Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM REKAYASA JALAN


MODUL IV

PERIODE III (2020/2021)

Kelompok 5
Nama Mahasiswa/NIM : Givson Gabriel/104118029

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS PERENCANAAN INFRASTRUKTUR
UNIVERSITAS PERTAMINA
2020
PENGUJIAN INDEKS KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN
Givson Gabriel*, Fathur Yufara5, Geraldo Josua5, Muhammad Faishal5, Ribka Maya5
5
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Perencanaan Infrastruktur, Universitas Pertamina
*Corresponding author: givsong@gmail.com

Abstrak : Pada tanggal 23 November 2020 pada pukul 11.00 – 13.00 telah dilaksanakan secara online melalui
Microsoft Teams praktikum Pengujian Indeks Kepipihan dan Kelonjongan yang bertujuan untuk mendapatkan
nilai indeks kepipihan (flakiness) dan indeks kelonjongan (elongation) dari sampel agregat berdasarkan
prosedur pelaksanaan dan perhitungan BS 812-3-1975 serta menentukan spesifikasi nilai indeks kepipihan
(flakiness) dan indeks kelonjongan sampel agregat. Pada pengujian ini digunakan dua variabel sampel agregat,
yaitu weight of aggregat retain sieve 3/8 before test dan weight of aggregat retain sieve 3/8 after test.
Didapatkanlah nilai indeks kepipihan dan nilai indeks kelonjongan agregat yang dipakai secara berturut-turut
bernilai 34.2% dan 34.2%. Dengan melihat pada acuan yang dipakai, sampel agregat tidak bagus untuk
digunakan pada percobaan selanjutnya.
Kata kunci : Agregat, Indeks Kepipihan, Indeks Kelonjongan, Acuan, Tidak Bagus

Abstract : On November 23, 2020, at 11.00 - 13.00, it has been held out online through
Microsoft Teams, The Flake and Oblique Index Testing practicum with the purposes to
obtain flakiness and elongation index values from the aggregate sample based on the
implementation procedures and calculations of BS 812- 3-1975 as well as specifying the
flakiness index value and the aggregate sample spike index. In this test, two aggregate
sample variables were used, which’s weight of aggregate retain sieve 3/8 before test and
weight of aggregate retain sieve 3/8 after test. It was found that the flake index value and the
aggregate surge index value used were 34.2% and 34.2%, respectively. By looking at the
references used, the aggregate sample is not good for use in further experiments.
Keywords : Aggregate, Flake Index, Slope Index, Reference, Not Good

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pada struktur perkerasan lentur banyak aspek yang harus ditinjau, salah satunya
adalah material. Agregat merupakan bahan material penyusun sebuah perkerasan
jalan, baik rigid pavement maupun flexural pavement. Tanpa agregat, tidak ada
sebuah bahan yang berperan sebagai penguat struktur maupun pengikat antar
material, terlebih struktur dari agregat itu sendiri. Oleh karena itu, dalam pembuatan
perkerasan jalan, perlunya melakukan studi atau pengujian terhadap sifat dari agregat
sendiri, diantaranya indeks kepipihan dan kelonjongan. Dengan melakukan
Pengujian Indeks Kepipihan dan Kelonjongan, didapatkanlah kuantitas dan kualitas
yang mengacu pada BS 812-3-1975, baik atau buruknya material didapatkan dari
identifikasi spesifikasi kekuatan agregat.

2. Rumusan Masalah
a. Berapa nilai indeks kepipihan (flakiness) dan indeks kelonjongan (elongation)
dari sampel agregat berdasarkan prosedur pelaksanaan dan perhitungan BS 812-
3-1975?
b. Bagaimana spesifikasi nilai indeks kepipihan (flakiness) dan indeks kelonjongan
sampel agregat?
3. Tujuan Penelitian
a. Mendapatkan nilai indeks kepipihan (flakiness) dan indeks kelonjongan
(elongation) dari sampel agregat berdasarkan prosedur pelaksanaan dan
perhitungan BS 812-3-1975.
b. Menentukan spesifikasi nilai indeks kepipihan (flakiness) dan indeks
kelonjongan sampel agregat.

4. Dasar Teori
Bentuk butiran agregat adalah ukuran normal dari sebuah agregat dimana ukuran
nominal ini bergantung kepada besar ukuran agregat dominan pada suatu gradasi
tertentu. Pengujian ini bertujuan untuk menguji keseragaman agregat pada suatu
proyek, agar memperluas perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan pada proyek.
Terdapat 3 macam bentuk agregat dengan pengertian sebagai berikut :
- Butiran agregat berbentuk lonjong
Butiran agregat yang mempunyai rasio panjang terhadap lebar lebih besar dari
nilai yang ditentukan dalam spesifikasi.
- Butiran agregat berbentuk pipih
Butiran agregat yang mempunyai rasio lebar terhadap tebal besar dari nilai
yang ditntukan dalam spesifikasi.
- Butiran agregat berbentuk pipih dan lonjong
Butiran agregat yang mempunyai rasio panjang terhadap tebal besar dari nilai
yang ditentukan dalam spesifikasi.
Tabel 4. 1 Spesifikasi Agregat

Dari ketiga bentuk indeks bentuk agregat dapat dibedakan atas :


- Butir memanjang
Dikatakan seperti ini apabila panjangnya melebihi dua sumbu pokok. Butir ini
juga dikatakan panjang apabila panjangnya lebih besar 3 kali lebarnya.
- Butir pipih
Dikatakan pipih apabila tebalnya jauh lebih kecil dari 2 dimensi lainnya dan
biasanya tebal agregat kurang dari 1/3 tebal ukuran agregat rata-rata kepipihan
berpengaruh buruk kepada daya tahan atau keawetan beton aspal karena
agregat ini cenderung berkedudukan pada bidang rata, sehingga terdapat
rongga udara dibawahnya.
- Butir bulat
Dikatakan bulat apabila rasio permukaan volume kecil, agregat bulat
mempunyai rongga udara minimum 33 %. Hal ini berarti butir pipih
mempunyai rasio luas permukaan volume kecil. Butir bulat ini biasanya
berbentuk bulat penuh atau telur, termasuk jenis ini adalah kerikil, kerikil yang
berasal dari sungai atau pantai.
- Butir bersudut
Dikatakan butir bersudut apabila permukaan agregat bersudut agak tajam.
Ikatan antara butiran bersudut ini sangat baik, sehingga mempunyai daya lekat
yang lebih baik pula dan butiran bersudut ini mempunyai rongga berkisaran 30
– 40 %. Butiran bersudut biasa diperoleh dari batu pecah.
- Butir tidak beraturan
Dikatakan butir tidak beraturan karena benuk alaminya memang tidak
beraturan sebagian terjadi karena pengerasan dan mempunyai sisi atau tepi
yang berat. Yang termasuk jenis ini adalah kerikil sungai, kerikil darat yang
berasal dari lahar gunung berapi.
- Butir panjang dan pipih
Dikatakan seperti ini karena jenis ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar
dari semua tebalnya, sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya.
Umumnya butiran ini berjumlah kecil dari 15 % saja, karena akan berpengaruh
terhadap daya tahan atas keawetan beton aspal.
Berdasarkan SNI 03-4137-1996 untuk agregat pipih dan lonjong maksimal dalam
penggunaannya dibatasi yaitu 20% :
a. Jika perbandingan antara rata-rata diameter dengan diameter terpanjang
kurang dari 0,55 maka bentuk agregat tersebut lonjong.
b. Jika perbandingan antara diameter terpendek dengan rata-rata diameter
kurang dari 0,60 maka bentuk agregat termasuk pipih.
Tabulasi batas maksimal penggunaan agregat yang pipih dan lonjong adalah sebagai
berikut :
a. Kepipihan : batas maksimal 25%
b. Kelonjongan : batas maksimal 40%
Untuk menghitung indeks kepipihan dan kelonjongan dapat dihitung menggunakan
rumus sebagai berikut :

Flakiness Index Value = 𝑊𝑒𝑖𝑔ℎ𝑡 𝑜𝑓 𝐴𝑔𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 𝑅𝑒𝑡𝑎𝑖𝑛 𝑆𝑖𝑒𝑣𝑒 3/8 𝑏𝑒𝑓𝑜𝑟𝑒 𝑡𝑒𝑠𝑡− 𝑒𝑖𝑔ℎ𝑡 𝑜𝑓 𝐴𝑔𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 𝑅𝑒𝑡𝑎𝑖𝑛 𝑆𝑖𝑒𝑣𝑒 3/8 𝑎𝑓𝑡𝑒𝑟 𝑡𝑒𝑠𝑡
𝑊𝑒𝑖𝑔ℎ𝑡 𝑜𝑓 𝐴𝑔𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 𝑅𝑒𝑡𝑎𝑖𝑛 𝑆𝑖𝑒𝑣𝑒 3/8 𝑏𝑒𝑓𝑜𝑟𝑒 𝑡𝑒𝑠𝑡

Elongation Index Value = 𝑊𝑒𝑖𝑔ℎ𝑡 𝑜𝑓 𝐴𝑔𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 𝑅𝑒𝑡𝑎𝑖𝑛 𝑆𝑖𝑒𝑣𝑒 3/8 𝑏𝑒𝑓𝑜𝑟𝑒 𝑡𝑒𝑠𝑡− 𝑒𝑖𝑔ℎ𝑡 𝑜𝑓 𝐴𝑔𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 𝑅𝑒𝑡𝑎𝑖𝑛 𝑆𝑖𝑒𝑣𝑒 3/8 𝑎𝑓𝑡𝑒𝑟 𝑡𝑒𝑠𝑡
𝑊𝑒𝑖𝑔ℎ𝑡 𝑜𝑓 𝐴𝑔𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 𝑅𝑒𝑡𝑎𝑖𝑛 𝑆𝑖𝑒𝑣𝑒 3/8 𝑏𝑒𝑓𝑜𝑟𝑒 𝑡𝑒𝑠𝑡

METODE PENELITIAN
1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum Pengujian Indeks Kepipihan dan
Kelonjongan, yaitu: alat pengukur kepipihan dan kelonjongan (sesuai standar BS 812
1975), saringan (diameter saringan 63,0 mm, 50,0 mm, 37,5 mm, 28,0 mm, 20,0 mm,
14,0 mm, 10,0 mm dan 6,3 mm), timbangan (ketelitian 0,1 gram), dan wadah agregat
(8 wadah terbuat dari besi, seng atau alumunium atau material lain yang cukup kuat
untuk dimasukkan dalam oven sampai (110  5)˚ C).
Bahan yang digunakan pada praktikum Pengujian Indeks Kepipihan dan
Kelonjongan, yaitu: sampel (tertahan pada saringan 63,0 mm dan lolos saringan 6,3
mm).
2. Cara Kerja
Diawali dengan saring sebanyak kurang lebih 5000 gram sampel dalam urutan
saringan yang telah disediakan. Pisahkan sampel yang tertahan pada saringan 63,0
mm dan yang lolos saringan 6,3 mm. Berat sisa sampel yang digunakan dinyatakan
sebagai M1 gram. Sampel yang tertahan pada setiap saringan dimasukkan dalam
masing-masing wadah yang di tandai sesuai dengan diameter masing-masing
saringan. Cuci masing-masing sampel dan keringkan dengan oven hingga beratnya
tetap (pastikan bahwa tidak ada agregat yang hilang). Kemudian timbang sampel
yang tertahan di tiap saringan dan hitung persentasenya terhadap M1. Pengukuran
kepipihan dan kelonjongan dilakukan per fraksi dan hanya fraksi yang memiliki
persentase berat lebih besar atau sama dengan 5%. Jumlah berat total fraksi yang
memiliki persentase berat lebih besar atau sama dengan 5% dinyatakan sebagai M2.
Setelah itu, lakukan pengujian antara pengujian kepipihan dan pengujian
kelonjongan secara terpisah. Pengujian kepipihan dilakukan pertama kali dengan
ambil salah satu fraksi yang telah memenuhi syarat, yaitu persentase tertahan lebih
besar atau sama dengan 5%. Lewatkan dengan tangan setiap butir agregat pada alat
penguji kepipihan sesuai dengan ukurannya. Untuk butir agregat yang agak sulit
lewat dapat dicoba dengan sisi lain, diputar atau dengan sedikit paksaan. Lalu
pisahkan butiran yang dapat lewat dengan yang tidak dapat lewat dan masing-masing
ditimbang. Lakukanlah hal yang sama untuk fraksi lainnya yang memiliki persentase
berat lebih besar atau sama dengan 5% (total jumlah sampel yang lewat dinyatakan
sebagai M3F). Selanjutnya untuk pengujian kepipihan secara umum prosedur
pengerjaannya sama dengan uji kepipihan, yang membuat berbeda adalah Total
jumlah sampel yang lewat dinyatakan sebagai M3E.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Hasil
a. Pengujian Kepipihan
Tabel 4. 2 Data Perhitungan Kepipihan
Simbol Percobaan Satuan Nilai
Weight of Aggregat Retain Sieve
A gram 500
3/8 before test
Weight of Aggregat Retain Sieve
B gram 329
3/8 after test
= 500 – 329
Weight of Flaky Aggregat gram
= 171
500−329
= 500 x 100%
Flakiness Index Value %
= 34,2%

b. Pengujian Kelonjongan
Tabel 4. 3 Data Perhitungan Kelonjongan
Simbol Percobaan Satuan Nilai
Weight of Aggregat Retain Sieve
A gram 500
3/8 before test
Weight of Aggregat Retain Sieve
B gram 329
3/8 after test
= 500 – 329
Weight of Flaky Aggregat gram
= 171
500−329
= 500 x 100%
Elongation Index Value %
= 34,2%

2. Pembahasan
Dari pengujian yang dilakukan berdasarkan acuan BS 812-3-1975, didapatkan
sebuah nilai indeks kepipihan dan kelonjongan dari sampel agregat. Pada pengujian
ini, digunakan dua jenis variabel sampel agregat yaitu weight of aggregat retain sieve
3/8 before test dan weight of aggregat retain sieve 3/8 after test, sehingga didapatkan
nilai indeks kepipihan sebesar 34.2% dan nilai indeks kelonjongan sebesar 34.2%
juga. Hal tersebut didapatkan sama karena data variabel yang digunakan bernilai
sama besar.
Dari nilai yang didapat, indeks kepipihan dan kelonjongan memiliki kriteria nilai
maksimum yang telah tersedia berdasarkan SNI 03-4137-1996, yaitu sebesar 20%
dengan tabulasi nilai indeks kepipihan maksimal 25% sedangkan untuk indeks
kelonjongan maksimal 40%. Sehingga, nilai untuk indeks kepipihan sudah melebihi
jauh nilai batas sedangkan nilai indeks kelonjongan masih dibawah batas.

SIMPULAN
Pada praktikum Pengujian Indeks Kepipihan dan Kelonjongan yang dilaksanakan
secara online melalui Microsoft Teams pada tanggal 23 November 2020 pada pukul 11.00 –
13.00, secara bersama dilakukan praktikum berdasarkan prosedur pengujian dan perhitungan
BS 812-3-1975. Dilakukan pengujian indeks kepipihan dan kelonjongan ini untuk dua jenis
variabel agregat, yaitu weight of aggregat retain sieve 3/8 before test dan weight of aggregat
retain sieve 3/8 after test. Dari masing-masing pengujian didapatkan nilai indeks tersendiri,
untuk indeks kepipihan didapatkan nilai sebesar 34.2% dan nilai indeks kelonjongan
didapatkan nilai sebesar 34.2% juga. Terdapat kesamaan nilai indeks yang dikarenakan
agregat yang digunakan dimungkinkan sama.
Dari nilai indeks kepipihan dan kelonjongan agregat yang didapatkan, dapat dilakukan
identifikasi kelayakan penggunaan agregat berdasarkan batas maksimal SNI 03-4137-1996,
yaitu sebesar 20% dengan tabulasi nilai indeks kepipihan maksimal 25% sedangkan untuk
indeks kelonjongan maksimal 40%. Oleh karena itu, agregat ini perlu diganti karena indeks
kepipihan melampaui batas maksimal yang telah ditetapkan.

DAFTAR PUSTAKA
Apriani, K., Chandra, R. M., Pranata, Y. T., Wijayanto, M. A., Firdaus, M. R., Friska, S. Y.,
. . . Farhan, M. (2019). PERANCANGAN PERKERASAN JALAN. Lampung: Intitut
Teknologi Sumatera.
Badan, S. N. (1996). SNI 03-4137-1996 METODE PENGUJIAN TEBAL DAN PANJANG
RATA-RATA AGREGAT . Jakarta: SNI.
British, S. (1989). BS 812-103.2:1989 Testing Aggregates-Part 103: Method for
Determination of Particle Size Distribution, Sedimentation Test. London: BS.
British, S. (1990). BS 812-110:1990 Testing Aggregates-Part 110: Methods for
Determination of Aggregate Crushing Value (ACV). London: BS.
British, S. (1990). BS 812-111:1990 Testing Aggregates-Part 111: Methods for
Determination of Ten per cent Fines Value (TFV). London : BS.
British, S. I. (1975). BS 812:Part 3:1975 Testing Aggregates. London: BSI.
Setiawan, H., & Pradani, N. (n.d.). ANALISIS SIFAT FISIK MATERIAL PERKERASAN
JALAN HASIL DAUR ULANG . Palu: Universitas Tadulako.

Anda mungkin juga menyukai