Anda di halaman 1dari 9

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Clarifier Tank

Alat ini berfungsi untuk mengendapkan partikel-partitel halus yang tidak mengendap di

water basin, hal ini disebabkan karena partikel-partikel halus tersebut memiliki berat jenis yang

hampir sama dengan berat jenis air. Untuk membantu proses pengendapan di Clarifier maka

pada proses pengendapa ini harus ditambahkan zat kimia yang dapat membantu proses

pengendapan partikel-partikel halus tersebut. Zat kimia ini berfungsi sebagai pemersatu partikel-

partikel halus yang mengakibatkan partikel-partikel tersebut menjadi sebuah gumpalan yang

mengakibatkan partikel-partikel halus tersebut menjadi bertambah berat jenisnta dan dapat

mengendap didasar air. Dibawah ini merupakan bentuk konstruksi tangki Clarifier .

Dok: Rona Loebis

Gambar l. Clarifier Tank


B. Koloid/ Partikel Tersuspensi

Koloid merupakan partikel-partikel yang terkandung di dalam air dan sangat sulit untuk

diendapkan yang disebabkan karena partikel-partikel ini berdiameter sekitar 1 nm ( 10ˉ7cm)

hingga 0,1 nm (10ˉ8 cm) (Rambe, 2009).

Ada beberapa sifat-sifat koloid diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Efek Tyndall

Efek Tyndall adalah penghamburan cahaya oleh larutan koloid, peristiwa di mana

jalannya sinar dalam koloid dapat terlihat karena partikel koloid dapat menghamburkan sinar ke

segala jurusan. Contoh: sinar matahari yang dihamburkan partikel koloid di angkasa, hingga

langit berwarna biru pada siang hari dan jingga pada sore hari ; debu dalam ruangan akan terlihat

jika ada sinar masuk melalui celah.

2. Gerak Brown

Gerak Brown adalah gerak partikel koloid dalam medium pendispersi secara terus

menerus, karena adanya tumbukan antara partikel zat terdispersi dan zat pendispersi. Karena

gerak aktif yang terus menerus ini, partikel koloid tidak memisah jika di diamkan.

3. Adsorbsi koloid

Koloid adalah penyerapan zat atau ion pada permukaan koloid. Sifat adsorbsi digunakan

dalam proses:

a. Pemutihan gula tebu.

b. Norit.

c. Penjernihan air.
Contoh: koloid antara obat diare dan cairan dalam usus yang akan menyerap kuman

penyebab diare. Adapun beberapa bentuk-bentuk umum koloid diantaranya sebagai berikut :

a. Bulatan : misalnya virus, silika.

b. Batang : misalnya virus.

c. Piringan : misalnya globulin dalam darah.

d. Serat : misalnya selulosa.

C. Biji Kelor/ Moringa Oleifera

Biji kelor ini termasuk famili Moringaceace merupakan suatu genus tunggal dari famili

pohon semak belukar yang dibudidayakan di seluruh daerah tropis dan dimanfaatkan berbagai

kepentingan (Rambe, 2009). Biji kelor ini dapat di jadikan sebagai pengganti tawas yang

berfungsi untuk menjernihkan air. Bahan koagulan yang terkandung didalam biji kelor adalah

protein kationil, yang terlarut didalam air. Potensial zeta larutan 5% biji kelor tanpa kulit adalah

sekitar +6mv, hal ini menunjukan bahwa larutan ini didominasi tegangan positip meskipun

merupakan campuran heterogen yang kompleks (Rambe, 2009). Biji kelor akan bekerja secara

efektif sangat ditentukan oleh protein kationik yang bertegangan rapat dengan berat molekul

sekitar 6,5 Kdalton (Rambe, 2009).

Adapun contoh gambar biji kelor tersebut adalah sebagai berikut:


Dok: Google

Gambar 2. Pohon, Biji kelor

Selain itu ada beberapa pemanfaatan yang dapat diambil dari tumbuhan Biji kelor ini

yaitu daun dan buah mudanya dapat digunakan sebagai sayuran yang memiliki gizi yang sangat

tinggi atau dapat juga dijadikan sebagai pakan ternak. Bunganya dapat untuk dibuat teh. Biji dari

buahnya yang masih bewarna hijau dapat di makan seperti kacang-kacangan (direbus atau

digoreng). Bijinya yang sudah tua mengandung sekitar 40% minyak yang dapat digunakan untuk

memasak,bahan pembuat sabun dan kosmetika atau sebagai minyak lampu. Kayu kelor sangat

baik dijadikan pulp, sementara untuk kulit kayunya dapat dibuat menjadi keset kaki dan tali

(Rambe, 2009).

