Anda di halaman 1dari 6

TENTANG HARI INI

Cerpen Karya Wahyu Susanto

Badanku kakuh, rasanya sangat pegal ketika kedua bola mataku masih sangat sulit kubuka, dan
beranjak aku menutup kembali mataku untuk melanjudkan tidurku. Matahari sudah sangat terik,
ayam tak lagi berkokok yang artinya hari sudah sangat siang, padahal hari ini aku harus bangun
pukul 7 (tujug) pagi untuk segera kekampus. Setelah lama kuberbaring tidak jelas ditempatku
mengadu nasip dikala malam yang sepi, aku sangat kaget yang ternyata jam telah menunjukkan
pukul 9 (Sembilan), ternyata sudah sangat siang. Akupun segera bergegas untuk mandi lalu
kekampus.

Taksempat kusarapan dirumah, hanya meneguk segelas air putih dan bergegas memacu kuda
besiku menuju kampus. Suasana dijalan sudah sangat ramai, apa lagi jalan A P Pettarani yang
selalu dan selalu macet dipenuhi kendaraan bermotor, belum lagi debu yang menampar wajahku,
tadinya aku sudah merasa seperti vino g bastian disaat setelah mandi, setelah sampai kampus aku
merasa seperti tukang batu akibat debu yang menghantam wajahku.

Sesampainya dikampus, aku bergegas menuju ruangan tempatku kuliah, namun semua ruangan
sudah kutengok, yang terisi hanya mahasiswa lain dan ruangan yang gelap tanpa mahasiswa.
Namu, aku dikejutkan oleh salah satu temanku yang mengikuti kuliah diruangan yang kutengok, ia
lalu menghampiriku keluar ruangan dan bertanya ‘’mengapa kamu tidak masuk mata kuliah ini’’
jawabku, untuk mata kuliah ini aku masuk hari kamis pukul 8 (delapan) pagi. Lalu temanku bertanya
kembali, ‘’memangnya ini mata kuliah apa’’ aku tertawa terbahak-bahak ketika ia menanyakan
mengenai nama mata kuliah ini, padahal ini sudah pertemuan yang ke 6, artinya ini sudah minggu
ke 6 perkuliahan telah dilaksanakan namun temanku belum mengetahui apa mata kuliah ini, jam
berapa ia masuk kuliah, hari apa ia masuk untuk mata kuliah ini. Akhirnya ia bergegas masuk
keruangan untuk mengambil ransel miliknya dan melapor kepada dosen agar ia masuk besok saja.

Lama aku mencari dosen yang mengajarku untuk hari ini, namun tak kutemui dengan alasan yang
tidak pasti, aku mencari dibagian belakang kampus tempat sidosen bersantai, namun sama saja
dosenku tak terlihat, setelah dosen tak kutemui aku bergegas kedepan guna mencari temanku yang
lain. Hari ini sungguh berat terasa, aku sudh terlambat kekampus, namun dosen tak ada diruangan
perkuliahan, ditambah ujianku pada pukul 1 (satu) siang yang menentukan nilai MID pada mata
kuliah ini. Masalah terberat pada ujianku ini, jatuh pada gayaku memakai bahasa inggris, aku sangat
sulit untuk mengeluarkan kata-kata menggunakan bahasa inggris. Walaupun telah kupelajari tetap
saja terasa kaku, apa lagi kosa kata yang sulit diucapkan membuat lidahku terlipat-lipat.

Tibalah pukul 1 (satu), dosen belum menampakkan batang higungnya di kampus, namun catata
bahasa inggris yang berada dalam sakuku untuk presentasi hilang entah kemana. Terasa sangat
bingung, apa yang harus kulakukan, dan kuputuskan untuk pulang kerumah untuk mengambil bahan
presentasiku dileptop. Sesampainya dirumah aku segera mengampil file tersebut dan
memindahkanya di fleshdisk, walaupun aku sudah pulang kerumah, dan memacu kendaraan
sekencang mungkin, ditambah teriknya mata hari, tetap saja terasa sial. Dosen sudah berada dalam
ruangan, terlihat beberapa mahasiswa yang terlambat hanya pasrah didepan ruangan tempatku
presentasi. Aku menyapa mahasiswa yang terlambat, knp kamu tidak masuk, tanyakau?, “saya
terlambat dan tidak akan bisa diperbolehkan masuk, artinya nilai kita eror untuk semester ini”.

