Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

1. Identifikasi Masalah

Interaksi saat guru mengajar di kelas dalam pembelajaran, peserta

didik dibantu oleh guru sebagai fasilitator dalam melibatkan diri untuk

membentuk kompetensi, serta mengembangkan dan memodifikasi

kegiatan pembelajaran, apabila kegiatan itu menuntut adanya

pengembanganan modifikasi. Kegiatan inti pembelajaran atau

pembentukan kompetensi perlu dilakukan dengan tenang dan

menyenangkan, hal tersebut tentu saja menuntut aktivitas dan kreativitas

guru dalam menciptakan lingkungan yang kondusif. Hal tersebut

merupakan tantangan bagi pelaku pendidikan khususnya guru. Untuk itu

harus dicari sebab akibatnya demi tercapainya tujuan pengajaran sekaligus

meningkatkan hasil belajar peserta didik.

Dalam kerangka esensial pembelajaran mengacu pada standar

kompetensi dan kompetensi dasar, perhatian utama guru adalah bagaimana

mengembangkan aspek penguasaan peserta didik meliputi aspek belajar.

Hal ini merupakan upaya untuk menghasilkan manusia yang berkembang

penalarannya, berpendidikan dan berwawasan luas, sehingga mampu

menghadapi masalah yang dihadapi dengan bijaksana. Dengan berpegang

pada konsep pembelajaran dalam proses pendidikan maka diharapkan

setiap peserta didik maupun guru dapat senantiasa belajar dan menemukan

sendiri maupun atas bantuan orang lain. Dibutuhkan beragam metode

1
pembelajaran yang dapat membantu meningkatkan pemahaman dan hasil

belajar peserta didik. Kenyataannya, dalam penyelenggaraan pendidikan

ditemukan beberapa masalah yang kompleks yang pemecahannya tidak

cukup dengan sains, tetapi juga secara filosofis. Seperti pembelajaran di

kelas terkadang dijumpai gejala yang tidak seimbang dimana seorang guru

sekedar menyampaikan bahan mengajar tanpa dilandasi dengan kesadaran

ingin memahamkan kepada peserta didik. Sehingga peserta didik kurang

respek dan tidak merespon dengan baik. Belajar bukan menghafal dan

bukan pula mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan

adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses

belajar mengajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti,

berubah pengetahuannya, kecakapan, pemahaman, sikap tingkah lakunya,

dan kemampuannya. Tujuan pengajaran dalam proses belajar mengajar,

merupakan salah satu komponen yang penting. Tujuan yang ingin dicapai

dalam proses tersebut meliputi aspek-aspek kognitif, efektif, psikomotor

dan kemampuan interaktif. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam

suatu proses belajar mengajar secara efektif dan efisien, maka seorang

pengajar biasanya akan memilih metode dan media yang secara nalar

diperkirakan tepat untuk menyampaikan suatu topik yang sedang dibahas.

2. Analisis masalah

Sering kali penulis temukan metode yang dilakukan oleh guru

dalam proses belajar mengajar menggunakan metode ceramah. Sehingga

proses belajar mengajar cenderung monoton, dan pembelajaran hanya

mengacu pada satu arah. Peserta didik mengalami kejenuhan. Kemauan

2
peserta didik dalam Mata pelajaran matematika khusunya tentang waktu

masih rendah, karena guru dalam mengajar menggunakan metode atau

langkah-langkah yang kurang menyenangkan, dan monoton, bahkan

peserta didik mengalami kebosanan, pada akhirnya peserta didik tidak

tertarik pada materi pembelajaran yang diajarkan. Kemampuan berfikir

peserta didik kurang berkembang karena metode yang digunakan oleh

guru tidak merangsang peserta didik untuk berfikir kreatif dalam belajar.

3. Alternatif dan Prioritas Pemecahan Masalah

Salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah menerapkan metode

pembelajaran Kooperatif.

Metode Pembelajaran Kooperatif merupakan metode pembelajaran

dengan kelompok kecil siswa dan membangun kondisi belajar yang

kondusif. Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan

belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu

untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Anita Lie

(2007: 29) mengungkapkan bahwa model pembelajaran cooperative

learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok.

Mata pelajaran matematika khususnya tentang waktu, merupakan

mata pelajaran yang sulit bagi sebagian besar peserta didik kelas II SDN

1 Paksebali. Hal ini dapat diketahui dari hasil ulangan harian peserta didik

yang masih rendah. Selain itu dalam melaksanakan kegiatan belajar

mengajar guru bisanya hanya menggunakan metode ceramah dan tanya

jawab saja, hal ini dapat menyebabkan suasana belajar menjadi kurang

menyenangkan sehingga minat dan motivasi peserta didik dalam belajar

3
berkurang. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis ingin

mengetahui secara komprehensif tentang peningkatan hasil belajar peserta

didik melalui penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif , untuk

mengkaji lebih lanjut melalui Karya Ilmiah yang berjudul: Peningkatan

Prestasi Siswa Kelas II Dalam Pembelajaran Tentang Waktu dengan

Menggunakan Metode Kooperatif di SD Negeri 1 Paksebali. Semester

Genap Tahun Pelajaran 2019/2020.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah :

Apakah metode Pembelajaran Kooperatif dapat meningkatkan hasil

belajar Peserta Didik Kelas II mata pelajaran tentang Waktu di SD Negeri 1

Paksebali 2020?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk

Mengetahui Peningkatan hasil belajar Peserta Didik pada mata pelajaran

tentang Waktu melalui metode Kooperatif pada Peserta Didik Kelas II di SD

Negeri 1 Paksebali Tahun 2020.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas yang Penulis lakukan diharapkan

memberikan manfaat baik langsung maupun tidak langsung.

1. Manfaat Bagi Peserta Didik :

Peserta Didik lebih termotivasi dalam belajar karena

dikenalkan dengan Pengukuran waktu secara langsung yang pada

4
akhirnya Peserta Didik tidak mudah lupa; paham dan mengerti

sehingga hasil belajarnya meningkat.

2. Manfaat Bagi Guru;

 Mendorong Guru untuk kreatif dalam proses belajar mengajar,

 Meningkatkan profesionalisme guru,

 Mendapat pengalaman baru tentang penerapan metode

Pembelajaraan Kooperatif.

3. Manfaat Bagi Sekolah

Informasi yang didapat dari penelitian ini merupakan bahan

pertimbangan bagi perencanaan Sekolah untuk masa-masa yang akan

datang. Salah satunya dengan memberikan fasilitas dan sarana bagi

pengadaan alat peraga pengajaran Matematika tentang waktu.

