Anda di halaman 1dari 17

13

IV. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Institusi UPTD Balai


Pengembangan Perbenihan Tanaman Pangan dan Hortikultura (UPTD
BPPTPH)

1. Sejarah UPTD BPPTPH


Balai Pengembangan Perbenihan Tanaman Pangan dan
Hortikultura (BPPTPH) merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis
Dinas (UPTD) dari Dinas Pertanian Provinsi DIY, yang bekerja di bawah
pengawasan dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas Pertanian
Provinsi DIY. Tujuan utamanya adalah memenuhi kebutuhan masyarakat
akan tersedianya benih tanaman hortikultura. Tahun 1960 pemerintah DIY
mendirikan kebun percontohan Kaliurang, tepatnya di Desa Ngipikari,
Hargobinangun, Pakem, Sleman. Kebun percontohan seluas 2,04 Ha
tersebut mengemban tugas melaksanakan budidaya tanaman hortikultura
dan memproduksi benihnya. Tahun 1981-1982 luas arealnya menjadi 1,25
Ha karena diminta oleh pemerintah daerah untuk mendirikan kebun
percontohan. Perkebunan yang terletak disebelah selatan kebun
percontohan hortikultura.
Tahun 1982 pemerintah dalam kebijakannya mengharapkan
penyediaan benih hortikultura yang diarahkan dan dipenuhi oleh pihak
swasta. Pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Direktorat
Jenderal Pertanian Nomor 1 A5.B2.6 tertanggal 10 Februari 1982 tentang
pembentuk Balai Benih Induk Hortikultura (BBIH) Ngipiksari,
Hargobinangun, Pakem, Sleman, DIY. BPPTPH dibentuk berdasarkan
peraturan daerah Nomor 7 tanggal 3 Agustus 2002 pada saat itu berfungsi
sebagai :
1. Penghasil benih dengan kelas Benih Dasar (BD) dan Benih Pokok (BP).
2. Pembina teknis Balai Benih Utama (BBU) dan Balai Benih Pembantu
(BBP).
3. Tempat pemurnian kembali varietas unggul yang telah lama beredar.

13
14

4. Melakukan observasi di bidang teknologi perbenihan, baik di lapangan,


pengolahan, penyimpanan maupun pemasaran.
5. Tempat pengujian varietas dan galur harapan yang berasal dari pemulia.
6. Pusat informasi perbenihan.
7. Pusat koleksi pohon induk buah-buahan.
8. Pusat studi pelatihan dan areal penyuluh pertanian, kontak tani, dan
petugas para ahli dikalangan pertanian.
Selaras dengan perkembangan Hortikultura, pemerintah dalam
kebijakannya mengharapkan penyediaan benih Hortikultura diarahkan dan
dipenuhi oleh pihak swasta. Untuk mempercepat laju swastanisasi,
pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Direktorat Jendral
Pertanian No : 1 A5.B2.6 tertanggal 10 Februari 1982 tentang
pembentukan Balai Benih Induk Hortikultura sehingga secara otomatis
namanya berubah menjadi Balai Benih Induk Hortikultura (BBIH)
Ngipiksari, Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Status BBIH
Ngipiksari adalah binaan dari Departemen Pertanian dan lokasi/daerah
kerja merupakan milik pemerintah DIY, maka dengan memperhatikan
surat Menteri Dalam Negri No: 061.1/9975/85 tanggal 26 September
1987 tentang UPTD pada lingkup Dinas Pertanian menyebutkan bahwa
untuk kelancaran pelaksanaan tugas dinas maka dibentuk UPTD dengan
Surat Keputusan (SK) Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No:
61/KPTS/1988 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja UPTD
Balai Benih/Benih Padi, Palawija, Hortikultura dan Lembaga Pendidikan
Usaha Tani (LPUT) pada Dinas Pertanian Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Pada tahun 2002 berdasarkan peraturan daerah NO: 7 tanggal 3
Agustus 2002 dan diundangkan oleh DPRD DIY tanggal 12 Agustus
2002, BBIH (Balai Benih Induk Hortikultura) berganti nama menjadi
UPTD BP2APH (Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan dan
Promosi Agribisnis Perbenihan Hortikultura). Fungsi UPTD BP2APH
yaitu melaksanakan sebagian tugas Dinas Pertanian DIY di bidang
15