Sangat sulit kuterima, namun semua sudah terjadi. Sang dosen sangat konsisten dengan
keputusanya yang tidak memasukan kami kedalam ruangan karna terlambat, kejam namu semua
sudah menjadi kesepakatan, minggu lalu saat mengikuti kuliah, dosen sempat mengeluarkan
peraturan agar minggu depan disaat presentasi harus tepat waktu, pakaian harus rapi, baju kemeja
putih, celana kain hitam, sepatu kantor, jas, serta dasi yang harus dikenakan saat presentasi minggu
depan dan itu disepakati oleh semua mahasiswa. sedangkan bagi mahasiswa putri, harus
mengenakan rok panjang, baju kemeja putih, jas dan hi heels.

Terheranlah aku diluar ruangan melihat temanku sibuk dengan bahan presentasi mereka yang
dihafalkan, semua mahasiswa yang akan presentasi keluar ruangan guna menunggu antrian
melakukan presentasi didepan dosen. Sempat aku ngobrol dengan temanku yang akan presentasi,
dia bilang kalau aku akan presentasi, namun aku terlambat, “cepat ganti pakaianmu yang rapi, karna
sebentar kamu akan presentasi, tadi pada saat kamu belum hadir didalam ruangan, aku sempat
mengatakan kalau kamu sedang mengganti pakaian pada saat namamu disebutkan diabsen” kata
temanku, selamatlah aku namun bahan presentasi belum kuhapal dan kukuasai.

Satu persatu temanku dipanggil untuk presentasi menurut absen, tetapi setelah presentasi dan
keluar ruangan, ada yang menunjukkan wajah gembira dan lesuh, ada yang diterima namun ada
yang tidak diterima. Itulah suatu kebijakan yang ada setiap ujian, jika lulus sangat bahagia, dan jika
gagal hanya rasa kecewa dan binggung.

Tibalah giliranku untuk presentasi, memasuki ruangan jantung berdebar-debar, dosen yang duduk
manis sudah menyiapkan pertanyaan bagi saya, dan aku duduk disebelahnya sembari jantung
terasa mau copot. Temanku lebih dulu presentasi didepan, setiap mahasiswa yang presentasi harus
berdua didalam ruangan guna mengontrol power poin. Hal yang sangat kutakuti jika kata
pembukaku tidak jelas dalam bahasa inggris, dan terbukti ketika giliranku presentasi. Badanku
gugup, suaraku terbata-bata, kertas bahan presentasiku kupegang dengan gemetaran, dan kata
pembuka yang kukeluarkan sungguh tidak jelas. Memasuki poin ketiga sang dosen mengeluarkan
satu kata, yaitu CUT !!!, akupun berhenti sejenak, lalu dosen bertanya kepadaku “why are you not
speaking clearly ?, What's with you, if you do not learn the material that I have been given? " namun
aku hanya terdiam tak tau apa yang ia bicarakan. Kemudian dosen menggunakan bahasa indonesia
agar aku mengerti, setelah dinasehati keputusan dosen saya tidak lulus untuk ujian ini.

Sedikit kecewa namun itulah hasil yang patut kudapatkan, kata pembuka saja tidak jelas, ditambah
power poin belum kelar penjelasanya, namun aku sudah di cut. Sungguh berat cobaan untuk hari
ini, mungkin aku yang teledor atau aku yang malas pelajari bahan yang telah kubuat sendiri, disaat
temanku sibuk menghapal aku hanya bercanda dan santai. Mungkin ini ganjaran yang harus
kuterima, namun begitu syukur terasa ketika sang dosen mengumumkan bahwa akan ada susulan
diakhir final nanti. Aku dan mahasiswa yang tidak lulus masih diberi kesempatan untuk presentasi,
dan ini kesempatan buatku untuk bisa melolosi mata kuliah ini. Seniorku saja masih banyak yang
belum lulus dimata kuliah ini, sudah lama menjadi mahasiswa namun hanya matakuliah ini yang
sangat susah dilolosi.

Namun aku tidak boleh menyerah, aku akan terus berlatih untuk bisa lolos dimata kuliah ini.
Mumpung masih ada kesempatan aku akan manfaatkan semaksimal mungkin, dan diakhir fainal
nanti harapan saya hanya bisa lolos pada sesi ini untuk bisa melanjutkan matakuliah yang lain.

PROFIL PENULIS
Nama saya Wahyu Susanto yang akrab dipanggil wahyu, saya anak ke 5 dari 7 bersaudara dan
tinggal dijalan Drs h hasan NO 45E MAKASSAR. Saya lahir di MAKASSAR 21 maret 1991 dan
menhadi seorang mahasiswa pada tahun 2011 di Universitas fajar jurusan komunikasi dan
konsentrasi jurnalistik. Hoby saya penikmat musik undeground, dan bercita-cita menjadi seorang
jurnalistik investigasi

MERINDUKANMASAMASAITULAGI
CerpenKaryaMaulizar
Malam menjelang pagi, atap lagit masih remang remang pudar, disaat umat manusia yang lainya
masih menikmati tidur lelap dan dengan udara masih segar suhu udara terasa lumayan dingin, aku
sudah harus bangun dan mandi,air di bak mandi dingin seperti baru mengalir dari kutub
utara,kadang kadang hanya fotocopy(tidak mandi hanya cuci muka), itu mungkin kebiasaan buruk.

Suara itu hampir setiap hari kudengarkan “Bangun........bangun.......subuh........subuhhhhh .”suara


ustadz yang kecil dan lembut itu membangunkan aku dari tidur yang kurang nyaman,dengan
melawan rasa kantuk yang amat sangat berat dan nyawa setengah hidup, terkadang ustad yang
sabar harus berulang kali membangunkan kami yang tidurnya sepeerti orang mati saja. kamar kecil
sempit yang berbentuk panggung petak, dinding dan alas terbuat dari kayu hanya mampu
menampung 4 orang siswa saja, suara ombak yang rasanya seperti halilintar yang sekali kali
menggetarkan dinding kamraku itu membuat Tambah tidaak betah dan menyebalkan,ditambah lagi
karena kelelahan tadi memikirkan hal hal yang tidak penting, tadi sore diantar sama keluarga ke
asrama, mengharukan rasanya dipisah dengan orang tua seperti diasingkan kesuatu tempat yang
tidak ada penghuninya.

Fikiran negatif itu muncul lagi, mungkin orangtuaku sudah tidak sanggup mendidikku yang tidak bisa
di atur, dan dulunya ketika di smp lumayan bandel karna sebaya kami ini bisa dikatakan remaja labil,
dan maklum lah aku ini anak bungsu dari 2 bersaudara, jadi aku sedikit dimanjakan ,aku biasanya
sendiri dirumah karena kakaku yang sulung sedang menempuh kuliah diperguruan tinggi ,calon
dokter dia, sebuah pencapai yang wawwwww, saya sangat bangga memiliki kakak seprti dia,
hebaaat,,wajaaar, dia jadi dokter lagian orangnya rajin dan cerdas, berbanding terbalik 180 derjat
sama aku, hobyku itu yaaaaa tidur apalagi coba yang enak selain tidur, aku pagi bangun kadang
kadang jam 12 siang, aku pernah tidur selama 16 jam hahaa, bakat yang luar biasa .jangan ditiru
adegan ini ?

Memang susah rasanya berada di lingkungan asrama yang serba kekurangan, berbeda dengan
dirumah, semua fasilitas bisa kita nikmati,hp pun tidak boleh di bawa jadi tidak ada koneksi untuk
seseorang yang berada diluar sana seperti orang tua dan kekasih hati, tentunya harus menyimpan
rasa rindu yang luar biasa. Kebiasaan yang tidak karuan itu membuatku agak susah bradaptasi
dengan kehidupan dan kebisaan baru di asrama, pengalaman pertama subuh tidak kuat menahan
ngantuk yang sangat luar biasa,cobaan berat bagiku, harus menghafal al-Qur’an adalah hal yang
susahku terima mungkin karna belum terbiasa, ketika mendengar ceramah ustad kerjaannya tidur,
tidak ada ilmu yang didengarkan. Maafkan kami ustad, itu bukanlah unsur kesengajaan.

Sekolahku cukup unik dan langka didapatkan ditempat lain, keindahan alamnya masih sangat alami,
sebab polusi udaranya belum tercemari oleh karbon monoksida,sekolahku ini diapit oleh gunung
dan laut, didepanya ada pemandangan laut yang indah, dan dibelakangnya ada gunung dan bukit
yang berbaris di kota meukek. Didirikan pada tahun 2005 oleh yayasan yang diberi nama “SMA xyz”
inilah awalku menempuh masa masa sma yang kata orang sih indah, belum tentu buatku. Inilah
fenomena tentang sebuah kisah pengalaman dan cerita selamaku bersekolah kami diasramakan
bukanya hidup dirumah selalu belajar tanpa mengenal lelah, siswa dan siswi sma insan madani tiap
hari bangun maybe jam 05:00 pagi, langsung terjaga dan langsung berwudhuk, padahal mataku
masih mengantuk, letak sekolah gue berada di bibir pantai tempat yang paling cocok untuk
bersantai santai sambil membaca buku agar otakku pandai inilah pengakuan bukannya gue sok
lebay program gotong royang berlaku setiap minggu agar sekolah gue terlihat bersih selalu kalau
tidak ada MR X pasti sampah bertaburan dimana mana#hiphop cipt bg hel# .

Kegitan setiap hari Subuh bangun jam 05.00, mandi dan langsung kemesjid untk melaksanakan
shalat subuh, tidak boleh masbuk apalagi tidak berjmaah, hukumanya bagi yang tidak shalat jamaah
jihat dengan lari dengan membawa guling berkeliling di saksikan oleh para santriwanita,ketika
selesai shalat ikut pengajian rutin dan menghafal al-qur’an, turun dari mesjid lansung balik ke
asrama mempersiapkan segala sesuatu untuk perlengkapan ke sekolah, jam 07.00 sudah harus ada
di tempat makan, sedikit saja lewat makan pagi sudah tidak bisa makan , ini peraturan agar
menciptakan kedisiplinan, setelah makan, kami mulai agenda belajar dari jam 07.20 belajar rutin
seperti sekolah biasanya sampai jam 3, memang sedikit sekali waktu untuk bermain main,bahkan
hampir tidak ada.sorenya kami ikut pengajian sampai magrib, ba’da magrib menghafal al-qur’an
sampai masuk waktunya isya, makan malam selesai, kami masuk kelas lagi intuk belajar bimbingan
malam, sampai jam 10.00. itu akan berlangsung seterusnya hari demi hari.

Beberapa hal yang paling aku rindukan ketika masih berada disana adalah ketika shalat
berjamaah,sekarang pada saat kuliah ini agak sedikit renggang untuk melaksanakan shalat jamaah
secara bersama sama, itu bukan secara disengaja, walaupun dulu aku sering gagal untuk bangun
subuh dan sering jihat namun aku merindukan saat itu lagi. Ada lagi hal yang aku rindukan yaitu
aneka masakan gulai dan sambal sambal dari kak dapur yang menurutku sekarang sagatlah
istimewa, padahal dulunya sering aku hina bahkan sering membuang makanan itu, dibandingkan
sekarang kami sebagai anak kost dengan telur dadar dam indomie itu merupakan menu utama bagi
mahasiswa, sekarang aku sadar betapa pentingnya menghargai sebuah makanan itu.makan
sepiring ber9 mungkin itu anggapan orang lebay, namun kami pernah melakukanya, rebutan
makanan itu mungkin sudah hal yang biasa, karena anak asrama tidak jarang merasakan rasa
lapar. Ketika ada waktu kunjungan dari orang tua mungkin itu adalah saat yang paling
menggembirakan bagi kami, walaupun Cuma nasi satu bungkus, waktu rebutanyalah yang paling
enak dan mengesankan.Setelah 3 tahun disana, dan sekarang aku sudah wisuda dan menjadi
seorang mahasiswa, aku ingin merasakan saat saat itu lagi, aku masih merindukan seragam putih
abu abu itu dan segala perangkat perangkat disana sekolahku tercinta.

PERTIMBANGAN
Karya Aris Prima Gunawan

Apalah artinya pendidikan jikalau semua telah tersedia. “Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati,
Camat, DPR, Guru, Dokter, ABRI, bahkan yang menuju bulanpun telah ada.” Terserah bagaimana
tanggapanmu dan siapa saja yang mendengarkan ucapanku, lalu serta-merta kau bersama
pendengar lainnya memberikan sebuah penilaian tentang apa yang aku ucapkan. Aku jauh berbeda
denganmu, pikiranku taksejernih pikiranmu, kecerdasan imajinasiku pastinya juga taksepertimu.
Begitulah caraku memandang, agar tak menyusahkan orang tua, membanting tulang. Tak perlu
kupikirkan mereka semua natinya akan pensiun, dan segera diganti dengan generasi baru. Tak
perlu aku berangan-angan terlalu jauh, yang nantinya akan menghantarkanku pada kegilaan. Pada
dasarnya ayahku juga mengatakan, “kalaupun mereka pensiun, bukan akulah orang yang akan
menjadi pengganti mereka.” Sebab aku bukan putra seorang pengusaha dan pejabat negara. “Aku
hanya putra seorang nelaya, dan bukan nelayan sukses. Aku hanya putra nelayan yang memiliki
ekonomi keluarga yang serba bersyukur.” Begitulah Wira menghadang ajakan Irwan untuk yang
kedua kalinya, agar ia melanjutkan pendidikannya diperguruan tinggi.

Irwan terpukau meninggalkan sahabatnya yang begitu luar biasa cerdas, bijaksana, mandiri, yang
pasti dimatanya Wira tampak begitu sempurna. “Meski tak ada manusia yang sempurna.” Mungkin
ketidaksempurnaan Wira hanya pada nasibnya, yang menghidupi keluarganya dengan menjadi
nelayan bersama ayahnya.

Kapal ini semakin mempercepat lajunya, aingin laut seakan mengajak kapal ini berdansa bersama
ombak-ombak yang mulai memperbanyak keturunannya, derik tubuh kapal terdengar semakin keras
seperti akan pecah, hingga kecoak-kecoak keluar dari sarangnya. Semua tak dihiraukan Irwan,
sebab ia tengah terlena dan terpukau. Walaupun sahabatnya tak lagi berkata-kata dihadapannya,
tetap saja kata-kata sebelumnya menghantuinya.
“Mengapa harus aku?” “Mengapa harus mereka?” Pertanyaan-pertanyaan yang selalu bergelut
diotak kecil Irwan. Sementara aku takpernah memanfaatkan semua kesempatan yang ada,
sebagaimana ini merupakan tanggungjawab, begitu juga mereka, yang tampak sebagian besar
sama sepertiku. Adapun di tempatku mahasiswa yang menggali ilmu seperti Wira, mungkin mereka
yang beruntung atau mereka yang telah dibantu untuk mencapai cita-citanya.

Tetapi semua dapat dihitung dengan jari. “Bahkan jika ada alat penghitung yang lebih sedikit dari
jumlah jari tangan serta jari kaki, pastinya juga bisa menghitung para Wira yang ada di kampusku.”
Sunggu semua menjadi pertanyaan yang membumerang pikiran Irwan.

Angin laut mulai mengubah arahnya, sepertinya kapal dan ombak akan semakin bergairah untuk
berdansa. Sebab dari arah timur tampak begitu gelap, badai akan segera merambas lautan, seluruh
penumpang kapal yang duduk disebelah Irwan berhamburan masuk kebadan kapal, Irwan masih
duduk, tak menghiraukan mereka yang berhamburan ke dalam. Beberapa menit bagian belakang
kapal tempat Irwan duduk merenung telah sepi.
Sekarang ia tinggal sendiri, tapi semua tak ia sadari, hingga gemuruh mulai mendegam, hujan mulai
lebat, tempias semakin membasahi punggung kapal tempat Irwan duduk, yang membuat Irwan
tersentak dari keterpukauannya yang telah menjadi lamunan baginya. Irawan menoleh ke kanan,
kiri, belakangnya tak ada lagi orang yang duduk, bahkan para turis yang sebelumnya asik
berbincang-bincang dengan sesamanya juga telah masuk ke badan kapal.

Ia mulai beranjak, menuju ke badan kapal menjaga agar tubuh, tas, serta bekal-bekalnya tidak
dibasahi hujan. Badan kapal terlihat padat, ia terus menerawang di mana akan merebahkan tubuh.
Walau matanya belum mengantuk, namun tubuhnya terasa begitu letih menyandangi tas dan
sebuah kardus mie instan yang berisikan bekal. Langkahnya terus melaju dengan bersandarkan
sebelah tangannya ke dinding kapal, untuk mencari tempat istirahat. Tiap kali melangkah matanya
terus menoleh ke lantai memperhatikan penumpang yang tengah tertidur lelap, agar tak terinjak
olehnya.

Berjalan di kapal yang tengah dilanda badai, tetunya sangat menguras tenaga Irawan. Namun ia tak
juga temukan tempat beristirahat, kalaupun ada, hanyalah dijenjang kapal, dan itupun bukanlah
tempat yang nyaman, apalagi suasana lautan yang tengah diterjang badai. Tetapi begitulah adanya,
memang itu pilihan terbaik, dari pada ia terus berdiri, menanti perjanan kapal yang masih memakan
waktu selama tujuh jam.

Dijenjang kapal yang begitu kecil, kira-kira satu meter lebarnya, Irwan duduk bersandar. Memetik
sebatang rokok, dengan perasaan yang tengah gelisah, karena apa yang dikatakan Wira sahabnya
masih saja menghantui pikirannya, “sebegitu hebatnya pengaruh ucapan sahabatku, hingga
membuatku gelisah,” begitulah pikirannya, yang terus berputar sekilas ucapan Wira.

Namun ia kembali berfikir, bukan hanya ucapan Wira saja yang mungkin membuat hati ini dilanda
kegelisahan. Tempat ia duduk bersandar, suasana lautan yang tidak bersahabat, kecoak yang
berkeliaran dijenjang kapal, sepertinya juga menjadi permasalahan kegelisahannya tubuh dan
fikirannya, sungguh malang tubuh serta fikiranku kali ini. Begitu hasil perubahan pikirannya, yang
sebelumnya memikirkan penderitaan sahabatnya, berubah setelah ia merasakan sebuah penderitan
yang ia rasakan di kapal.

Karena tubuh yang begitu letih, pikiran yang tengah gundah-gulana, merasakan penderitaan yang
begitu berat baginya duduk dijenjang kapal, Irwanpun merasa terkantuk-kantuk, dan melipat buku
catatan kecilnya yang ia isi selama duduk di jenjang kapal. Lautan mulai tenang, hari tampaknya
telah memasuki waktu subuh, para penumpang tampak terjaga. Irwan harus segera berpindah,
sebab keberadaannya dijenjang akan menggangu para penumpang berlalu-lalang.
Ia kembali duduk di bangku panjang, di punggung kapal tempat ia duduk sebelumnya, dan di
bangku itulah ia merebahkan tubuhnya. Mungkin karena matahari mulai terbit matanya kembali
nyalang dan kantuknyapun hilang. Hingga ia mencoba untuk kembali duduk dan menoleh kerah
lautan lepas yang tak lagi menampakkan pulau tempat ia tinggal.
“Kenapa kamu tidak tidur semalaman?” Tiba-tiba seorang wanita manis, laksana bidadari yang
dihantarkan oleh cerahnya mentari pagi, mendekatinya, dan bertanya padanya.

Irwan berfikir apa ini yang dikatakan bidadari, namun kenapa ia singgah dipagi hari, atau justru ini
yang dikatakan ratu dari laut selatan yang singgah ditengah badai semalam. Karena sosok
perempuan itu teramat cantik di mata Irwan, membuatnya hilang akan perasaan gelisah yang ia
hadapi semalaman.
“Ka…, mu siapa? Kok…, kamu tahu?” Walau Irwan bergairah kembali, tidak lagi gudah-gulana,
namun Irwan tetap saja gugup.
“Saya Maya.” “Semua orang memang tampak rebah semalaman, bukan berarti tertidur, saya
semalaman memperhatikan kamu yang begitu gelisah di jenjang kapal, dan sepertinya kamu
memiliki banyak beban.”
“Oh…, iya…, nama kamu siapa?” Perempuan yang bernama maya itu kembali bertanya.
“Irwan.” Dengan cepat Irwan menjawab. Yang pastinya lebih tenang dan tak lagi gugup.

Rupanya masih ada yang memperhatikanku, ternyata tidak semua yang tidak peduli terhadap
penderitaanku semalam. Lebih spesialnya lagi, yang memperhatikanku yaitu wanita cantik.
Begitulah kata-kata yang terukir dalam benaknya, yang membuat hatinya berbunga-bunga.

Hingga kapal berlabuh, perbincangan Irwan dengan Maya wanita yang baru ia kenal masih saja
berlangsung, dengan canda, dan tawa. Mereka bagaikan sepasang kekasih yang tengah melepas
rindu, yang sekian lama terpendam dalam ruang dan waktu.
Tampaknya sudah lebih dari setengah penumpang kapal yang turun ke pelabuhan. Namun cerita
mereka tak juga usai, sepertinya akan lama jika diteruskan, merekapun mulai beranjak keluar dari
kapal, dan setiap langkah yang mereka jalani masih saja berhiaskan cerita dan canda. Hingga
perbincangan merekapun terbawa diperjalanan sebuah teksi yang melaju mulus meninggalkan
kapal berisikan kardus mie instan dan buku catatan kecil.***

Lubuk Alung, April 2013

PROFIL PENULIS
Nama: Aris Prima Gunawan
Alamat: Sioban, Kec. Sipora, Kab. Kep. Mentawai

Anda mungkin juga menyukai