5
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Belajar dan Hasil Belajar

1. Pengertian Belajar

Sejak lahir manusia telah mulai melakukan kegiatan belajar untuk

memenuhi kebutuhan sekaligus mengembangkan dirinya. Oleh karena itu

belajar sebagai suatu kejadian telah dikenal, bahkan disadari atau tidak telah

dilakukan oleh manusia. Namun pengertian yang lengkap untuk memenuhi

keinginan semua pihak, khususnya keinginan-keinginan pakarpakar di bidang

pendidikan psikologi, sampai sekarang telah diberikan. Itu tidak berarti tidak

perlu, dan tidak dapat memahami apa sebenarnya yang dimaksud dengan

belajar.

Para ahli telah mencoba menjelaskan pengertian belajar dengan

mengemukakan rumusan / definisi menurut sudut pandang masingmasing,

baik bentuk rumusan maupun aspek-aspek yang ditentukan dalam belajar.

Terdapat perbedaan pendapat antara ahli yang satu dengan ahli yang lain.

Namun, perlu diketahui bahwa di samping perbedaan terdapat pula

persamaan pengertian dalam definisi-definisi tersebut. Diantara pengertian

belajar yaitu belajar adalah aktivitas pengembangan diri melalui pengalaman,

bertumpu pada kemampuan diri belajar di bawah bimbingan pengajar.

Definisi lain menyebutkan, belajar adalah suatu proses yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungan. Ada pula yang menyebutkan belajar merupakan suatu perubahan

6
dalam tingkah laku dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah

laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah

laku yang lebih buruk.

Belajar dapat membawa suatu perubahan pada individu yang belajar.

Perubahan ini merupakan pengalaman tingkah laku dari yang kurang baik

menjadi lebih baik. Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang

dituju pada hasil yang akan dicapai Peserta Didik dalam proses belajar di

sekolah. Menurut Poerwodarminto, hasil belajar adalah hasil yang dicapai

(dilakukan, dikerjakan), dalam hal ini hasil belajar merupakan hasil pekerjaan,

hasil penciptaan oleh seseorang yang diperoleh dengan ketelitian kerja serta

perjuangan yang membutuhkan pikiran.

2. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah setiap perbuatan atau tingkah laku yang tampak

sebagai akibat kegiatan otot yang digerakkan oleh system syaraf (dalam

rangka belajar). Menurut Syaiful Bahri Djamarah hasil belajar adalah

“perubahan yang terjadi sebagai akibat dari kegiatan belajar yang telah

dilakukan oleh individu”. Perubahan tingkah laku yang dialami oleh Peserta

Didik tergantung dari apa yang ia pelajari selama kurun beberapa waktu. Out

put (hasil) yang diperoleh Peserta Didik biasanya perubahan tingkah laku yang

menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang disimbolkan dengan

angka atau nilai. Dalam penelitian ini yang dimaksud adalah hasil belajar mata

pelajaran Matematika tentang waktu pada Peserta Didik Kelas II di SD Negeri

1 Paksebali, hasil belajar ini didapat dari hasi tes soal yang diberikan guru

kepada peserta didik untuk menguji kemampuan kognitif peserta didik. Dalam

7
proses belajar, individu sering mengabaikan perkembangan hasil belajar

selama dalam belajarnya. Penelitian menunjukkan, bahwa pengenalan

seseorang terhadap hasil atau kemajuan belajarnya adalah penting, karena

dengan mengetahui hasil-hasil yang sudah dicapai, seseorang akan lebih

berusaha meningkatkan hasil belajar selanjutnya. Untuk mencapai hasil belajar

yang ideal seperti di atas, kemampuan para pendidik teristimewa guru dalam

membimbing belajar murid-muridnya amat dituntut. Jika guru dalam keadaan

siap dan memiliki profesiensi (berkemampuan tinggi) dalam menunaikan

kewajibannya, harapan terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas

sudah tentu akan tercapai. Pendidikan bertujuan antara lain mengembangkan

dan meningkatkan kepribadian individu yang sedang melakukan proses

pendidikan.

Perkembangan kepribadian erat hubungannya dengan perubahan tingkah

laku yang telah dihasilkan dan ingin mengetahui hasil perolehannya dalam

suatu pendidikan dengan istilah prestasi belajar. Prestasi belajar merupakan

hasil yang dicapai peserta didik dalam menuntut suatu belajar yang

menunjukkan taraf kemampuan peserta didik dalam mengikuti program

belajar dalam waktu tertentu sesuai dengan kurikulum yang telah ditentukan.

Prestasi belajar ini sering dicerminkan sebagai nilai yang menentukan berhasil

tidaknya peserta didik telah belajar.

Penilaian hasil belajar adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui

sejauh mana proses belajar dan pembelajaran telah belajar secara efektif.

Keefektifan pembelajaran tampak pada kemampuan peserta didik mencapai

tujuan belajar akan memberikan gambaran mengetahui keefektifan

8
mengajarnya, apakah berhasil atau tidak. Informasi itu sampai dimana, juga

penguasaan dan kemampuan yang telah dicapai peserta didik dalam mencapai

tujuan pembelajaran tersebut.

B. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang

mengutamakan eksistensi kelompok. Setiap siswa dalam kelompok memiliki

tingkat kemampuan yang berbeda (tinggi, sedang dan rendah). Model

pembelajaran kooperatif mengutamakan kolaborasi dalam memecahkan

masalah untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan untuk mencapai

tujuan pembelajaran.

Pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang mengedepankan

inisiatif siswa untuk berperan dan terlibat aktif dalam grup belajar. Para

peserta didik tentu mempunyai level yang berbeda dalam kecakapan dan cara

berpikir. Terlebih adanya anggota grup yang memiliki perbedaan gender,

budaya, agama, ras dan suku akan berpengaruh dengan cara mereka berpikir.

Maka dari itu model pembelajaran kooperatif akan mengakomodasi perbedaan

tersebut untuk siswa agar bisa memecahkan masalah secara kerja sama. Ini

tentu akan menanamkan siswa tentang arti perbedaan, tenggang rasa dan

pengakuan. Slavin (1994) menyatakan bahwa “model pembelajaran kooperatif

adalah suatu model pembelajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-

kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari

materi pelajaran”.

Johnson & Johnson (1987) dalam Isjoni (2009:17) menyatakan bahwa

“pengertian model pembelajaran kooperatif yaitu mengelompokkan siswa di

9
dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama

dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama

lain dalam kelompok tersebut”.

Menurut Rustaman (2003:206) dalam www.muhfida.com (2009)

“pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang

dikembangkan dari teori kontruktivisme karena mengembangkan struktur

kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional”.

Lie (2008:12) menyatakan bahwa “model pembelajaran kooperatif

merupakan sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa

untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur”.

Isjoni (2009:15) menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif

merupakan terjemahan dari istilah cooperative learning. Cooperative learning

berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara

bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu

kelompok atau satu tim”.

Hasan (1996) menyimpulkan bahwa kooperatif mengandung pengertian

bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif,

siswa secara individual mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh

anggota kelompoknya.

Sugandi (2002:14) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif lebih

dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar

kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga

memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat

interdepedensi efektif diantara anggota kelompok”.

10
Menurut Sugiyanto (2008:35) “pembelajaran kooperatif (cooperative

learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan

kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi

belajar untuk mencapai tujuan belajar”.

Malik (2011) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif merupakan

model pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan sosial yang

bermuatan akademis untuk sampai kepada pengalaman individual dan

kelompok, saling membantu, berdiskusi, ber- argumentasi dan saling mengisi

untuk memperoleh pemahaman bersama”.

Dari beberapa definisi diatas dapat diperoleh bahwa pembelajaran

kooperatif merupakan salah satu pembelajaran efektif dengan cara membentuk

kelompok-kelompok kecil untuk saling bekerja sama, berinteraksi, dan

bertukar pikiran dalam proses belajar. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar

dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum

menguasai bahan pelajaran.

Falsafah yang mendasari pembelajaran cooperative learning

(pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah homo homini socius

yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Model pembelajaran

kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran langsung. Di samping model

pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar

akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan

keterampilan sosial siswa.

1. Teori-Teori Pendukung Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif memiliki basis pada teori psikologi

11
kognitif dan teori pembelajaran sosial (Arends, 1997). Fokus pembelajaran

kooperatif tidak saja tertumpu pada apa yang dilakukan peserta didik tetapi

juga pada apa yang dipikirkan peserta didik selama aktivitas belajar

berlangsung. Informasi yang ada pada kurikulum tidak ditransfer begitu saja

oleh guru kepada peserta didik, tetapi peserta didik difasilitasi dan dimotivasi

untuk berinteraksi dengan peserta didik lain dalam kelompok, dengan guru

dan dengan bahan ajar secara optimal agar ia mampu mengkonstruksi

pengetahuannya sendiri. Dari uraian di atas nampak bahwa guru bukanlah

sebagai pusat pembelajaran, sumber utama pembelajaran, serta pentransfer

pengetahuan sebagaimana terjadi pada pembelajaran konvensional. Pusat

pembelajaran telah bergeser dari guru ke peserta didik. Dalam model

pembelajaran kooperatif, guru berperan sebagai fasilitator, penyedia sumber

belajar bagi peserta didik, pembimbing peserta didik dalam belajar 4

kelompok, pemberi motivasi peserta didik dalam memecahkan masalah, dan

sebagai pelatih peserta didik agar memiliki ketrampilan kooperatif.

Teori yang menjadi pendukung model pembelajaran kooperatif ini

adalah:

 Teori Psikologi Kognitif-Konstruktivistik (Piaget dan Vygotsky)

 Teori Psikologi Sosial (Dewey, Thelan, Allport, dan Lewin).

Teori Psikologi Kognitif –Konstruktivistik

Jean Piaget dan Lev Vygotsky merupakan dua ahli psikologi kognitif

yang besar sumbangannya dalam mendukung pengembangan

pembelajaran kooperatif. Sumbangan pemikiran dan penelitian dari kedua

12
ahli tersebut serta kaitannya dengan model pembelajaran kooperatif

dijelaskan dalam uraian berikut.

a. Teori Piaget

Piaget (dalam Slavin, 2000) memandang bahwa setiap anak

memiliki rasa ingin tahu bawaan yang mendorongnya untuk

berinteraksi dengan lingkungannya. Baik lingkungan fisik maupun

sosialnya. Piaget meyakini bahwa pengalaman secara fisik dan

pemanipulasian lingkungan akan mengembangkan

kemampuannya. Ia juga mempercayai bahwa interaksi sosial

dengan teman sebaya, khususnya dalam mengemukakan ide dan

berdiskusi akan membantunya memperjelas hasil pemikirannya

dan menjadikan hasil pemikirannya lebih logis.(Slavin, 2000).

Melalui pertukaran ide dengan teman lain, seorang anak yang

sebelumnya memiliki pemikiran subyektif terhadap sesuatu yang

diamati akan merubah pemikirannya menjadi obyektif Aktivitas

berpikir anak seperti itu terorganisasi dalam suatu struktur kognitif

(mental) yang disebut dengan "scheme" atau pola berpikir

(patterns of behavior or thinking).

Berkaitan dengan pandangan Piaget dalam hal

pembelajaran, Duckworth (Slavin, 1995) mengemukakan bahwa

pedagogi yang balk harus melibatkan anak pada situasi di mana

anak mandiri melakukan percobaan, dalarn arti anak mencoba

segala sesuatu untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi

tandatanda, memanipulasi simbol, mengajukan pertanyaan dan

13
menemukan sendiri jawabannya, mencocokkan apa yang la

temukan dan membandingkan temuannya dengan anak lain.

b. Teori Vygotsky

Lev Semionovich Vygotsky, seorang ahli psikologi Rusia

memiliki kesamaan dengan Piaget (ahli psikologi dan biologi dari

Switzerland) dalam memandang perkembangan kognitif anak

Vygotsky memandang bahwa akuisisi "system isyarat" (sign

system) terjadi dalam sekuen tahapan yang invarian untuk setiap

anak sebagaimana disampaikan oleh Piaget. Namun, Vygotsky

berbeda dalam memandang "pemicu" perkembangan kognitif

anak. Ia meyakini bahwa perkembangan kognitif anak terkait

sangat kuat dengan masukan dari orang lain. Vygotsky

mendasarkan karyanya pada dua ide utama. Pertama,

perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari

konteks pengalaman historis dan budaya anak. Kedua,

perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat (sign

system) di mana ia tumbuh. Sistem isyarat mengacu kepada

simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu

orang bertikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah. Teori

Vygotsky di atas mempunyai dua implikasi utama dalam

pembelajaran, yaitu, perlunya pengelola pembelajaran secara

kooperatif dengan pengelompokkan peserta didik secara heterogen

dari sisi kemampuan 5 akademik, dan kedua, pendekatan

pembelajaran yang menekankan pentingnya scaffolding, dengan

14
menekankan pentingnya tanggung jawab peserta didik pada tugas

belajarnya. (Slavin, 2000). Vygotsky menekankan pentingnya

peranan lingkungan kebudayaan dan interaksi sosial dalam

perkembangan sifat-sifat dan tipe-tipe manusia. Menurut

Vygotsky (Slavin, 2000), peserta didik belajar melalui interaksi

dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu.

Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru dan

memperkaya perkembangan intelektual peserta didik. Pada setting

kooperatif, peserta didik dihadapkan pada proses berpikir teman

sebaya mereka. Tutorial oleh teman yang lebih kompeten akan

sangat efektif dalam mendorong petrtumbuhan daerah

perkembangan proximal (Zone of Proximal Development) anak.

Vygotsky yakin bahwa tujuan belajar akan tercapai jika

anak belajar menyelesaikan tugas-tugas yang belum dipelajari

tetapi tugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah

perkembangan terdekat mereka. Daerah perkembangan terdekat

adalah tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan

orang saat ini. Zone of Proximal Development (ZPD) adalah jarak

antara tingkat perkembangan aktual, yang ditentukan melalui

penyelesaian masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan

potensial anak, yang ditentukan melalui pemecahan masalah

dengan bimbingan (scaffolding) orang dewasa atau teman sebaya.

Menurut Vygotsky, pada saat peserta didik bekerja didalam daerah

perkembangan terdekat mereka, tugas-tugas yang tidak dapat

15
mereka selesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan dengan

bimbingan (scaffolding) orang dewasa atau teman sebaya.

Teori Psikologi Sosial

a. Teori John Dewey dan Herbert Thelan

Menurut Dewey (Arends, 1997), kelas seharusnya merupakan

cermin dari masyarakat luas dan berfungsi sebagai laboratorium

belajar dalam kehidupan nyata. Dewey menegaskan bahwa guru perlu

menciptakan sistem sosial yang bercirikan demokrasi dan proses

ilmiah dalam lingkungan belajar peserta didik dalarn kelas. Tanggung

jawab utama guru adalah memotivasi peserta didik untuk belajar

secara kooperatif dan memikirkan masalah-masalah sosial yang

penting setiap hari. Bersamaan dalam aktivitasnya rnemecahkan

masalah di kelompoknya, peserta didik belajar prinsip-prinsip

demokrasi melalui interaksi dengan peserta didik lain.

Beberapa tahun setelah Dewey, Thelan (dalam Arends, 1997)

berpendapat bahwa kelas haruslah merupakan laboratorium atau

miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial

dan masalah antar pribadi. Thelan tertarik dengan dinamika kelompok

dan rnengernbangkan bentuk yang lebih rinci dan terstruktur dari

penyelidikan kelompok, dan mempersiapkan dasar konseptualuntuk

pengembangan pembelajaran kooperatif (Arends, 1997).

b. Teori Gordon Allport

Aliport (Arends, 1997) berpandangan bahwa hukum saja tidaklah

cukup untuk mengurangi kecurigaan dan meningkatkan penerimaan

16
secara baik antar kelompok. Pandangan Allport dikenal dengan "The

Nature of Prejudice". Untuk mengurangi kecurigaan dan

meningkatkan penerimaan satu sama lain adalah dengan jalan

mengumpulkan mereka (antar suku atau ras) dalam satu lokasi, kontak

langsung dan bekerjasama antar mereka. Shlomo Sharan dan

koleganya menyimpulkan adanya tiga kondisi dasar untuk

memformulasikan pandangan Allport untuk mengurangi kecurigaan

antar kelompok dan meningkatkan penerimaan antar mereka. Tiga

kondisi tersebut adalah: 1) kontak langsung antar suku atau ras; 2)

dalam seting tertentu, mereka bekerjasama dan berperan aktif dalam

kelompok; 3) dalam seting tersebut, mereka secara resmi menyetujui

adanya kerjasama (Arends, 1997).

c. Teori Kurt Lewin

Kurt Lewin yang lahir pada tahun 1890 di Polandia ini dapat

dipandang sebagai Bapak Psikologi Sosial. (http://.users.muohio.

edu/shermanlw/wolf_ chapter-draft3-25.html). Lewin sangat tertarik

pada masalah-masalah pergerakan yang dinamis dalam kelompok

(group dynamics movement), terutama tentang resolusi konflik sosial

yang terjadi di antara para peserta didik. Dalam suatu kelompok, ada

duakernungkinan yang dapat terjadi, yaitu: mendorong penerimaan

sosial (promotesocial acceptance) atau meningkatkan jarak/ketegangan

sosial (increase social distance). Pandangan-pandangan Lewin tentang

dinamika kelompok ini kemudian dikembangkan oleh para peserta

didikpeserta didiknya. D. Johnson, E. Aronson, R. Schmuck dan L.

17
Sherman adalah generasi ke-tiga dari Lewin (peserta didik dari peserta

didik Lewin) yang turut mengembangkan pandangan-pandangan

Lewin tersebut di atas.

Para penerus Lewin mencari cara bagaimana memfasilitasi

integrasi dan memajukan hubungan antar manusia, mendorong

demokrasi dan mengurangi timbulnya konflik. Dari sini muncul

berbagai strategi pembelajaran kooperatif. Para penerus Lewin

(terutama generasi kedua dan ketiga Lewin) mengembangkan berbagai

teknik pembelajaran kooperatif yang menggabungkan pandangan

teoripsikologi sosial dari Lewin dan psikologi kognitif. Deutsch (dalam

Slavin, 1995)mengembangkan prinsip "ketergantungan"

(interdpendence), yang kemudian ia bagi menjadi ketergantungan

positip dan negatif. Johnson & Johnson mengembangkan "creative

conflict" dan Slavin dengan "group contingencies".

Banyak hasil penelitian Lewin yang mengetengahkan pentingnya

partisipasi aktif dalam kelompok untuk mempelajari ketrampilan baru,

mengembangkan sikap baru, dan memperoleh pengetahuan. Hasil

penelitiannya juga menunjukkan betapa produktifnya kelompok bila

anggota-anggotanya berinteraksi dan kemudian saling merefleksikan

pengalaman-pengalamannya. (Johnson & Johnson, 2000).

2. Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif

Pada dasarnya manusia mempunyai perbedaan, dengan perbedaan itu

manusia saling asah, asih, asuh ( saling mencerdaskan ). Dengan

pembelajaran kooperatif diharapkan saling menciptakan interaksi yang

18
asah, asih, asuh sehingga tercipta masyarakat belajar ( learning

community). Siswa tidak hanya terpaku belajar pada guru, tetapi dengan

sesama siswa juga.

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan

sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari

ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan

permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat.

3. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif

Didalam pembelajaran kooperatif terdapat elemen-elemen yang

berkaitan. Menurut  Lie ( 2004 ):

a. Saling ketergantungan positif

Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang

mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan atau yang biasa

disebut dengan saling ketergantungan positif yang dapat dicapai melalui

: saling ketergantungan mencapai tujuan, saling ketergantungan

menyelesaikan tugas, saling ketergantungan bahan atau sumber, saling

ketergantungan peran, saling ketergantungan hadiah.

b. Interaksi tatap muka

Dengan hal ini dapat memaksa siswa saling bertatap muka sehingga

mereka akan berdialog. Dialog tidak hanya dilakukan dengan guru

tetapi dengan teman sebaya juga karena biasanya siswa akan lebih

luwes, lebih mudah belajarnya dengan teman sebaya.

c. Akuntabilitas individual

19
Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar

kelompok. Penilaian ditunjukkan untuk mengetahui penguasaan siswa

terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian ini

selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua

kelompok mengetahui siapa kelompok yang memerlukan bantuan dan

siapa yang dapat memberikan bantuan,maksudnya yang dapat

mengajarkan kepada temannya. Nilai kelompok tersebut harus

didasarkan pada rata-rata, karena itu anggota kelompok harus

memberikan kontribusi untuk kelompnya. Intinya yang dimaksud

dengan akuntabilitas individual adalah penilaian kelompok yang

didasarkan pada rata-rata penguasaan semua anggota secara individual.

d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi

Keterampilan sosial dalam menjalin hubungan antar siswa harus

diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi akan

memperoleh teguran dari guru juga siswa lainnya.

4. Unsur – Unsur Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Roger dan David Johnson ada 5 unsur dalam model

pembelajaran kooperatif, yaitu :

a. Positive interdependence ( saling ketergangtungan positif )

Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada 2

pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang

ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota

kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.

Beberapa cara membangun saling ketergantungan positif yaitu :

20
b. Menumbuhkan perasaan peserta didik bahwa dirinya terintegrasi dalam

kelompok, pencapaian tujuan terjadi jika semua anggota kelompok

mencapai tujuan.

c. Mengusahakan agar semua anggota kelompok mendapatkan

penghargaan yang sama jika kelompok mereka berhasil mencapai

tujuan.

d. Mengatur sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik dalam

kelompok hanya mendapatkan sebagian dari keseluruhan tugas

kelompok.

e. Setiap peserta didik ditugasi dengan tugas atau peran yang saling

mendukung dan saling berhubungan, saling melengkapi dan saling

terikat dengan peserta didik lain dalam kelompok.

 Personal responsibility ( tanggung jawab perorangan )

 Tanggung jawab perorangan merupakan kunci untuk menjamin

semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama.

 Face to face promotive interaction ( interaksi promotif )

 Unsur ini penting untuk dapat menghasilkan saling

ketergantungan positif. Ciri – ciri interaksi promotif adalah :

 Saling membantu secara efektif dan efisien

 Saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan

 Memproses informasi bersama secara lebih effektif dan

efisien

 Saling mengingatkan

 Saling percaya

21
 Saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan

bersama

 Interpersonal skill ( komunikasi antar anggota / ketrampilan )

Dalam unsur ini berarti mengkoordinasikan kegiatan

peserta didik dalam pencapaian tujuan peserta didik, maka hal

yang perlu dilakukan yaitu :

 Saling mengenal dan mempercayai

 Mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius

 Saling menerima dan saling mendukung

 Mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.

 Group processing ( pemrosesan kelompok )

Dalam hal ini pemrosesan berarti menilai. Melalui

pemrosesan kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau

tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota

kelompok. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas

anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan

kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.

5. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

a. Meningkatkan hasil belajar akademik

Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam

tujuan social, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa

dalam tugas – tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model

ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep – konsep yang

sulit.

22
b. Penerimaan terhadap keragaman

Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbada

latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama

lain atas tugas – tugas bersama.

c. Pengembangan ketrampilan social

Mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi

untuk saling berinteraksi dengan teman yang lain.

6. Keuntungan Penggunaan Pembelajaran Kooperatif

Keuntungan pembelajaran kooperatif diantaranya adalah :

a. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan social

b. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan,

informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan.

c. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.

d. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai – nilai sosial dan

komitmen.

e. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau  egois.

f. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.

g. Berbagi ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara

hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.

h. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.

i. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari

berbagai perspektif.

j. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan

lebih baik.

23
k. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan

kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama

dan orientasi tugas

7. Sintak Model Pembelajaran Kooperatif

FASE – FASE PERILAKU GURU


Fase 1 : present goals and set Menjelaskan tujuan pembelajaran dan

Menyampaikan tujuan dan memper mempersiapkan peserta didik siap

siapkan peserta didik belajar.


Fase 2 : present information Mempresentasikan informasi kepada

Menyajikan informasi paserta didik secara verbal.


Fase 3 : organize students into Memberikan penjelasan kepada peserta

learning teams didik tentang tata cara pembentukan tim

Mengorganisir peserta didik ke dalam belajar dan membantu kelompok

tim – tim belajar melakukan transisi yang efisien.


Fase  4 : assist team work and study Membantu tim- tim belajar selama

Membantu kerja tim dan belajar peserta didik mengerjakan tugasnya.


Fase 5 : test on the materials Menguji pengetahuan peserta didik

Mengevaluasi mengenai berbagai materi pembelajaran

atau kelompok- kelompok

mempresentasikan hasil kerjanya.


 Fase 6 : provide recognition Mempersiapkan cara untuk mengakui

Memberikan pengakuan atau usaha dan prestasi individu maupun

penghargaan kelompok.

C. Satuan Waktu

1. Mengenal dan Membaca Jam

a. Mengenal Jam

24
Perhatikan gambar jam berikut

Jam dinding Jam tangan Jam digital Jam beker

b. Membaca Jam

Dalam jam dinding ada 2 jarum yaitu jarum pendek yang

menunjukkan jam dan jarum panjang yang menunjukkan menit.

Perhatikan gambar jam berikut !

Jarum panjang menunjukkan angka 12,

jarum pendek menunjukkan angka 8.

