Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH TENTANG HERNIA

INGUINALIS LATERALIS (HIL)


DI RSUD dr. H. MOCH ANSARI SALEH
BANJARMASIN

DOSEN PEMBIMBING : M.Husni, S.Kep., Ns., M.Kep

DISUSUN OLEH :

NAMA : Anita Dewi

NIM : 11409719009

TINGKAT : II (Dua)

SEMESTER : III (Tiga)

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNGPURA

BANJARMASIN

2020

LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH TENTANG HERNIA
INGUINALIS LATERALIS (HIL) RSUD dr. H. MOCH ANSARI SALEH DI
BANJARMASIN, TELAH DI SETUJUI OLEH PEMBIMBING LAHAN DAN
PEMBIMBING AKADEMIK.

Banjarmasin, Desember 2020

Anita Dewi

NIM. 11409719009

Menyetujui

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

Mia Marlini, S. Kep., Ns M.Husni, S.Kep., Ns., M.Kep

NIP. 19820520 200801 2 026 NIK. 1125039101

HERNIA INGUINALIS LATERALIS


I. KONSEP DASAR TEORI

A. DEFINISI
Hernia merupakan kelemahan atau defek di dinding rongga peritoneum
dapat menyebabkan peritoneum menonjol membentuk kantung yang di lapisi
oleh serosa dan disebut kantung hernia (Robbins & Cotran : 2010 ). Hernia
merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga yang bersangkutan (R. Sjamsuhidayat & Wim de
Jong : 2005).
Hernia inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus
yang terletak disebelah lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri kanalis
inguinalis dan keluar ke rongga perut melalui anulus inguinalis eksternus (Arif
Mansjoer : 2000).
Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa hernia adalah
penonjolan isi suatu organ seperti peritoneum, lemak, usus dan kandung
kemih melalui bagian yang lemah dari dinding abdomen sehingga
menimbulkan kantung berisikan material abnormal dengan penyebab
congenital ataupun yang didapat.

B. ANATOMI dan FISIOLOGI


1. ANATOMI
AnatomiKanalis inguinalis dibatasi dikraniolateral oleh annulus
inguinalis internus yangmerupakan bagian terbuka dari fasia
transpersalis dan aponeurosis muskulo-tranversus abdominis. Di medial
bawah, di atas tuberkulum, kanal ini dibatasi oleh anulus inguinalis
eksternus,bagian terbuka dari aponeurosis muskulo-oblikus eksternus.
Atapnya adalah aponeurosis muskulo-oblikus eksternus dan di
dasarnyaterdapat ligamentum inguinal. Kanal berisi tali sperma pada
lelaki, dan ligamentumrotundum pada perempuan. Hernia inguinalis
indirek, disebut juga hernia inguinalis lateralis, karena keluar dari
peritonium melalui anulus inguinalisinternus yang terletak lateral dari
pembuluh epigastrika inferior, kemudian herniamasuk ke dalam kanalis
inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis
eksternus. Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum,
ini disebut hernia skrotalis (Sjamsuhidayat, 2004).
2. FISIOLOGI
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada
bulan ke-8kehamilan terjadi desensus testis melalui kanal tersebut.
Penurunan testis tersebutakan menarik peritoneum kedaerah skrotum
sehingga terjadi penonjolan peritoneumyang disebut dengan prosesus
vaginalis peritonei.
Pada bayi yang sudah lahir, umumnya proses ini telah mengalami
obliterasisehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut
namun dalambeberapa hal, seringkali kanalis ini tidak menutup. Karena
testis kiri turun terlebihdahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering
terbuka. Bila kanalis kiri terbukamaka biasanya yang kanan juga terbuka.
Dalam keadaan normal, kanalis yangterbuka ini akan menutup pada usia
2 bulan (Mansjoer, 2002).

