Anda di halaman 1dari 10

HEAT EXCHANGER SHELL AND TUBE

Disusun Oleh :

Feby Maryanti (2017430020)

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2019
I. Judul
Heat Exchanger Shell And Tube

II. Prinsip
heat exchanger adalah perpindahan panas dari fluida panas menuju fluida dingin.
Heat exchanger dapat digunakan untuk memanaskan dan mendinginkan fluida.
Sebelum fluida masuk ke reaktor, biasanya fluida dimasukan terlebih dahulu ke
dalam alat penukar kalor agar suhu fluida sesuai dengan spesifikasi jenis reaktor
yang digunakan.

III. Maksud dan Tujuan


1. Mempelajari cara kerja dari heat exchanger shell and tube berdasarkan
hukum pertukaran panas.
2. Mengetahui dan mencari nilai ΔT LMTD pada fluida yang dialirkan dalam
heat exchanger shell and tube.

IV. Landasan Teori


Heat exchanger merupakan alat penukar kalor yang sangat penting dalam proses
industri. Prinsip kerja heat exchanger adalah perpindahan panas dari fluida panas
menuju fluida dingin. Heat exchanger dapat digunakan untuk memanaskan dan
mendinginkan fluida. Sebelum fluida masuk ke reaktor, biasanya fluida dimasukan
terlebih dahulu ke dalam alat penukar kalor agar suhu fluida sesuai dengan
spesifikasi jenis reaktor yang digunakan. Di dunia industri, heat exchanger
merupakan unit alat yang berperan dalam berbagai unit operasi, misalnya dalam
industri obat-obatan farmasi, industri perminyakan, industri makanan-minuman dan
lain-lain.
Percobaan dalam skala kecil (skala laboratorium) ini dimaksudkan agar praktikan
lebih memahami tentang kecepatan transfer panas, keefektifan, jenis dan berbagai
macam hal yang menyangkut heat exchanger agar ilmu pengetahuan ini dapat
diterapkan pada skala yang lebih besar, yaitu skala industri.
Dalam industri proses kimia masalah perpindahan energi atau panas adalah hal
yang sangat banyak dilakukan. Sebagaimana diketahui bahwa panas dapat
berlangsung lewat tiga cara, dimana mekanisme perpindahan panas itu sendiri
berlainan adanya. Adapun perpindahan itu dapat dilaksanakan dengan: (Sumber :
Anonim, 2014)
1. Secara molekular, yang disebut dengan konduksi.
2. Secara aliran yang disebut dengan perpindahan konveksi.
3. Secara gelombang elektromagnetik, yang disebut dengan radiasi.
Pada heat exchanger menyangkut konduksi dan konveksi (Sitompul, 1993).
Heat exchanger yang digunakan oleh teknisi kimia tidak dapat dikarakterisasi
dengan satu rancangan saja, perlu bermacam-macam peralatan yang mendukung.
Bagaimanapun satu karakteristik heat exchanger adalah menukar kalor dari fase
panas ke fase dingin dengan dua fase yang dipisahkan oleh solid boundary (Foust,
1980).
Beberapa jenis heat exchanger :
1. Concentric Tube Heat Exchanger (Double Pipe)
Double pipe heat exchanger atau consentric tube heat exchanger yang
ditunjukkan pada gambar 1 di mana suatu aliran fluida dalam pipa seperti
pada gambar 1 mengalir dari titik A ke titik B, dengan space berbentuk U
yang mengalir di dalam pipa. Cairan yang mengalir dapat berupa aliran
cocurrent atau countercurrent. Alat pemanas ini dapat dibuat dari pipa yang
panjang dan dihubungkan satu sama lain hingga membentuk U. Double
pipe heat exchanger merupakan alat yang cocok dikondisikan untuk aliran
dengan laju aliran yang kecil (Geankoplis, 1983).
A Cold fluit in

B A’

Hot fluit out

Cold fluit out B’

Double pipe exchangers biasanya dipasang dalam 12-, 15- atau 20-ft
Panjang efektif, panjang efektif dapat membuat jarak dalam each leg over
di mana terjadi perpindahan panas dan mengeluarkan inner pipe yang
menonjol melewati the exchanger section. (Kern, 1983).
Keuntungan :
1. Penggunaan longitudinal tinned tubes akan mengakibatkan suatu heat
exchanger untuk shell sides fluids yang mempunyai suatu low heat
transfer coefficient.
2. Counter current flow mengakibatkan penurunan kebutuhan surface
area permukaan untuk service yang mempunyai suatu temperature
cross.
3. Potensi kebutuhan untuk ekspansi joint adalah dihapuskan dalam kaitan
dengan konstruksi pipa-U.
4. Konstruksi sederhana dalam penggantian tabung dan pembersihan.
Kerugian :
1. Bagian hairpin adalah desain khusus yang mana secara normal tidak
dibangun untuk industri standar dimanapun selain ASME code.
2. Bagian multiple hairpin tidaklah selisih secara ekonomis bersaing
dengan single shell dan tube heat exchanger.
3. Desain penutup memerlukan gasket khusus.

2. Shell and Tube Heat Exchanger


Jenis ini terdiri dari shell yang didalamnya terdapat rangkaian pipa kecil
yang disebut tube bundle. Perpindahan panas terjadi antara fluida yang
mengalir di dalam tube dan fluida yang mengalir di luar tube (pada shell
side). Shell and tube ini merupakan Heat exchanger yang paling banyak
digunakan dalam proses-proses industri.

Shell and Tube Heat Exchanger mempunyai beberapa bagian antara lain :
1. Tube
Pipa tube berpenampang lingkaran menjadi jenis yang paling banyak
digunakan pada heat exchanger tipe ini. Desain rangkaian
pipa tube dapat bermacam-macam sesuai dengan fluida kerja yang
dihadapi. Umumnya terbuat dari besi, tembaga, aluminium, baja,
stainless steel dan campuran nikel – tembaga. Diameter Tube yang
biasanya digunakan yaitu antara 5/8 in (16 mm) sampai 2 in (50 mm).
2. Shell
Bagian ini menjadi tempat mengalirnya fluida kerja yang lain selain
yang mengalir di dalam tube. Umumnya shell didesain berbentuk
silinder dengan penampang melingkar. Material untuk
membuat shell ini adalah pipa silindris jika diameter desain
dari shell tersebut kurang dari 0,6 meter. Sedangkan jika lebih dari 0,6
meter, maka digunakan bahan plat metal yang dibentuk silindris dan
disambung dengan proses pengelasan.
3. Nozzle
Titik masuk fluida ke dalam heat exchanger, entah itu sisi shell ataupun
sisi tube, dibutuhkan sebuah komponen agar fluida kerja dapat
didistribusikan merata di semua titik. Komponen tersebut adalah nozzle.
Nozzle ini berbeda dengan nozzle-nozzle pada umumnya yang
digunakan pada mesin turbin gas atau pada berbagai alat ukur. Nozzle
pada inlet heat exchanger akan membuat aliran fluida yang masuk
menjadi lebih merata, sehingga didapatkan efisiensi perpindahan panas
yang tinggi.
4. Baffle
Baffle berfungsi untuk menjaga turbulensi sehingga diperoleh koefisien
transfer panas yang lebih besar. Jarak antara baffle disebut baffle
spacing. beberapa tipe baffle yang umum digunakan adalah segmental
baffle, disc baffle dan orifice baffle.
Keuntungan :
1. Konfigurasi yang dibuat akan memberikan luas permukaan yang besar
dengan bentuk atau volume yang kecil.
2. Mempunyai lay-out mekanik yang baik, bentuknya cukup baik untuk
operasi bertekanan.
3. Menggunakan teknik fabrikasi yang sudah mapan (well-astablished).
4. Dapat dibuat dengan berbagai jenis material, dimana dapat dipilih jenis
material yang digunakan sesuai dengan temperatur dan tekanan operasi.
5. Mudah membersihkannya.
6. Prosedur perencanaannya sudah mapan (well-astablished).
7. Konstruksinya sederhana, pemakaian ruangan relatif kecil.
8. Pengoperasiannya tidak berbelit-belit, sangat mudah dimengerti
(diketahui oleh para operator yang berlatar belakang pendidikan
rendah).
9. Konstruksinya dapat dipisah-pisah satu sama lain, tidak merupakan
satu kesatuan yang utuh, sehingga pengangkutannya relatif gampang

3. Plate Type Heat Exchanger


Plate type heat exchanger terdiri dari bahan konduktif tinggi seperti
stainless steel atau tembaga. Plate dibuat dengan design khusus dimana
tekstur permukaan plate saling berpotongan satu sama lain dan membentuk
ruang sempit antara dua plate yang berdekatan. Jika menggabungkan plate-
plate menjadi seperti berlapis-lapis, susunan plate-plate tersebut tertekan
dan bersama-sama membentuk saluran alir untuk fluida. Area total untuk
perpindahan panas tergantung pada jumlah plate yang dipasang bersama-
sama seperti gambar dibawah.

Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam mengevaluasi performance


heat exchanger antara lain :
1. Logaritmic Mean Temperature Difference (LMTD)
LMTD adalah perbedaan suhu pada salah satu ujung dikurangi dengan
perbedaan suhu pada ujung yang lain dibagi dengan logaritma dari rsio kedua
perbedaan suhu tersebut. Rumus LMTD sebagai berikut :
2. Koefisien perpindahan kalor keseluruhan U (overall coefficient of heat
transfer)
Koefisien perpindahan kalor keseluruhan (U), terdiri dari dua macam yaitu:
a. UC adalah koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat
penukar kalor masih baru.
b. UD adalah koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat
penukar kalor sudah kotor.

3. Fouling Factor
Jika sebuah pipa baru saja digunakan, maka keadaannya masih normal dan
bersih sehingga tidak mengganggu proses perpindahan kalor. Namun pada
suatu saat fluida yang terus menerus mengalir dalam pipa akan membentuk
seperti sebuah lapisan yang akan mengganggu aliran kalor. Hal inilah yang
disebut dengan fouling resistance. Untuk menghitung fouling resistance dapat
digunakan rumus berikut ini :
1 1
Rd ≡ −
U D UC
4. Efisiensi Heat exchanger
Efisiensi adalah perbandingan antara panas yang ditransfer dengan panas
yang disediakan ole fluida panas (panas maksimum yang dapat ditransfer).
C h (T h in−T hout ) C c ( T cout −T cin )
ε≡ =
C min (T hin −T c min ) C min (T hin −T cin )

5. Perpindahan Kalor pada Alat Penukar Kalor

Δtm merupakan suhu rata-rata log atau Log Mean Temperature Difference
(LMTD). Untuk shell and tube heat exchanger, nilai LMTD harus dikoreksi
dengan faktor yang dicari dari grafik yang sesuai.
6. Penurunan Tekanan pada Alat Penukar Kalor
Pada setiap aliran akan terjadi penurunan tekanan (pressure drop) karena gaya
gesek yang terjadi antara fluida dan tempatnya.

V. Alat dan Bahan


Alat : Bahan :
 Satu Set Alat HE a) Air sebagai Fluida
 Satu set sensor temperatur dan flow sensor
 Penampung air keluaran tube

VI. Rangkaian Alat

VII. Prosedur
1. Isi air pada bagian heater dibelakang HE.
2. Nyalakan tombol master.
3. Tombol sensor.
4. Tombol Heater.
5. Atur suhu maksimal 100 °C selama 30 menit.
6. Lalu nyalakan pompa kira-kira selama 30 menit.
7. Catat suhu dan kecepatan aliran.
8. Matikan pompa.

VIII. Data Pengamatan dan Perhitungan


5 10
T1 33,52 °C 33,63 °C
T2 35,19 °C 34,41 °C
T3 33,41 °C 33,41 °C
T4 33,19 °C 33,52 °C
T5 32,97 °C 33,52 °C
S 111 L/min 166 L/min

Data 1 :
∆ T 1−∆ T 2
∆ LMTD=
∆ T1
ln
∆ T2
(35,19−32,97)−(33,52−33,41)
∆ LMTD=
(35,19−32,97)
ln { }
(33,52−33,41)
∆ LMTD=0,7023
Data 2 :
(34,41−33,52)−(33,63−33,41)
∆ LMTD=
(34,41−33,52)
ln { }
(33,63−33,41)
∆ LMTD=0,4196

IX. Pembahasan
Heat Exchanger adalah alat penukar kalor yang berfungsi untuk mengubah
temperatur dan fasa suatu jenis fluida. Proses tersebut terjadi dengan
memanfaatkan proses perpindahan kalor dari fluida bersuhu tinggi menuju fluida
bersuhu rendah.
Jenis heat exchager yang umumnya terdapat di industri yaitu shell and tube heat
exchanger dan plate heat exchanger. Shell and tube heat exchager merupakan
jenis penukar kalor yang paling banyak digunakan di industri khususnya industri
perminyakan. Jenis ini terdiri dari suatu tabung dengan diameter cukup besar yang
di dalamnya berisi seberkas pipa dengan diameter relatif kecil. Salah satu fluida
yang dipertukarkan energinya dilewatkan di dalam pipa atau berkas pipa sedang
fluida yang lainnya dilewatkan di luar pipa atau di dalam tabung.
Prinsip kerja shell and tube yaitu fluida yang satu mengalir di dalam bundel pipa,
sedangkan fluida yang lain mengalir di luar pipa pada arah yang sama,
berlawanan, atau bersilangan. Kedua ujung pipa tersebut dilas pada penunjang
pipa yang menempel pada mantel. Untuk meningkatkan effisiensi pertukaran
panas, biasanya pada alat shell and tube heat exchanger dipasang sekat (buffle).
Ini bertujuan untuk membuat turbulensi aliran fluida dan menambah waktu tinggal
(residence time), namun pemasangan sekat akan memperbesar pressure drop
operasi dan menambah beban kerja pompa, sehingga laju alir fluida yang
dipertukarkan panasnya harus diatur. Shell and tube penukar panas terdiri dari
serangkaian tabung. Shell and tube haet axchanger biasanya digunakan untuk
aplikasi tekanan tinggi (dengan tekanan lebih besar dari 30 bar) dan suhu lebih
besar dari 260 ° C. Hal ini karena shell dan penukar panas tabung yang kuat
karena bentuknya.

X. Kesimpulan
Hasil yang didapat dari paktikum adalah perbedaan suhu yang terjadi pada heat
exchanger shell and tube (ΔLMTD) adalah sebesar 0,7023 dan 0,4196.

XI. Daftar Pustaka


Ahmad Faisal, dkk. 2012. Laporan Praktikum Heat Exchanger. Depok : UI.

Fatma Sari ST., MT. 2019. Modul Praktikum Operasi Teknik Kimia 4. Jakarta :
Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Kevin Sanjaya, dkk. 2014. Penukar Kalor (Heat Exchanger Type Shell and Tube).
Jakarta

McCabe, Warren L & Smith, J.C. 1999. “Operasi Teknik Kimia”. Alih Bahasa
Jasiji, E.Ir. Edisi ke-4. Penerbit Erlangga : Jakarta.

Pratiwi Wulandari. 2015. Peralatan Penukar Panas. Bogor : ITB.

Anda mungkin juga menyukai