Anda di halaman 1dari 9

RMK AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGATIF

“FRAUD DAN KORUPSI”

BAB 6: FRAUD

FRAUD DALAM PERUNDANGAN KITA


Pengumpulan dan pelaporan statistik tentang kejahatan di suatu Negara dapat
dilakukan sesuai dengan klasifikasi kejahatan dan pelanggaran (atau tindak pidana)
menurut ketentuan perundang-undangan Negara tersebut.
Melihat statistik kejahatan di Indonesia, perlu diingat bahwa melaporkan
kejahatan masih rendah. Banyak faktor yang menyebabkan masyarakat enggan
melaporkan kejahatan. Di antaranya, tercermin dari ungkapan sehari-hari “melapor
kehilangan kambing, berakhir kehilangan kerbau. Oleh karena itu, beberapa kajian
luar negeri tentang data kejahatan di Indonesia memberi peringatan “crimes may be
unreported”.

FRAUD DALAM KUHP


Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan beberapa
pasalyang mencakup pengertian fraud seperti:
a. Pasal 362 tentang Pencurian
b. Pasal 368 tentang Pemerasan dan Pengancaman
c. Pasal 372 tentang Penggelapan
d. Pasal 378 tentang Perbuatan Curang
e. Pasal 396 tentang Merugikan Pemberi Piutang dalam Keadaan Pailit
f. Pasal 406 tentang Menghancurkan atau Merusakkan Barang
g. Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 417, 418, 419, 420, 423, 425, dan 435 yang
secara khusus diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999)

FRAUD TREE (POHON FRAUD)


Secara skematis, Assosiation of Certified Fraud Examiners (ACFE)
menggambarkan occupational fraud dalam bentuk fraud tree. Pohon ini
menggambarkan cabang-cabang dari fraud dalam hubungan kerja, beserta ranting
dan anak rantingnya. Occupational fraud tree ini mempunyai tiga cabang utama,
yakni corruption, asset misappropriation, dan fraudulent statements.
1. Corruption
Empat bentuk dalam ranting-ranting:
a. Conflicts of interest atau benturan kepentingan: purchases schames,
sales schames
b. Bribery atau penyuapan: kickbacks, bid rigging
c. Illegal gratuities atau pemberian hadiah terselubung
d. Economic Extortion
2. Aset Misappropriation
Aset misappropriation atau “pengambilan” aset secara illegal. Terbagi
atas dua, yaitu cash dan non cash.
a. Cash: (1) Skimming yaitu uang dijarah sebelum uang (fisik) masuk ke
dalam perusahaan (2) Larceny yaitu uang dijarah saat dalam
perusahaan/pencurian dan (3) Fraudulent disbursements yaitu
pencurian uang saat uang telah terekam oleh system/ penggelapan.
dalam bahasa sehari-bhari disebut mencuri. Istilah pencurian, dalam
fraud tree disebut larceny. Istilah penggelapan dalam bahasa Inggris
nya adalah embezzlement.
b. Non Cash: (1) Misuse yaitu penyalahgunaan, misalnya penggunaan
kendaraan perusahaan untuk kepentingan pribadi selama memegang
jabatan dan tidak mengembalikannya sesudah ia tidak menjabat (2)
Larceny
3. Fraudulent Statement
Fraud yang berkenaan dengan penyajian laporan keuangan, sangat
menjadi perhatian auditor, masyarakat atau para LSM/NGO, namun tidak
menjadi perhatian akuntan forensik. (1) Financial. Fraud ini berupa salah saji
(misstatements baik overstatements maupun understatements) (2) Non
financial. Fraud dalam menyusun laporan non-keuangan. Fraud ini berupa
penyampaian laporan non-keuangan secara menyesatkan, lebih bagus dari
keadaan yang sebenarnya.
AKUNTAN FORENSIK DAN JENIS FRAUD
Akuntan forensik memusatkan perhatian pada corruption, misappropriation of
asset. Akuntan forensik atau audit investigatif hampir tidak pernah menyentuh fraud
yang menyebabkan laporan keuangan menjadi menyesatkan, kecuali:
1. Ketika “regulator” seperti Bapepam, Securities and Exchange Commission,
atau Financial Services Authority (OJK, Otoritas Jasa Keuangan) mempunyai
dugaan kuat bahwa laporan audit suatu kantor akuntan publik mengandung
kekeliruan yang serius (atau kantor akuntan publik yang bersangkutan
mengakui hal tersebut).
2. Ketika fraudulent statements dilakukan dengan pengolahan data secara
elektronis, terintegrasi, dan besar-besaran atau penggunaan komputer yang
dominan dalam penyiapan laporan. Selain pertimbangan penyelesaian kasus
di dalam atau diluar pengadilan, juga ada pertimbangan diperlukannya
keahlian khusus, yakni computer forensics.