C. KLASIFIKASI
Hernia terbagi menjadi 2 kategori, yaitu hernia menurut letaknya dan
hernia menurut sifat atau tingkatanya.
 Adapun hernia menurut letaknya adaalah :
1) Hernia Inguinalis Lateralis (indirek)
Hernia ini terjadi melalui anulus inguinalis internus yang terletak di
sebelah lateral vasa epigastrika inferior,menyusuri kanalis
inguinalis dan keluar kerongga perut melalui anulus inguinalis
eksternus. Hernia ini lebih tinggi pada bayi & anak kecil
2) Hernia Inguinalis Medialis (direk)
Hernia ini terjadi melalui dinding inguinal posteromedial dari vasa
epigastrika inferior di daerah yang dibatasi segitiga Haselbach.
3) Hernia femoralis
Terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum terjadi pada wanita
dibanding pria. Hernia ini mulai sebagai penyumbat dikanalis
femoralis yang membesar secara bertahap menarik peritonium dan
akibatnya kandung kemih masuk ke dalam kantung.
4) Hernia umbilikalis
Batang usus melewati cincin umbilical. sebagian besar merupakan
kelainan yang didapat. Hernia umbilikalis sering terjadi pada wanita
dan pada pasien yang memliki keadaan peningkatan tekanan intra
abdomen, seperti kehamilan, obesitas, asites, atau distensi
abdomen. Tipe hernia ini terjadi pada insisi bedah sebelumnya
yang telah sembuh secara tidak adekuat karena masalah pasca
operasi seperti infeksi dan nutrisi yang tidak adekuat.
5) Hernia skrotalis
Merupakan hernia inguinalis lateral yang mencapai skrotum.
 Menurut sifat atau tingkatannya :
1) Hernia reponibel.
Pada hernia ini isi hernia dapat keluar masuk. Usus akan keluar
jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau di
dorong masuk. Pada hernia reponibel ini penderita tidak mengeluh
nyeri dan tidak ada gejala obstruksi usus.
2) Hernia ireponibel.
Merupakan kebalikan dari hernia reponibel ( hernia tidak masuk
kembali ) biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantung pada
peritoneum.
3) Hernia inkaserata.
Pada hernia ini isi perut atau usus yang masuk kedalam kantung
hernia tidak dapat kembali disertai dengan gangguan aliran
khusus. Gambaran klinis obstruksi usus dengan gambaran
keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa. Keadaan ini hernia
bisa terjepit oleh cincin hernia. Sehingga isi kantung bisa
terperangkap dan tidak dapat kembali ke rongga perut, akibatnya
terjadi gangguan passase dan hernia ini lebih dimaksudkan hernia
irreponibel
4) Hernia strangulata
Pada hernia ini pembuluh darah yang mempengaruhi usus yang
masuk ke dalam kantung hernia terjepit sehingga usus kehilangan
system perdarahannya sehingga mengakibatkan nekrosis pada
usus. Pada pemeriksaan lokal usus tidak dapat dimasukan kembali
di sertai adanya nyeri tekan.
D. ETIOLOGI
1. Kongenital. Terjadi akibat prosesus vaginalis pertenium persisten disertai
dengan annulus inguinalis yang cukup lebar.
2. Didapat. Ditemukan adanya faktor kausal/predisposisi yang berperan
untuk timbulnya hernia:
 Prosesus vaginalis yang tetap terbuka.
 Peninggian tekanan intra abdomen:
- Pekerjaan mengangkat barang-barang berat.
- Batuk karonik : bronchitis kronik, TBC.
- Hipertrofi prostat, striktur uretra, konstipasi, asites.