pengembangan dan promosi agribisnis perbenihan hortikultura. Adapun


tugasnya sebagai berikut :
1. Melaksanakan pengembangan teknologi perbenihan hortikultura.
2. Memproduksi dan menyediakan benih hortikultura.
3. Melaksanakan promosi dan pemasaran benih hortikultura.
4. Melaksanakan dan mengkoordinasikan kegiatan ketatausahaan.
5. Memberikan pelayanan di bidang perbenihan kepada masyarakat tani.
UPTD BP2APH kini telah berganti nama menjadi UPTD BPPTPH
(Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbenihan Tanaman
Pangan dan Hortikultura) pada tanggal 15 Januari 2009. UPTD BPPTPH
sendiri dibentuk oleh Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta No: 36 Tahun 2008. UPTD BPPTPH bertugas untuk
melaksanakan sebagian tugas Dinas Pertanian di bidang perbenihan
tanaman pangan dan hortikultura.
Kemudian sesuai dengan peraturan Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta No. 38 tanggal 12 Desember 2008. Balai Pengembangan
Tanaman Pangan digabungkan dengan Balai Pengembangan Tanaman
Hortikultura sehingga terbentuklah Balai Pengembangan Perbenihan
Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPPTPH)
Fungsi dari UPTD BPPTPH yaitu sebagai berikut :
1. Penyusunan program Balai.
2. Pelaksanaan pengembangan dan pelayanan perbenihan tanaman
pangan.
3. Pelaksanaan pengembangan dan pelayanan perbenihan tanaman
hortikultura.
4. Penyelenggara ketatausahaan.
5. Pelaksanaan evaluasi dan penyusunan laporan program Balai.
6. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai tugas dan
fungsinya.
Berdasarkan tugas dan fungsi yang diberikan oleh dinas pertanian
Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut, maka Balai Pengembangan
16

Perbenihan Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPPTPH) Ngipiksari


melaksanakan beberapa usaha yang diusahakan setiap tahunnya yang
tergantung pada musim, kecenderungan kebutuhan konsumen, dan
anggaran belanja yang tersedia. Komoditas yang diusahakan dibedakan
menjadi beberapa komoditi, yaitu:
a. Benih sayur-sayuran misalnya tomat, cabe, buncis, kacang panjang.
b. Bibit buah-buahan misalnya jeruk keprok, durian, manggis, mangga,
kelengkeng, apokat, sawo, sukun, melinjo.
c. Bibit aneka tanaman hias meliputi tanaman hias indoor dan outdoor
serta anggrek (tanah dan epifit).
d. Bibit jamur edible meliputi jamur linghze, jamur kuping, jamur tiram.
2. Visi dan Misi BPPTPH
Visi dan Misi yang ada UPTD BPPTPH adalah sebagai berikut :
a. Visi
Visi UPTD BPPTPH yaitu terwujudnya Balai yang berperan
dalam agribisnis perbenihan tanaman pangan dan hortikultura
terkemuka, professional serta mampu melayani pemasaran benih sesuai
dinamika kebutuhan petani.
b. Misi
1) Menghasilkan benih tanaman pangan dan hortikultura berkualitas
untuk mendukung peningkatan kesejahteraan.
2) Melaksanakan upaya pemurnian/pemutihan varietas unggul local
maupun unggul nasional tanaman pangan dan hortikultura.
3) Meningkatkan daya saing dalam perbenihan agribisnis pertanian.
4) Mengembangkan jejaring kerjasama kelompok penangkar.
5) Mengembangkan kapasitas Balai untuk meningkatkan kemampuan
dan profesionalisme dengan melaksanakan pengamatan, pengkajian
dan pengembangan varietas unggul tanaman pangan dan
hortikultura.
17

3. Kondisi Wilayah
UPTD BPPTPH Ngipiksari terdiri dari kebun, laboratorium,
gudang dan kantor. UPTD BPPTPH Ngipiksari berada di lintas jalan
Yogyakarta Kaliurang Km 23 ke arah Utara Kota Yogyakarta, dekat
dengan Gunung Merapi dan berjarak 2 Km dari obyek wisata Kaliurang.
Secara administrative terletak di Dusun Ngipiksari, Hargobinangun,
Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Batas wilayah sebelah Utara berbatasan dengan Dusun
Ngipiksari, sebelah Selatan berbatasan dengan Dusun Banteng, sebelah
Timur berbatasan dengan Kali Kuning, dan sebelah Barat berbatasan
dengan Jalan Kaliurang.
Lokasi UPTD BPPTPH terletak pada ketinggian 850 m dpl,
keadaan topografi yaitu 50% kondisi tanah datar, 35% tanah
bergelombang dan 15% tanah agak curam. Jenis tanah di UPTD BPPTPH
ini termasuk jenis tanah regosol atau berpasir dengan presentasi pasir
sangat tinggi, miskin bahan organic, infiltrasi sangat cepat, daya tahan air
sangat rendah dan peka terhadap erosi. Derajat keasaman (pH) tanah
berkisar 5,3-6,3. Curah hujan rata-rata 2200-3000 mm/tahun dengan hari
hujan rata-rata ± 14 hari hujan/bulan sehingga termasuk kategori daerah
tipe basah. Suhu udara minimal rata-rata 82%.
Balai Pengembangan Perbenihan Tanaman Pangan dan
Hortikultura (BPPTPH) Ngipiksari terletak di lintas jalan Yogyakarta-
Kaliurang KM.23, sebelah utara Kota Yogykarta serta berjarak ± 2 km dari
lokasi wisata Kaliurang dan dekat dengan Gunung Merapi. BPPTPH
terletak di Dusun Ngipiksari, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem,
Kabupaten Sleman. Batas-batas wilayah adalah sebagai berikut:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Dusun Ngipiksari,
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Dusun Banteng,
3. Sebelah timur berbatasan dengan Kali Kuning, dan
4. Sebelah barat berbatasan dengan Jalan Kaliurang.
18

4. Tujuan UPTD BPPTPH


Tujuan dibentuknya Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Balai
Pengembangan Perbenihan Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPPTPH)
adalah memenuhi kebutuhan masyarakat akan tersedianya bibit atau benih
tanaman hortikultura.
5. Struktur Organisasi UPTD BPPTPH Ngipiksari
Balai Pengembangan Perbenihan Tanaman Pangan dan
Hortikultura (BPPTPH) Ngipiksari Sleman Yogyakarta, dipimpin oleh
seorang kepala balai yang bertanggung jawab langsung kepada kepala
dinas pertanian provinsi DIY. Seorang kepala balai dibantu oleh dua orang
kepala seksi yaitu kepala seksi teknologi dan produksi perbenihan tanaman
pangan dan kepala seksi pengembangan teknologi perbenihan tanaman
hortikultura yang masing-masing dibantu oleh beberapa orang staf.
Struktur organisasi BPPTPH Ngipiksari Sleman Yogyakarta ditunjukan
pada gambar dibawah ini.

KASI BP2TPH Ngipiksari


Safitri Ediningsih

Divisi Divisi Divisi Divisi Buah-


Sayuran Jamur Tanaman buahan
Siti Muryono Hias Supriyanta
Setyowati Sugiman

Gambar 1. Struktur Organisasi Balai Pengembangan Perbenihan Tanaman


Pangan dan Hortikultura (BPPTPH) Ngipiksari Yogyakarta
19

6. Sarana, Prasarana dan Fasilitas


Sarana dan fasilitas yang ada di UPTD BP2TPH Ngipiksari cukup
memadai untuk melaksanakan aktifitas sesuai dengan tugas dan fungsinya,
meskipun masih diperlukan penambahan beberapa fasilitas dan sarana
untuk kesempurnaannya.
Jenis atau macam sarana dan fasilitas yang ada antara lain sebagai
berikut:
a. Kantor (guest house), untuk kegiatan administrasi dan pemasaran
benih serta gudang (alat, saprodi, dll).
b. Laboratorium benih.
c. Peralatan prosesing dan penyimpanan benih.
d. Peralatan pengolahan lahan (alsintan).
e. Lahan sendiri beserta sarana air atau pengairan yang tersedia cukup
lancar.
f. Alat kantor, komunikasi dan transportasi yang dapat membantu
kelancaran.
g. Tersedianya dana dari daerah atau pusat untuk operasional teknis dan
non teknis.
20