MANFAAT FRAUD TREE


Fraud tree yang dibuat ACFE sangat bermanfaat. Fraud tree memetakan
fraud dalam lingkungan kerja. Peta ini membantu akuntan forensik mengenali dan
mendiagnosis fraud yang terjadi. Ada gejal-gejala “penyakit” fraud yang dalam
auditing dikenal sebagai red flags. Dengan memahami gejala-gejala ini dan
menguasai teknik-teknik audit investigatif, akuntan forensik dapat mendeteksi fraud
tersebut.

Fraud Triangle
Sudut pertama dari segitiga itu diberi judul pressure yang merupakan
perceived non-shareable financial need. Sudut keduanya, perceived opportunity.
Sudut ketiga, rationalization.

PRESSURE
Penggelapan uang perusahaan oleh pelakunya bermula dari suatu tekanan
(pressure) yang menghimpitnya. Tekanan yang menghimpit hidupnya (berupa
kebutuhan akan uang) Konsep ini di dalam bahasa inggris disebut perceived non-
shareable financial need. Dari penelitiannya, Cressey menemukan bahwa non-
shareable problem timbul dari situasi yang dapat dibagi dalam enam kelompok:
1. Violation of ascribed obligation
2.  Problems resulting from personal failure
3.  Business reversals
4.  Physical isolation
5.  Status gaining
6.  Employer-employee relation

Keenam kelompok situasi tersebut, pada dasarnya berkaitan dengan upaya


memperoleh status lebih tinggi atau mempertahankan status yang sekarang
dipunyai. Dengan lain perkataan, non shareable problems mengancam status orang
itu, atau merupakan ancaman baginya untuk meningkatkan ke status yang lebih
tinggi dari statusnya pada saat pelanggaran terjadi.

PERCEIVED OPPORTUNITY
Cressey berpendapat, dua komponen dari persepsi tentang peluang. Pertama,
general information, yang merupakan pengetahuan bahwa kedudukan yang
mengandung trust atau kepercayaan, dapat dilanggar tanpa konsekuensi. Kedua,
technical sklill atau keahlian/ketrampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan
kejahatan tersebut.

RATIONALIZATION
Rationalization (rasionalisasi) atau mencari pembenaran sebelum melakukan
kejahatan, bukan sesudahnya. Merupakan bagian dari motivasi melakukan
kejahatan agar pelaku dapat mencerna perilakunya yang melawan hukum dan tetap
mempertahankan jati dirinya sebagai orang yang dipercaya. Setelah kejahatan
dilakukan, rationalization ini ditinggalkan. karena tidak diperlukan lagi. ketika kita
mengulanginya perbuatan itu menjadi mudah, dan selanjutnya menjadi biasa. Ketika
akan mencuri uang perusahaan untuk pertama kalinya, pembenarannya adalah:
"nanti kubayar, nanti kuganti". Sekah si pelaku sukses, mencuri secara berulang kali,
ia tidak memerlukan rationalization semacam itu.
BAB 7: KORUPSI

PENDEKATAN SOSIOLOGI
Dalam pendekatan sosiologi, definisi korupsi yang lazim dipergunakan adalah
“penyalahgunaan wewenang pejabat untuk keuntungan pribadi. Korupsi berkaitan
dengan sistem perekonomian dan kelembagaan. Korupsi memiliki empat ciri:
1. Individu pejabat mempunyai kekuasaan mutlak (substantial monopoly power)
atas pengambilan keputusan.
2. Pejabat yang bersangkutan mempunyai kelonggaran wewenang (discretion)
yang besar.
3. Mereka tidak perlu mempertanggungjawabkan (tidak accountable terhadap)
tindakan mereka.
4. Mereka beroperasi dalam lingkungan yang rendah tingkat keterbukaannya
Rumusan ciri korupsi:
C=MP+D-A-Tdm
C       = corruption (korupsi)
MP    = monopoly power (kekuasaan mutlak)
D       = discretion (kelonggaran wewenang)
A       = accountability (akuntabilitas)
Tdm    = transparency of decision making (keterbukaan pengambilan keputusan)

DELAPAN PERTANYAAN TENTANG KORUPSI


Oleh Jakob Svensson, seorang senior economist pada Development
Research Group, Word Bank. Delapan pertanyaan mengenai korupsi:
1. Apa sesungguhnya korupsi itu
Korupsi umumnya didefinisi adalah penyalahgunaan jabatan di sektor
pemerintahan (misuse of public office) untuk keuntungan pribadi. Korupsi
yang didefinisikan seperti itu meliputi, misanya, penjualan kekayaan negara
secara tidak sah oleh pejabat, kickbacks dalam pengadaan di sektor
pemerintahan, penyuapan, dan “pencurian” (embezzlement) dana-dana
pemerintah.

2. Negara – negara mana yang paling korup


Indikator korupsi yang dihimpun oleh perusahaan-perusahaan yang
berkecimpung dalam usaha mengukur risiko (private risk-assesment firms).
(1) International Country Risk Guide (ICRG) adalah yang paling populer,
karena ia meliputi lebih banyak kurun waktu dan negara. (2) indeks yang
menunjukkan rata-rata dari berbagai peringkat oleh sumber – sumber yang
menghimpun data mengenai persepsi adanya korupsi. Diantaranya, yang
paling populer adalah Corruption Perception Index (CPI), (3) Control of
Corruption (CoC).

3. Apa ciri-ciri umum negara yang mempunyai tingkat korupsi yang tinggi
Teori yang memaparkan ciri-ciri umum negara korup dan peranan
lembaga dibagi menjadi dua kelompok: Kelompok teori pertama memandang
mutu lembaga dan karenanya juga korupsi dibentuk oleh faktor – faktor
ekonomi. Kelompok institusional theories kedua menekankan peran lembaga
– lembaga secara lebih langsung.

4. Berapa besarnya korupsi?


Peringkat negara-negara berdasarkan persepsi tingkat korupsi bersifat
subjektif. Kesimpulan diambil bukan dari penelitian yang mendalam
melainkan atas dasar kesan, dan pengamatan sekilas (anecdotal).

5. Apakah gaji lebih tinggi untuk para birokrat akan menekan korupsi?
Bukti sistematis yang menunjukkan hubungan antara kenaikan gaji dan
tingkat korupsi memang meragukan. Rauch dan Evans (2000) menemukan
tidak ada bukti kuat mengenai hubungan antara kenaikan gaji dan turunnya
tingkat korupsi. Sebaliknya, Van Rijckeghem dan Weder (2001) menunjukkan
sebaliknya. Sulit memastikan bahwa gaji yang tinggi akan menyebabkan
rendahnya korupsi, atau sebaliknya.

6. Apakah persaingan dapat menekan korupsi?


Ketika persaingan yang kuat, peserta tender akan berusaha menekan
harga jual mereka sekuat mungkin. Sehingga tidak tersedia dana untuk
menyogok pejabat. Dalam kenyataannya, hubungan antara laba perusahaan
dan korupsi sangatlah kompleks, dan secara analitis tidaklah selalu jelas.
Yang menyebabkan kaitan era tantara korupsi dan regulasi pasar
salah satunya yaitu kewenangan yang dimiliki sang birokrat. Pejabat sering
mengeluarkan aturan yang mengahmbat masuknya pesaing agar mereka
bisa korupsi. Jadi deregulasi bisa mengurangi korupsi bukan karena ia
meningkatkan persaingan, melainkan karena ia mengurangi kewenangan
birokrat.