E. MANIFESTASI KLINIS
Pada pasien terlihat adanya masa bundar pada anulus inguinalis
eksterna yang mudah mengecil bila pasien tidur. Karena besarnya defek pada
dinding posterior maka hernia jarang sekali menjadi ireponibilis. Hernia ini
disebut direkta karena langsung menuju anulus inguinalis eksterna sehingga
meskipun anulus inguinalis interna di tekan bila pasien berdiri atau mengejan,
tetap akan timbul bejolan. Bila hernia ini sampai skrotum, maka hanya akan
sampai kebagian atas skrotum, sedangkan testis dan funikulus spermatikus
dapat dipisahkan dari masa hernia. Bila jari di masukan dalam anulus
inguinalis eksterna, tidak akan di temukan dinding belakang. Bila pasien di
suruh mengejan tidak akan terasa tekanan dan ujung jari dengan mudah
meraba ligamentum Cowperi pada ramus superior tulang pubis. Pada pasien
kadang-kadang di temukan gejala mudah kencing karena buli-buli ikut
membentuk dinding medial hernia.
1. Ada benjolan pada daerah selangkangan / kemaluan / lipat paha.
2. Nyeri pada saat mengejan, mengangkat benda.
3. Mual dan kembung.
4. Tidak flatus / BAB

F. PATOFISIOLOGI dan PATHWAY


Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah factor
kongenita lyaitu kegagalan penutupan prosesusvaginalis pada waktu
kehamilan yang dapat menyebabkan masuknya isi rongga pertu melalui
kanalisinguinalis, faktor yang kedua adalah faktor yang dapat seperti hamil,
batukkronis, pekerjaan mengangkat benda berat dan factor usia, masuknya isi
rongga perut melalui kanalingunalis, jika cukup panjang maka akan menonjol
keluar dari anulusingunalisekstermus. Apabila hernia ini berlanjut tonjolan akan
sampai ke skrotum karena kanalinguinalis berisi tali sperma pada laki-laki,
sehingga menyebakan hernia. Hernia ada yang dapat kembali secara spontan
maupun manual juga ada yang tidak dapat kembali secara spontan ataupun
manual akibat terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong
hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Keadaan ini akan
mengakibatkan kesulitan untuk berjalan atau berpindah sehingga aktivitas
akan terganggu. Jika terjadi penekanan terhadap cincin hernia maka isi hernia
akan mencekik sehingga terjadi hernia strangulate yang akan menimbulkan
gejala illeus yaitu gejala abstruksi usus sehingga menyebabkan peredaran
darah terganggu yang akan menyebabkan kurangnya suplai oksigen yang bisa
menyebabkan Iskemik. Isi hernia ini akan menjadi nekrosis. Kalau kantong
hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat
menimbulkan abses local atau prioritas jika terjadi hubungan dengan rongga
perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan peristaltikusus yang bisa
menyebabkan konstipasi. Pada keadaan strangulate akan timbul gejala illeus
yaitu perut kembung, muntah dan obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul
lebih berat dan kontinyu, daerah benjolan menjadi merah.
G. KOMPLIKASI
1. Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia
sehingga isi hernia tidak dapat di masukan kembali. Keadan ini disebut
hernia inguinalis ireponiblis. pada keadaan ini belum ada gangguan
penyaluran isi usus. Isi hernia yang tersering menyebabkan keadaan
ireponible adalah omentum, karena mudah melekat pada dinding hernia
dan isisnya dapat menjadi besar karena infiltrasi lemak. Usus besar lebih
sering menyebabkan ireponibilis dari pada usu halus
2. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia akibat makin banyaknya usus
yang masuk keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi usus diikuti
dengan gangguan vaskuler (proses strangulasi). Keadaan ini disebut
hernia inguinalis strangulata pada keadaan strangulata akan timbul
gejala ileus, yaitu perut kembung, muntah dan obstipasi. Pada
strangulasi nyeri yang timbul akan lebih hebat dan kontinyu, daerah
benjolan menjadi merah, dan pasien menjadi gelisah.
3. Muntah.
4. Perdarahan.
5. Shok.
6. Kembung.
7. Radang paru.
8. Retensio urine.

H. DATA PENUNJANG
1. Foto Abdomen
Dapat menyatakan adanya kengerasan material pada apendiks (fekalit),
ileus terlokalisis.
2. Urinalisis
Munculnya bakteri yang mengidentifikasi infeksi.
3. Elektrolit
Ketidakseimbangan akan menunggu fungsi organ, misalnya penurunan
kalium akan mempengaruhi kontraktilitan otot jantung, mengarah kepada
penurunan curah jantung.
4. AGD (Analisa Gas Darah)
Mengevaluasi status pernafasan terakhir.
5. ECG (Elektrocardiograf)
Penemuan akan sesuatu yang tidak normal membutuhkan prioritas
perhatian untuk memberikan anestesi.
6. Pemeriksaan Laboratorium.
7. Pemeriksaan darah lengkap.
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada hernia dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
konservatif dan pembedahan.
1. Konservatif
Penggunaan alat penyangga dapat dipakai sebagai pengelolaan
sementara, misalnya pemakaian korset. Tapi untuk hernia inguinalis
pamakaian korset tidak dianjurkan karena alat ini dapat melemahkan otot
dinding perut. Pada terapi konservatif dapat pula di berikan obat anti
analgetik yaitu mengurangi nyeri.

2. Pembedahan
Prinsip dasar hernia terdiri dari herniotomy ( memotong hernia )
dan menjepit kantung hernia ( herniorafi ). Pada bedah elektif, kanalis
dibuka, isi hernia dimasukan, kantong diikat, dan dilakukan bassiny
plasty untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Pasien
yang telah dilakukan tindakan pembedahan disarankan untuk tidak boleh
mengendarai kendaran, aktifitas dibatasi, seperti tidak boleh mengangkat
benda berat, mendorong atau menarik benda paling sedikit 6 minggu.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a) Identitas Pasien
Pada tahap ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
b) Keluhan Utama
Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan
berupa : sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi
pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan
bernafas serta batuk non produktif.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada
dada, berat badan menurun dan sebagainya.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti
TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya.Hal
ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor
predisposisi.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit- penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti
Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
f) Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
g) Pengkajian Pola Fungsi
 Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
 Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi
kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap
pemeliharaan kesehatan.
 Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol
dan penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi
timbulnya penyakit.
 Pola nutrisi dan metabolism
 Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu
melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk
mengetahui status nutrisi pasien.
 Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan
selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami
penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan
pada struktur abdomen.
 Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit.
pasien dengan effusi pleura keadaan umumnyalemah.
h) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum
pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bedrest sehingga akan
menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur
abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus digestivus.

i) Pola aktivitas dan latihan


 Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi.
 Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
 Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat
adanya nyeri dada.
 Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien
dibantu oleh perawat dan keluarganya.
j) Pola tidur dan istirahat
 Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
 Selain itu, akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan
rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang
yang mondar - mandir, berisik dan lain sebagainya.
k) Pemeriksaan Fisik
 Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan
pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan,
anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana
mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan
pasien.
 Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan
pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax
kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis.
Pernapasan cenderung meningkat dan pasien biasanya dyspneu.
1). Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
2). Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya.
Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan
terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung
lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini
disebut garis Ellis- Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian
depan dada, kurang jelas di punggung.
3). Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada
posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya
ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan
ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di
sekitar batas atas cairan.
 Sistem Cardiovasculer
1). Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal
berada pada ICS-5 pada linea medio klavikula kiri selebar 1 cm.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran jantung.
2). Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) harus
diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung,
perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
3). Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung
terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah
pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
4). Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau
gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala
payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya
peningkatan arus turbulensi darah.
 Sistem Pencernaan
1). Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit
atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol
atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-
benjolan atau massa.
2). Auskultasi, mendengarkan suara peristaltik usus 5-35 kali/menit
3). Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan
abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk
mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba.
4). Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau
cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites,
vesikaurinarta, tumor).
 Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping itu juga
diperlukan pemeriksaan GCS, apakah composmentis atau somnolen
atau comma. Pemeriksaan refleks patologis dan refleks
fisiologisnya.Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti
pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
 Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema
peritibial.Selain itu, palpasi pada kedua ekstremetas untuk
mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan
capillary refiltime. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan
kanan.
 Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada
tidaknya lesi pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan
tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport oksigen.
Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin,
hangat, demam). Kemudian tekstur kulit (halus-lunak- kasar) serta
turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa yang lazim muuncul pada pasien dengan Hernia menurut


NANDA (2013) yaitu sebagai berikut :
a. Pre Operasi Hernia
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik.
2) Mual berhubungan dengan regurgitasi usus akibat obstruksi
usus
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah, gangguan peristaltic usus
4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan luka post
operasi
5) Kerusakan Integritas jaringan berhubungan dengan tindakan
operatif
6) Deficit pengetahuan berhubungan dengan potensial komplikasi
gastrointestinal dan kurangnya informasi.
b. Post Operasi Hernia
1) Nyeri akut berhubungan dengan diskontuinitas jaringan akibat
tindakan operasi.
2) Kerusakan Integritas jaringan berhubungan dengan tindakan
operatif
3) Risiko infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah/operasi.
4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan luka post
operasi
4. IMPLEMENTASI

Implementasi adalah berkesinambungan dan interaktif dengan


komponen lain dari proses keperawatan. Selama implementasi, perawat
mengkaji kembali pasien, modifikasi rencana asuhan, dan menuliskan kembali
hasil yang diharapkan sesuai kebutuhan. Untuk implementasi yang efektif,
perawat harus berpengetahuan banyak tentang tipe-tipe intervensi,
proses implementasi dan metode implementasi. Ada tiga fase implementasi
keperawatan yaitu :
a). Fase persiapan, meliputi pengetahuan tentang rencana, validasi rencana,
pengetahuan dan keterampilan mengimplementasikan rencana, persiapan
pasien dan lingkungan.
b). Fase operasional, merupakan puncak implementasi dengan berorientasi
dengn tujuan. Implementasi apat dilakukan dengan intervensi indeoenden,
dependen atau interdependen
c). Fase terminasi, merupakan terminasi perawat dengan pasien setelah
implementasi dilakukan
(potter and pery, 2005)

5. EVALUASI secara TEORITIS

Fase terakhir proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan


keperawatan yang diberikan. Hal yang dievaluasi adalah keakuratan dan kualitas
data, teratasi atau tidaknya maslah pasien, serta pencapaian tujuan serta
ketepatan ntervensi keperawatan.

Tujuan evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik rencanaa


keperawatan, menilai dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan melalui
perbandingan pelayanan keperawatan mutu pelayanan keperawatan yang
diberikan serta hasilnya dengan standar yang telah ditentukan terebih dahulu

Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP yang operasional dengan


pengertian S (subjektif) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari
pasien setelah tindakan diberikan. O (objektif) adalah informasi yang didapat
berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat
setelah tindakan dilakukan. A (analisis) adalah membandingkan antara informasi
subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil
kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi. P
(planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa (Kozier, 2011)
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nurarif.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic-Noc Jilid 2.Jogjakarta : MediAction
Bulechek, Butcher, Dochterman, Wagner. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC).
Edisi ke-6. Jakarta: Mocomedia
Dermawan. 2010. Keperawatan medikal bedah (sistem pencernaan). Yogyakarta: Gosyen
Publishing
Hartini. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post Operasi Hernia Hari Ke-1.
Surakarta
Kemenkes RI, 2012. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia
Kozier. 2011. Fundamental Keperawatan (Konsep, Proses, Dan Praktik). Jakarta: EGC
Moorhead, Johnson, Meridean, Swanson. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC).
Edisi ke-5. Jakarta: Mocomedia
Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC NOC Jilid 1. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai