PENDAHULUAN
pertama kali dilaporkan di Wuhan, Provinsi Hubei, China dan kemudian menyebar ke
wilayah lain di China dan 37 negara, termasuk Amerika Serikat, Jepang, Australia,
yang berkembang pesat menjadi sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS); fungsi
organ lainnya kurang terlibat. Pasien-pasien ini kemungkinan besar akan dirawat di
unit perawatan intensif (ICU) dan mungkin meninggal. Orang dengan lanjut usia dan
mereka dengan penyakit penyerta atau komorbid berada pada risiko kematian
(COVID-19) pada Januari 2020. Seperti dilansir Huang dkk, terdapat 3 pasien
COVID-19. terutama dengan demam, mialgia atau kelelahan, dan batuk kering.
Meskipun kebanyakan pasien dianggap memiliki prognosis yang baik, pasien yang
lebih tua dan mereka dengan kondisi kronis yang mendasari mungkin memiliki hasil
yang lebih buruk. Pasien dengan penyakit parah dapat menyebabkan dispnea dan
hipoksemia dalam waktu 1 minggu setelah timbulnya penyakit atau timbulnya gejala
yang dialami, yang dapat dengan cepat berkembang menjadi sindrom gangguan
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
yang disebabkan oleh virus korona atau Severe Acute Respiratory Syndrome
2.2 Epidemiologi
mencapai 571.678 kasus. Awalnya kasus terbanyak terdapat di Cina, namun saat ini
kasus terbanyak terdapat di Italia dengan 86.498 kasus, diikut oleh Amerika dengan
85.228 kasus dan Cina 82.230 kasus. Virus ini telah menyebar hingga ke 199 negara.
Kematian akibat virus ini telah mencapai 26.494 kasus. Tingkat kematian akibat
penyakit ini mencapai 4-5% dengan kematian terbanyak terjadi pada kelompok usia di
Indonesia melaporkan kasus pertama pada 2 Maret 2020, yang diduga tertular
dari orang asing yang berkunjung ke Indonesia. Kasus di Indonesia pun terus
bertambah, hingga tanggal 29 Maret 2020 telah terdapat 1.115 kasus dengan kematian
mencapai 102 jiwa. Tingkat kematian Indonesia 9%, termasuk angka kematian
tertinggi. Berdasarkan data yang ada umur pasien yang terinfeksi COVID-19 mulai
dari usia 30 hari hingga 89 tahun. Menurut laporan 138 kasus di Kota Wuhan,
didapatkan rentang usia 37–78 tahun dengan rerata 56 tahun (42-68 tahun) tetapi
2
Per 30 Maret 2020, terdapat 693.224 kasus dan 33.106 kematian di seluruh
dunia. Eropa dan Amerika Utara telah menjadi pusat pandemi COVID-19, dengan
kasus dan kematian sudah melampaui China. Amerika Serikat menduduki peringkat
sebanyak 19.332 kasus pada tanggal 30 Maret 2020 disusul oleh Spanyol dengan
6.549 kasus baru. Italia memiliki tingkat mortalitas paling tinggi di dunia, yaitu 11,3%
(6).
13.138.912 kasus. Selanjutnya wilayah Eropa dengan 4.205.708 kasus, wilayah Asia
kasus, wilayah Afrika dengan 1.044.513 kasus, dan wilayah Pasifik Barat dengan
laporan Kemenkes RI, pada tanggal 30 Agustus 2020 tercatat 172.053 kasus
konfirmasi dengan angka kematian 7343 (CFR 4,3%). DKI Jakarta memiliki kasus
kumulatif tersedikit yaitu Nusa Tenggara Timur dengan 177 kasus (7).
jauh berbeda dengan SARSCoV yang sudah lebih banyak diketahui. Pada manusia,
masuk ke dalam sel. Glikoprotein yang terdapat pada envelope spike virus akan
3
berikatan dengan reseptor selular berupa ACE2 pada SARS-CoV-2. Di dalam sel,
yang dibutuhkan, kemudian membentuk virion baru yang muncul di permukaan sel
(6).
dalam sel, genom RNA virus akan dikeluarkan ke sitoplasma sel dan ditranslasikan
menjadi dua poliprotein dan protein struktural. Selanjutnya, genom virus akan mulai
untuk bereplikasi. Glikoprotein pada selubung virus yang baru terbentuk masuk ke
nukleokapsid yang tersusun dari genom RNA dan protein nukleokapsid. Partikel
virus akan tumbuh ke dalam retikulum endoplasma dan Golgi sel. Pada tahap akhir,
vesikel yang mengandung partikel virus akan bergabung dengan membran plasma
dalam masuknya virus ke dalam sel pejamu. Telah diketahui bahwa masuknya
SARS-CoV ke dalam sel dimulai dengan fusi antara membran virus dengan plasma
membran dari sel. Pada proses ini, protein S2’ berperan penting dalam proses
virus dan pejamu memiliki peran dalam infeksi SARS-CoV. Efek sitopatik virus dan
Disregulasi sistem imun kemudian berperan dalam kerusakan jaringan pada infeksi
SARS-CoV-2. Respons imun yang tidak adekuat menyebabkan replikasi virus dan
4
kerusakan jaringan. Di sisi lain, respons imun yang berlebihan dapat menyebabkan
dapat dipahami, namun dapat dipelajari dari mekanisme yang ditemukan pada
SARS-CoV dan MERS-CoV. Ketika virus masuk ke dalam sel, antigen virus akan
menstimulasi respons imunitas humoral dan selular tubuh yang dimediasi oleh sel T
dan sel B yang spesifik terhadap virus. Pada respons imun humoral terbentuk IgM
dan IgG terhadap SARS-CoV. IgM terhadap SAR-CoV hilang pada akhir minggu
ke-12 dan IgG dapat bertahan jangka panjang. Hasil penelitian terhadap pasien yang
telah sembuh dari SARS menujukkan setelah 4 tahun dapat ditemukan sel T CD4+
dan CD8+ memori yang spesifik terhadap SARS-CoV, tetapi jumlahnya menurun
CoV dapat menginduksi produksi vesikel membran ganda yang tidak memiliki
pattern recognition receptors (PRRs) dan bereplikasi dalam vesikel tersebut sehingga
tidak dapat dikenali oleh pejamu. Jalur IFN-I juga diinhibisi oleh SARS-CoV dan
MERS-CoV. Presentasi antigen juga terhambat pada infeksi akibat MERS-CoV (6).
yang tidak berat tergambar dari sebuah laporan kasus di Australia. Pada pasien
terutama sel T CD8 pada hari ke 7-9. Selain itu didapatkan peningkatan
5
antibody secreting cells (ASCs) dan sel T helper folikuler di darah pada hari
secara progresif juga ditemukan dari hari ke-7 hingga hari ke-20. Perubahan
kadarnya sama dengan kontrol sehat. Pada pasien dengan manifestasi COVID-
19 yang tidak berat ini tidak ditemukan peningkatan kemokin dan sitokin
mendapatkan hitung limfosit yang lebih rendah, leukosit dan rasio neutrofil-
limfosit yang lebih tinggi, serta persentase monosit, eosinofil, dan basofil yang
lebih rendah pada kasus COVID-19 yang berat. Sitokin proinflamasi yaitu
TNF-α, IL-1 dan IL-6 serta IL-8 dan penanda infeksi seperti prokalsitonin,
ferritin dan C-reactive protein juga didapatkan lebih tinggi pada kasus dengan
klinis berat. Sel T helper, T supresor, dan T regulator ditemukan menurun pada
pasien COVID-19 dengan kadar T helper dan T regulator yang lebih rendah
pada kasus berat. Laporan kasus lain pada pasien COVID-19 dengan ARDS
juga menunjukkan penurunan limfosit T CD4 dan CD8. Limfosit CD4 dan
CD8 tersebut berada dalam status hiperaktivasi yang ditandai dengan tingginya
6
positif granulisin, dan 30,5% positif granulisin dan perforin). Selain itu
yaitu respons inflamasi sistemik yang tidak terkontrol akibat pelepasan sitokin
proinflamasi dalam jumlah besar ( IFN-α, IFN-γ, IL-1β, IL-2, IL-6, IL-7, IL-
10 IL-12, IL-18, IL-33, TNF-α, dan TGFβ) serta kemokin dalam jumlah besar
tidak langsung, atau kontak erat dengan orang yang terinfeksi melalui sekresi
7
seperti air liur dan sekresi saluran pernapasan atau droplet saluran napas yang
keluar saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, berbicara, atau menyanyi.
Droplet saluran napas memiliki ukuran diameter > 5-10 μm sedangkan droplet
(11) Transmisi droplet saluran napas dapat terjadi ketika seseorang melakukan
kontak erat (berada dalam jarak 1 meter) dengan orang terinfeksi yang
napas yang mengandung virus dapat mencapai mulut, hidung, mata orang
yang rentan dan dapat menimbulkan infeksi. Transmisi kontak tidak langsung
di mana terjadi kontak antara inang yang rentan dengan benda atau permukaan
tetap infeksius saat melayang di udara dan bergerak hingga jarak yang jauh.
dilakukan terutama di tempat dalam ruangan dengan ventilasi yang buruk (8).
Pemahaman akan fisika embusan udara dan fisika aliran udara telah
8
bahwa 1) sejumlah droplet saluran napas menghasilkan aerosol (<5 µm)
menghasilkan aerosol yang diembuskan. Karena itu, orang yang rentan dapat
menyebabkan infeksi pada orang lain tidak diketahui, sedangkan untuk kasus
virus-virus saluran pernapasan lain proporsi dan dosis ini telah diteliti (8).
cara batuk dan berbicara, dan sebuah model lain mengindikasikan angka
emisi partikel oleh setiap orang saat berbicara dapat sangat berbeda-beda, di
mana terdapat korelasi antara tingkat emisi yang semakin tinggi dengan
9
laboratorium yang terkontrol menemukan adanya RNA virus SARS-CoV-2
di dalam aerosol pada sampel udara yang bertahan hingga 3 jam. Penelitian
sejenis lain menemukan RNA virus ini bertahan hingga 16 jam dan
dari aerosol hasil eksperimen yang tidak mewakili kondisi batuk biasa pada
manusia (8).
volume udara yang besar, dan sebuah penelitian yang menemukan RNA
10
mengindikasikan bahwa di dalam konteks ini tidak terjadi transmisi aerosol.
transmisi aerosol, yang disertai transmisi droplet, misalnya pada saat latihan
lokasi- lokasi dalam ruangan tertentu seperti ruang yang padat dan tidak
berventilasi cukup di mana orang yang terinfeksi berada dalam waktu yang
droplet dan fomit juga dapat menjadi penyebab transmisi orang ke orang di
kebersihan tangan tidak dijaga, masker tidak digunakan, dan penjagaan jarak
Transmisi fomit
CoV-2 yang hidup dan terdeteksi melalui RT- PCR dapat ditemui di
11
permukaan-permukaan tersebut selama berjam-jam hingga berhari-hari,
juga dapat terjadi secara tidak langsung melalui lingkungan sekitar atau
permukaan yang mungkin infeksius sering kali juga berkontak erat dengan
orang yang infeksius, sehingga transmisi droplet saluran napas dan transmisi
Transmisi lainnya
SARS-CoV-2 dari spesimen feses. Namun, hingga saat ini belum ada laporan
yang diterbitkan tentang transmisi SARS-CoV-2 melalui feses atau urine (8).
12
Beberapa penelitian melaporkan deteksi RNA SARS-CoV-2 di
dalam plasma atau serum darah; virus ini dapat bereplikasi di sel darah.
risiko transmisi melalui rute ini mungkin rendah. Saat ini, belum ada bukti
kepada fetusnya, tetapi data masih terbatas. Baru-baru ini WHO menerbitkan
di sejumlah kecil sampel air susu ibu dari ibu yang terinfeksi SARS-CoV-2,
tidak menemukan virus yang hidup. Transmisi SARS-CoV-2 dari ibu ke anak
memerlukan virus yang dapat bereplikasi dan infeksius di dalam air susu ibu
yang dapat mencapai situs sasaran pada bayi dan juga mengalahkan sistem
pertahanan bayi. WHO merekomendasikan agar para ibu yang suspek atau
anjing, kucing, dan cerpelai ternak. Namun, masih belum jelas apakah
13
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas, mulai dari
sepsis, hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong ringan atau sedang, 13,8%
mengalami sakit berat, dan sebanyak 6,1% pasien jatuh ke dalam keadaan kritis.
Berapa besar proporsi infeksi asimtomatik belum diketahui. Viremia dan viral load
yang tinggi dari swab nasofaring pada pasien yang asimptomatik telah dilaporkan.
Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut saluran napas atas
tanpa komplikasi, bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk (dengan atau tanpa
sputum), anoreksia, malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal, atau sakit kepala.
Pasien tidak membutuhkan suplementasi oksigen. Pada beberapa kasus pasien juga
ditambah salah satu dari gejala: (1) frekuensi pernapasan >30x/menit (2) distres
pernapasan berat, atau (3) saturasi oksigen 93% tanpa bantuan oksigen. Pada pasien
geriatri dapat muncul gejala-gejala yang atipikal. Sebagian besar pasien yang
demam, batuk, bersin, dan sesak napas. Berdasarkan data 55.924 kasus, gejala
tersering adalah demam, batuk kering, dan fatigue. Gejala lain yang dapat ditemukan
Lebih dari 40% demam pada pasien COVID-19 memiliki suhu puncak antara
38,1-39°C, sementara 34% mengalami demam suhu lebih dari 39°C. Perjalanan
penyakit dimulai dengan masa inkubasi yang lamanya sekitar 3-14 hari (median 5
14
hari). Pada masa ini leukosit dan limfosit masih normal atau sedikit menurun dan
pasien tidak bergejala. Pada fase berikutnya (gejala awal), virus menyebar melalui
aliran darah, diduga terutama pada jaringan yang mengekspresi ACE2 seperti paru-
paru, saluran cerna dan jantung. Gejala pada fase ini umumnya ringan. Serangan
kedua terjadi empat hingga tujuh hari setelah timbul gejala awal. Pada saat ini pasien
masih demam dan mulai sesak, lesi di paru memburuk, limfosit menurun. Penanda
inflamasi mulai meningkat dan mulai terjadi hiperkoagulasi. Jika tidak teratasi, fase
selanjutnya inflamasi makin tak terkontrol, terjadi badai sitokin yang mengakibatkan
Gejala klinis yang melibatkan saluran pencernaan juga dilaporkan oleh Kumar
dkk. (2020). Sakit abdominal merupakan indikator keparahan pasien dengan infeksi
15
manifestasi neurologis tersebut merupakan presentasi awal. Virus Corona dapat
masuk pada sel yang mengekspresikan ACE2, yang juga diekspresikan oleh sel
memiliki riwayat status epileptikus pada dua tahun sebelumnya, akan tetapi pasien
rutin diterapi dengan asam valproat dan levetiracetam dan bebas kejang selama lebih
dari dua tahun. Tidak ada gejala saluran pernapasan seperti pneumonia dan pasien
neurologis pada pasien terkonfirmasi Covid-19 yaitu status epileptikus pada pasien
lelaki usia 8 tahun dengan riwayat ADHD, motor tic, dan riwayat kejang
yang jarang didapatkan. Individu yang terinfeksi namun tanpa gejala dapat menjadi
cepat, bahkan dapat berakhir pada ARDS dengan case fatality rate tinggi (7).
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa dari 58 pasien tanpa gejala yang dites
positif Covid19 pada saat masuk RS, seluruhnya memiliki gambaran CT-Scan toraks
distribusi perifer, lokasi unilateral, dan paling sering mengenai dua lobus paru.
Setelah follow up dalam jangka waktu singkat, 27,6% pasien yang sebelumnya
16
hitung sel darah putih kurang dari 4x109 /L pada 25% pasien, serta limfositopenia
pada 63% pasien dengan hitung limfosit kurang dari 1x109 /L dan juga menemukan
muncul pada masa perawatan pasien Covid-19. Dengan trombositopenia yang terjadi
pada 16 dari 194 pasien dan hitung platelet pada 3 dari 16 pasien tersebut kurang
2.6 Diagnosis
erat dengan kasus terkonfirmasi atau bekerja di fasyankes yang merawat pasien
infeksi COVID-19 atau berada dalam satu rumah atau lingkungan dengan pasien
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pencitraan
dan Computed Tomography Scan (CTscan) toraks. Pada foto toraks dapat
17
ditemukan gambaran seperti opasifikasi ground-glass, infiltrat, penebalan
sekitar 40% kasus tidak ditemukan kelainan pada foto toraks.Studi dengan
bisa saja ditemui seiring dengan progresivitas penyakit. Studi ini juga
ii. Satu minggu sejak onset gejala: lesi bilateral dan difus, predominan
18
iii. Dua minggu sejak onset gejala: masih predominan gambaran ground-
Gambar 2 (6)
Gambar 3 (6)
19
Pemeriksaan diagnostic
i. Pemeriksaan antigen-antibody
uji serologi untuk SARS-CoV-2, namun hingga saat ini belum banyak
artikel hasil penelitian alat uji serologi yang dipublikasi. Salah satu
kesulitan utama dalam melakukan uji diagnostik tes cepat yang sahih
adalah memastikan negatif palsu, karena angka deteksi virus pada rRT-
PCR sebagai baku emas tidak ideal. Selain itu, perlu mempertimbangkan
serologi. IgM dan IgA dilaporkan terdeteksi mulai hari 3-6 setelah onset
gejala, sementara IgG mulai hari 10-18 setelah onset gejala. Pemeriksaan
Pasien negatif serologi masih perlu observasi dan diperiksa ulang bila
20
reaction (rRTPCR) dan dengan sequencing. Sampel dikatakan positif
sebagian atau seluruh genom virus yang sesuai dengan SARS-CoV-2 (6).
Hasil negatif palsu pada tes virologi dapat terjadi bila kualitas
tinggi (6).
yaitu dari saluran napas atas (swab nasofaring atau orofaring) atau
PDP dan ODP, boleh diambil sampel tambahan bila ada perburukan
21
klinis. Pada kontak erat risiko tinggi, sampel diambil pada hari 1 dan hari
14 (6).
Pada penelitian Zou (9) melaporkan deteksi virus pada hari ketujuh
setelah kontak pada pasien asimtomatis dan deteksi virus di hari pertama
onset pada pasien dengan gejala demam. Titer virus lebih tinggi pada
virus dari sampel swab dan sputum memuncak pada hari 4-6 sejak onset
2.7 Tatalaksana
oleh pasien.
1. Tanpa Gejala
Pertama (FKTP)
22
Kontrol di FKTP terdekat setelah 10 hari karantina untuk pemantauan klinis
B. Non-Farmakologis
Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan (leaflet untuk dibawa
ke rumah):
Pasien :
o Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
sesering mungkin.
cuci
o Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan malam hari)
Lingkungan/kamar:
23
o Membuka jendela kamar secara berkala
goggle).
o Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
sesering mungkin.
o Bersihkan kamar setiap hari , bisa dengan air sabun atau bahan
desinfektan lainnya
Keluarga:
tertukar
C. Farmakologi
24
Vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan ;
Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
Zink
Vitamin D
sirup)
klinis pasien.
2. Gejala Ringan
sejak muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan gangguan
hingga gejala hilang ditambah dengan 3 hari bebas gejala. Isolasi dapat
dipersiapkan pemerintah.
25
Petugas FKTP diharapkan proaktif melakukan pemantauan kondisi
pasien.
B. Non Farmakologis
tanpa gejala).
C. Farmakologis
o Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
B, E, zink
Vitamin D
sirup)
Antivirus :
26
o Pengobatan simtomatis seperti parasetamol bila demam.
3. Gejala Sedang
Darurat COVID-19
Darurat COVID-19
B. Non Farmakologis
C. Farmakologis
Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1
o Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari)
27
ada infeksi bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk
4. Gejala Berat/Kritis
kohorting
B. Non Farmakologis
28
PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg,
Limfopenia progresif,
(NIV) pada pasien dengan ARDS atau efusi paru luas. HFNC
edema paru.
position).
Terapi oksigen:
29
Tingkatkan terapi oksigen dengan menggunakan alat HFNC
(PAPR, N95).
30
<3.85 menandakan risiko tinggi untuk kebutuhan
intubasi.
hingga mencapai 25 L.
30%.
N95).
Trial NIV selama 1-2 jam sebagai bagian dari transisi terapi
oksigen
31
Titrasi tekanan inspirasi untuk mencapai target volume tidal
alternatif parameter)
92-96%.
parameter;
ml/kgBB.
invasif.
32
kebutuhan akan intubasi pada ARDS ringan hingga
sedang.
N95).
33
plateau pressure yang tinggi secara persisten dan ventilasi
dapat dipertimbangkan.
ARDS
o Indikasi ECMO :
o Kontraindikasi relatif :
Usia ≥ 65 tahun
Obesitas BMI ≥ 40
34
3. Status imunokompromis
o Kontraindikasi absolut :
Sirosis hepatis
Demensia
memungkinkan rehabilitasi.
Keganasan metastase
35
Komplikasi berat sering terjadi pada terapi
mati otak.
*Keterangan : Bila tidak terdapat HNFC maka pasien di intubasi dan mendapatkan
36
Gambar 3. Alur penentuan alat bantu napas mekanik
C. Farmakologis
Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis
perawatan
Vitamin D
Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5- 7 hari)
curiga ada infeksi bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per
Bila terdapat kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena ko-
klinis, fokus infeksi dan faktor risiko yang ada pada pasien.
dipertimbangkan.
Antivirus :
37
Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600
ke 2-5) Atau
2.8 Prognosis
38
Prognosis COVID-19 dipengaruhi banyak faktor. Studi Yang X, melaporkan
tingkat mortalitas pasien COVID-19 berat mencapai 38% dengan median lama
perawatan ICU hingga meninggal sebanyak 7 hari (16). Peningkatan kasus yang
cepat dapat membuat rumah sakit kewalahan dengan beban pasien yang tinggi. Hal
ini meningkatkan laju mortalitas di fasilitas tersebut (17). Laporan lain menyatakan
perbaikan eosinofil pada pasien yang awalnya eosinofil rendah diduga dapat menjadi
Studi pada hewan menyatakan kera yang sembuh tidak dapat terkena COVID-19,
tetapi telah ada laporan yang menemukan pasien kembali positif rRT-PCR dalam 5-
13 hari setelah negatif dua kali berturut-turut dan dipulangkan dari rumah sakit. Hal
ini kemungkinan karena reinfeksi atau hasil negatif palsu pada rRT-PCR saat
dipulangkan. 157 Peneliti lain juga melaporkan deteksi SARS-CoV-2 di feses pada
fatal terutama ARDS. Saat ini tidak ada perawatan khusus anti COVID-19 yang
ARDS karena penyebab lain. Kematian di unit perawatan intensif dan rumah sakit
akibat ARDS tipikal adalah 35,3%. Untuk COVID-19 ARDS, kematian berkisar
antara 26 % dan 61,5% jika pernah dirawat di lingkungan perawatan kritis, dan pada
pasien yang menerima ventilasi mekanis, angka kematian dapat berkisar antara
65,7% hingga 94%. Faktor risiko untuk hasil yang buruk termasuk usia yang lebih
39
mellitus; jumlah limfosit yang lebih rendah; cedera ginjal; dan menaikkan level D-
dimer. Kematian akibat COVID-19 ARDS disebabkan oleh gagal napas (53%),
gagal napas dikombinasikan dengan gagal jantung (33%), kerusakan miokard dan
kegagalan sirkulasi (7%), atau kematian karena penyebab yang tidak diketahui (15).
2.9 Komplikasi
Komplikasi utama pada pasien COVID-19 adalah ARDS, tetapi Yang, dkk.
menunjukkan data dari 52 pasien kritis bahwa komplikasi tidak terbatas ARDS,
melainkan juga komplikasi lain seperti gangguan ginjal akut (29%), jejas
kardiak (23%), disfungsi hati (29%), dan pneumotoraks (2%). Komplikasi lain
2.10 Pencegahan
pemutusan rantai penularan dengan isolasi, deteksi dini, dan melakukan proteksi
dasar (6)
a. Vaksin
guna membuat imunitas dan mencegah transmisi. Saat ini, sedang berlangsung 2
uji klinis fase I vaksin COVID-19. Studi pertama dari National Institute of Health
(NIH) menggunakan mRNA-1273 dengan dosis 25, 100, dan 250 µg. Studi kedua
berasal dari China menggunakan adenovirus type 5 vector dengan dosis ringan,
40
dengan pasien yang positif COVID-19 harus segera berobat ke fasilitas
kesehatan. WHO juga sudah membuat instrumen penilaian risiko bagi petugas
suhu dan gejala pernapasan selama 14 hari dan mencari bantuan jika keluhan
berpergian dan kumpul massa pada acara besar (social distancing) (6).
melakukan proteksi dasar, yang terdiri dari cuci tangan secara rutin dengan
alkohol atau sabun dan air, menjaga jarak dengan seseorang yang memiliki
gejala batuk atau bersin, melakukan etika batuk atau bersin, dan berobat ketika
memiliki keluhan yang sesuai kategori suspek. Rekomendasi jarak yang harus
dijaga adalah satu meter. Pasien rawat inap dengan kecurigaan COVID-19 juga
harus diberi jarak minimal satu meter dari pasien lainnya, diberikan masker
prosedur, setelah terpajan cairan tubuh, setelah menyentuh pasien dan setelah
namun mencuci tangan dengan air saja tidak cukup untuk menghilangkan
41
coronavirus karena virus tersebut merupakan virus RNA dengan selubung lipid
bilayer (6).
lemak atau minyak. Selain menggunakan air dan sabun, etanol 62-71% dapat
dilakukan dengan hand rub berbasis alkohol atau sabun dan air. Berbasis alkohol
lebih dipilih ketika secara kasat mata tangan tidak kotor sedangkan sabun dipilih
tisu satu kali pakai ketika bersin atau batukuntuk menghindari penyebaran
droplet (6).
wajah, kacamata pelindung atau face shield, dan gaun nonsteril lengan panjang.
Alat pelindung diri akan efektif jika didukung dengan kontrol administratif dan
dinamika transmisi dari patogen. Pada kondisi berinteraksi dengan pasien tanpa
gejala pernapasan, tidak diperlukan APD. Jika pasien memiliki gejala pernapasan,
jaga jarak minimal satu meter dan pasien dipakaikan masker. Tenaga medis
42
disarankan menggunakan APD lengkap. Alat seperti stetoskop, thermometer, dan
digunakan untuk pasien lain, bersihkan dan desinfeksi dengan alcohol 70%.
masyarakat umum yang tidak ada gejala demam, batuk, atau sesak (6).
daya tahan tubuh terhadap infeksi saluran napas. Beberapa di antaranya adalah
dan bawah. Merokok menurunkan fungsi proteksi epitel saluran napas, makrofag
alveolus, sel dendritik, sel NK, dan sistem imun adaptif. Merokok juga dapat
alkohol dapat menurunkan fungsi neutrofil, limfosit, silia saluran napas, dan
upregulasi CD14+, dan variasi sel limfosit T CD4+ dan CD8+ (6).
proteksi tersebut lebih besar pada orang dengan kadar 25-OH vitamin D kurang
dari 25 nmol/L dan yang mengonsumsi harian atau mingguan tanpa dosis
dalam menurunkan episode infeksi saluran napas atas akut, durasi episode
infeksi, pengunaan anitbiotika dan absensi sekolah. Namun kualitas bukti masih
suplementasi rutin seng dapat menurunkan kejadian infeksi saluran napas bawah
akut (6).
44
BAB III
KESIMPULAN
pandemik baru dengan penyebaran antar manusia yang sangat cepat. Derajat penyakit
dapat bervariasi dari infeksi saluran napas atas hingga ARDS. Penatalaksanaan sangat
bergantung dari kondisi dan gejala klinis yang pasien alami. Prognosis COVID 19 juga
45
DAFTAR PUSTAKA
2020;24(1):1–3.
2020;24(1):1–5.
3. Wu C, Chen X, Cai Y, Xia J, Zhou X, Xu S, et al. Risk Factors Associated with Acute
Respiratory Distress Syndrome and Death in Patients with Coronavirus Disease 2019
al. Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini. J Penyakit Dalam Indones.
2020;7(1):45.
from:
http://journals.sagepub.com/doi/10.1177/1120700020921110%0Ahttps://doi.org/10.10
16/j.reuma.2018.06.001%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.arth.2018.03.044%0Ahttps://read
er.elsevier.com/reader/sd/pii/S1063458420300078?
token=C039B8B13922A2079230DC9AF11A333E295FCD8
who.int
46
9. Zou L. SARS-CoV-2 Viral Load in Upper Respiratory Specimens of Infected Patients.
10. Pan Y, Zhang D, Yang P, Poon LLM, Wang Q. Viral load of SARS-CoV-2 in clinical
http://dx.doi.org/10.1016/S1473-3099(20)30113-4
2020;323(18):1843–4.
12. Han H, Luo Q, Mo F, Long L, Zheng W. SARS-CoV-2 RNA more readily detected in
http://dx.doi.org/10.1016/S1473-3099(20)30174-2
13. Dong L, Hu S, Gao J. Discovering drugs to treat coronavirus disease 2019 (COVID-
14. LOMBARDIA SR. Vademecum per la cura delle persone con malattia da COVID-19.
covid19-vademecum-13-03-202.pdf
15. Gibson PG, Qin L, Puah SH. COVID-19 acute respiratory distress syndrome (ARDS):
clinical features and differences from typical pre-COVID-19 ARDS. Med J Aust.
2020;213(2):54-56.e1.
16. Yang X, Yu Y, Xu J, Shu H, Xia J, Liu H, et al. Clinical course and outcomes of
47
mortality and health-care resource availability. Lancet Glob Heal [Internet].
48