksimal Ideal 56

disesuaikan dengan materi yang diberikan


Berdasarkan Tabel 1, minimal salah satu
pada saat penelitian, yaitu materi kelas VIII
rata-rata pencapaian kemampuan berpikir
semester 1 sesuai dengan kurikulum yang
kreatif matematik menunjukkan
digunakan pada tahun pelajaran
perbedaan. Selanjutnya dari hasil
2015/2016 yang terdiri dari relasi dan
pengujian dengan uji Multiple
fungsi, persamaan garis lurus, dan sistem
Comparissons Between Treatments
persamaan linier dua variabel.
disimpulkan bahwa pencapaian
Berdasarkan hasil uji coba diperoleh
kemampuan berpikir kreatif matematik
bahwa tes valid dan reliabel.
peserta didik yang mendapat PMR lebih
Besarnya pencapaian KBKM dan
baik daripada peserta didik yang
kemandirian belajar peserta didik
mendapat PK.
diperoleh dari skor akhir KBKM dan
Selanjutnya, hasil pengujian
kemandirian belajar. Untuk menghitung
peningkatan kemampuan berpikir kreatif
besarnya peningkatan digunakan formula
matematik disajikan pada Tabel 2.
yang dikembangkan oleh Meltzer (2002).
Tabel 2.
Hasil Pengujian Peningkatan Kemampuan Berpikir
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Kreatif
Rata-rata Kruskal-
A. Pencapaian dan Peningkatan Model Sig. H0
(x) Wallis
Kemampuan Berpikir Kreatif
PMR 0,70
Matematik 55,236 0,000 Ditolak
PK 0,40
Untuk menguji perbedaan rerata
pencapaian dan peningkatan kemampuan Berdasarkan Tabel 2, minimal salah satu
berpikir kreatif matematik antara peserta rata-rata peningkatan kemampuan
didik yang mendapatkan PMR dan PK berpikir kreatif matematik menunjukkan
dilakukan uji Kruskal-Wallis. Hal tersebut perbedaan. Selanjutnya dari pengujian
karena tidak setiap kelompok mempunyai dengan menggunakan uji Multiple
pencapaian dan peningkatan kemampuan Comparissons Between Treatments
berpikir kreatif matematik yang disimpulkan bahwa peningkatan
berdistribusi normal. Hasil pengujian kemampuan berpikir kreatif peserta didik
pencapaian kemampuan berpikir kreatif yang mendapat PMR lebih baik daripada
matematik disajikan pada Tabel 1. peserta didik yang mendapat PK.
Tabel 1.

8 Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 1, Januari 2017


Muhtadi & Sukirwan p-ISSN: 2086-4280; e-ISSN: 2527-8827

B. Pencapaian dan Peningkatan perbedaan. Berdasarkan hasil pengujian


Kemandirian Belajar Peserta Didik dengan uji Multiple Comparissons Between
Pengujian perbedaan rerata pencapaian Treatments disimpulkan bahwa
dan peningkatan kemandirian belajar peningkatan kemandirian belajar peserta
antara peserta didik yang mendapatkan didik yang mendapat PMR lebih baik
PMR dan PK digunakan dengan uji Kruskal- daripada peserta didik yang mendapat PK.
Wallis. Hasil pengujian perbedaan
pencapaian kemandirian disajikan pada IV. PENUTUP
Tabel 3. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
Tabel 3. kesimpulan sebagai berikut:
Hasil Pengujian Perbedaan Pencapaian Pencapaian dan peningkatan KBKM
Kemandirian Belajar
Rata-rata Kruskal- peserta didik yang mendapat PMR lebih
Model Sig. H0 baik daripada peserta didik yang
(x) Wallis
PMR 158,32 mendapat PK.
19,29 0,000 Ditolak
PK 145,32 Pencapaian dan peningkatan
Keterangan: Skor Maksimal Ideal 222
kemandirian belajar peserta didik yang
mendapatkan PMR lebih baik daripada
Berdasarkan Tabel 3, minimal salah satu
peserta didik yang mendapat PK.
rata-rata pencapaian kemandirian belajar
Beberapa saran yang perlu diperhatikan
menunjukkan perbedaan. Berdasarkan
bagi guru dalam menerapkan PMR yang
hasil pengujian dengan uji Multiple
mendukung terhadap peningkatan
Comparissons Between Treatments
kemampuan berpikir kreatif matematik
disimpulkan bahwa pencapaian
dan kemandirian belajar adalah sebagai
kemandirian belajar peserta didik yang
berikut.
mendapatkan PMR lebih baik daripada
Masalah kontekstual memiliki peran
peserta didik yang mendapat PK.
sentral dalam PMR. Berkenaan dengan hal
Selanjutnya dilakukan uji perbedaan
ini guru harus menciptakan situasi masalah
peningkatan kemandirian belajar peserta
yang memiliki karakteristik: (1) bisa
didik yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4.
diorganisasi menjadi masalah matematik,
Hasil Pengujian Perbedaan Peningkatan (2) mudah ditafsirkan dengan konsep
Kemandirian Belajar matematik tertentu, dan (3) menciptakan
Rata-rata Kruskal-
Model Sig. H0 beragam ide atau solusi matematik.
(x) Wallis
PMR 0,24
PK 0,11
52,18 0,000 Ditolak DAFTAR PUSTAKA
Badan Standar Nasional Pendidikan.
Berdasarkan Tabel 4, minimal salah satu (2010). Paradigma pendidikan
rata-rata peningkatan kemandirian belajar nasional abad XXI. Jakarta: BSNP.
matematika peserta didik menunjukkan

Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 1, Januari 2017 9


Muhtadi & Sukirwan http://e-mosharafa.org/index.php/mosharafa

Bakker, A., & Gravemeijer. (2006). An Ergin, I. (2012). Constructivist approach


historical phenomenology of mean based 5E model and usability
and median. Educational Studies in instructional physics. Latin-American
Mathematics, 62, hlm. 149–168. Journal of Physics Education, 6(1), 14
Bybee, R.W., Taylor, J. A., Gardner, A., – 20.
Scotter P.V., Powel, J.C., Westbrook, Fatah, A., Suryadi, D., Sabandar, J. &
A., & Landes, N. (2006). The BSCS 5E Turmudi. (2016). Open-ended
instructional model Origins and Approach: an Effort in Cultivating
effectiveness. [Online]. Diakses dari Students’ Mathematical Creative
http://bscs.org/sites/default/files/_leg Thinking Ability and Self-esteem in
acy/BSCS_5E_ Instructional_Model- Mathematics. Journal on Mathematics
Full_Report.pdf. Education, 7( 1), 11-20.
Cheng, Eric, C.K. (2011). The role self- Freudenthal. (1983). Didactical
regulated learning in enhancing phenomenology of mathematical
learning. The International Journal of structures. Dordrecht: Reidel.
Research and Review, 6(1), 1- 16. Gandhi H. & Varma, M. (2010). Strategic
[Online]. Diakses dari content learning approach to promote
http://repository.lib.ied.edu.hk/pubda self-regulated learning in
ta/ir/link/pub/A1_V6.1_TIJRR.pdf mathematics. Poceedings of epiSTME
Darr, C & Fisher, J. (2004). Self-regulated 3.
learning in Mathematics class. Gravemeijer, K. (1994). Developing
[Online]. Diakses dari Realistic Mathematics Education.
www.arb.nzcer.org.nz/nzcer3/researc Utrecht: Freudenthal Institute.
Hadi, S. (2010). Introduction to Realistic
h/Maths/ 2004SRL
Mathematics Education. Bahan ajar
thinkingmodels.htm. Diklat Enhancing mathematics
Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Learning in Primary School Using
Kajian kebijakan kurikulum mata Realistic Mathematic Education.
pelajaran Matematika. Jakarta: Badan Yogyakarta: SEAMEO Regional Centre
Penelitian dan Pengembangan Pusat for QITEP in Mathematics.
Kurikulum Depdiknas. Hasanah, A. (2011). Peningkatan
Depdiknas (2006). Peraturan Menteri kemampuan berpikir kritis dan kreatif
Pendidikan Nasional Republik matematis siswa Sekolah Menengah
Indonesia (Permendiknas) Nomor 22 Atas melalui pendekatan Kontekstual
Tahun 2006 Tentang Standar Isi berbasis intuisi. Unpublished
Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Dissertation. Bandung: SPs Universitas
Depdiknas. Pendidikan Indonesia.
De Lange, J. (1987). Mathematics Insight
Infinite Innovation. Ltd. (2001). Creativity
and Meaning. Utrecht: OW & OC.
and Creative Thinking. [Online]
Tersedia:

10 Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 1, Januari 2017


Muhtadi & Sukirwan p-ISSN: 2086-4280; e-ISSN: 2527-8827

http://www.brainstroming.co.uk/tutor ftp://202.83.110.129/Volume_1/from
ials/tutorialcontent.html1 %202TB/FAC%20FOUND%20STUDIES/
Kurniati. (2014). Peningkatan Kemampuan FYLHR9~3/Subject%20Components/G
Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis rey%20matters/R54ZK1~G/Project%2
serta Soft Skill Mahasiswa Pendidikan 0Zero/www.pz.harvard.edu/Research/
Guru Sekolah Dasar melalui UCPpapers/P2NARST03.pdf.
Pendekatan Pembelajaran Moma, L., Kusumah, Y.S. Sabandar, J. &
Kontekstual. Unpublished Dahlan, J.A. (2013). The enhancement
Dissertation. Bandung: SPs Universitas of junior high school students
Pendidikan Indonesia. mathematical creative thinking
Lioe, L.T, Fai, H.K. & Hedberg, J.G. (2006). abilities through Generative learning.
Students’metacognitive problem Mathematical Theory and Modeling,
solving strategies in solving open- 3(8), 146-157.
ended problems in pairs. [Online]. Mullis, I.V.S., Martin O, Michael, Foy, P. &
Diakses dari Arora, A. (2012). TIMSS 2011
http://conference.nie.edu.sg/paper/n international result in
ew converted/aboo 287.pdf. Mathematics.TIMSS &PIRLS
Mann, E. L. (2005). Mathematical international study center lynch
creativity and school Mathematics: school of ed. Boston college, Cheotnut
Indicators of mathematical creativity Hill, MA USA and IEA Amsterdam.
in middle school students. Disertasi [Online]. Diakses dari
University of Connectitut. [Online]. http://timssandpirs.bc.edu/timss2011
Diakses dari /downloads/T11_
http://www.gifted.uconn.edu/siegle/ IR_Mathematics_Fullbook.pdf.
Dissertations/Eric%20Mann.pdf". Munandar, U. (2012). Pengembangan
Meltzer, D.E. (2002). The relationship kreativitas anak berbakat. Jakarta: PT
between mathematics preparation Rineka Cipta.
and conceptual learning gains in Paris, S. G. & Winograd, P. (2004). The role
physics: a posible “hidden variable” in of self-regulated learning in
diagnostic pretest scores. American contextual teaching: Principles and
Journal of Physics, 70(12), 1259-1268. practices for teacher preparation 1[1].
Mittlefehldt, S & Grotzer, T. (2003). Using [Online] Diakses dari
metacognition to facilitate the http://www.ciera.org/library/archive/
transfer of causal models in learning 200104/ 0104parwin.htm
density and pressure. Presented at the Rohaeti, E.E. (2010). Critical and creative
National Association of Research in mathematical thinking of Junior High
Science Teaching (NARST) Conference School student. Educationist Journal,
Philadelphia. [Online] Diakses dari 4(2), 99-106.

Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 1, Januari 2017 11


Muhtadi & Sukirwan http://e-mosharafa.org/index.php/mosharafa

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar kepada Zumbrunn, S, Tadlock, J., & Roberts, E.D.
Membantu Guru Mengembangkan (2011). Encouraging Self Regulated
Kompetensinya dalam Pengajaran Learning in The Classroom: A Review
Matematika Untuk Meningkatkan of the Literature. Virginia
CBSA. Bandung: Tarsito. Commonwealth University. [Online].
Schraw, G., Crippen, K.J, & Hartley, K. Diakses dari http://www.self-
(2006). Promoting self-regulation in regulation.ca/uploads/5/6/2/6/56264
Science education: Metacognition as 915/encouraging_self_regulated_lear
part of a broader perspective on ning_in_the_classroom.pdf.
learning. Research in Science Zulkardi (2002). Developing a Learning
Education, 36(1), 111–139. Environment on Realistic Mathematics
Starko, A. J. (2010). Creativity in the Education for Indonesian Student
Teachers.Thesis University of Twente,
classroom. New York: Routledge.
Enschede.
Sumarmo, Utari (2013). Kumpulan Walia, P. (2012). Effect of 5E Instructional
Makalah Berpikir dan Disposisi
Model on Mathematical Creativity of
Matematik serta Pembelajarannya.
Bandung: FPMIPA UPI. Students. Golden Research Thoughts.
Suwarsono. (2001). Beberapa 1 (X). 1-4.
permasalahan yang terkait dengan Wijaya, Ariyadi (2012). Pendidikan
upaya implementasi pendidikan Matematika Realistik – Suatu
matematika realistik di indonesia. Alternatif Pendekatan Pembelajaran
Makalah. Disampaikan dalam Seminar Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Nasional Pendidikan Matematika
Realistik di USD, 14-15 November RIWAYAT HIDUP PENULIS
2001. Dedi Muhtadi, M.Pd.
Tim MKPBM (2001). Strategi Pembelajaran Staf pengajar di Universitas
Matematika Kontemporer. UPI Siliwangi, Tasikmalaya. Studi
Bandung: JICA. S3 Pendidikan Matematika
Treffer (1991). Didactical Background of a Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung, sampai
Mathemetics program for Primary dengan sekarang.
Education. Dalam Streefland, L. (Ed).
Realistic Mathematics Education in Sukirman, M.Si.
Primary School. Utrecht:  Press.
Wolters, C. A., Pintrich. P.R., & Karabenick, Staf pengajar di Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa,
S.A. (2003). Assessing academic self- Banten. Studi S3 Pendidikan
regulated learning. [Online]. Diakses Matematika Universitas
Pendidikan Indonesia,
dari http://www.childtrends.org/wp-
Bandung, sampai dengan
content/uploads/2013/05/ sekarang.
Child_Trends2003_03_12_PD_PDConf
WPK.pdf

12 Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 1, Januari 2017

Anda mungkin juga menyukai