Jam ini menunjukkan waktu pukul

delapan tepat dapat ditulis 08.00.

jarumpendekmenunjukangka 3 dan 4

jarum panjangmenunjukangka 6. dibaca

pukul setengah ditulis pukul 03. 30

Jam Digital

09 : 15
Menunjukkan menit (angka 15)

Menunjukkan jam (angka 9)

25
Dibaca jam 9 lebih 15 menit

BAB III

PELAKSANAAN PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN

A. Subjek, Tempat dan Waktu Penelitian

26
Penelitian tindakan kelas dilakukan pada siswa kelas II SD Negeri 1

Paksebali, Paksebali, Dawan Tahun ajaran 2019/2020. Sebanyak 28 orang siswa

yang terdiri dari 15 orang laki-laki dan 13 orang perempuan. Siswa kelas II

memiliki latar belakang yang heterogen baik suku, tempat tinggal, daya serap dan

hasil belajar atau pengetahuan belajar.

Penelitian ini terlaksana dalam dua siklus, uraian lebih rinci tentang proses

perbaikan pembelajaran dipaparkan sebagai berikut :

No Hari/Tanggal Siklus I Siklus II


1 Sabtu, 9 Mei 2020 
2 Selasa, 12 Mei 2020 

B. Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran

Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus yang terdiri dari empat tahap

yaitu 1. Rencana tindakan, 2. Pelaksanaan, 3. Observasi/evaluasi, 4. Refleksi.

Rencana penelitiannya sebagai berikut :


Siklus I

Observasi/ Evaluasi
Refleksi

Perencanaan Pelaksanaan

Refleksi Siklus II

Observasi/Evaluasi

Gambar 3.2.1.Model Penelitian Tindakan Kelas (sumber : Kanca, 2010: 139)

1. Siklus I

a. Tahap Perencanaan

27
Pada tahap ini guru menyusun rencana tindakan perbaikan dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

 Meminta ijin kepada kepala sekolah

 Mempersiapkan administrasi pembelajaran

 Menyiapkan materi pembelajaran dan rencana pelaksanaan

pembelajaran

 Menyiapkan tes hasil belajar dan lembar observasi

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan penelitian merupakan tindak lanjut dari perencanaan,

yaitu melaksanakan scenario pembelajaran yang direncanakan.

Tindakan yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Inkuiri

berbasis lingkungan dan memberikan bimbingan serta arahan kepada

peserta didik yang mengalami kesulitan dalam mengikuti

pembelajaran. Setelah pembelajaran selesai, dilakukan tes hasil belajar,

maka peneliti melakukan rangkaian pembelajaran sebagai berikut :

Kegiatan Pendahuluan

 Kelas dimulai dengan dibuka dengan salam, menanyakan kabar

dan kehadiran siswa

 Kelas dilanjutkan dengan doa dipimpin oleh salah seorang siswa.

(religius).

 Menyanyikan lagu nasional Guru memberikan penguatan

semangat Nasionalisme.

28
 Pembiasaan membaca/ menulis/ mendengarkan/ berbicara selama

15-20 menit (literasi)

Kegiatan Inti

 Guru menjelaskan sekitar materi yang akan dijelaskan

 Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok

 Siswa mengamati media pembelajaran tentang materi yang

diajarkan

 Guru mengajak siswa berdiskusi berkaitan tentang materi yang

diajarkan

 Siswa diberi waktu untuk berdiskusi dengan sesama anggota

kelompoknya

 Guru berkeliling melihat dan membimbing tentang materi yang

didiskusikannya

 Masing masing kelompok mempresentasikan hasil kelompoknya

di depan kelas

 Guru memberi penguatan tentang jawaban siswa perwakilan

kelompok

 Bersama guru siswa memajang hasil pekerjaan siswa di papan

pajangan

Kegiatan Penutup

 Siswa mapu mengemukan hasil belajar hari ini

 Guru memberikan penguatan dan kesimpulan

 Menyanyikan salah satu lagu daerah nasionalisme

 Salam dan doa penutup di pimpin oleh salah satu siswa.

29
c. Tahap Observasi

Tujuan diadakannya observasi adalah untuk mengetahui kesesuaian

tindakan yang dilakukan dengan perencanaan yang dirancang. Selama

pelaksanaan tindakan, dilaksanakan observasi dan identifikasi

terhadap permasalahan yang muncul.

d. Tahap Refleksi

 Setelah pelaksanaan pembelajaran selesai peneliti melakukan

refleksi merenungkan kembali hal-hal yang perlu disepakati

bersama.

 Teman sejawat memberikan masukan tentang refleksi yang

dilakukan.

Berdasarkan hasil evaluasi pada siklus I ternyata masihh perlu

dilakukan perbaikan untuk mencapai hasil yang optimal. Karena itu

dilakukan perbaikan pembelajaran selanjutnya pada siklus II.

2. Siklus II

a. Tahap Perencanaan

 Sesuai dengan hasil refleksi siklus I peneliti dan teman sejawat

kembali menyusun RPP. Tujuan perbaikan pada siklus II

ditetapkan yaitu Meningkatkan keterampilan menulis melalui

penerapan metode pembelajaran Inkuiri Berbasis Lingkungan

Sekolah.

30
 RPP disertai dengang menggunakan media serta strategi

pembelajaran yang terkait dengan perbaikan pembelajaran.

b. Tahap Pelaksanaan

Penelitian mempraktekan RPP yang sudah disusun dengan menitik

beratkan pada tujuan yaitu meningkatkan keterampilan menulis

deskripsi melalui penerapan metode pembelajaran Inkuiri Berbasis

Lingkungan Sekolah.

c. Tahap Observasi

Seperti halnya pada siklus I, pada siklus II juga diadakan observasi

terhadap aktivitas peserta didik pada saat kegiatan belajar

berlangsung. Pada akhir siklus II diadakan tes untuk mengukur hasil

belajar siswa.

d. Tahap Refleksi

 Setelah pelaksanaan pembelajaran selesai peneliti melakukan

refleksi merenungkan kembali hal-hal yang perlu disepakati

bersama.

 Pada akhir siklus II tercapai indicator keaktifan siswa sebesar

77,8% dan rata-rata hasil belajar siswa mencapai 75,51. Dengan

hasil ini pembelajaran dihentikan pada siklus II

3. Teknik Analisis Data

a. Menghitung Mean

Menghitung mean (M) dengan rumus sebagai berikut

M=
∑ fx
N

Keterangan :

31
M = Mean (rata-rata)

∑ fx = Frekuensi x skor

N = Banyaknya siswa

b. Menghitung persentasi keaktifan belajar siswa

M
M% = X 100%
SMI

Keterangan :

M(%) = Rata-rata persen

M = Rata-rata skor

SMI = Skor Maksimal Ideal

Tingkatan keaktifan dan keterampilan menulis Bahasa Indonesia

siswa dapat ditentukan dengan membandingkan M(%) atau rata-rata

persen kedalam PAP skala lima dengan tentang tingkatan pengetahuan

ketrampilan menulis Bahasa Indonesia siswa

Tabel 3.1 PAP Skala Hasil Belajar

Kriteria Skala Nilai Kriteria Hasil Belajar


88 - 100 A Sangat Baik
74 - 87 B Baik
73 - 60 C Cukup
59 – 0 D Kurang
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Perbaikan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

1. Pra Siklus

Data pra siklus hasil belajar yang didapatkan sebelum

32
dilaksanakan penelitian, pada tahap pra siklus rata klasikal kelas II pada

Pelajaran Matematika tentang waktu di SD Negeri 1 Paksebali, hanya

mencapai 59. Data hasil belajar masih di bawah KKM untuk mata

pelajaran Matematika yaitu 60. Data hasil belajar Matematika tentang

waktu dari 28 siswa kelas II, 21 orang siswa memperoleh nilai kategori

kurang, 6 orang siswa memperoleh nilai kategori cukup, dan 1 orang

siswa memperoleh kategori baik. Berdasarkan data pra siklus hasil

belajar Bahasa Indonesia kelas II SD Negeri 1 Paksebali masih kurang

dan perlu dilakukan perbaikan.

2. Data Siklus I Dan Siklus II

Siklus I dan Siklus II terdiri dari empat tahapan meliputi

perencanaan, pelaksanaan. Observasi, dan refleksi. Setelah dilaksanakan

kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran

Kooperatifpada siklus I terjadi perubahan pada hasil belajar siswa yang

meliputi siswa yang memperoleh kategori kurang 10 orang, kategori

cukup 7 orang, kategori baik 6 orang, dan siswa yang memperoleh

kategori sangat baik sebanyak 5 orang. Rata-rata hasil belajar pada siklis

I mengalami peningkatan menjadi 67. Pada siklus II diperoleh hasil siswa

kategori cukup 3 orang, kategori baik 13 orang, dan siswa yang

memperoleh kategori sangat baik sebanyak 12 orang dan rata-rata hasil

belajar mencapai angka 82.

3. Data Keaktifan Belajar Siswa

a. Data Prasiklus

33
Sebelum diadakan perbaikan, keaktifan belajar siswa sangat

rendah. Dari 28 siswa Kelas II di SD Negeri 1 Paksebali keaktifan

belajar hanya mencapai 25%, ini menunjukkan perlu adanya

perbaikan, maka dari itu diterapkan model pembelajaran Inkuiri

Berbasis Lingkungan Sekolah.

b. Data Siklus I dan Siklus II

Setelah dilakukan perbaikan dengan menerapkan model

pembelajaran Kooperatifterjadi peningkatan pada keaktifan belajar

siswa. Pada siklus I keaktifan meningkat menjadi 64,3% dari 28

siswa kelas II SD Negeri 1 Paksebali. Sedangkan pada siklus II

kembali mengalami peningkatan hingga mencapai 89,2%.

Untuk lebih jelas tentang data hasil belajar dan keaktifan siswa pada mata

pelajaran Matematika tentang waktu, berikut disajikan dalam bentuk table dan

grafik.

TABEL 4.1

TABEL REKAPITULASI PEMBELAJARAN TENTANG WAKTU

SISWA KELAS II SD NEGERI 1 PAKSEBALI

TAHUN AJARAN 2019/2020

34
PRA SIKLUS SIKLUS
NO NAMA SIKLUS I II
TA A TA A TA A
1. A. A. Gd. Raindra Naladeva √ √ √
2. Anak Agung Gde Putra Abirama √ √ √
3. Anak Agung Gede Alit Dika Wahyu A. √ √ √
4. Anak Agung Gede Alit Laksmana N. √ √ √
5. Anak Agung Gede Ngurah Widia P. √ √ √
6. Anak Agung Istri Anom Eva Estianti √ √ √
7. Anak Agung Istri Oka Meika Cesa Putri √ √ √
8. Desak Ayu Sintiya Puspita Maharani √ √ √
9. Dewa Ayu Kade Gesya Jothy Swari √ √ √
10. I Gede Rangga Adi Putra √ √ √
11. I Gede Rendi Leonel Suantara √ √ √
12. I Gede Richie Arya Damaputra √ √ √
13. I Gusti Ngurah Alit Juliarta √ √ √ √
14. I Kadek Agus Permana Putra √ √ √
15. I Kadek Juliantara √ √
16. I Ketut Praditya Putra √ √ √ √
17. I Putu Gede Rezki Aditya √ √ √ √
18. Luh Made Adinia Kama Putri √ √ √ √
19. Luh Ratna Sri Ganeshwari Serengga √ √ √
20. Made Gauri Shankari √ √ √
21. Made Oka Sugiantara √ √ √ √
22. Ni Kadek Bunga Puspita Dewi √ √ √ √
23. Ni Kadek Swasti Adhy Rashmika √ √ √ √
24. Ni Luh Sri Dian Pradnya Maheswari √ √ √ √
25. Ni Putu Feby Prameswari √ √ √
26. Putu Aura Kalyana Pradnya Paramitha √ √ √ √
27. Putu Eka Cahaya Pradikta √ √ √ √
28. Ni Kadek Indri Natalia √ √ √
JUMLAH
PERSENTASE (%) 75 25 35,7 64, 10, 89,
% % % 3% 7% 2%
KETERANGAN :

A = AKTIF

TA = TIDAK AKTIF

TABEL 4.1
TABEL REKAPITULASI PERBAIKAN PEMBELAJARAN
TENTANG WAKTU
SISWA KELAS II SD NEGERI 1 PAKSEBALI
TAHUN AJARAN 2019/2020