7. Mengapa (akhir-akhir ini) begitu sedikit upaya yang berhasil memerangi


korupsi?

Pemberantasan korupsi dilakukan melalui gebrakan-gebrakan oleh


lembaga atau aparat (penegak) hukum dan keuangan (para pemeriksa,
seperti auditor dan investigator). Berasumsi bahwa gebrakan semakin banyak
dan semakin baik penegakan hukum, semakin besar korupsi yang bisa
dibasmi

8. Apakah korupsi berdampak negatif terhadap pertumbuhan?


Di era Order Baru, ada pakar  dan pengamat yang berargumentasi bahwa
korupsi justru mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurut mereka, dengan
penyuapan perusahaan bisa melicinkan usaha mereka yang tersendat oleh
birokrasi yang tidak efisien. Kerugian terbesar dari korupsi adalah bahwa
korupsi melahirkan perusahaan yang tidak efisien dan alokasi talenta (SDM),
teknologi, dan modal justru menjauhi penggunaannya yang paling produktif
bagi masyarakat. 

KORUPSI – TINJAUAN SOSIOLOGI


Prof. Syed Hussein Alatas, guru besar pada jurusan Kajian Melayu,
Universitas Nasional Singapura merupakan penulis perintis mengenai masalah
korupsi di kawasan ini. Beberapa bukunya telah diterjemahkan ke dalam
bahasa indonesia oleh LP3ES.
Dari kasus – kasus korupsi sekitaran tahun 1970 – 1980-an yang
dilaporkan Prof. Alatas, dapat disimpulkan antara lain berikut ini:
1. Tipologi korupsinya tidak banyak berubah. Beberapa di antaranya
merupakan penyakit kekanak – kanakan alias mencuri terang – terangan.
2. Bahkan “pemain”-nya masih yang itu-itu juga (meskipun sudah berganti
nama) seperti bank – bank BUMN yang menjadi Bank Mandiri atau Bank
BNI, Pertamina, distributor pupuk, ABRI (sekarang TNI), dan lain-lain.
3. Gebrakan membawa sukses “sesaat” seperti terlihat dalam hasil kerja
Komisi Empat, Opstib, Opstibpus, dan lain-lain.

KORUPSI – TIJAUAN SOSIOLOGI ADITJONDRO


Geogre Junus Aditjondro adalah pengajar dan peneliti mengenai sosiologi
korupsi di Universitas New Castle, Jurusan Sosiologi dan Antropologi. Tulisan-
tulisannya tercecer mengenai korupsi oleh para mantan presiden, keluarga dan
kroninya dibukukan dengan judul “Korupsi Kepresidenan”.
Ada beberap kesimpulan yang dibuat Aditjoro mengenai korupsi
kepresidenan di Indonesia, yang perlu diketahui akuntan forensik:
1. Bentuk oligarki berkaki tiga (Istana, Tangsi, dan Partai penguasa) yang
melanggengkan dan mewariskan korupsi kepada pemerintahan penerus.
2. Oligarki yang dipimpin oleh istri (Nyonya Tien Soeharto) atau suami
(Taufiq Kiemas) presiden atau spouse-led oligarchi. Aditjoro
menambahkan bahwa itulah sebabnya sejumlah penulis mengingatkan
Taufiq Kiemas, suami Megawati Soekarnoputri, untuk menarik pelajaran
dari kasus Mike Arroyo (suami Gloria Macapagal Arroyo) dan dari Asif
Zardari (suami Benazir Bhutto).
3. Oligarki dan jejaring bisnis dan politik yang membentengi keperntingan
mantan penguasa dengan segala cara “pemindahan kekayaan?”
Daftar Pustaka: Tuannakota, Theodorus M. 2016. Akuntansi Forensik dan Audit
Investigatif, Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai