Anda di halaman 1dari 3

Afiks dalam Bahasa Indonesia

Prefiks

Me, ber, di, se, ke, ter, per

Infiks

E, em, per

Konfiks

Lah, kah, tah pun, kan, ku, mu, nya, an, i

PENDIDIKAN PANCASILA

Tema Diskusi:

1. Tantangan Pancasila sebagai dasar negara dalam lingkup pemerintahan.


2. Tantangan Pancasila sebagai dasar negara dalam lingkup kehidupan
masyarakat.

Topik Diskusi:

1. Dampak Kepemimpinan Otoriter terhadap Penyelenggaraan Pemerintahan


yang berkonsep Pancasila.
2. Nasib Pancasila dalam Gaya Hidup Hedonis di Kalangan Generasi Milenial.
Pengantar Diskusi:

Kita mengetahui bahwa seorang pemimpin negara, dipih dan diamanahkan oleh
rakyat, diharapkan dapat menjadi wakil rakyat dalam mengelola dan menjalankan
negara. Pemimpin yang diartikan sebagai pemerintah dalam kehidupan masyarakat
kita, tentunya harus melakukan segala upaya guna membangun peradaban yang
baik, sesuai dengan cita-cita atau tujuan negara.
Menanggapi diskusi, topik yang kedua, mengenai fanatisme yang sangat berbahaya
bagi keberlangsungan penyelenggaraan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
masyarakat. Pada dasarnya, memang, kita mengakui bahwa fanatisme ini
memberikan dampak yang buruk terhadap konsep nilai, yang menjadi ciri atau
karakteristik yang seharusnya secara konsisten dapat terimplementasikan oleh
pemilik nilai tersebut, yaitu masyarakat Indonesia.

Menanggapi diskusi, topik yang kedua, mengenai fanatisme yang sangat berbahaya bagi
keberlangsungan penyelenggaraan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan masyarakat. Pada
dasarnya, memang, kita mengakui bahwa fanatisme ini memberikan dampak yang buruk
terhadap konsep nilai, yang menjadi ciri atau karakteristik yang seharusnya secara konsisten
dapat terimplementasikan oleh pemilik nilai tersebut, yaitu masyarakat Indonesia. Akan tetapi
yang perlu menjadi perhatian adalah pengertian fanatisme itu sendiri.
Fanatisme pada umumnya diartikan oleh masyarakat sebagai rasa kecintaan yang
berlebihan terhadap sesuatu hal dan tentunya memberikan dampak buruk bagi nilai-nilai
kepribadian bangsa ini, yaitu Pancasila. Sebagaimana dalam kajian Ayuna & Nurdin (2016:76)
yang mengatakan bahwa fanatisme adalah pandangan terhadap orang-orang yang berbeda dari
golongan tertentu atau tidak sepaham, dianggap sebagai golongan yang tidak benar. Dengan kata
lain, bahwa sifat fanatik digambarkan sebagai seseorang yang tidak memiliki kemampuan dalam
memahami karakteristik individual orang lain yang berada di luar kelompoknya. Mubarok (2006)
juga menyatakan bahwa fanatisme itu biasanya tidak rasional dan menciptakan orientasi
sentimen dalam diri seseorang.
Namun, saya sendiri kurang begitu setuju dengan paradigma mengenai istilah fanatisme
yang sebagaimana terpikirkan dalam masyarakat kita. Ada suatu hal yang pada dasarnya kita
penting untuk berfanatisme, yaitu dalam aspek beragama. Fanatisme beragama bukan sesuatu hal
yang salah, karena pada dasarnya, setiap agama pasti menghendaki semua umatnya memiliki
kecintaan terhadapnya. Meminjam pendapat dari M Quraish Shihab (2014) bahwa sifat fanatik
ini bisa menghiasi diri seseorang dalam agama dan keyakinannya dapat dibenarkan, bahkan
terpuji, tetapi ia menjadi tercela jika sikapnya itu mengundangnya melecehkan orang lain. Dalam
arti yang lain, misalnya saja umat Islam, dituntut untuk meyakini ajaran Islam, konsisten dan
berpegang teguh dengannya, dengan kata lain harus fanatik terhadap ajaran agamanya.
Fanatisme yang dilarang yaitu semangat menggebu-gebu, sehingga kehilangan

kontrol dan bersikap picik dan angkuh mempertahankan nilai-nilai yang

bertentangan dengan kebenaran dan keadila (M. Quraish Shihab, 2014).

Fanatisme agama memiliki subtansi yang berbeda dengan fanatisme yang

berhubungan dengan suatu hal selain agama. Seperti apa yang dinyatakan oleh

Wajiran (2012) dalam wacananya `Fanatisme Agama Hukumnya Wajib´, bahwa kita
perlu membedakan makna kata fanatisme dalam berbagai hal. Dalam kaitannya dengan agama,
fanatisme hukumnya wajib, tetapi bila berkaitan dengan politik, paham (golongan, suku, ras dll),
termasuk kebudayaan, maka fanatisme harus dihilangkan. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa fanatisme yang merusak adalah fanatisme yang dikaitkan dengan segala hal yang
berkaitan dengan paham manusia atau hasil pikiran manusia.

Referensi Bacaan :

Ayuna, Q. & Nurdin, S. 2016. `Fanatisme dalam Tinjauan Psikologi Agama`. Jurnal Suloh, 1(1),
pp 75-82.

Wajiran. 2012. Fanatisme Agama Hukumnya Wajib. <https://www.kompasiana.com/ahmad


wazier/5516ddc78133116864bc5faf/fanatisme-agama-hukumnya-wajib>. Diakses tanggal 16
Maret 2021.

M. Quraish Shihab. 2014. Fanatisme. < https://quraishshihab.com/akhlak/fanatisme/ >. Diakses


tanggal 16 Maret 2021.

Mubarok, A. 2006. Psikologi Fanatik. <http://mubarok-institute.blogspot.com/2006/08/psik


ologi-fanatik.html >. Diakses tanggal 16 Maret 2021.

Anda mungkin juga menyukai