35
NILAI RATA
N KETER
PRA SIKLUS SIKLUS
NAMA -
O ANGAN
SIKLUS I II
RATA
1 A. A. Gd. Raindra Naladeva 55 55 73 61 Tuntas
2 Anak Agung Gde Putra Abirama 65 70 80 72 Tuntas
3 Anak Agung Gede Alit Dika 55 55 73 Tuntas
Wahyu A. 61
4 Anak Agung Gede Alit Laksmana 70 77 89 Tuntas
N. 79
5 Anak Agung Gede Ngurah Widia 72 77 88 Tuntas
P. 79
6 Anak Agung Istri Anom Eva 56 68 88 Tuntas
Estianti 71
7 Anak Agung Istri Oka Meika Cesa 56 88 89 Tuntas
Putri 72
8 Desak Ayu Sintiya Puspita 56 88 88 Tuntas
Maharani 71
9 Dewa Ayu Kade Gesya Jothy 54 68 75 Tuntas
Swari 66
10 I Gede Rangga Adi Putra 52 68 72 64 Tuntas
11 I Gede Rendi Leonel Suantara 70 71 88 76 Tuntas
12 I Gede Richie Arya Damaputra 56 68 78 67 Tuntas
13 I Gusti Ngurah Alit Juliarta 59 68 78 68 Tuntas
14 I Kadek Agus Permana Putra 59 68 88 72 Tuntas
15 I Kadek Juliantara 70 72 88 77 Tuntas
16 I Ketut Praditya Putra 59 65 78 67 Tuntas
17 I Putu Gede Rezki Aditya 58 59 80 66 Tuntas
18 Luh Made Adinia Kama Putri 58 59 80 66 Tuntas
19 Luh Ratna Sri Ganeshwari 70 88 90 Tuntas
Serengga 80
20 Made Gauri Shankari 58 59 80 66 Tuntas
21 Made Oka Sugiantara 55 59 75 63 Tuntas
22 Ni Kadek Bunga Puspita Dewi 50 55 80 62 Tuntas
23 Ni Kadek Swasti Adhy Rashmika 59 59 76 65 Tuntas
24 Ni Luh Sri Dian Pradnya 55 77 89 Tuntas
Maheswari 74
25 Ni Putu Feby Prameswari 57 88 90 75 Tuntas
26 Putu Aura Kalyana Pradnya 57 59 80 Tuntas
Paramitha 65
27 Putu Eka Cahaya Pradikta 50 58 80 65 Tuntas
28 Ni Kadek Indri Natalia 69 88 90 76 Tuntas
JUMLAH 1660 1863 2303 1944
RATA-RATA 59 67 82 69
NILAI TERTINGGI 72 88 90 80
NILAI TERENDAH 50 55 70 61

36
KKM : 60

4.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh dengan menerapkan Metode

Pembelajaran Kooperatif menunjukkan bahwa peningkatan pada hasil Belajar

siswa kelas II SD Negeri 1 Paksebali. Hal tersebut dibuktikan dari hasil rata-rata

siswa, presentase rata-rata ketuntasan klasikal, diperoleh bahwa hasil rata-rata

siklus I dan siklus II mengalami peningkatan. Ini berarti pembelajaran yang

menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif memperoleh hasil Belajar

Matematika khususnya tentang Waktu siswa menjadi lebih baik.

Adanya peningkatan hasil Belajar tentang waktu siswa dari siklus I dan

siklus II melalui Model Pembelajaran Kooperatif disebabkan adanya tidakan

dalam proses pembelajaran. Pelaksanaan tindakan tersebut terdiri dari empat

tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan/observasi dan refleksi.

Dalam penerapan Model Pembelajaran Kooperatif guru lebih berperan sebagai

motivator yang selalu memberikan dukungan dan semangat pada siswa seta

sebagai pembimbing yang mengarahkan siswa pada saat pembelajaraan

berlangsung. Sehingga di dalam kelas tercipta pembelajaran yang aktif, kreatif

dan menyenangkan yang dapat mengoptimlakan hasil Belajar Keterampilan

Menulis Bahasa Indonesia.

Model Pembelajaran Kooperatif lebih ungul dibandingkan dengan

pendekatan atau model pembelajar lainnya karena Penerapan Model Pembelajaran

Kooperatif ini memberikan kontribusi positif pada siswa dalam hal memperoleh

pemahaman, melibatkan keteramplan proses yang mampu meningkatkan interaksi,

partisipasi serta mengembangkan hubungan baru antara siswa dengan tingkat

37
kemampuan yang berbeda. Siswa diminta untuk mencari untuk terlibat aktif

dalam proses belajar mengajar, salah satunya dengan secara aktif mengajukan

pertanyaan yang baik terhadap setiap materi yang di sampaikan dan pertanyaan

tersebut tidak harus selalu dijawab oleh guru, karena semua siswa memiliki

kesempatan yang sama untuk memberikan jawaban atas pertanyaan yang

diajukan. Hal tersebuat yang membuat siswa dalam pembelajaran menjadi lebih

kreatif mengemukakaan ide-idenya, berpikir kritis dan mampu menyelesaikan

permasalahan yang diberikan dengan penuh rasa tanggung jawab sehingga hasil

Belajar siswa menjadi lebih optimal. Selain itu dapat membantu siswa untuk

melihat makna dari suatu teori atau bahan pelajaran dengan cara mengaitkan

materi pelajaran yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa, mendorong

siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dan menerapkannya

dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan hasil tersebut telah mampu menjawab rumusan masalah yang

diajukan. Hasil penelitian melalui Penerapan Model Kooperatif untuk

meningkatkan keaktifan dan hasil Belajar Peningkatan Prestasi Siswa Kelas II

Dalam Pembelajaran Tentang Waktu di SD Negeri 1 Paksebali Tahun Ajaran

2019/2020 meningkat.

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, penelitian ini dapat

38
disimpulkan bahwa keberhasilan proses pelaksanaan pembelajaran melalui

metode Kooperatif dengan menggunakan Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) dengan menggunakan tahapan perencanaan, pelaksanaan tindakan,

pengamatan dan refleksi pada materi pokok pengukuran waktu di SD Negeri 1

Paksebali mampu meningkatkan hasil belajar dengan ditunjukkan adanya

perubahan dalam proses pembelajaran yaitu kesiapan dan keaktifan pada saat

proses pembelajaran, juga ditunjukkan adanya peningkatan nilai skor tes

akhir dari masing-masing siklus dengan rata-rata hasil belajar pada pra siklus

mencapai 59, siklus I 67, dan pada siklus II mencapai 82. Dan ketuntasan

klasikal pada pra siklus mencapai 25 %, siklus I adalah 64,3 % dan

mengalami peningkatan pada siklus II dengan ketuntasan 89,2%,

B. Saran

Atas dasar simpulan tersebut disarankan:

Proses pelaksanaan dalam pembelajaran metode Kooperatif dapat

meningkatkan hasil belajar peserta didik sehingga perlu dikembangkan pada

materi pokok yang lain.

1. Dengan metode Kooperatif guru harus mampu mengembangkan

pembelajaran kreatif sehingga suasana kelas lebih kondusif, efektif dan

tidak menjenuhkan.

2. Pembelajaran dengan metode Pembelajaran Kooperatif tidak hanya

dilakukan sampai selesainya penelitian saja, akan tetapi dilanjutkan dan

dilaksanakan secara kontinu sebagai program untuk meningkatkan

semangat dan mengurangi kejenuhan pada waktu melaksanakan

39
pembelajaran.

3. Peserta didik harus dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran.

40

Anda mungkin juga menyukai