Dalam satu polong buah kelor terdapat 10 hingga 15 biji kelor dengan berat masing-

masing biji sebesar 2,5 gram tanpa kulit ari, dan dari 10 Biji kelor dapat dibuat menjadi serbuk

untuk menjernihkan air sebanyak 40 liter. (Dwi, 2012).

Biji kelor sebagai koagulan dapat digunakan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan

biji kering dengan kulitnya dan biji kering tanpa kulitnya. Hasil analisa elemen yang di miliki
biji kelor untuk biji dengan kulit adalah 6,1% N, 54,8% C dan 8,5% H, sedangkan untuk biji

tanpa kulit 5,0% N, 53,3% C dan 7,7% H (Rambe, 2009)

D. Tawas (Aluminium sulfat)

Tawas merupakan bahan kimia yang sering digunakan oleh industri-industri yang

melakukan proses penjernihan untuk air sebagai penunjang kegiatan produksi di sebuah industri.

Tawas merupakan sejenis koagulan dengan rumus kimia Al2(SO4)3 11 H2O atau 14 H2O atau 18

H2O. Umumnya tawas yang sering digunakan oleh industri adalah tawas 18 H2O. Tawas

merupakan jenis koagulan yang termurah, sehingga itu salah satu alasan banyak industri yang

menggunakan bahan tersebut untuk menjernihkan air. Keristal tawas sangat mudah larut dalam

air dan kelarutanya berbeda-beda karena tergantung pada jenis logam dan suhu (Tauhid, 2010)

Adapun bentuk tawas yang dapat penulis sajikan adalah sebagai berikut:

Dok: Google

Gambar 3. Tawas (Aluminium sulfat)

Air yang akan dijernihkan dengan menggunakan tawas, maka air tersebut harus

mengandung alkalinitas yang cukup tinggi sehingga proses pembentukan flok hidroksida bias

berjalan dengan sempurna. Apabila air yang ingin dijernihkan tidak mengandung alkalinitas yang

cukup maka air tersebut harus ditambahkan alkalinitas. Untuk penambahan alkalinitas biasanya
bisa menggunakan kalsium hidroksida atau kapur hidrat dan juga bisa menggunakan natrium

karbonat atau soda abu. Tawas atau alumuniun sulfat umumnya terdapat dalam bentuk kering

dan cair.untuk tawas yang berbentuk kering biasanya berbentuk butiran halus, bubuk dan

bongkahan namun biasanya yang digunakan adalah tawas yang berbentuk butiran halus. Alasan

menggunakan tawas yang berbentuk butiran halus karena butiran halus tersebut mengandung 15-

22% Al2O3 yang meliputi 14 kristal air dengan berat sekitar 60-63 lb/ft³ dan dapat di gunakan

langsung.Sedangkan tawas yang berbentuk cair mengandung 50% alum (Rambe, 2009).

E. Flokulasi

Partikel-partikel koloid dapat menggumpal dengan mudah diakibatkan karena gaya tolak

menolak elektrostatik antara partikelnya yang dikurangi dan transportasi partikel harus

menghasilkan kontak diantara partikel yang mengalami destabilisasi. Partikel-partikel yang telah

mengalami destabilisasi harus membawa partikel-partikel tersebut kedalam suatu kontak antara

satu dengan yang lainya sehingga dapat menggumpal dan membentuk partikel yang lebih besar,

proses ini dapat berlangsung secara epektif apabila adanya dilakukan adukan secara lambat dan

hati-hati. Tujuan Flokulasi ini adalah membuat partikel-partikel saling bertabrakan dan tetap

bersatu sehingga tumbuh menjadi gumpalan yang berukuran besar dan siap untuk mengendap.

Apabila pengadukan dilakukan terlalu sering dan pengadukan dilakukan dengan tempo yang

sangat cepat maka hal ini dapat mengakibatkan flok-flok yang ada menjadi lebih kecil dan proses

pengendapanpun akan membutuhkan waktu yang lebih lama dari yang biasanya.

Kecepatan penggumpalan dapat ditentukan dari banyaknya partikel-partikel yang saling

bertabrakan atau bersentuhan antara partikel satu dengan yang lainya yang terjadi pada proses
pengendapan. Dalam hal ini tabrakan-tabrakan antara partikel yang satu dengan yang lainya

terjadi melalui 3 (tiga) cara, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kontak yang diakibatkan oleh adanya gerak termal (panas), yang dikenal sebagai

gerak Brown. Flokulasi yang terjadi oleh adanya gerak Brown ini disebut flokulasi

perikinetik. Gerak Brown adalah gerakan terus menerus dari suatu partikel zat cair

ataupun gas, artinya partikel-partikel ini tidak pernah dalam keadaan stasioner atau

sepenuhnya diam. Suhu juga dapat mempengaruhi gerak Brown, jadi semakin panas

suhu system koloid maka semakin besar energi kinetic yang di miliki partikel-partikel

medium pendispersinya akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase

terdispersinya semakin cepat begitu juga sebaliknya semakin rendah suhu sisitem

koloid maka gerak Brown semakin lambat (Ahmad, 2010).

2. Kontak yang diakibatkan oleh adanya gerakan media air, misalnya karena adanya

pengadukan, flokulasi yang terjadi akibat fluida ini disebut flokulasi ortokinetik.

3. Kontak yang terjadi akibat perbedaan laju pengendapan dari masing-masing partikel.

F. Kekeruhan (Turbidity)

Kekeruhan merupakan salah satu sifat yang optis dari suatu larutan, yaitu hamburan dan

absorbsi cahaya yang melaluinya. Uji kekeruhan adalah proses pengukuran suatu sifat optik dari

sampel air yaitu hasil penyebaran dan penyerapan cahaya oleh bahan partikel yang didapat

didalam sampel. Jumlah dari kekeruhan yang dapat diukur sangat bergantung pada macam-

macam variabel diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Ukuran

2. Bentuk
3. Indeks refraksi dari partikel

Kekeruhan tidak mempunyai hubungan langsung terhadap berat berbagai bahan yang

terdapat pada suspensi karena bentuk dan indeks refraksi dari berbagai partikel mempunyai efek

terhadap penyebaran sinar dari suspensi ( Bernard, 2008)

Ada beberapa cara untuk mengukur Kekeruhan diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Metode Neflometrik (unit kekeruhan NTU dan FTU)

2. Metode Helliege Turbidimeter (unit kekeruhan Silika)

3. Metode Visuil (unit kekeruhan Jakson) (Bernard, 2008)

Dalam penelitian ini untuk mengetahui nilai kekeruhan akan di gunakan metode

Neflometrik dengan cara, Menggunakan alat Turbidimeter portable 2100P yang merupakan alat

untuk menganalisis kekeruhan. Sampel dimasukan ke dalam botol Turbiditimeter dan diusahakan

tidak ada gelembung udara, kemudian tabung tersebut ditempatkan pada tempat pengukuran dan

dibaca nilai kekeruhan yang muncul di alat.

G. TSS (Total Suspended Solid)

Total Suspended Solid atau sering disebut TSS adalah jumlah berat dalam mg/L kering

lumpur yang terdapat didalam limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran yang

berukuran 0,45 mikron (Rambe, 2009). Penentuan zat padat tersuspensi (TSS) berguna untuk

mengetahui kekuatan pencemaran air limbah domestik dan juga berguna untuk penentuan

efisiensi unit pengolahan air (Rambe, 2009).

Adapun cara untuk menentukan kadar zat padat tersuspensi adalah kertas saring

dipanaskan dalam oven pada suhu 105 ˚C selama 1 (satu) jam, kemudian dinginkan didalam

desikator lalu ditimbang sampai mencapai berat yang konstan (B gram), lalu masukan 10 mL
sampel yang di saring.Setelah itu kertas saring dan residu di panaskan dalam oven pada suhu105

˚C selama 1 (satu) jam, kemudian bila telah selesai di panaskan dinginkan kedalam desikator dan

di timbang sampai berat konstan (A gram).

Kadar zat padat tersuspensi dapat dihitung dengan persamaan berikut :

(A-B) x 1000
TSS (mg\L) =
C
A = Berat filter dan residu sesudah pemanasan 105 ˚C (mg)

B = Berat fiter kering sesudah pemanasan 105 ˚C (mg)

C = Volume sampel (mL)

H. Sedimentasi

Sedimentasi merupakan unit yang berfungsi memisahkan padatan dan cairan dengan

menggunakan pengendapan secara gravitasi untuk memisahkan partikel tersusupensi yang

terdapat dalam cairan tersebut (Dinas PU Kota Bantul, 2013). Sedimentasi terjadi akibat adanya

gaya gravitasi dan adanya perbedaan berat jenis antara partikel yang terkandung didalam air. Bak

sedimentasi berfungsi untuk mengendapkan flok-flok yang dibentuk pada proses koagulasi dan

flokulasi. Agar pengendapan yang terjadi pada bak sedimentasi berjalan dengan baik, terdapat

beberapa persyaratan yang harus dipenuhi menyangkut karakteristik aliran dalam bak

sedimentasi yang akan dibangun. Untuk mencapai pengendapan yang baik, bentuk bak

sedimentasi harus dibuat sedemikian rupa sehingga karakteristik aliran di dalam bak tersebut

memiliki aliran yang laminar dan tidak mengalami aliran mati (Dinas PU Kota Bantul, 2013).

Anda mungkin juga menyukai