Anda di halaman 1dari 8

JMHT Vol.

XIV, (2): 88-95, Agustus 2008 Pemikiran Konseptual


ISSN: 0215-157X

Pembangunan, Deforestasi dan Perubahan Iklim


Development, Deforestation and Climate Change

Bowo Dwi Siswoko*


Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta

Abstract
Natural resources utilities to fulfill human’s needs have been occurring massively since a concept of
“progress” became human’s dreams. To achieve the progress, development concept that means as
serious efforts to avoid damage and strive into betterment has emerged. The first development ideology
that was emerged and developed was modernization. Industrialization as main character of
modernization caused improvement in various aspects of life. From environmental aspect, economic
improvement achieved has caused various environmental impacts that harmful to human’s life, such
as deforestation, forest degradation and climate change. Since 1980’s, deforestation has extended to a
very complex environmental issue globally. Deforestation could be seen as a side effect of a particular
policy or political action. On the other hand, deforestation caused other various environmental
problems, such as global warming. Global warming occurred since there was an increase of
greenhouse gases concentration in the atmosphere. The relation among development, deforestation,
and climate change was analyzed through analysis on power relation and conflict of interest among
actors involved. The analysis showed that various strategies in development and environmental impact
mitigations that conducted by developing countries were actually a form of power and knowledge
domination of developed countries. Through international institutions, they are offering
atonement concepts in various schemes which imply particular missions that basically they still want to
obtain profits from developing countries without taking the risks from the execution of the schemes.
Keywords: development, modernization, deforestation, global warming, power relation

*Penulis untuk korespondensi, e-mail: bdsiswoko@ugm.ac.id

Pendahuluan sering diartikan sebagai politik. Lasswel (dalam Varma


2003) mengartikan politik sebagai sebuah perjuangan
Tulisan ini bermaksud untuk menguraikan dan untuk meraih sesuatu dalam keterbatasan sumberdaya.
menganalisis keterkaitan antara konsep dan aktivitas Dengan demikian, setiap bentuk pemanfaatan
pembangunan dengan berbagai isu lingkungan. Kedua sumberdaya alam oleh manusia untuk memenuhi
hal tersebut diduga memiliki hubungan fungsional keinginan dan kebutuhannya akan selalu bersentuhan
yang kuat terutama jika ditinjau dari sudut pandang dengan dimensi-dimensi politik. Hal ini dikarenakan
teori politik lingkungan. Banyak ilmuwan pemerhati sebagian sumberdaya alam bersifat terbatas dan
lingkungan yang mencoba menguraikan hubungan dibutuhkan oleh sekian banyak manusia, sehingga
kausal diantara keduanya berdasarkan kenyataan dimungkinkan terjadi perebutan untuk
empiris melalui analisis terhadap data lapangan. mendapatkannya. Siapa yang memiliki kekuatan dan
Beberapa diantaranya berupaya untuk kekuasaan akan mendapatkan bagian lebih banyak
mengkompromikan keduanya agar tidak saling dibandingkan mereka yang tidak memilikinya. Dari
kontraproduktif. Sebagian lagi membahas tentang sinilah sering muncul adanya ketidakadilan dalam
munculnya berbagai kebijakan negara tentang mendapatkan kemanfaatan dari sumberdaya alam yang
penyelamatan lingkungan sebagai bentuk respon dari ada.
berbagai problem lingkungan yang diakibatkan oleh Di sisi lain, manusia sering berbuat rakus dan
aktivitas pembangunan. Tulisan ini menyajikan sisi hilang kendali dalam aktivitas pemanfaatan
lain dari hubungan tersebut, yaitu dari sudut pandang sumberdaya alam, sehingga kadang melebihi kapasitas
relasi kuasa yang terjadi diantara aktor yang terlibat daya dukung sumberdaya tersebut. Hal ini
dalam berbagai proses pembangunan dan dampak yang menyebabkan terjadinya degradasi sumberdaya alam
ditimbulkan. yang kemudian diikuti dengan munculnya dampak
Konsep politik selalu berkaitan dengan aktor, negatif yang dapat merugikan manusia. Dari sinilah
kepentingan dan kekuasaan. Usaha dari setiap aktor muncul berbagai usaha manusia untuk mengatur
untuk mewujudkan keinginan atau kepentingannya pemanfaatan sumberdaya ataupun upaya
88
JMHT Vol. XIV, (2): 88-95, Agustus 2008 Pemikiran Konseptual
ISSN: 0215-157X

penanggulangan dampak negatif yang ditimbulkan. Postmodernisme


Dikarenakan hal ini menyangkut kepentingan banyak
pihak dan melibatkan sekian banyak aktor, maka kedua Postmodernisme lebih dikenal sebagai gerakan
usaha tersebut tidak mudah dilakukan, dan bahkan pemikiran dan bukan merupakan suatu teori perubahan
sering terjadi konflik di dalamnya. sosial. Namun analisis postmodernisme terhadap
Deforestasi, degradasi hutan dan perubahan iklim modernisme termasuk kritik. Analisis tentang diskursus
(climate change) telah menjadi isu lingkungan yang (discourse), kekuasaan (power), dan pengetahuan
menarik perhatian banyak pihak dalam empat dekade (knowledge) merupakan sumbangan yang besar
terakhir, dan diprediksi akan terus menjadi topik terhadap kritik pembangunan yang merupakan
pembicaraan kedepannya karena kompleksitas yang diskursus yang menyiratkan dominasi pendisiplinan
dimilikinya. Kerusakan hutan dengan berbagai dan normalisasi Dunia Pertama (negara maju) terhadap
komponen biofisiknya dianggap berkontribusi pada Dunia Ketiga (negara berkembang). Dari Foucault kita
peningkatan pemanasan global (global warming) yang belajar bahwa diskursus pembangunan adalah alat
merupakan salah satu varian dari perubahan iklim. untuk mendominasi. Dalam empat dekade terakhir,
Pemanasan global diyakini akan memiliki sekian diskursus pembangunan menjadi strategi dominasi, dan
dampak negatif yang membahayakan kehidupan digunakan sebagai alasan untuk memecahkan masalah
manusia. Peningkatan emisi gas rumah kaca yang ‘keterbelakangan’ yang dirancang setelah Perang
menjadi salah satu penyebabnya merupakan fenomena Dunia Kedua. Padahal, keterbelakangan rakyat adalah
yang hampir tak tertanggulangi dalam suasana akibat dari kolonialisme yang panjang (Fakih 2006).
kehidupan modern yang bersifat konsumtif seperti saat Esensi dari pemikiran kaum postmodernis adalah
ini. Kepunahan beberapa jenis makhluk hidup, bahwa mereka melihat konsep-konsep atau gagasan
munculnya badai tropika, kekeringan dan banjir, pembangunan merupakan sebuah pengetahuan, dan
hilangnya keragaman hayati (biodiversity) serta pengetahuan tersebut tidak pernah lepas dari
degradasi lahan menjadi ancaman yang menakutkan kekuasaan. Jadi menurut mereka, pengetahuan adalah
sehingga memaksa manusia berfikir keras untuk sebuah kekuasaan. Pengetahuan merupakan produk
menahan laju degradasi hutan dan pemanasan global. dari sebuah relasi kekuasaan tertentu. Namun
Negara maju maupun berkembang, lembaga-lembaga kekuasaan tidak semata-mata hasil dari pengetahuan.
internasional, dan berbagai civil society telah terlibat Oleh karena itu untuk dapat melihat atau menemukan
dalam upaya penanggulangan tersebut. pola-pola hubungan kekuasaan dalam sebuah
Dalam perjalanan negosiasi, kerjasama, dan pengetahuan perlu dilakukan diskursus terhadap
implementasi dari berbagai bentuk kebijakan pengetahuan tersebut.
penyelamatan dari deforestasi, degradasi hutan dan Kaum postmodernis menganggap bahwa
pemanasan global, masing-masing aktor akan pembangunan merupakan sebuah konsep untuk
berinteraksi dan melakukan tawar-menawar untuk membentuk atau mengatur sebuah masyarakat atau
menyepakati sebuah konsensus yang dianggap mampu negara sesuai dengan keinginan dari pemilik
mengakomodir kepentingan masing-masing. Pada titik kekuasaan. Negara-negara maju sebagai pemilik
inilah dinamika politik mulai berlangsung dan kekuasaan menyadari bahwa kelangsungan kekuasaan
berkembang. Dalam dinamika ini akan terjadi berbagai mereka juga bergantung kepada negara-negara
bentuk relasi kuasa yang terjadi baik antar aktor yang berkembang. Untuk melanggengkan kekuasaan
dominan (pemilik kekuasaan) maupun antara aktor tersebut perlu dilakukan proses subordinasi terhadap
dominan dengan aktor yang terpinggirkan (lemah). negara-negara berkembang menjadi negara dalam
Relasi kuasa tersebut terkadang berjalan tidak adil dan kategori abnormal. Sedangkan apa yang ada di negara-
cenderung merugikan pihak tertentu. Pihak yang negara maju dianggap sebagai sesuatu yang normal.
dirugikanpun seringnya tidak menyadari bahwa dia Berbagai konsep pembangunan kemudian ditawarkan
sedang dijajah oleh pihak lain, sehingga dia akan terus oleh negara maju untuk mengubah kondisi negara
menikmati penjajahan tersebut. berkembang dari abnormal menjadi normal. Proses
Berangkat dari latar belakang di atas, tulisan pendisiplinan dengan penetapkan siapa yang dianggap
diarahkan untuk menjelaskan relasi kekuasaan yang normal dan abnormal serta usaha-usaha yang harus
terjadi dalam kancah politik lingkungan untuk dilakukan agar yang abnormal menjadi normal itulah
penyelamatan dunia dari kejahatan deforestasi dan yang sering dimaknai sebagai sebuah relasi kekuasaan.
perubahan iklim global. Beberapa kasus yang terjadi di Analisis terhadap kekuasaan dan kemajuan
Indonesia diungkap dan dianalisis lebih lanjut guna pengetahuan memungkinkan kita untuk memahami
mendukung argumentasi dan tendensi-tendensi yang peran pengetahuan pembangunan dalam
didapatkan nantinya. Dalam melakukan pembacaan melanggengkan dominasi terhadap kaum marjinal.
dan analisis terhadap fenomena tersebut, penulis akan Pembangunan di negara berkembang adalah contoh
memanfaatkan berbagai kerangka pemikiran dalam sempurna tentang tempat berbagai kekuasaan dunia,
sebuah teori pembangunan yang bernama sekaligus adanya hubungan penting tentang bagaimana
postmodernisme. kekuasaan ditolak di negara berkembang dan di negara
maju. Praktek kekuasaan dapat dilihat, tetapi sulit

89
JMHT Vol. XIV, (2): 88-95, Agustus 2008 Pemikiran Konseptual
ISSN: 0215-157X

diidentifikasi, yakni di dalam diskursus tempat memperoleh kemajuan sebagaimana yang telah diraih
bersatunya kekuasaan dan pengetahuan (Fakih 2006). oleh negara-negara maju.
Ide dasar dari konsep pembangunan yang
Relasi Kuasa di Balik Eksploitasi Sumberdaya dimunculkan oleh negara barat tersebut sebenarnya
Alam merupakan sebuah upaya untuk mencari keuntungan
sebesar-besarnya secara kontinyu dari kemajuan
Pemanfaatan sumberdaya alam untuk memenuhi pengetahuan dan industri yang mereka miliki,
kebutuhan manusia berjalan dengan masif semenjak sebagaimana tersirat dalam pernyataan Presiden
konsep progress (kemajuan) telah menjadi cita-cita Amerika Serikat Harry Truman pada tahun 1949
setiap manusia. Konsep ini muncul sebagai bentuk (dalam Banerjee 2003), yang kemudian dikemas dalam
perlawanan terhadap ajaran teologis tentang life cycle berbagai skema pembangunan di negara-negara
yang menyatakan bahwa siklus kehidupan manusia berkembang (terbelakang). Landasan pemikiran
terdiri dari tiga fase, yaitu born, adult dan dead. tersebut mengharuskan adanya pemisahan dan
Ajaran ini dianggap melemahkan semangat manusia penetapan kategori siapa negara maju yang harus ditiru
untuk berkarya dan berjuang dalam hidup ini, karena dan siapa negara berkembang yang harus dilaksanakan
nantinya manusia akan mati. Sehingga dimunculkanlah pembangunan padanya. Kemudian melalui lembaga-
ajaran baru tentang siklus hidup untuk mengkounter lembaga internasional, diciptakanlah kategori-kategori
efek negatif dari ajaran tersebut yaitu born, adult dan dengan indikator yang diciptakan oleh negara maju
progress. Dalam ajaran ini progress akan menjadi cita- yang menyebabkan negara berkembang dan
cita akhir yang selalu akan dikejar dan diperjuangkan terbelakang masuk ke dalam kategori
oleh manusia. Konsep progress tersebut kemudian underdevelopment.
diterjemahkan ke dalam tiga macam kriteria, yaitu Pengkategorian ini mengakibatkan negara
rationality (ilmu pengetahuan dan teknologi), berkembang berusaha sedemikian rupa untuk mencapai
prosperity (ekonomi) dan liberty (politik). kemajuan sebagaimana yang telah diraih oleh negara
Untuk memperoleh kemajuan tersebut maka maju dengan skema-skema tertentu yang dalam
muncullah konsep pembangunan (development), prakteknya cenderung merupakan sebuah bentuk
artinya sebuah upaya serius untuk menghindari eksploitasi negara maju kepada mereka. Masyarakat di
kehancuran atau kerusakan menjadi sesuatu yang lebih negara berkembang akan berusaha semaksimal
baik (betterment). Pembangunan juga dikonsepsikan mungkin untuk melakukan eksploitasi sumberdaya
sebagai upaya untuk mengubah dari masyarakat alam yang mereka miliki untuk mendapatkan uang
tradisional (dengan karater statis, dikuasai alam, dan guna meningkatkan perekonomian mereka. Tindakan
irasional) menjadi masyarakat modern (dengan ini dalam kenyataannya cenderung tidak terkontrol dan
karakter menguasai alam, dinamis, dan rasional), mengabaikan kelestarian alam. Ini disebabkan karena
sehingga teori pembangunan yang pertama kali muncul mereka tergiur oleh janji-janji pembangunan melalui
dan berkembang adalah teori modernisasi. Pada skema modernisasi yang dianggap bisa mengentaskan
intinya, berbagai pemikiran dalam teori ini berupaya kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup mereka.
untuk mengubah masyarakat terbelakang menjadi Dalam skema ini, pertumbuhan ekonomi menjadi
masyarakat modern dengan indikator kemajuan yang sesuatu yang mutlak harus dicapai dalam
utama berupa pertumbuhan fisik dan ekonomi. Sejak pembangunan.
saat itulah setiap negara berlomba-lomba untuk Industrialisasi sebagai ciri utama dari abad
mencapai kemajuan tersebut dengan salah satunya modernisasi telah melahirkan kemajuan di berbagai
melakukan eksploitasi terhadap sumberdaya alam. bidang kehidupan. Namun demikian, pembangunan
Bagi negara-negara negara berkembang, proses dengan label ini masih menyisakan kemiskinan di
kolonialisasi dari negara-negara barat (negara maju) berbagai negara yang oleh mereka dianggap sebagai
kepada mereka selama berabad-abad selalu negara berkembang. Perbedaan antara si kaya dan si
menyebabkan rakyat di negara terjajah kehilangan hak miskin juga semakin tajam serta beberapa masyarakat
dan kesempatan menikmati sumberdaya alam yang pinggiran tetap kehilangan hak dan kemerdekaan untuk
mereka miliki. Pada awalnya, penjajahan dilakukan memperoleh manfaat secara lebih adil dari
secara fisik dengan menguras kekayaan alam dan pembangunan. Jika dilihat dari aspek lingkungan,
tenaga manusia di negara terjajah, namun dalam kemajuan yang berhasil dicapai secara ekonomis dari
perkembangannya kolonialisasi berubah bentuknya pembangunan telah melahirkan berbagai dampak
menjadi adanya penetrasi teknologi dan ilmu lingkungan yang berbahaya bagi kelangsungan hidup
pengetahuan yang menyebabkan negara-negara manusia, antara lain adalah pemanasan global (global
berkembang tetap terpinggirkan dan dirugikan. Salah warming), hilangnya keragaman hayati, erosi dan
satu bentuk dominasi negara barat tersebut adalah banjir, penipisan lapisan ozon, serta polusi udara dan
keberhasilan mereka menjadikan modernisasi sebagai air.
sebuah ide dasar dalam pembangunan yang harus
dilaksanakan oleh negara berkembang guna

90
JMHT Vol. XIV, (2): 88-95, Agustus 2008 Pemikiran Konseptual
ISSN: 0215-157X

Deforestasi dan Perubahan Iklim sebagai Isu Deforestasi bisa dianggap sebagai produk dari sebuah
Politik Global kebijakan atau tindakan politik tertentu, dan disisi lain
deforestasi menjadi penyebab munculnya berbagai
Isu lingkungan mulai masuk dalam pembicaraan politik permasalahan lingkungan lainnya, seperti pemanasan
semenjak terdeteksinya berbagai macam penurunan global, erosi tanah, dan kerusakan biodiversitas
kualitas lingkungan yang dapat mengancam (Humphreys 1996).
keselamatan kehidupan manusia. Kerusakan hutan, Di Indonesia, deforestasi sering terjadi antara lain
hilangnya kesuburan tanah, pengotoran udara, karena adanya program-program pembangunan
kelangkaan air, dan berbagai problem lingkungan tertentu, misalnya pembukaan hutan untuk lahan
lainnya menyebabkan manusia menjadi sadar akan pemukiman dan pertanian di areal transmigrasi. Selain
perlunya upaya untuk menyelamatkan lingkungan. itu juga banyak terjadi alih fungsi hutan untuk kegiatan
Berbagai aktivitas fisik dan budaya manusia dalam pertambangan dan perindustrian yang seringkali hal ini
mencukupi kebutuhan hidup dianggap sebagai memunculkan konflik baik antara masyarakat dengan
penyebab utama kerusakan tersebut. Hal ini pengusaha maupun antara pengusaha dengan berbagai
dikarenakan perilaku manusia tersebut tidak mematuhi lembag swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di
norma dan etika lingkungan dan cenderung berbuat bidang penyelamatan lingkungan. Sedangkan degradasi
sewenang-wenang terhadap berbagai sumberdaya alam hutan di Indonesia disebabkan oleh antara lain adanya
demi meraih kemajuan terutama dalam bidang kesalahan dalam manajemen hutan seperti penebangan
ekonomi yang merupakan tujuan utama dari yang melebihi etat dan permudaan yang selalu gagal.
pembangunan dengan label modernisasi. Selain itu juga karena adanya pencurian kayu dan hasil
Pada prinsipnya, ada tiga hal yang menyebabkan hutan lainnya secara masal oleh masyarakat sekitar
terjadinya degradasi atau kerusakan lingkungan. Yang hutan yang merasa tidak mendapat keadilan dalam
pertama adalah adanya eksploitasi berlebihan terhadap memanfaatkan sumberdaya hutan dan terhimpit oleh
sumberdaya alam baik yang terbaharui maupun yang persoalan ekonomi keluarga. Menurut Bank Dunia
tak terbaharui, yang meliputi eksploitasi bahan bakar (dalam Handadhari 1999), hutan tropika di Indonesia
fosil, eksploitasi hutan untuk bahan bakar kayu, dan mengalami kerusakan sekitar 1 juta hektar
alih fungsi hutan untuk lahan pertanian dan industri. pertahunnya.
Yang kedua adalah terjadinya pembebanan terhadap Salah satu dampak utama dari deforestasi adalah
alam yang melebihi kapasitas atau daya dukungnya, terjadinya penurunan kualitas atmosfer. Deforestasi
misalnya adanya akumulasi berlebih dari logam berat berkontribusi pada pemanasan global yang terjadi
di tanah dan terlalu tingginya konsentrasi gas rumah karena adanya peningkatan konsentrasi gas rumah kaca
kaca di udara. Yang ketiga adalah terus (greenhouse gases) yang menyebabkan kenaikan suhu
berlangsungnya pengrusakan ekosistem untuk berbagai udara global. Proses tersebut kemudian dikenal dengan
kepentingan manusia, misalnya untuk lahan istilah radiative forcing. Ada empat gas rumah kaca
pemukiman penduduk, tanaman industri dan berbagai utama yang berkontribusi dalam proses tersebut, yaitu
pembangunan infrastruktur (Bruhl dan Simonis 2001). karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrous oksida
Dampak dari adanya over eksploitasi terhadap (N2O) dan klorofluorokarbon (CFCs). Pemanasan
sumberdaya alam yang akan diuraikan lebih lanjut global tersebut berpotensi untuk mendatangkan
dalam tulisan ini adalah terjadinya deforestasi, bencana yang sangat membahayakan. Diprediksikan
degradasi hutan dan pemanasan global. Menurut bahwa pemanasan global yang terus bertambah akan
Humphreys (1996), deforestasi terjadi ketika areal dapat menyebabkan perubahan pola produksi pertanian
hutan ditebang habis dan diganti dengan bentuk global, mencairnya es di kutub Artic dan Antartic,
penggunaan lahan lainnya. Sedangkan degradasi hutan peningkatan suhu air laut dan peningkatan permukaan
merupakan penurunan kualitas hutan, dan terjadi ketika air laut yang dapat mengancam kehidupan di berbagai
diversitas dari spesies tertentu dan potensi biomassa pantai di dunia (Humphreys 1996).
mengalami penurunan yang signifikan dikarenakan Perhatian dunia internasional terhadap isu
sebab tertentu misalnya karena adanya pengelolaan dan perubahan iklim (climate change) bermula dari adanya
pemanfaatan hutan yang tidak dilakukan secara lestari. Climate Convention yang ditandatangani di Rio de
Sejak tahun 1980-an, deforestasi telah menjadi isu Janiero pada tahun 1992. Bodansky (1996)
lingkungan global yang sangat kompleks. mengidentifikasi adanya tiga faktor yang menyebabkan
Kompleksitas tersebut muncul karena dua faktor. isu perubahan iklim berkembang dari permasalahan
Yang pertama adalah bahwa isu deforestasi telah ilmu pengetahuan menjadi isu politik internasional.
melibatkan sekian banyak aktor politik mulai dari Yang pertama adalah bahwa isu ini telah menyebabkan
negara sampai dengan masyarakat sipil (civil society) sekian banyak ilmuwan dan non-govermental
baik nasional maupun internasional yang organization (NGO/LSM) melaksanakan berbagai
berkepentingan langsung maupun tidak langsung konferensi dan workshop guna membahas isu tersebut.
terhadap pemanfaatan hutan. Yang kedua adalah Pada pertengahan tahun 1980, berbagai kebijakan
karena keterkaitan erat dari isu deforestasi tersebut tentang iklim mendapatkan momentum untuk
dengan isu-isu politik dan lingkungan lainnya.
91
JMHT Vol. XIV, (2): 88-95, Agustus 2008 Pemikiran Konseptual
ISSN: 0215-157X

berkembang ketika berbagai konsensus dari para dari pinjaman luar negeri dan kemudian digunakan
ilmuwan tentang isu pemanasan global telah berhasil untuk mengeksploitasi sumberdaya alam yang dipunyai
masuk ke dalam agenda pembahasan dari para (salah satunya adalah hutan) untuk mendapatkan dana
komunitas politik. Yang kedua adalah penemuan segar pembangunan. Kemudian untuk ilmu
adanya lubang ozon pada tahun 1987 telah menarik pengetahuan tentang strategi pembangunan mau tidak
perhatian dunia terhadap isu lingkungan atmosfer mau kita harus mengimpornya dan yang terpilih adalah
tersebut. Dan yang ketiga adalah terjadinya musim teori dari Rostow yang kemudian diwujudkan dalam
panas yang aneh (luar biasa) yang terjadi di Amerika bentuk Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita).
pada tahun 1988, yang kemudian para ilmuwan Pada masa awal kemerdekaan di bawah
menjelaskan bahwa hal itu akibat dari aktivitas pemerintahan Presiden Sukarno, sektor kehutanan
manusia, telah menarik perhatian publik dan masih menjadi sektor ekonomi pinggiran dan
memberikan tekanan kepada ranah politik atau para pengusahaan hutan skala besar belum berkembang.
pengambil kebijakan untuk memperhatikan isu Setelah Orde Lama tumbang, untuk mengatasi
lingkungan tersebut (Wilenius 1999). kesulitan ekonominya, rezim Orde Baru berupaya
Sejak saat itulah isu perubahan iklim menjadi menggenjot pertumbuhan devisa sebesar-besarnya
pembicaraan hangat oleh dunia internasional dengan melalui eksploitasi sumber daya alam termasuk
munculnya berbagai aktor nasional maupun diantaranya adalah hutan. Pemanfaatan sumber daya
internasional yang senantiasa bernegosiasi dan hutan terutama terhadap hutan tropika (di luar Jawa)
berdiskusi mengenai bagaimana upaya untuk mencegah untuk menyokong devisa negara tersebut dimulai sejak
dan menanggulangi semakin parahnya tingkat dikeluarkannya Undang-Undang No. 1 Tahun 1967
pemanasan global maupun cara untuk mengurangi tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang
dampak negatif yang ditimbulkan. Negosiasi tersebut No. 68 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam
merupakan cerminan dari upaya politis dari masing- Negeri. Selanjutnya pemerintah mengeluarkan
masing aktor tersebut untuk memperjuangkan Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1970 tentang Hak
kepentingan masing-masing terkait dengan isu ini. Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan
Berbagai konvensi internasional berhasil disepakati untuk merangsang usaha di bidang kehutanan dengan
berkaitan dengan isu ini, antara lain yang terkenal sasaran hutan alam di Luar Jawa. Sejak saat itulah
adalah United Nations Framework Convention on sektor kehutanan menjadi andalan dalam mempercepat
Climate Change (UNFCCC, 1992) dan Kyoto Protocol pertumbuhan devisa negara (Nurrochmat 2005).
(1997). Berbagai konvensi yang ada telah memaksa Dengan kebijakan tersebut, negara berhasil
negara maju dan negara berkembang untuk mendapatkan keuntungan yang cukup besar sehingga
menjalankan kebijakan tertentu guna menanggulangi mendapatkan dana segar guna melaksanakan
dampak perubahan iklim tersebut. pembangunan di berbagai sektor dan dapat melunasi
hutang-hutang luar negerinya baik kepada Bank Dunia
Bentuk Dominasi Kekuasaan dan Pengetahuan maupun dari negara-negara maju lainnya. Bahkan
sampai dengan awal tahun 1990-an, Indonesia berhasil
Kasus pengelolaan hutan tropika di Indonesia. menguasai pasar produk kayu dari hutan tropika, baik
Setelah Bangsa Indonesia lepas dari kolonialisme, berupa kayu mentah (log) maupun kayu olahan (kayu
pemerintah mulai melakukan berbagai pembenahan lapis), dan mampu mengalahkan pesaing-pesaing dari
dan perbaikan di setiap sektor kehidupan, baik sosial, negara Asia lainnya maupun negara maju. Hal ini
politik maupun ekonomi. Ketika bangsa ini kemudian cukup membanggakan, meskipun yang terjadi adalah
rela untuk menggunakan indikator-indikator fisik dan bahwa prestasi tersebut harus dibayar dengan adanya
ekonomi untuk menentukan arah dan cita-cita kerusakan hutan tropika yang cukup signifikan dan
pembangunan, maka modernisasi menjadi pilihan terus meningkat dari tahun ketahun.
ideologi yang tak terelakkan. Sebagaimana dijelaskan Menurut Nurdjana dkk. (2005), dampak dari
sebelumnya bahwa modernisasi merupakan produk kerusakan hutan di Indonesia menurut data
negara maju untuk melanggengkan dominasi Departemen Kehutanan tahun 2003 menyebutkan
kekuasaannya atas negara berkembang dalam bentuk bahwa luas hutan di Indonesia yang rusak mencapai 43
lain. Negara maju telah memiliki sarana dan prasarana juta hektar dari total 120,35 juta hektar, dengan laju
serta pengetahuan yang lengkap untuk berlangsungnya degradasi hutan dalam tiga tahun terakhir mencapai 2,1
proses modernisasi, sehingga setiap bangsa manapun juta hektar pertahun. Kemudian pada tahun 2004, data
yang membutuhkannya harus mengimpornya dari dari Departemen Kehutanan menyebutkan bahwa laju
mereka. kerusakan hutan di Indonesia mencapai 3,8 juta hektar
Sebagai contoh adalah bahwa dalam bingkai dan negara telah kehilangan Rp 8,3 miliar perhari
modernisasi, maka ada dual hal pokok yang harus akibat illegal logging.
tersedia, yaitu modal dan strategi pembangunan. Kedua Berangkat dari realitas tersebut, negara-negara
hal ini pada awalnya tidak dimiliki oleh Bangsa maju yang sebenarnya telah mengalami proses
Indonesia, sehingga bangsa ini perlu upaya untuk industrialisasi dengan mengorbankan sumberdaya
mendapatkannya. Modal pembangunan bisa didapatkan

92
JMHT Vol. XIV, (2): 88-95, Agustus 2008 Pemikiran Konseptual
ISSN: 0215-157X

hutan yang mereka miliki kemudian menuduh bahwa adanya pengrusakan hutan tropika secara besar-besaran
proses penggundulan hutan tropika mempunyai andil yang berdampak terhadap kerusakan lingkungan global
cukup besar pada proses penambahan pemanasan secara serius berupa pemanasan global. Akibatnya,
global (global warming), sehingga mereka mendesak labelisasi terhadap hasil hutan menjadi suatu kewajiban
negara-negara berkembang yang memiliki hutan bagi negara produsen kayu hutan tropika seperti
tropika termasuk Indonesia, untuk melakukan Indonesia, dimana pengelolaan hutan harus dilakukan
penanganan terhadap masalah ini. Tuduhan ini secara berkesinambugan.
sebenarnya telah dibantah oleh negara berkembang
dengan menyatakan bahwa hal tersebut merupakan Pertarungan kepentingan dalam isu Climate
pernyataan sepihak dari negara-negara maju, karena Change. Perdebatan tentang isu perubahan iklim
kalau ingin membahas isu global warming harus hingga saat ini masih berkembang terutama dalam hal
melihat hutan secara global, yaitu hutan tropika dan siapa yang paling berkontribusi dalam peningkatan
juga hutan temperate yang umumnya ada pada negara- pemanasan global dan siapa yang harus bertanggung
negara maju, sehingga jangan hanya menyalahkan jawab menanggulanginya. Negara-negara maju dengan
negara berkembang. Konflik kepentingan ini kemudian aktivitas industrinya tentu akan menjadi sasaran paling
dalam berbagai kasus dimenangkan oleh negara maju mudah untuk dicap sebagai penghasil gas rumah kaca
melalui berbagai skema politik yang dimainkannya. terbesar di atmosfer, sehingga negara majulah yang
Ketika Indonesia mengalami krisis moneter dan mestinya bertanggung jawab. Hal ini sejalan dengan
ekonomi misalnya, pada saat itu kemudian apa yang dikatakan oleh Wilenius (1999), bahwa faktor
International Monetary Fund (IMF) menawarkan paling utama yang menyebabkan meningkatnya emisi
berbagai macam bantuan untuk menyelesaikan krisis gas rumah kaca adalah tingkat konsumsi yang tinggi
tersebut dengan syarat Indonesia harus mentaati butir- dari individu dan masyarakat terutama di negara-
butir kesepakatan yang tertuang dalam Letter of Intent negara maju sebagai ciri dari kehidupan modern,
(LoI). Dalam LoI inilah kekuasaan dan kontrol negara sehingga akan sangat sulit untuk mencari upaya
maju dimainkan agar mereka dapat terhindar dari penanggulangannya kecuali dengan mengubah gaya
ancaman adanya monopoli di pasar kayu hutan tropika, hidup modern tersebut.
terutama oleh Indonesia. Salah satu butir kesepakatan Namun negara maju juga melemparkan tuduhan
itu adalah harus dibubarkannya Badan Pemasaran kepada berbagai negara yang memiliki sumberdaya
Bersama (BPB) dalam penjualan produk kayu lapis hutan tropika besar yang sebenarnya adalah negara-
Indonesia. Padahal sebenarnya lembaga ini telah negara berkembang seperti Indonesia, bahwa
berhasil mengatur dan mengelola sirkulasi ekspor kayu deforestasi dan degradasi hutan yang terjadi di negara
lapis dari Indonesia dengan baik. Dengan pembubaran tersebutlah yang menyebabkan pemanasan global.
badan ini maka setiap industri kayu lapis Indonesia Dalam kasus lain, saat ini sejumlah negara telah
bisa langsung memasarkan produknya ke luar negeri menandatangani Protokol Kyoto tentang perubahan
dalam jumlah dan dengan harga berapapun, sehingga iklim yang merupakan tindak lanjut upaya mencegah
suplai kayu lapis di pasaran meningkat tajam dan terjadinya pemanasan global. Protokol Kyoto adalah
negara-negara maju dapat membelinya dengan harga sebuah kesepakatan internasional yang bertujuan
yang relatif murah. Kemudian terkait dengan dampak menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) rata-rata
kerusakan hutan tropika, maka untuk menyelamatkan sebesar 5,2% pada tahun 2008-2012, di bawah tingkat
negara-negara maju dari ancaman kerusakan emisi GRK rata-rata tahun 1990 (Susandi 2007).
lingkungan, mereka mengeluarkan sebuah strategi yang Dalam salah satu bentuk mekanisme dari Protokol
dinamakan ekolabel eco-labelling, sebagai upaya untuk Kyoto yaitu Clean Development Mechanism (CDM),
mengerem laju eksploitasi dan pengrusakan hutan padanya terdapat berbagai upaya dan kesepakatan agar
tropika. negara-negara maju mampu menurunkan tingkat emisi
Menurut Prakosa (1996), para konsumen produk gas rumah kacanya sampai pada level tertentu. Dalam
perkayuan di negara-negara Eropa dan Amerika Utara mekanisme CDM ini negara berkembang diminta
memiliki kecenderungan akan memilih produk yang untuk berkontribusi dalam membantu negara maju
proses pembuatannya tidak merusak lingkungan. dalam menurunkan emisinya.
Karena selera konsumen merupakan unsur pokok Sebagai bentuk operasionalisasi dari kesepakatan
dalam pemasaran, maka para produsen umumnya tersebut adalah bahwa bagi negara berkembang yang
mengantisipasi ini dengan mencantumkan pada produk memiliki kekayaan alam berupa hutan tropika yang
mereka bahwa barang yang mereka jual sejak awal relatif luas, maka negara-negara berkembang harus
proses pembuatannya tidak merusak lingkungan, dalam melakukan pengelolaan dan pemanfaatan hutan sebaik-
bentuk label yang kemudian dikenal dengan istilah eco- baiknya agar tidak terjadi degradasi hutan atau bahkan
labelling. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan deforestasi. Kemudian, negara maju harus bersedia
oleh Khakim (2005) bahwa isu sistem labelisasi atau untuk membayar dalam jumlah tertentu atau
eco-labelling mulai digulirkan oleh beberapa negara melakukan transfer teknologi tertentu sebagai
maju setelah mereka menilai atau bahkan mencurigai kompensasi dari upaya negara berkembang tersebut.

93
JMHT Vol. XIV, (2): 88-95, Agustus 2008 Pemikiran Konseptual
ISSN: 0215-157X

Kompensasi tersebut merupakan bentuk penghargaan Belajar dari pengalaman tersebut, maka
atau balas jasa kepada negara berkembang yang telah sebenarnya bangsa Indonesia harus lebih bijaksana
bersedia untuk memelihara dan mengelola dengan baik dalam memilih strategi pembangunan yang akan
sumberdaya hutan yang dimilikinya sehingga mampu dilaksanakan. Bangsa Indonesia tidak boleh terlalu
mengurangi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. percaya terhadap tawaran ataupun provokasi dari
Sekilas tampaknya kesepakatan tersebut berjalan negara lain yang seolah-olah ingin membantunya.
adil, namun jika dicermati lebih dalam maka Bangsa Indonesia juga tidak harus selalu mengadopsi
sebenarnya terlihat upaya negara maju untuk senantiasa berbagai pemikiran negara maju untuk menyelesaikan
melakukan kontrol dan penetrasi iptek terhadap negara berbagai persoalan di negeri ini. Bangsa Indonesia
berkembang. Teknologi industri yang ramah harus yakin bahwa bangsa ini memiliki nilai-nilai dan
lingkungan serta mekanisme mitigasi dari dampak budaya luhur yang harus dilestarikan dan tidak perlu
pemanasan global diduga telah dipersiapkan sejak awal mengimpor nilai dan budaya negara lain yang belum
oleh negara maju yang kemudian harus diadopsi oleh tentu lebih baik. Segala persoalan yang ada di negeri
negara berkembang sesuai dengan kesepakatan ini hanya bangsa Indonesia sendiri yang paling
tersebut. Ilmu pengetahuan tentang bagaimana mengetahuinya, dan paling mengerti bagaimana upaya
menghitung emisi karbon dan sejauh mana tingkat yang harus ditempuh untuk mengatasinya.
bahayanya memang masih menjadi perdebatan di Sebagai contoh, dalam pembangunan sektor
kalangan ilmuwan, namun tampaknya negara maju kehutanan, diperlukan strategi yang sangat berbeda
sudah lebih siap dalam hal pengetahuan tersebut. dengan strategi pembangunan konvensional dengan
Implikasinya adalah bahwa ukuran-ukuran tingkat unsur universal berupa modal, tenaga kerja, dan
emisi gas rumah kaca yang merupakan informasi dasar investasi. Strategi pembangunan kehutanan memiliki
untuk sebuah negosiasi atau perjanjian mengenai ciri khas yang harus senantiasa diwarnai dan dibatasi
mekanisme mitigasi yang harus dilaksanakan baik oleh oleh dimensi-dimensi ekologis yang sangat spesifik.
negara maju maupun berkembang akan selalu mengacu Selain itu ke depannya, strategi pembangunan
pada pendapat atau temuan mereka. Harus disadari kehutanan juga harus mampu mengakomodir
bahwa angka-angka tersebut sangat rawan untuk partisipasi dan kepentingan dari seluruh pihak terkait
dimanipulasi demi tujuan politis atau kepentingan serta senantiasa memperhatikan nilai-nilai budaya
tertentu. Sementara itu, Amerika Serikat yang notabene masyarakat lokal. Jadi pada intinya Bangsa Indonesia
adalah penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar tidak perlu mencari citra atau warna masa depan
menyatakan keluar dari Protokol Kyoto tersebut karena kehutanannya pada konsep dan pemikiran dari negara
dianggap akan merugikan perekonomiannya. Hal ini lain, tetapi kita harus mampu menetapkan visi dan misi
merupakan satu bentuk pelarian dari tanggung jawab pembangunan kehutanan sesuai dengan kondisi ekologi
untuk kemudian melemparkan tanggung jawab itu dan tata nilai serta budaya bangsa Indonesia sendiri.
kepada pihak lain.
Daftar Pustaka
Suap Balik
Banerjee, S.B. 2003. Who Sustains Whose
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa
Development? Sustainable Development and the
sebenarnya negara-negara maju memiliki tangan-
Reinvention of Nature. SAGE Publications,
tangan kekuasaan yang mampu melakukan intervensi
London.
dan kontrol terhadap apa yang harus dilakukan oleh
http://www.colby.edu/personal/t/thtieten/susdevg
negara-negara berkembang. Pertama yang mereka
en.html. Agustus 2007.
lakukan adalah membuat suatu pernyataan dan
justifikasi bahwa ada yang salah dalam proses Bruhl, T. dan Simonis, U.E. 2001. World Ecology and
pembangunan yang terjadi di negara berkembang, dan Global Environmental Governance. Science
itu perlu segera diperbaiki. Kemudian, melalui Center Berlin D-10785, Jerman. http://skylla.wz-
berbagai institusi internasional yang dimilikinya berlin.de/pdf/2001/ii01-402.pdf. Juli 2008.
mereka menawarkan konsep-konsep perbaikan dalam
Escobar, A. 1995. Encountering Development (Making
berbagai skema. Dalam konsep-konsep yang mereka
and Unmaking of Third World). Princetown
tawarkan itulah sebenarnya terkandung misi-misi
University Press, Princetown, New Jersey.
tertentu yang pada dasarnya mereka ingin tetap
http://www.ebookmall.com/ebook/111022-
mendapatkan keuntungan dari negara berkembang
ebook.html. April 2008.
tanpa harus menerima resiko dari dilaksanakannya
konsep tersebut. Sebagai contoh bukti adalah melalui Fakih, M. 2006. Runtuhnya Teori Pembangunan dan
butir-butir kesepakatan dalam LoI dan isu eco- Globalisasi. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
labelling, negara maju berusaha untuk tetap 250hlm.
melanggengkan kontrol dan dominasinya kepada
bangsa Indonesia melalui media pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya hutan.

94
JMHT Vol. XIV, (2): 88-95, Agustus 2008 Pemikiran Konseptual
ISSN: 0215-157X

Handadhari, T. 1999. Membenahi Manajemen Nurrochmat, D.R. 2005. Strategi Pengelolaan Hutan.
Pengusahaan Hutan. Di dalam: Prosiding Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 178hlm.
Seminar Menempatkan Kembali Ilmu Kehutanan
Prakosa, M. 1996. Rencana Kebijakan Kehutanan.
dalam Pembangunan Kehutanan Masa Depan,
Aditya Media, Yogyakarta. 142hlm.
Reuni Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta, 3-
4 Desember 1999. Hlm.75-80. Susandi, A. 2007. Emisi Karbon dan Potensi CDM dari
Sektor Energi dan Kehutanan Indonesia.
Hettne, B. 2001. Teori Pembangunan dan Tiga Dunia.
Departemen Geofisika dan Meteorologi, ITB,
PT Gramedia, Jakarta. 526hlm.
Bandung. http://armisusandi.com/index.php?
Humphreys, D. 1996. Forest Politics. Earthscan lang=&action=article.detail&kategori=working_
Publication Ltd., London. 299hlm. paper&IDArtikel.pdf. Maret 2008.
Khakim, A. 2005. Pengantar Hukum Kehutanan Varma, S.P. 2003. Teori Politik Modern. PT. Raja
Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Grafindo Persada, Jakarta. 516hlm.
302hlm.
Wilenius, M. 1999. Sociology, Modernity and the
Nurdjana, I.G.M., Prasetyo T., dan Sukardi. 2005. Globalization of Environmental Change.
Korupsi & Illegal Logging dalam Sistem International Sociology, London. http://www.
Desentralisasi. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. unites.uqam.ca/aep/devdur_revues.htm. Maret
239hlm. 2008.

95

Anda mungkin juga menyukai