Sumber hukum diartikan sebagai dasar kekuatan berlakunya hukum, sehingga dapat
digunakan sebagai peraturan yang ditaati masyarakat1. Baik itu sumber hukum dalam arti
materiil, maupun sumber hukum dalam arti formil.
Kebiasaan masyarakat, keyakinan atas sesuatu, nasehat tokoh masyarakat, atau fatwa
pemuka agama misalnya, dapat menjadi sumber hukum secara materiil. Sedangkan sumber
hukum formil, lebih mudah didapatkan karena biasanya berbentuk tertulis, yang tersusun
dalam suatu naskah.
Secara umum, sumber hukum formil terdiri dari: (1) Undang-undang (statute),
(2) Kebiasaan (custom), (3) Keputusan Hakim (jurisprudentie), (4) Traktat (treaty,
perjanjian), dan (5) Pendapat Para Ahli (doctrine, doktrin, fatwa). Sehingga dapat dikatakan
bahwa sumber hukum lingkungan pun, bisa dalam arti materiil dan dalam arti formil.
Pelaksanaan Konferensi Stockholm pada tahun 1972 oleh Perserikatan Bangsa Bangsa
(PBB, United Nations), merupakan tonggak kesadaran masyarakat secara global mengenai
lingkungan hidup. Konferensi ini telah menyetujui suatu rencana kerja bagi kegiatan
internasional untuk melindungi habitat manusia di bumi melalui Declaration on the Human
Environment, yang disepakati oleh negara-negara peserta untuk ditindaklanjuti2.
Di Indonesia, kebijakan pengaturan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
lingkungan hidup sebenarnya sudah ada sejak sebelum tahun 1972. Untuk memudahkan,
keberadaan peraturan perundangan akan diklasifikasikan sebagai berikut3:
a. Peraturan Perundang-undangan Lingkungan Zaman Kolonial;
1. Ordonansi Kehutanan di Jawa dan Madura (Boschordonnantie voor Java en Madura
1927. Ordonansi ini telah dicabut dengan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan);
2. Ordonansi Perikanan (Visscherijordonnantie 1920. Ordonansi ini telah dicabut
dengan UU Nomor 9 Tahun 1985 tentang perikanan);
3. Ordonansi Perburuan (Jachtordonnantie 1931);
4. Ordonansi Perlindungan Binatang Liar (Dierenbeschermings-ordonnantie 1931);
5. Ordonansi di Bidang industri (Bedrijfreglementerings-ordonnantie 1934);
6. Ordonansi Perburuan Jawa dan Madura (Jachtordonnantie Java en Madoera 1940);
7. Ordonansi Perlindungan Alam (Natuurbeschermings-ordonnantie 1941);
Ordonansi nomor 4, 5, 6, dan 7 telah dicabut dengan UU Nomor 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
8. Reglemen Pengairan (Algemeen Waterreglement 1936);
9. Ordonansi Gangguan (Hinder Ordonnantie, Stb 1926 Nomor 226 yang diubah
dengan Stb 1940 Nomor 14 dan 450);
1
Lukman Santosa Az dan Yahyanto, Pengantar Ilmu Hukum, (Malang, Setara Press, 2016), hlm. 142
2
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijakasanaan Lingkungan Nasiona Edisi Ketigal, (Surabaya,
Airlangga University Press, 2005), hlm. 27-33
3
Muhammad Akib, Hukum Lingkungan Perspektif Global dan Nasional Edisi Revisi, (Jakarta, Rajawali Pers, 2016),
hlm. 65 - 82
1
10. Ordonansi Bahan Berbahaya (Gevaarlijke Stoffen Ordonnantie, Stb 1949 Nomor
377).
Ordonansi Gangguan dan Ordonansi Bahan Berbahaya secara yuridis formal masih
berlaku, meskipun secara substansial sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
pengelolaan lingkungan.
2
10. Asas, Tujuan, dan Ruang Lingkup Hukum Lingkungan
3
i. Keanekaragaman hayati;
Yang dimaksud dengan asas keanekaragaman hayati adalah bahwa perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan upaya terpadu untuk mempertahankan
keberadaan, keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam nabati dan sumber daya alam
hewani yang bersama dengan unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk
ekosistem.
j. Pencemar membayar;
Yang dimaksud dengan asas pencemar membayar adalah bahwa setiap penanggung jawab
yang usaha dan/atau kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan.
k. Partisipatif;
Yang dimaksud dengan asas partisipatif adalah bahwa setiap anggota masyarakat didorong
untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung.
l. Kearifan lokal;
Yang dimaksud dengan asas kearifan lokal adalah bahwa dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata
kehidupan masyarakat.
m. Tata kelola pemerintahan yang baik;
Yang dimaksud dengan asas tata kelola pemerintahan yang baik adalah bahwa perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi, tranparansi, akuntabilitas,
efisiensi,dan keadilan.
n. Otonomi daerah.
Yang dimaksud dengan asas otonomi daerah adalah bahwa pemerintah dan pemerintah daerah
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidupdengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam bingkai
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4
Tujuan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Berdasarkan ketentuan Pasal 3 UUPPLH, tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup adalah untuk:
a. Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup;
b. Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;
c. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;
d. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;
f. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;
g. Menjamin pemenuhan dan perlindungan ha katas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak
asasi manusia;
h. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;
i. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
j. Mengantisipasi isu lingkungan global.
Rangkaian kegiatan tersebut merupakan upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup5.
4
Penjelasan Umum angka 1 atas UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UUPPLH)
5
Pasal 1 angka 2 UUPPLH
5
lingkungan hidup, (b) penetapan wilayah ekoregion, dan (c) penyusunan Rencana
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH).
Beberapa peraturan telah disiapkan untuk menindaklanjuti tahapan perencanaan tersebut6,
antara lain: Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS); PP Nomor 46 Tahun 2017
tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup; Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (Kepmen LHK) Nomor SK.8/MENLHK/SETJEN/PLA.3/1/2018 tentang
Penetapan Wilayah Ekoregion Indonesia; serta Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor SE.5/MENLHK/PKTL/PLA.3/11/2016 tentang Rencana Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi/Kabupaten/Kota.
b. Pemanfaatan sumber daya alam dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup dilakukan berdasarkan RPPLH. Apabila RPPLH belum disusun, maka pemanfaatan
sumber daya alam akan dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup dengan memperhatikan: (a) keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup; (b)
keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup; dan (c) keselamatan, mutu hidup, dan
kesejahteraan masyarakat7.
6
Pasal 11 UUPPLH
7
Pasal 12 UUPPLH
8
Pasal 13 UUPPLH
9
Pasal 14 UUPPLH
6
a. Pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
kepada masyarakat;
b. Pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c. Penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan; dan/atau
d. Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pemulihan fungsi lingkungan hidup wajib dilakukan oleh setiap orang yang melakukan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, dengan tahapan sebagai berikut10:
a. Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
b. Remediasi;
c. Rehabilitasi;
d. Restorasi; dan/atau
e. Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam rangka penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup, Menteri, Gubernur,
Bupati/Walikota dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan fungsi
lingkungan hidup dengan menggunakan dana penjaminan11.
e. Pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan
yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, wajib dilakukan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya. Kewenangan tersebut dapat didelegasikan kepada kepada
pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Selain itu, dalam melaksanakan pengawasan Menteri, gubernur,
bupati/walikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat
fungsional13.
Pejabat pengawas lingkungan hidup, berwenang14:
a. Melakukan pemantauan;
b. Meminta keterangan;
10
Pasal 54 UUPPLH
11
Pasal 55 UUPPLH
12
Pasal 57 UUPPLH
13
Pasal 71 UUPPLH
14
Pasal 74 UUPPLH
7
c. Membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatatan yang diperlukan;
d. Memasuki tempat tertentu;
e. Memotret;
f. Membuat rekaman audio visual;
g. Mengambil sampel;
h. Memeriksa peralatan;
i. Memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi; dan/atau
j. Menghentikan pelanggaran tertentu.
Berbicara mengenai prinsip hukum, ada beberapa pendapat. Ada yang mengatakan
prinsip sama dengan asas, sehingga prinsip hukum sama dengan asas hukum. Cecep
Aminudin18 menulis “Prinsip atau asas hukum adalah konsepsi yang bersifat umum dan
abstrak, yang menjadi landasan berpikir dan dasar bagi penyusunan norma. Asas hukum
merupakan jantungnya peraturan hukum. Pengakuan terhadap suatu prinsip hukum
lingkungan dapat ditemukan dalam sumber-sumber hukum lingkungan, yaitu peraturan
perundang-undangan, perjanjian internasionalputusan pengadilan, kebiasaan, dan doktrin”.
Dikutip dari artikelsiana.com19, “prinsip adalah suatu pernyataan fundamental atau
kebenaran umum maupun individual yang dapat dijadikan oleh seseorang atau kelompok
sebagai pedoman dalam berpikir atau bertindak. Sedangkan asas adalah sesuatu yang
15
Blogmhariyanto.blogspot.com, apa yang dimaksud dengan penegakan hukum ?, diunduh minggu 4 Oktober
2020 pk. 16.48
16
Siti Sundari Rangkuti dalam Muhammad Akib, Hukum Lingkungan Perspektif Global dan Nasional Edisi Revisi,
(Jakarta, Rajawali Pers, 2016), hlm. 207
17
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijakasanaan Lingkungan Nasiona Edisi Ketigal, (Surabaya,
Airlangga University Press, 2005), hlm. 215
18
Cecep Aminudin, Prinsip-Prinsip Hukum Lingkungan, researchgate.net, rabu, 14 Oktober 2020 pk. 14.03
19
artikelsiana.com, Perbedaan dan Persamaan antara Asas dan Prinsip, rabu 14 Oktober 2020 pk. 14.25
8
menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat atau sesuatu kebenaran yang menjadi pokok
dasar atau tumpuan berpikir atau berpendapat”.
Dari pendapat di atas, maka apabila berbicara mengenai asas-asas perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, pengaturannya ada pada ketentuan Pasal 2 UUPPLH.
Sedangkan apabila berbicara mengenai prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, menurut Iskandar20 ada 15 (lima belas) prinsip hukum atau asas umum
yang terkait dengan aspek perlindungan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, yaitu:
1) Prinsip keadilan (the principles of justice);
2) Prinsip akses pada informasi (the principles of acces to information);
3) Prinsip tindakan pencegahan (the principles of precaution/prevention action);
4) Prinsip daya dukung dan daya tampung lingkungan (the principles of environmental
capacity);
5) Prinsip internalisasi biaya lingkungan (the principles of internalization of environmental
costs);
6) Prinsip keserasian antara manusia dengan Tuhan penciptanya, manusia dengan
masyarakat, manusia dengan ekosistemnya;
7) Prinsip keseimbangan dalam manfaat lingkungan, manfaat sosial budaya, dan manfaat
ekonomi;
8) Prinsip keutuhan (the principles of wholeness/holistic);
9) Prinsip pelestarian keanekaragaman hayati (biodiversity conservation principles);
10) Prinsip keterpaduan antar daerah, antara pusat dan daerah, antar sektor, dan antar
pemangku kepentingan;
11) Prinsip pendekatan kehati-hatian (precautionary approach);
12) Prinsip penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup;
13) Prinsip pengendalian dan rehabilitasi dampak serta bencana lingkungan;
14) Prinsip jaminan kepastian hukum bagi perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam
(the principles of legal certainty for protection and management natural resources);
15) Prinsip penanggulangan dan penegakan hukum, baik preventif maupun represif secara
tegas dan konsisten (the principles of prevention and law enforcement, both
preventiveand repressive firmly and consistenly).
9
3. Mengatur kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah; penguatan kelembagaan
perlindungan dan pengelolaan ligkungan hidup yang lebih efektif dan responsif; penguatan
kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidupdan penyidik pegawai negeri sipil
lingkungan hidup (Penjelasan Umum UUPPLH angka 8 huruf b, j, dan k);
4. UUPPLH memberikan kewenangan yang luas kepada Menteri untuk melaksanakan seluruh
kewenangan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta
melakukan koordinasi dengan instansi lain. Melalui undang-undang ini Pemerintah memberi
kewenangan yang sangat luas kepada pemerintah daerah untuk melakukan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup di daerah masing-masing (Penjelasan Umum UUPPLH angka
9)
Sejak tahun 2014, yaitu dengan ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014
tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja, Kementerian Lingkungan Hidup digabung
dengan Kementerian Kehutanan menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(Kementerian LHK).
Kementerian sektoral yang bidang tugas dan tanggung jawabnya terkait dengan
pengelolaan lingkungan hidup antara lain adalah Kementeriaan Kehutanan, Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(Kementerian ESDM).
Kementerian Kehutanan
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang tentang Kedudukan, Tugas dan
Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara,
Kementerian Kehutanan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kehutanan
22
Pasal 574 Peraturan Presiden Nomor 24 Th 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara
serta Susunan Organisasi dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara
23
Pasal 575 Perpres No. 24 Th. 2010
10
untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara, dimana dalam
melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Kehutanan menyelenggarakan fungsi24:
a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kehutanan;
b. Pengelolaan barang milik/kekayaan Negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian
Kehutanan;
c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kehutanan;
d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervise atas pelaksanaan urusan Kementerian
Kehutanan di daerah; dan
e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional25.
Sejak berlakunya Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan
Fungsi Kabinet Kerja, tugas dan fungsi Kementerian Kehutanan dilaksanakan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
24
Pasal 300 Perpres No. 24 Th. 2010
25
Pasal 301 Perpres No. 24 Th. 2010
26
Pasal 344 Perpres No. 24 Th. 2010
27
Pasal 200 Perpres No. 24 Th. 2010
11
Secara khusus UUPPLH tidak menyebutkan nama bagi lembaga pengelola lingkungan
hidup di daerah. Undang-undang tersebut hanya mengatur tentang tugas dan wewenang
pemerintah dan pemerintah daerah, sebagaimana disebutkan pada Pasal 63.
Mengenai struktur kelembagaan daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2019 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, mengaturnya
sebagai berikut:
Pasal 5
(1) Perangkat Daerah Provinsi terdiri dari:
a. Sekretariat daerah;
b. Sekretariat DPRD;
c. Inspektorat;
d. Dinas; dan
e. Badan
(2) Perangkat Daerah kabupaten/kota terdiri atas:
a. Sekretariat daerah;
b. Sekretariat DPRD;
c. Inspektorat;
d. Dinas;
e. Badan; dan
f. Kecamatan.
Sedangkan mengenai materi urusan yang menjadi kewenangan perangkat daerah, Pasal
15 ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016
tentang Perangkat Daerah mengaturnya sebagai berikut:
Pasal 15
(3) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. Pendidikan;
b. Kesehatan;
c. Pekerjaan umum dan penataan ruang;
d. Perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
e. Ketentraman dan ketertiban umum, serta perlindungan masyarakat; dan
f. Sosial.
(4) Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. Tenaga kerja;
b. Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
c. Pangan;
d. Pertanahan;
e. Lingkungan hidup;
f. Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
g. Pemberdayaan masyarakat dan desa;
h. Pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
i. Perhubungan;
j. Komunikasi dan informatika;
12
k. Koperasi, usaha kecil, dan menengah;
l. Peneneman modal;
m. Kepemudaan dan olah raga;
n. Statistik;
o. Persandian;
p. Kebudayaan;
q. Perpustakaan; dan
r. Kearsipan.
(5) Urusan Pemerintahan Pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Kelautan dan perikanan;
b. Pariwisata;
c. Pertanian;
d. Kehutanan;
e. Energi dan sumber daya mineral;
f. Perdagangan;
g. Perindustrian; dan
h. Transmigrasi.
(6) Masing-masing urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan
ayat (5) diwadahi dalam bentuk dinas daerah provinsi.
Dari ketentuan di atas, dapat dikatakan bahwa lembaga pengelola lingkungan hidup sebagai
organisasi atau lembaga pada pemerintah daerah, baik pemerintah daerah provinsi, maupun
pemerintah kabupaten/kota, keberadaan dan pembentukannya tergantung pada pertimbangan
karakteristik, potensi, dan kebutuhan Daerah.
Susunan, kedudukan, dan tugas pokok organisasi perangkat daerah diatur dalam Peraturan
Daerah. Sedangkan rincian tugas, fungsi, dan tata kerja diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Gubernur/Bupati/Walikota.
Kewenangan diartikan sebagai hak dan kekuasaan untuk bertindak, kekuasaan untuk
membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang/badan
lain28. Dalam pengelolaan lingkungan hidup, lembaga yang diberi kewenangan diberikan
kepada pemerintah dan pemerintah daerah, sebagaimana diatur pada Pasal 63 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPPLH), sebagai berikut:
Pasal 63
(1) Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah bertugas dan
berwenang:
a. Menetapkan kebijakan nasional;
b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria;
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RPPLH nasional;
d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS;
e. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai Amdal dan UKL-UPL;
28
Kamus Besar Bahasa Indonesia
13
f. Menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan emisi gas rumah kaca;
g. Mengembangkan standar kerja sama;
h. Mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup;
i. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai sumber daya alam hayati dan non
hayati, keanekaragaman hayati, sumber daya genetik, dan keamanan hayati produk
rekayasa genetik;
j. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan
iklim dan perlindungan lapisan ozon;
k. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai B3, limbah, serta limbah B3;
l. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai perlindungan lingkungan laut;
m. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup lintas batas Negara;
n. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional,
peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah;
o. Melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan pengang jawab usaha dan/atau
kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundang-undangan;
p. Mengembangkan dan menerapkan instrument lingkungan hidup;
q. Mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama dan penyelesaian perselisihan antar
daerah serta penyelesaian sengketa;
r. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengelolaan pengaduan masyarakat;
s. Menetapkan standar pelayanan minimal;
t. Menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum
adat, kearifan lokal, dan dan masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup;
u. Mengelola informasi lingkungan hidup nasional;
v. Mengoordinasikan, mengembangkan, dan menyosialisasikan pemanfaatan teknologi
ramah lingkungan;
w. Memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan;
x. Mengembangkan sarana dan standar laboratorium lingkungan hidup;
y. Menerbitkan izin lingkungan;
z. Menetapkan wilayah ekoregion; dan
aa.Melakukan penegakan hukum lingkungan hidup.
(2) Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pemerintah provinsi bertugas dan
berwenang:
a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi;
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi;
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RPPLH provinsi;
d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai Amdal dan UKL-UPL;
e. Menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan emisi gas rumah kaca pada
tingkat provinsi;
f. Mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan kemitraan;
g. Mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup lintas kabupaten/kota;
h. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan peraturan
daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota;
14
i. Melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundang-undangan
di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
j. Mengembangkan dan menerapkan instrument lingkungan hidup;
k. Mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama dan penyelesaian perselisihan antar
kabupaten/antar kota, serta penyelesaian sengketa;
l. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di
bidang program dan kegiatan;
m. Melaksanakan standar pelayanan minimal;
n. Menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum
adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat provinsi;
o. Mengelola informasi lingkungan hidup tingkat provinsi;
p. Mengembangkan dan menyosialisasikan pemanfaatan teknologi ramah lingkungan
hidup;
q. Memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan;
r. Menerbitkan izin lingkungan pada tingkat provinsi; dan
s. Melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada tingkat provinsi.
BAB II
15
1. Perencanaan
a. Inventarisasi Lingkungan Hidup
Merupakan salah satu bagian dari kegiatan perencanaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UUPPLH).
Inventarisasi lingkungan hidup secara khusus diatur pada Pasal 6 UUPPLH, sebagai
berikut:
Pasal 6
(1) Inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a terdiri
atas inventarisasi lingkungan hidup:
a. Tingkat nasional;
b. Tingkat pulau/kepulauan; dan
c. Tingkat wilayah ekoregion.
(2) Inventarisasi lingkungan hidup dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi
mengenai sumber daya alam yang meliputi:
a. Potensi dan ketersediaan;
b. Jenis yang dimanfaatkan;
c. Bentuk penguasaan;
d. Pengetahuan pengelolaan;
e. Bentuk kerusakan; dan
f. Konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan.
Pasal 8
16
Inventarisasi lingkungan hidup di tingkat wilayah ekoregion sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c dilakukan untuk menentukan daya dukung dan daya
tampung serta cadangan sumber daya alam.
2. Pemanfaatan
Pemanfaatan sumber daya alam dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup dilakukan berdasarkan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(RPPLH)29. Apabila RPPLH belum disusun, maka pemanfaatan sumber daya alam akan
dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dengan
memperhatikan30:
(a) Keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup;
(b) Keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup; dan
(c) Keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya siapa yang berwenang menetapkan daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup serta ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapannya, diatur pada Pasal 12
ayat (3) dan ayat (4) UUPPLH sebagai berikut:
(3) Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan oleh:
a. Menteri untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup nasional dan
pulau/kepulauan;
b. Gubernur untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup provinsi dan
ekoregion lintas kabupaten/kota; atau
c. Bupati/walikota untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
kabupaten/kota dan ekoregion di wilayah kabupaten/kota
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam peraturan
pemerintah.
Pada bulan November 2014, telah disusun Pedoman Daya Dukung dan Daya Tampung
Lingkungan Hidup (Pedoman DDDTLH), yang bertujuan31:
a. Mewujudkan penataan ruang wilayah dan pemanfaatan sumber daya alam yang sesuai
dengan DDDTLH yang dapat menjamin keberlanjutan suatu wilayah dalam mendukung
kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya;
b. Menurunkan dampak negatif terhadap lingkungan akibat dari pemanfaatan ruang dan
pemanfaatan sumber daya alam yang tidak berdasarkan pada DDDTLH;
c. Sebagai dasar perencanaan kerja sama antar daerah dalam pembangunan wilayah
penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan dan pencadangan sumber daya alam,
pengendalian kerusakan lingkungan hidup, dan pengendalian pencemaran lingkungan
hidup;
d. Tersedianya acuan umm pelaksanaan kajiian DDDTLH baik pada level nasional,
provinsi, dan kabupaten/kota.
3. Pengendalian
29
Pasal 12 ayat (1) UUPPLH
30
Pasal 12 ayat (2) UUPPLH
31
Sekretariat Jendral Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
17
Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka
pelestarian fungsi lingkungan hidup, yang meliputi:
(a) Pencegahan;
(b) Penanggulangan; dan
(c) Pemulihan.
Pelaksana pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup adalah
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai
dengan kewenangan, peran, dan tanggung jawab masing-masing32.
(a) Pencegahan
Upaya pencegahan atau upaya preventif adalah upaya agar pencemaran lingkungan
dan/atau kerusakan lingkungan tidak terjadi lagi, atau minimal tidak bertambah jumlah
kasusnya.
Contoh kegiatan pencegahan antara lain:
Melakukan penyuluhan/sosialisasi dan edukasi tentang lingkungan hidup yang baik,
bersih, dan sehat;
Mewajibkan setiap rumah untuk menanam tanaman yang bermanfaat (sayuran,
bunga, dan tanaman obat/herbal);
Menyediakan tempat sampah yang baik, dan meletakkannya di tempat yang strategis;
Membangun saluran pembuangan air/drainase yang baik;
Menempatkan industri/pabrik terpisah jauh dari pemukiman penduduk.
Dan lain-lain.
18
a. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), dan Rencana Pemangunan Jangka
Menengah (RPJM) nasional, provinsi dan kabupaten/kota; dan
b. Kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak
dan/atau resiko lingkungan hidup.
b. Tata ruang;
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
menyebutkan bahwa tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
Sedangkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang yang sama mendefinisikan penataan
ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah
nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan
Nusantara Ketahanan Nasional dengan37:
a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya
buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
19
a. Kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomasa;
b. Kriteria baku kerusakan terumbu karang;
c. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang verkatan dengan kebakaran hutan
dan/atau lahan;
d. Kriteria baku kerusakan mangrove;
e. Kriteria baku kerusakan padang lamun;
f. Kriteria baku kerusakan gambut;
g. Kriteria baku kerusakankarst; dan/atau
h. Kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Sedangkan kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim, didasarkan pada
parameter43:
a. Kenaikan temperatur;
b. Kenaikan muka air laut;
c. Badai; dan/atau
d. Kekeringan.
e. Amdal;
Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) adalah kajian mengenai dampak
penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
da/atau kegiatan44.
Dampak penting yang dimaksud adalah dampak yang mempunyai kriteria sebagai
berikut45:
a. Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau
kegiatan;
b. Luas wilayah penyebaran dampak;
c. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e. Sifat kumulatif dampak;
f. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
g. Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal sebagaimana diatur pada Pasal
23 ayat (1), telah ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor 38 Tahun 2019 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan
yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yaitu:
a. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b. Eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak
terbarukan;
c. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber
daya alam dalam pemanfaatannya;
43
Pasal 21 ayat (4) UUPPLH
44
Pasal 1 angka 11 UUPPLH
45
Pasal 22 ayat (2) UUPPLH
20
d. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam,
lingkungan buatan, serta lingkungan social dan budaya;
e. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan
konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya;
f. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik
g. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati;
h. Kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan
Negara; dan/atau
i. Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk
mempengaruhi lingkungan hidup.
f. UKL-UPL;
Upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan
hidup (UPL) adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan
yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan,
g. Perizinan;
Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan menetapkan “Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap
orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL,
dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat
memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPLwajib
memiliki izin lingkungan yang diperoleh melalui tahapan46:
a. Penyusunan Amdal dan UKL-UPL;
b. Penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL; dan
c. Permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan.
46
Pasal 2 PP No. 27 Th. 2012 tentang Izin Lingkungan
47
Pasal 42 PP No. 27 Th. 2012 tentang Izin Lingkungan
48
Pasal 47 PP No. 27 Th, 2012 tentang Izin Lingkungan
21
a. Setelah dilakukannya pengumuman permohonan Izin Lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44; dan
b. Dilakukan bersamaan dengan diterbitkannya Keputusan Kelayakan Lingkungan
Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL.
Apabila kewajiban tersebut dilanggar, maka akan dikenakan sanksi administratif oleh
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Sanksi
tersebut meliputi50:
a. Teguran tertulis;
b. Paksaan pemerintah;
c. Pembekuan Izin Lingkungan; atau
d. Pencabutan Izin Lingkungan.
49
Pasal 48 ayat (1) PP No. 27 Th. 2012 tentang Izin Lingkungan
50
Pasal 71 PP No. 27 Th. 2012 tentang Izin Lingkungan
51
kompasiana.com, diunduh rabu 14 Oktober 2020 pk 20.42
52
Pasal 42 ayat (2) UUPPLH
22
Pengaturan lebih lanjut mengenai cakupan instrumen ekonomi lingkungan hidup,
diatur pada Pasal 43 UUPPLH sebagai berikut:
(1) Instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a meliputi:
a. Neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup;
b. Penyusunan produk domestic bruto dan produk domestic regional bruto yang
mencakup penyusutan sumber daya alam dan kerusakan lingkungan hidup
c. Mekanisme kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup antar daerah; dan
d. Internalisasi biaya lingkungan hidup.
(2) Instrumen pendanaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (2) huruf b meliputi:
a. Dana jaminan pemulihan lingkungan hidup;
b. Dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan
c. Dana amanah/bantuan untuk konservasi.
(3) Insentif dan/atau disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf
c antara lain diterapkan dalam bentuk:
a. Pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan hidup;
b. Penerapan pajak, retribusi, dan subsidi lingkungan hidup;
c. Pengembangan sistem lembaga keuangan dan pasar modal yang ramah
lingkungan hidup;
d. Pengembangan sistem perdagangan izin pembuangan limbah dan/atau emisi;
e. Pengembangan sistem pembayaran jasa lingkungan hidup;
f. Pengembangan asuransi lingkungan hidup;
g. Pengembangan sistem label ramah lingkungan hidup; dan
h. System penghargaan kinerja di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
(4) Ketentuan lebih lanjutmengenai instrument ekonomi lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 43 ayat (1) sampai dengan ayat
(3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
23
i. Peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup;
Konsep ini dikenal dengan green legislation, yang dalam UUPPLH diatur pada
ketentuan Pasal 44 bahwa “Setiap penyusunan peraturan perundang-undang pada
tingkat nasional dan daerah wajib memperhatikan fungsi lingkungan hidup dan
prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam undang-undang ini”.
Pada dasarnya ada 3 (tiga) instrumen untuk sampai pada keinginan tersebut53,
pertama melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas)/Program Legislasi Daerah
(Prolegda); kedua melalui harmonisasi hukum; dan ketiga melalui mekanisme
judicial review.
24
c. Komunikasi risiko.
(b) Penanggulangan
Arti kata penanggulangan menurut kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses, cara,
perbuatan menanggulangi.
Penanggulangan pencemaran dan/atu perusakan lingkungan hidup, sebagaimana diatur
pada Pasal 53 UUPPLH wajib dilakukan oleh setiap orang yang melakukan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup, yang dilakukan dengan:
a. Pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
kepada masyarakat;
b. Pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c. Penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan; dan/atau
d. Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(c) Pemulihan
Pemulihan fungsi lingkungan hidup wajib dilakukan oleh setiap orang yang melakukan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, dengan tahapan sebagai berikut59:
a. Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
b. Remediasi;
c. Rehabilitasi;
d. Restorasi; dan/atau
e. Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
57
Pasal 1 angka 28 UUPPLH
58
Pasal 49 UUPPLH
59
Pasal 54 UUPPLH
25
Dalam rangka penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup, Menteri,
Gubernur, Bupati/Walikota dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan
fungsi lingkungan hidup dengan menggunakan dana penjaminan60.
4. Pemeliharaan
Pemeliharaan lingkungan hidup61 dilakukan melalui upaya:
a. Konservasi sumber daya alam:
1. Perlindungan sumber daya alam;
2. Pengawetan sumber daya alam; dan
3. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam.
b. Pencadangan sumber daya alam (merupakan sumber daya alam yang tidak dapat dikelola
dalam jangka waktu tertentu); dan/atau
c. Pelestarian fungsi atmosfer.
1. Upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim;
2. Upaya perlindungan lapisan ozon; dan
3. Upaya perlindungan terhadap hujan asam.
5. Pengawasan
Pengawasan adalah sebuah proses untuk memastikan bahwa semua aktifitas yang terlaksana
telah sesuai dengan apa yang direncanakan sebelumnya62
Pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan
yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, wajib dilakukan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya. Kewenangan tersebut dapat didelegasikan kepada kepada
pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Selain itu, dalam melaksanakan pengawasan Menteri, gubernur,
bupati/walikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat
fungsional63.
Pejabat pengawas lingkungan hidup, berwenang64:
k. Melakukan pemantauan;
l. Meminta keterangan;
m. Membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatatan yang diperlukan;
n. Memasuki tempat tertentu;
o. Memotret;
p. Membuat rekaman audio visual;
q. Mengambil sampel;
r. Memeriksa peralatan;
s. Memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi; dan/atau
t. Menghentikan pelanggaran tertentu.
60
Pasal 55 UUPPLH
61
Pasal 57 UUPPLH
62
jurusanpendidikan.co.id, diunduh rabu 14 Oktober 2020 pk. 23.10
63
Pasal 71 UUPPLH
64
Pasal 74 UUPPLH
26
DAFTAR PUSTAKA
Buku/literatur:
Iskandar, hukum Kehutanan Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup dalam
27
Kebijakan Pengelolaan Kawasan Hutan Berkelanjutan, Mandar Maju, Bandung, 2015
Lukman Santosa Az dan Yahyanto, Pengantar Ilmu Hukum, Setara Press, Malang, 2016
Muhammad Akib, Hukum Lingkungan Perspektif Global dan Nasional Edisi Revisi,
Rajawali Pers, Jakarta, 2016
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional Edisi
Ketiga, Airlangga University Press, Surabaya, 2005
Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011
Peraturan Perundang-undangan:
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2013 tentang Audit Lingkungan Hidup
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 38 Tahun 2019 tentang Jenis
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup
Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja
Sekretariat Jendral Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2014, Pedoman Daya
Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup (Pedoman DDDTLH)
Situs/web:
artikelsiana.com, Perbedaan dan Persamaan antara Asas dan Prinsip
blogmhariyanto.blogspot.com, Apa yang dimaksud dengan penegakan hukum ?
brainly.co.id, tentang Anggaran berbasis lingkungan hidup.
jurusanpendidikan.co.id, tentang Pengawasan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) on line, tentang Kewenangan
kompasiana.com, tentang Instrumen ekonomi lingkungan hidup.
researchgate.net, Cecep Aminudin, Prinsip-Prinsip Hukum Lingkungan.
www.slideshare.net tentang Analisis resiko lingkungan hidup;
28
GLOSARIUM
29
Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Ekoregion
Wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta
pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan
lingkungan hidup.
Hukum lingkungan
Seperangkat aturan hukum ( legal rules) baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang
mengatur tatanan lingkungan hidup. Tatanan lingkungkungan tersebut meliputi hubungan
antara manusia dengan lingkungannya, baik dengan lingkungan makhluk hidup lainnya (flora,
fauna, dan organisme hidup lainnya) maupun dengan lingkungan alam atau fisik.
30
Izin lingkungan hidup
Izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib
Amdal atauUKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai
prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
Kebijakan lingkungan
Kebijakan Negara atau pemerintah dan lembaga-lembaga internasional mengenai
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Kebijakan ini dapat berupa peraturan
perundang-undangan, rencana, program, atau kesepakatan internasional.
Pemerintah (pusat)
Presiden Republik Indonesia, para menteri, pimpinan lembaga non kementerian, dan
perangkat pusat sebagai penyelenggara kekuasaan pemerintahan Negara sebagaimana
dimaksud dalam UUD NRI Tahun 1945.
Pemerintah daerah
Gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan di daerah.
Pemrakarsa
Setiap orang atau organisasi pemerintah yang bertanggung jawab atas suatu usaha dan/atau
kegiatan yang akan dilaksanakan.
31
Peraturan perundang-undangan lingkungan
Peraturan tertulis yang memuat norma hukum lingkungan yang mengikat secara umum dan
dibentuk oleh lembaga Negara atau pejabat yang berwenang baik di tingka pusat maupun
daerah.
32