B. Hasil Pengamatan

Tabel 1. Komponen dan Jenis Bibit Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)
Komponen Jenis Bibit

F1 F2 F3

Sumber Eksplan jamur tiram Bibit F1 jamur tiram Bibit F2 jamur tiram
Indukan putih putih putih
Media Media berasal dari Media dari campuran Media dari campuran
Tumbuh PDA. Bahan yang serbuk kayu sengon, serbuk kayu sengon,
digunakan adalah bekatul, kapur bekatul, kapur
kentang 20 gr, gula 20 pertanian. Serbuk pertanian. Serbuk
gr, agar-agar 20 gr, kayu sengon kayu sengon
aquades 1000 ml. dilakukan dilakukan
pengomposan pengomposan
sebelum digunakan. sebelum digunakan.
Inokulasi Dilakukan secara Dilakukan secara Dilakukan secara
aseptis, tingkat aseptis, tingkat aseptis, tingkat
kontaminasi sangat kontaminasi tinggi. kontaminasi tinggi.
tinggi. Alat yang Alat yang digunakan Alat yang digunakan
digunakan pisau bunsen, jarum ent, bunsen, spatula,
scaple, bunsen, jarum kapas, rak tabung kapas, Bahan yang
ent, kapas, tabung reaksi. Bahan yang digunakan bibit F2,
reaksi, rak tabung digunakan bibit F1, media tumbuh F3,
reaksi, petridish. Bahan media tumbuh F2, alkohol 70 %.
yang digunakan media alkohol 70 %.
PDA, eksplan jamur
tiram putih, alkohol 70
%.
Waktu Waktu inkubasi 28-30 Waktu inkubasi 30-40 Waktu inkubasi 30-40
Inkubasi hari, disimpan dalam hari, disimpan dalam hari, disimpan dalam
kedaan gelap dengan intensitas cahaya 30- intensitas cahaya 30-
suhu 22 – 28 0C 40 % dengan suhu 25 40 % dengan suhu 25
0 0
C C
Keberhasilan Rendah karena media Tinggi karena media Tinggi karena media
tumbuhnya berasal dari tumbuh berasal dari tumbuh berasal dari
PDA yang tingkat campuran serbuk kayu campuran serbuk kayu
kesuburannya sangat sengon, bekatul dan sengon, bekatul dan
tinggi dan rentan kapur pertanian yang kapur pertanian yang
terjadinya kontaminasi tingkat kesuburannya tingkat kesuburannya
tinggi tinggi dan lebih rendah tinggi dan lebih
terjadi kontaminasi. rendah terjadi
kontaminasi.
Sumber : Hasil Pengamatan
21

C. Pembahasan

Kegiatan magang yang difokuskan adalah tentang pembibitan


jamur tiram. Pembibitan jamur yang digunakan oleh Balai Pengembangan
Perbenihan Tanaman Pangan dan Hotikultura yaitu dengan menggunakan
teknik mikrobiologi karena penerapan teknik mikrobiologi ini akan
mendukung tingkat keberhasilan dalam pembuatan bibit jamur serta
menghasilkan bibit jamur yang unggul. Bibit jamur merupakan miselium
yang ditumbuhkan pada media yang digunakan sebagai sumber
perbanyakan jamur. Bibit jamur dibedakan menjad 3 kelas yaitu bibit F1,
F2 dan F3. Bibit F1 merupakan biakan murni jamur tiram, bibit F2
merupakan turunan dari bibit F1, bibit F3 merupakan turunan dari bibit F2.
Pelaksanaan pembibitan dilakukan secara bertahap mulai dari F1, F2 dan
F3 dengan menggunakan media PDA (Potato Dextrose Agar) pada F1 dan
media campuran dari serbuk kayu, bekatul, kapur (87% : 12% : 1%) pada
F2 dan F3.
1. Pembuatan media biakan murni (F1)
Bahan yang digunakan pada media biakan murni F1 yaitu
kentang 200 gr, agar-agar 20 gr, glukosa 20 gr dan aquadest 1000 ml.
Kentang dikupas dan dipotong kecil-kecil kemudian dicuci sampai
bersih dengan menggunakan air yang mengalir. Kentang direbus
didalam panci dengan aquadest 500 ml sampai kentang cukup lunak.
Agar-agar dimasak menggunakan aquadest 500 ml dan ditambahkan
glukosa 20 gr ke dalam agar dan diaduk sampai larutan benar-benar
larut. Ekstrak kentang yang sudah jadi kemudian disaring
menggunakan kain katun dan dicampurkan ke dalam larutan agar-agar
dan glukosa yang sudah larut. Larutan kemudian dipindahkan ke dalam
gelas ukur.
22

Gambar 2. Autoklaf
Media yang sudah dibuat dilakukan sterilisasi pada autoklaf
(Gambar 2.), tabung reaksi kemudian ditutup dengan kapas putih dan
dibalut kertas aluminium foil dengan tujuan melindungi kapas dari uap
air saat terjadi proses strerilisasi sehingga kapas tidak basah. Kapas
yang basah bisa memacu pertumbuhan bakteri atau cendawan pada
media yang sudah dibuat. Proses sterilisasi menggunakan autoklaf
berlangsung selama 30 menit pada suhu 1210C dan pada tekanan 17,5
psi (pound per square inch). Media yang selesai disterilisasi
didinginkan pada ruangan dengan suhu 250C dan dalam keadaan
miring agar membentuk media memiliki permukaan yang luas. Kapas
penutup perlu diperhatikan dalam meletakkan media karena kapas
penutup jika mengenai media bisa mengakibatkan media kontam atau
terkontaminasi oleh jamur lain.
2. Pembuatan media tanam F2 dan F3
Media tanam yang digunakan untuk F2 dan F3 yaitu campuran
serbuk kayu sengon, bekatul dan kapur pertanian . Serbuk kayu sengon
dipilih sebaga bahan media tanam karena mudah didapatkan, memiliki
serat yang lebih tinggi dan cocok dengan syarat tumbuh jamur tiram.
Serbuk kayu sengon dilakukan pengomposan terlebih dahulu sebelum
digunakan (Gambar 2.). Serbuk kayu (Wahidah dan Saputra 2015)
memiliki berat basah yang tinggi serta nutrisi yang diperlukan oleh
jamur tiram tersedia di dalam media tanam serbuk kayu. Jenis kayu
23

yang kurang baik dijadikan media tanam F2 dan F3 (Ipuk 2010)


diantaranya kayu jati, kayu pinus dan jenis kayu yang mengandung
pengawet alami.

Gambar 3. Pengomposan Serbuk Kayu Sengon


Pengomposan bertujuan untuk mempercepat penguraian serbuk
kayu dan menghilangkan getah. Pengomposan serbuk kayu sengon
dilakukan dengan cara menumpuk serbuk setinggi 50 cm kemudian
disiram air sampai basah dan dibiarkan selama 2 minggu di alam
terbuka dan diberi penutup agar terhindar dari hujan. Kelembaban air
pada serbuk kayu selalu dijaga supaya keadaan tetap lembab, apabila
kurang lembab ditambahkan air seperlunya. Bekatul ditambahkan pada
campuran media serbuk kayu sebagai tambahan nutrisi pada media
tanam. Menurut Suyandi (2011) Bekatul memiliki kandungan berupa
karbohidrat, karbon, nitrogen dan vitamin B yang akan membantu
mempercepat pertumbuhan miselium jamur.
Bekatul yang digunakan yaitu memiliki tekstur lembut dan
tidak berbau apek. Kapur pertanian juga ditambahkan sebagai bahan
campuran media tanam pada serbuk kayu dan bekatul. Kapur pertanian
berfungsi sebagai penetral keasaman dengan mengontrol derajat
keasamann (pH) pada media tanam dengan kisaran pH antara 6-7, serta
sebagai sumber mineral media tanam.
24

b
a

Gambar 4. Pencampuran Media a) Serbuk kayu b) Bekatul


c) Kapur Pertanian
Produksi bibit F2 dan f3 yang digunakan di UPTD BPPTPH
yaitu menggunakan media serbuk kayu sengon, bekatul dan kapur
pertanian (Gambar 4.). Pembuatan campuran bahan media tanam ini
dilakukan dengan menyiapkan serbuk kayu sengon yang telah
difermentasikan dan diayak, bekatul (1 ember), dan kapur pertanian (1
gelas ) dengan perbandingan 87% : 12% : 1%. Ketiga bahan yang
sudah disiapkan kemudian dicampur dan diaduk sampai merata dan
homogen. Komposisi serbuk kayu sengon dipilih karena serbuk kayu
sengon mengandung senyawa selulosa yang dibutuhkan jamur tiram
sebagai media tumbuh.
Bekatul merupakan kulit ari padi yang terlepas pada saat proses
penggilingan, bekatul ditambahkan sebagai tambahan nutrisi untuk
pertumbuhan miselium jamur tiram, mengandung vitamin B kompleks
dan bahan organik yang dapat digunakan untuk merangsang
pertumbuhan tubuh jamur. Kapur pertanian ditambahkan sebagai
penetral derajat keasaman (pH) yaitu kisaran antara 6-7.
25

Gambar 5. Botol berisi Media yang telah diberi Tutup Plastik dan
Siap Disterilisasi
Media yang sudah dicampur dan homogen dimasukkan ke
dalam botol kaca dengan ukuran volume 220 ml dengan cara mengisi
media melalui mulut botol sampai padat. Pengisian media tidak sampai
penuh tetapi diberikan ruang udara pada botol. Botol yang sudah terisi
media kemudian diberi lubang tanam dengan menggunakan kayu
runcing 2 cm yang akan digunakan untuk penanaman inokulasi bibit
jamur tiram nanti. Botol ditutup menggunakan kapas dan dibungkus
plastik pada mulut botol kaca (Gambar 5.).

Gambar 6. Autoklaf
Proses selanjutnya yaitu sterilisasi menggunakan autoklaf
(Gambar 6.) . Botol yang dihasilkan satu kali produksi yaitu 170 botol
kaca. Botol kaca ditata rapi didalam autoklaf, karena autoklaf ini manual
26

sehingga menggunakan pemanas api dengan bantuan gas elpiji dan


memakan waktu selama 3 jam pada suhu 1000C dengan tekanan 2 atm. Air
perlu ditambahkan pada bagian bawah rak saat melakukan proses autoklaf
dengan tujuan uap panas yang terbentuk mampu membunuh organisme
yang terdapat didalam media sehingga tidak kontam.
3. Inokulasi
Inokulasi merupakan metode yang digunakan untuk menanam
jaringan pada media tumbuh. Inokulasi dilakukan pada LAFC (Laminar
Air Flow Cabinet) karena pada proses inokulasi harus dilakukan secara
aseptik dengan menggunakan alat diantaranya sprayer, lampu bunsen,
jarum ent dan pisau scapel. Inokulasi yang dilakukan di BPPTPH yaitu
pada F0 (eksplan jamur) ke dalam media PDA yang akan menjadi bibit
(F1), F1 kemudian diinokulasikan ke dalam media tumbuh F2. F2 yang
sudah menjadi bibit ditanam pada media tumbuh F3 sehingga proses
inokulasi dilakukan sebanyak 3 kali dari awal eksplan jamur (F0) sampai
menjadi bibit jamur F3 (Gambar 7).
27

a b c

d e

Gambar 7. Inokulasi Bibit Jamur Tiram a) Eksplan Jamur Tiram Putih


b) Inokulasi Bibit F0 c) Inokulasi Bibit F1 d) Inokulasi Bibit F2
e) Inokulasi Bibit F3
Eksplan jamur yang digunakan yaitu jamur tiram putih yang sehat,
unggul dan memiliki kadar air yang rendah karena jika kadar air terlalu
tinggi akan mudah mengalami kontaminasi akibat pertumbuhan miselium
yang terhambat. Jamur tiram putih sebaiknya dikering anginkan terlebih
dahulu (Aditya dan Saraswati 201). Pengerngan jamur dengan warna
paling bagus yaitu putih bersih pada suhu 400C selama 48 jam
(Widyastuti et al. 2015) Jamur tiram putih yang sudah dikering anginkan
kemudian diberi alcohol 70% dan diberi larutan chlorox selama 1 menit.
Tubuh buah jamur tiram kemudian dibelah secara vertikal sampai bagian
dalamnya terlihat dan diusahakan tubuh buah tidak tersentuh, bagian
dalam tubuh buah terletak di ujung atas tangkai jamur kemudian diambil
menggunakan pisau scapel dan ditusuk sedikit menggunakan jarum ent.
Media PDA yang telah dibuat sebelumnya disiapkan dengan cara
mensterilkan ujung mulut tabung PDA di dekat api bunsen. Eksplan jamur
28

tiram ditanam ke media PDA di dekat api bunsen dan ujung mulut tabung
ditutup menggunakan kapas. PDA yang sudah ditanam eksplan diberi label
dengan mencatatkan tanggal penanaman inokulasi dan disimpan di tempat
terkendali dengan suhu 250C dan miselium akan tumbuh pada media PDA
yang akan menjadi F1.
F1 diinokulasikan dengan cara menanam PDA yang sudah tumbuh
miselium ke media tumbuh F2. Satu tabung PDA bisa menginokulasikan 8
botol calon bibit F2. Teknik yang dilakukan harus tetap steril dengan
mendekatkan dengan api bunsen saat penanaman. Calon bibit F2 ini
disimpan di tempat terkendali dalam rak pada suhu 25 0C. Bibit F2 yang
sudah jadi diinokulasikan lagi ke dalam media tumbuh F3 dengan cara dan
metode yang sama dilakukan pada inokulasi F1 ke F2. Satu botol F2 bisa
menginokulasikan 200 botol F3. Hasil inokulasi diberi label dengan
mencatat tanggal inokulasi dan nama jamur.
4. Inkubasi

Gambar 8. Ruang Inkubasi Bibit Jamur Tiram


Inkubasi dilakukan dengan cara melakukan penyimpanan botol
untuk proses penumbuhan miselium jamur pada suhu 250C. Media yang
dibuat di BPPTPH membutuhkan waktu inkubasi selama 38-40 hari.
(Gambar 8.). Pengamatan miselium dilakukan setiap hari untuk melihat
perkembangan miselium dan apabila terjadi kontaminasi akan dibuang.
Menurut Winarni dan Rahayu (2002) kontaminasi disebabkan sterilisasi
yang tidak sempurna, yaitu dalam penyusunan media tanam terlalu padat
29

letaknya didalam autoklaf dan kemungkinan lain disebabkan oleh kondisi


yang tidak aseptis saat menginokulasikan bibit jamur.
Bibit jamur tiram yang baik memiliki ciri berasal dari indukan
unggul, umur bibit tidak melewati masa kadaluwarsa atau miselium dalam
botol belum membentuk tubuh buah, warna bibit putih merata, tidak ada
bercak lain dan tidak terkontaminasi. Mutu bibit jamur tiram di UPTD
BPPTPH belum bersertifikasi karena bibit murni berasal dari bibit warga
yang belum diuji kualitasnya, tempat dan alat yang digunakan kurang
steril, teknik pembibitan memerlukan ketrampilan khusus dan sering
melakukan human error sehingga proses pembibitan UPTD BPPTPH
jamur tiram tidak dilakukan sesuai prosedur. Menurut Sumarsih (2011)
bibit jamur tiram dapat diturunkan berkali-kali miseliumnya, akan tetapi
dalam produksi jamur tiram akan menurunkan hasil produksi, lebih banyak
kontaminasi dan menurunkan sifat keunggulannya.

Anda mungkin juga menyukai