Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH MIK5

KONSEP FROUD DALAM PELAYANAN KESEHATAN DAN IDENTIFIKASI


JENIS DAN KOMPONEN FROUD DALAM PENYELENGGRAAN REKAM
MEDIS

DISUSUN Oleh :

KELOMPOK 2

1. ATHIYAH HOLINDRA
2. DETEP KEMALA SARI
3. DZIKRA
4. LIZA PUSPITA
5. NESRIHELMI
6. RADHA SADWI DASNY
7. M. ARBIANSYAH
8. WISESA AMALIA
9. YOSSI HARIANTI
10. ANNISA CAHYANI

DOSEN :Ns. DENI MAISA PUTRA,M.Kep

DIII REKAM REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN

STIKES DHARMALANDBOUW PADANG


TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalh ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah MIK-5 dengan judul : “ Konsep froud dalam
pelayanan kesehatan dan identifikasi jenis dan komponen froud dalam penyelenggaraan
rekam medis”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.

Padang, 22 November 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

1.1 LatarBelakang................................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 1

1.3 Tujuan Masalah ............................................................................................................ 2

BAB II TEORI ......................................................................................................................... 3

2.1 Pengertian Fraud ............................................................................................................ 3

2.1.1 Jenis – Jenis.............................................................................................................. 3

2.1.2 Pihak - pihak yang adadalamPencegahandanPenindakan Fraud ............................. 3

2.1.3 Bentuk bentuk fraud dalam layanan kesehatan ...................................................... 6

2.1.3 Penyebab Fraud Layanan Kesehatan ....................................................................... 7

2.1.4 Kegiatan-Kegiatan dalam Implementasi Sistem Anti Fraud Layanan Kesehatan. . . 8

BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................................ 11

3.1 Kasus Fraud Yang Dilakukan Oleh Rumah Sakit X Di Bojonegoro ............................. 11

3.2 Pencegahan Dan Pengurangan Fraud Di Rumah Sakit “X” Bojonegoro ..................... 12

3.3 Pendeteksian Fraud Rumah Sakit Di Bojonegoro ........................................................ 13

ii
BAB IV PENUTUP................................................................................................................... 15

5.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 15

5.2 Saran............................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................ 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang.
Menurut peraturan menteri kesehatan republik Indonesia Nomor 36 tahun 2015 tentang
pencegahan kecurangan (fraud) dalam pelaksanaan program jaminan kesehatan pada system
jaminan social nasional. Kecurangan (fraud) dalam pelaksanaan JKN, fraud ialah tindakan yang
dilakukan peserta, petugas BPJS kesehatan, serta penyedia obat dan alat kesehatan. Demi
memperoleh keuntungan finasial dari program JKN melalui perbuatan curang yang tidak sesuai
dengan ketentuan.
Froud atau kecurangan akhir – akhir ini menjadi sosok yang sangat mengkhawatirkan bagi
dunia bisnis. Kecurangan ini dilakukan secara sengaja dan menimbulkan dampak yang negarif.
Rezaee (2002:2) mendefinisikan fraud sebagai istilah umum yang digunakan untuk menggambar
setiap tindakan yang disengaja untuk menipu atau menyesatkan orang lain, menyebabkan
kerugian atau kerusakan.
Association Of Certified Fraud Examination (ACFE) mengkategorikan kecurangan dalam
tiga kelompok, yaitu korupsi (corruption), penyalahgunaan asset (asset misappropriation),
pernyataan kecurangan (fraundulent statement).
Selain itu, bentuk froud yang sering dilakukan dirumah sakit dapat berupa kecurangan pada
peralatan medis dan persedianaan obat. Akibatnya, berdampak pada terjadinya kekosongan
peralatan medis dan obat - obatan yang ada di rumah sakit. Fraud ditunjukan pada penyajian data
yang salah, dimana dilakukan oleh satu pihak kepihak lainnya. Dengan tujuan untuk
membohongi dan mempengaruhi pihak lain untuk bergantung pada fakta tersebut, fakta yang
akan merugikannya dan berdasarkan pada peraturan yang berlaku.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu fraud ?
2. Apa saja jenis-jenis fraud ?
3. Siapa saja pihak-pihak yang termasuk dalam pencegahan fraud ?
4. Apa saja tindakan yang dilakukan dalam pencegahan fraud ?
5. Apa saja bentuk-bentuk dalam fraud layanan kesehatan ?
6. Apa saja penyebab fraud dalam layanan kesehatan ?

1
7. Apa saja kegiatan-kegiatan dalam sistem anti fraud layanan kesehatan ?

1.3 Tujuan Masalah


1. Untuk mengetahui apa itu fraud.
2. Mengetahui jenis-jenis dalam fraud.
3. Untuk mengetahui pihak-pihak yang termasuk dalam pencegahan fraud.
4. Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam pencegahan fraud.
5. Untuk mengetahui penyebab terjadinya fraud dalam layanan kesehatan.
6. Untuk mengetahui penyebab terjadinya fraud pada layanan kesehatan.
7. Untuk mengetahui kegiatan apa saja yang dilakukan dalam sistem anti fraud layanan
kesehatan.

2
BAB II

TEORI

2.1 Pengertian Fraud.

Fraud adalah kesengajaan melakukan kesalahan terhadap kebenaran untuk tujuan


mendapatkan sesuatu yang bernilai atas kerugian orang lain. Dan upaya penipuan untuk
memperoleh keuntungan pribadi.

Fraud pelyanan kesehatan adalah segala bentuk kecurangan dan ketidakwajaran


yang dilakukan berbagai pihak dalam mata rantai pelayanan kesehatan untuk memperoleh
keuntungan sendiri yang (jauh) melampaui keuntungan yang diperoleh dari praktek
normal. Fraud atau kecurangan pelayanan kesehatan bentuk kriminal “kerahputih” dan
berefek terhadap system pembayaran kesehatan public maupun swasta. Biaya fraud dan
penyalahgunaan pelayanan kesehatan yaitu sebesar 10% dari uang yang dibelanjakan
utuk kesehatan selama setahun (HIAA, 1997).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2015


Tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan
Kesehatan Pada Sistem Jaminan Sosial Nasional. Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan
JKN, fraud ialah tindakan yang dilakukan peserta, petugas BPJS Kesehatan, pemberi
pelayanan kesehatan, serta penyedia obat dan alat kesehatan secara sengaja oleh demi
memperoleh keuntungan finansial dari program JKN melalui perbuatan curang yang tidak
sesuai dengan ketentuan.

2.1.1 Jenis-Jenis Fraud Yang Terjadi Pada Kesehatan Atau Ru mah Sakit.

1. Fraud / kecurangan pada pengadaan barang dan jasa. Proses pengadaan barang
maupun jasa di rumah sakit terjadi kecurangan yang mengakibatkan kerugian
sangat besar, baik kuantitas, kualitas barang / jasa maupun biaya yang akan
dikeluarkan.
2. Fraud / kecurangan pada tenaga kerja sering terjadi fraud / kecurangan pada :
a. Pelayanaan primer
b. Pelayanan rujukan (RS)
c. Lembaga keuangan menjamin asuransi

2.1.2 Pihak - pihak yang ada dalam Pencegahan dan Penindakan Fraud yaitu :
1. Pihak yang membayar (organisasi jaminan social, dan asuransi kesehatan) Peserta
asuransi memberi uang tunai langsung ke provider (dokter) agar bersedia
memberkan pelayanan tertentu.

3
2. Provider layanan kesehatan (rumah sakit, dokter, perawat, dan farmasi). Provider
layanan kesehatan memberikan pengaruh yang kuat dalam membuat keputusan
medis, dalam peresepan obat, menentukan lama waktu perawatan, merujuk pasien
untuk perawatan lain atau pemeriksaan laboratorium.
3. Pasien Fraud yang dilakukan pasien dengan menyuap dokter mau memberi
pelayanan lebih cepat, menggunakan kartu asuransi kesehatan milik orang lain,
maupun memanipulasi penghasilan tidak perlu membayar biaya asuransi yang
terlalu besar.
4. Supplier (produsen peralatan medis atau perusahaan farmasi) Menyuap provider
agar menggunakan produknya dengan cara - cara yang kurang pantas dari
perusahaan farmasi, dengan memberi hadiah.

Berdasarkan teori dari Tuan Akotta (2007) yang mengemukakan bahwa terdapat 3
pemicu utama yang dikenal dengan nama “fraud triangle” sehingga seseorang terdorong
untuk melakukan fraud, (Purwitasari, 2013) yaitu :

1. Opportunity (kesempatan) Manajemen dalam sebuah organisasi / perusahaan


mempunyai kesempatan yang lebih besar melakukan fraud dibandingkan
karyawannya. Kesempatan untuk melakukan fraud sangat berhubungan penerapan
pengendalian internal dalam perusahaan apakah kuat atau lemah. Internal control
yang lemah dikarenakan pengawasan, dan penyalahgunaan wewenang. Dari 3
elemen fraud triangle, kesempatan merupakan elemen yang paling memungkinkan
untuk diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur, dan control serta cara
mendeteksi awal terjadinya fraud.
Kesempatan dalam penelitian ini adalah :

a. BPJS memiliki pengendalian intern lemah yang menyebabkan proses


klaim asuransi dimanfaatkan oleh rumah sakit dengan melakukan fraud.
b. Pihak BPJS tidak memiliki internal control baik control secara berkala
maupun rutin terhadap pelaksanaan asuransi BPJS di lapangan.
c. Rumah sakit diberikan saran oleh BPJS untuk menyediakan divisianti
fraud yang dapat membantu pihak BPJS mengontrol proses asuransi
kesehatan BPJS, namun divisianti fraud bekerja untuk rumah sakit bukan
untuk BPJS.
d. Adanya kemungkinan ada oknum yang bekerja sama dari kedua lembaga
tersebut.
2. Pressure (tekanan) Fraud karena tergantung kepada kondisi individu, tekanan
keuangan, kebiasaan buruk dan kebiasaan lain yang merugikan.

Tekanan yang mungkin terjadi pada rumah sakit adalah :

4
a. Tekanan dari shareholders maupun top eksekutif rumah sakit memperoleh
laba yang tinggi sehingga terjadi fraud.
b. Fraud yang dilakukan oleh rumah sakit terjadi mungkin adanya oknum
dari karyawan rumah sakit sehingga tekanan muncul dari pribadi karyawan
bukan kesalahan dari rumah sakit seluruhnya.
3. Razionalization (rasionalisasi) Apabila seseorang menganggap pembenaran atas
fraud yang dilakukannya. Pelaku mencari alasan atau pembenaran bahwa fraud
yang dilakukannya bukan tindakan fraud. Seseorang mengetahui bahwa tindakan
yang dilakukannya adalah salah dan termasuk tindakan criminal, tetapi mereka
menganggap wajar tindakannya karena gaji yang mereka terima sangat tidak
layak. Dan beranggapan masyarakat juga melakukan hal seperti itu.

Di Indonesia saat ini kebijakan yang mengatur tentang pengendalian fraud adalah
Permenkes (PMK) No. 36 tahun 2015 tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud) dalam
Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan pada Sistem Jaminan Sosial Nasional. Dalam
PMK ini disebutkan empat komponen pengendalian kecurangan yang terdiri dari:

1. Penerapan kebijakan dan pedoman pencegahan kecurangan (fraud), meliputi:

a. Pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance dan Good Clinical


Governance.
b. Pelaksanaan pencegahan, deteksi dan penyelesaian terhadap kecurangan.
c. Penerapan manajemen risiko kecurangan (fraud risk management)

2. Pengembangan budaya pencegahan kecurangan (fraud), antara lain meliputi:

a. Membangun budaya integritas, nilaietika, dan standar perilaku.


b. Memberikan edukasi kepada seluruh pihak terkait Jaminan Kesehatan
tentang kesadaran anti kecurangan (fraud).

3. Pengembangan pelayanan kesehatan berorientasi kendali mutu dan kendali biaya,


antara lain melalui kegiatan:

a) Pembentuk anti kendali mutu dan kendali biaya


b) Penerapan konsep manajemen mutu dalam pelayanan kesehatan.

4. Pembentukan tim pencegahan kecurangan (fraud) dalam program Jaminan


Kesehatan.

5
2.1.3 Bentuk - bentuk fraud yang dilakukan menurut workshop pedoman
pencegahan fraud dalam jaminan kesehatan di rumah sakit (2014) adalah :
1. Upcoding
Artinya membuat kode penentuan jenis penyakit dan tindakan dari pelayanan
yang lebih kompleks dari yang sebenarnya dikerjakan oleh institusi pelayanan
kesehatan.
2. Cloning
Artinya mengganti keadaan pasien dengan cara menyalin profil pasien lain dengan
gejala yang sama seolah semua pasien dilakukan pemeriksaan lengkap dengan
memakai sistem rekam medis elektronik dan membuat model spesifikasi profil
pasien secara otomatis.
3. Phantom billing.
Artinya Membuat tagihan yang tidak pernah mendapatkan pelayanan yang
ditagihkan institusi rumah sakit .
4. Inflated Bills.
Artinya menagihkan pelayanan rumah sakit yang lebih tinggi dari yang
sebenarnya.
5. Service unbulding or fragmentation
Artinya Melakukan pelayanan yang tidak langsung secara keseluruhan tetapi
dibuat beberapa kali pelayanan.
6. Self – referral
Artinya Memberikan pelayaanan kesehatan sendiri atau teman kerja dengan
insentif uang atau komisi.
7. Repeat billing
Artinya penagihan obat-obatan dan alat kesehatan yang sama berualang ualang
padahal hanya diberikan satu kali.
8. Length of stay
Artinya melakukan perpanjangan Masa rawat inap yang diperpanjang di institusi
pelayanan kesehatan agar mendapat tariff yang lebih tinggi.

6
9. Type of room charge
Artinya biaya perawatan pasien ruangan yang ditagihkan pembayaran kelas
perawatannya lebih tinggi dari pada yang sebenarnya.
10. Time in OR
Artinya menagihkan prosedur menggunakan waktu rata - rata maksimal operasi,
yang bukan durasi operasi yang sebenarnya.
11. Keystroke mistake
Artinya dengan sengaja melakukan kesalahan dalam menginput penagihan pasien
pada tarif untuk mendapat ganti tariff yang lebih tinggi.
12. Cancelled services
Artinya penagihan pada pembayaran padahal telah membatalkan pelayanan yang
telah direncanakan.
13. No medical value
Artinya memberikan layanan kesehatan yang tidak bermanfaat dalam pemeriksaan
dan penatalaksanaan pasien
14. Standard of care
Artinya tindakan yang berusaha memberikan pelayanan dengan menyesuaikan dari
tariff yang ada, sehingga dikhawatirkan cenderung menurunkan kualitas dan
standar pelayanan yang diberikan.
15. Unnecessary treatment
Artinya memberikan obat atau memberikan layanan kesehatan yang tidak
dibutuhkan dan tidak diperlukan oleh pasien.

2.1.4 Penyebab Fraud Layanan Kesehatan


Secara umum, menurut Cressey (1973), terdapat 3 faktor yang pasti muncul
bersamaan ketika seseorang melakukan Fraud. Pertama adalah tekanan yang
merupakan faktor pertama yang memotivasi seseorang melakukan tindak kriminal
Fraud. Kedua adalah kesempatan yaitu situasi yang memungkinkan tindakan kriminal
dilakukan. Ketiga adalah rasionalisasi, yaitu pembenaran atas tindakan kriminal yang
dilakukan.

7
Fraud dalam layanan kesehatan terjadi karena:
a. Tenaga medis bergaji rendah,
b. Adanya ketidakseimbangan antara sistem layanan kesehatan dan beban
layanan kesehatan,
c. Penyedia layanan tidak memberi insentif yang memadai,
d. Kekurangan pasokan peralatan medis
e. Inefisiensi dalam sistem
f. Kurangnya transparansi dalam fasilitas kesehatan, dan
g. Faktor budaya.

2.1.5 Kegiatan - Kegiatan dalam Impelementasi Sistem Anti Fraud Layanan


Kesehatan.
Detil kegiatan dalam siklus anti Fraud adalah sebagai berikut:
1. Pembangunan
KesadaranPembangunan kesadaran merupakan kunci untuk mencegah
terjadinya atau meluasnya Fraud layanan kesehatan (Bulletin WHO, 2011).
Membangun kesadaran tentang potensi Fraud dan bahayanya di rumah sakit
merupakan salah satu upaya pencegahan terjadi atau berkembangnya Fraud.
Dalam Permenkes No. 36/ 2015, pembangunan kesadaran dapat dilakukan
oleh dinas kesehatan kabupaten/ kota dengan pembinaan dan pengawasan
dengan melalui program-program edukasi dan sosialisasi.
2. Pelaporan
Pihak yang mengetahui ada kejadian Fraud hendaknya dapat membuat
pelaporan. Permenkes No. 36/ 2015 mengamanatkan bahwa pelaporan
dugaan Fraud minimalnya mencakup identitas pelapor, nama dan alamat
instansi yang diduga melakukan tindakan kecurangan JKN, serta alasan
pelaporan. Laporan disampaikan kepada kepala fasilitas kesehatan maupun
dinas kesehatan kabupaten/ kota.

8
3. Deteksi
Dalam Permenkes No 36 Tahun 2015 deteksi potensi Frauddapat
dilakukan dengan analisa data klaim yang dilakukan dengan pendekatan:
mencari anomali data, predictive modeling, dan penemuan kasus. Analisis
data klaim dapat dilakukan secara manual dan/atau dengan memanfaatkan
aplikasi verivikasi klinis yang terintegrasi dengan aplikasi INA-CBGs. Dalam
melakukan analisis data klaim tim pencegahan kecurangan JKN dapat
berkoordinasi dengan verifikator BPJS kesehatan atau pihak lain yang
diperlukan.
4. Investigasi
Dalam Permenkes No. 36 tahun 2015 disebutkan bahwa investigasi
dilakukan oleh tim investigasi yang ditunjuk oleh oleh Tim Pencegahan
Kecurangan JKN dengan melibatkan unsur pakar, asosiasi rumah
sakit/asosiasi fasilitas kesehatan, dan organisasi profesi. Investigasi dilakukan
untuk memastikan adanya dugaan kecurangan JKN, penjelasan mengenai
kejadiannya, dan latar belakang/ alasannya.
Pelaporan hasil deteksi dan investigasi dilakukan oleh Tim Pencegahan
Kecurangan JKN dan paling sedikit memuat: ada atau tidaknya kejadian
Kecurangan JKN yang ditemukan; rekomendasi pencegahan berulangnya
kejadian serupa di kemudian hari; dan rekomendasi sanksi administratif bagi
pelaku Kecurangan JKN
5. Pemberian
Sanksi/Penindakan Pemberian sanksi dilakukan untuk menindak pelaku
Fraud. Berdasar Permenkes 36 tahun 2015, pihak yang berhak memberikan
sanksi adalah Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Sanksi yang direkomendasikan dalam Permenkes
adalah sanksiadministrasi dalam bentuk: teguran lisan; teguran tertulis;
dan/atau perintah pengembalian kerugian akibat Kecurangan JKN kepada
pihak yang dirugikan.

9
Dalam hal tindakan kecurangan JKN dilakukan oleh pemberi pelayanan,
sanksi administrasi dapat ditambah dengan denda paling banyak sebesar
50% dari jumlah pengembalian kerugian akibat tindakan kecurangan JKN.
Bila tindakan kecurangan JKN dilakukan oleh tenaga kesehatan, sanksi
administrasi dapat diikuti dengan pencabutan surat izin praktek. Selain
sanksi administrasi, kasus Fraud dapat juga dikenakan sanksi pidana yang
diatur dalam Pasal 379 jo Pasal 379a jo Pasal 381 KUHP. Walaupun tidak
disebut secara langsung dalam pasal-pasal tersebut, namun Frauddalam JKN
dikategorikan sebagai penipuan.

10
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kasus Fraud Yang Dilakukan Oleh Rumah Sakit X Di Bojonegoro


1. Peserta Asuransi / Pasien

a. Fraud yang dilakukan Peserta / Pasien adalah pada hari pertama pasien beroba
ke Rumah Sakit A dengan layanan BPJS, Pasien mendapatkan obat selama
seminggu. Namun pada hari kedua pasien berobat ke Rumah Sakit B dengan
layanan BPJS pula mendapatkan obat. Setelah mendapatkan obat tersebut,
Pasien menjual obat obat yang telah diperolehnya kepada toko obat.

b. Fraud dengan memberikan pernyataan yang tidak benar pada klaim.

2. Pihak Asuransi.
Fraud yang dilakukan Pihak Asuransi misalnya melakukan “Pending” artinya peserta
asuransi mengajukan klaim tetapi dari pihak asuransi, pencairan klaim tersebut
ditunda dengan alasan menunggu.

3. Pihak pemberi Layanan kesehatan / Rumah sakit “X” di Bojonegoro


Fraud yang sering dilakukan oleh pihak Rumah sakit “X’ di Bojonegoro antara lain:
Up coding artinya berusaha membuat kode diagnose serta tindakan dari pelayanan
yang lebih tinggi atau lebih kompleks dari sebenarnya yang dikerjakan.
Contohnya :
a. kasus bedah, pasien direncanakan dan diindikasikan segera dilakukan operasi
pengangkatan Appendicitis, tindakan yang dilakukan adalah Appendectomy,
agar biaya klaim menjadi lebih tinggi. Maka dokter menambahkan operasi
Lysis adhesi yang sebenarnya tidak ada perlengketan. Dan ini di tulis pada
resume medis pasien yang sebenarnya/ fakta tidak dilakukan operasi.
b. Kasus pasien katarak, dilakukan rawat inap jika ada penyakit lain yang
kronis (glukoma/peradangan mata). Kenyataannya pasien tersebut tidak
mempunyai penyakit kronis lainnya dan seharusnya melakukan rawat
jalan.Namun dokter menulis resum medisnya ada penyakit. Hal tersebut
dilakukan karena dengan hanya rawat jalan, rumah sakit hanya memperoleh
biaya yang lebih kecil (3.7 juta) dibanding dengan rawat inap (6 juta).

11
4. Canceled services.
Artinya pembatalan pelayanan yang rencananya diberikan dan tetap ditagihkan pada
system. Contoh fraud yang dilakukan misal ada seorang pasien yang akan operasi
harus rawat inap 1 hari. Namun dengan alasan dokter tidak datang, maka pasien
disuruh datang besok, pihak rumah sakit menagihkan biaya 1 hari (tentang
penyakitnya saja). Setelah kedatangan pasien hari yang kedua pihak rumah sakit
menagihkan dua kali (tentang penyakitnya dan tindakan/operasi).

5. No medical value.
Artinya melakukan suatu layanan kesehatan yang tidak memberikan manfaat untuk
pemerikasaan dan penatalaksanaan pasien.

6. Unnecessary treatment.
Artinya melakukan suatu pengobatan atau pemberian layanan kesehatan yang tidak
dibutuhkan dan tidak diperlukan oleh pasien.

3.2 Pencegahan Dan Pengurangan Fraud Di Rumah Sakit “X” Bojonegoro.


1. Mengadakan Sosialisasi dan Pelatihan Upaya Pencegahan, Pendeteksian dan
Penindakan Fraud.Kerjasama antara Kementerian Kesehatan dan perguruan tinggi
untuk penyusunan materi dan pelatihan.
2. Pembentukan Tim Anti Fraud di Rumah Sakit.

a. Pelaksanaan program pencegahan berupa pendidikan anti fraud untuk staf rumah
sakit.

b. Pelaksanaan program deteksi dan investigasi internal untuk terjadinya fraud:


monitoring dan evaluasi ketepatan klaim.
c. Pelaksanaan program tindakan: pelaporan dan pengembalian dana.
d. Pelaksanaan program penelitian: menggunakan data klaim RS untuk penelitian
tentang fraud.
3. Mendorong pelaksanaan tata kelola organisasi dan tata kelola klinik yang baik.
4. Meningkatkan kemampuan dokter dan petugas lain yang berkaitan dengan klaim
5. Menetapkan Regulasi Pencegahan, Pendeteksian dan Penindakan Fraud :

a. Delegasi wewenang pengawasan fraud dari Kementerian Kesehatan kepada


Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten.

12
b. Kerjasama antara Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinkes Kabupaten dengan tim
independen untuk melakukan pengawasan.
c. Pembentukan Unit Investigasi Khusus di setiap Kantor Regional BPJS.
d. Memperkuat peran pengawas internal dan eksternal Rumah Sakit.

Sedangkan upaya yang dilakukan oleh pihak Asuransi untuk menghindari adanya
Fraud antara lain :

1. Setiap rumah sakit yang berkongsi dengan perusahaan asuransi diminta untuk
membuat anti fraud, yang melihat apakah klaim diajukan oleh rumah sakit sesuai
dengan ketentuan atau tidak.
2. Pihak asuransi membuat sebuah tim untuk mengendalikan mutu dan biaya yang
terdiri dari unsur klinisi profesi (organisasi profesi) dan akademisi, yang memeriksa
jumlah klaim yang diajukan oleh rumah sakit. Mengetahui jumlah klaim rumah sakit
apakah wajar atau tidak.
3. Pemerintah telah menjalankan system Indonesian Case Base groups (InaCBG”s).
Menggunakan system klaim yang diajukan rumah sakit yang wujudnya dalam satu
paket. Pasien akan dirawat dalam satu hari atau lima hari, yang nominal klaimnya
akan sama. Termasuk juga dengan jenis obat obatan yang dipakai, sudah disesuaikan
dengan paket penyakitnya.

Menerapkan program anti fraud dan system mencegah praktik fraud, dibutuhkan
peran Direktur Rumah Sakit yang meliputi usaha membangun system dalam mencegah
fraud dimulai dengan memahami fraud, melalui edukasi dan sosialisasi, serta membuat
kebijakan dan standar prosedur dalam pencegahan fraud serta membuat panduan tentang
praktik clical pathway (alur yang menunjukkan tahap tahap pada pelayanaan kesehatan
tentang hasil yang diharapkan), selanjutnya sosialisasi dan edukasi kembali, kebijakan
dan prosedur anti fraud dengan segala buktinya, setelah itu monitor kepatuhan terhadap
kebijakan dan standar prosedur anti fraud serta membangun system pengawasan internal.

3.3 Pendeteksian Fraud Rumah Sakit Di Bojonegoro.


Pendeteksian terhadap kecurangan, tidak bisa dilepaskan dari pengetahuan
mengenai hal-hal pemicu terjadinya kecurangan serta siapa atau pihakmana yang
mungkin dapat melakukan kecurangan. Pihak yang mendapat tugas dalam melakukan
pendeteksian kecurangan sangat diperlukan dan diketahui, karena dengan mengetahui
factor pemicu terjadinya kecurangan serta siapa atau pihak mana yang melakukan lebih
terarah.

13
Pemicu terjadinya kecurangan yang dilakukan seseorang ataupun sekelompok
orang dirangkum dalam kata GONE (GONE THEORY yang merupakan singkatan dari
Greed (keserakahan),Opportunity(Kesempatn),Need(Kebutuhan), dan
Exposure(Pengungkapan). Dua factor yaitu Greed dan Need terutama berhubungan
dengan individu (pelaku kecurangan) sedangkan Opportunity dan Exposure berhubungan
dengan organisasi (korban perbuatan kecurangan).
Pendeteksian fraud di rumah sakit X bojonegoro :
1. Pendeteksian Fraud pada pengadaan barang dan jasa.
Pendeteksian dapat dilakukan dengan mencegah terjadinya kekosongan peralatan
medis dan persediaan obat di bagian penyimpanan. Apabila dilakukan pemesanan
peralatan medis dan obat dengan pemasok yang jarak tempuh perjalanannya melebihi
satu hari, maka kebijakan yang dilakukan oleh Kepala Bagian Instalasi Farmasi
adalah mencari pemasok cadangan agar tidak terjadi kekosongan atau kekurangan
kebutuhan dalam rentang waktu tersebut. Selain itu, pengeluaran dan penggunaan
obat dan peralatan medis menggunakan metode LIFO-FIFO untuk mencegah
terjadinya penggunaan obat dan peralatan medis yang habis dan disesuaikan dengan
kebutuhan pada saat itu.

2. Pendeteksian Fraud pada tenaga kerja.


Pendeteksian dapat dilakukan dengan :

a. Memahami gejala kecurangan - Menggunakan pendekatan GONE theory


( Greed, Opportunity, Need, dan Exposure) dan Fraud Triangel (Pressure,
Opportunity , Rationalization).

b. Mempertimbangkan factor psikologis dan factor individu Faktor seseorang


yang melekat melakukan kecurangan. factor individu dapat dikategorikan
menjadi dua :
- Berhubungan dengan keserakahan (greed).
- Motivasi yang ada berhubungan dengan kebutuhan (need).

c. Memperoleh data gaya hidup dan kebiasaan pelaku fraud Pelaku yang telah
melakukan fraud biasanya memiliki tingkah laku yang tidak seperti biasanya,
dalam bertindak selalu merasa salah tingkah karena pelaku merasa ada yang
mencurigainya bahwa dia telah melakukan kecurangan.

14
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan.

Bahwa dalam pencegahan harus dilakukan pengendalian internal yang sangat


berengaruh terhadap pencegahan fraud dilingkungan Rumah Sakit. Dan apabila di
terapkan dengan baik serta menekankan pada keefektifan pengendalian intermal dan
kekuatan pada lingkunagan pengendalian, sehingga dapat mencegah terjadinya tindakan
kecurangan yang ada pada lingkungan Rumah Sakit.

4.2 Saran.

Bagaimana cara mengatasi fraud adalah tugas bersama dari suatu organisasi
pemerintah dan system pengawasan internalnya. Pengenalana dan kecurangan dan
dampak nyamen jadi hal penting untuk di ketahui oleh seluruh staf pegawai hingga
manajemen puncak. Kesadaran untuk melakukan anti fraud dapat di awali dengan
memberikan pengertian yang lebih tentang kerugian dampak fraud, kemudian melakukan
Tindakan hukuman dan penghargaan untuk mempercepat peningkatan kesadaran dan
budaya kerja tampa fraud. Sedang dalam pendeteksian kecurangan, tidak bisa jauh dari
pengetahuan hal - hal yang menjadi pemicu terjadinya kecurangan serta siapa atau pihak
mana yang melakukan kecurangan, karena dengan mengetahui factor pemicu terjadinya
siapa atau pihak mana yang melakukanakan diketahui lebih terarah.

15
DAFTAR PUSTAKA

Rosyda, Isnaini Anniswati. 2018. Implementasi Penegendalian Internal pada Pencegahan dan
Pendeteksian Froud Rumah Sakit di Bojonegoro: Jurnal Ekonomi Universitas Kediri. Volume 3
(No. 1) : 47-48.
Caesarriani, Mutiara Rizkia. 2012. Pengaruh Audit Tenure Terhadap Fraudulent Financial
Reporting dengan Pendekatan Aktual Diskresioner. Bandung: Jurnal Universitas Pendidikan
Indnesia.
Rizka, Zarifah, Sutopo Patria Jati, dan Shamsulhuda BM. 2018. Analisis Pelaksanaan Program
Pencegahan Kecurangan (Froud) Jaminan Kesehatan Ansional di Puskesmas di Kota Semarang.
Diponegoro: Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-journal). Volume 6 (No 4): (ISSN: 2356-3346).
Djasri, Hadevi, Puti Aulia Rahma dan Eva Tirtabayu Hasri. 2016. Korupsi dalam Pelayanan
Kesehatan di Era Jaminan Kesehatan Nasional (Kajian Besarnya Potensi dan Sistem
Pengendalian Froud). Dyogyakarta: Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Volume 2 (No. 1).
Hartati, tatik sri. 2016. Pencegahan kecurangan (froud) dalam pelaksanaan program jaminan
kesehatan pada sistem jaminan social kesehatan (SJSN) di Rumah Sakit Umum Daerah
Menggala tulang bawang. Lampung: Jurnal Rumah Sakit Umum Daerah Menggala Tulang
Bawang. Volume 10 (No. 4): ISSN: 1978-5186/ e-ISSN: 2477-6238.

16

Anda mungkin juga menyukai