MODIFIKASI TEKNIK
PENGOLAHAN
AIR MINUM
oleh :
Ir. Ida Dhaliawati, Dipl.SE
0
BAB I
IDENTIFIKASI MASALAH
Pada Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), menggunakan air baku dari
berbagai jenis sumber air yang berbeda, dimana masing–masing air baku
mempunyai karakteristik berbeda–beda pula. Walaupun air baku yang
akan diolah menjadi air minum harus memenuhi persyaratan 3 (tiga) “K”,
yaitu Kuantitas, Kualitas dan Kontinuitas. Namun banyak diantara SPAM
tidak dapat memenuhi persyaratan tersebut secara lengkap, terutama
masalah kualitas. Identifikasi masalah kualitas air baku yang kemungkinan
ada pada beberapa sumber air baku yang akan diolah dikelompokan
menjadi masalah:
4. pH terkait dengan
a. pH dan Alkalinitas rendah
b. pH tinggi
1
I.1.1. Zat Organik
1. Zat organik alami terlarut atau sintetis terkandung didalam air yang
akan diolah dengan konsentrasi relatif tinggi, sangat mempengaruhi
proses koagulasi– flokulasi. Selain adsorpsi diatas permukaan zat
padat yang menyebabkan efek stabilitas, juga terjadi pembentukan
molekul kompleks dengan zat koagulan/flokulan yang menurunkan
efisiensi koagulan/flokulan menyebabkan kebutuhan bahan
koagulan/flokulan menjadi lebih besar.
2. Hal yang sama berlaku untuk kandungan algae dalam air karena
algae dikategorikan sebagi zat organik alami.
Untuk zat organik yang mudah diproses secara biologis, misalnya zat
pencemar dengan molekul berantai pendek sering kali tidak efisien
untuk menghilangkan zat tersebut dengan metode koagulasi-flokulasi.
3. Berbau Bau pada air adalah bau spesifik seperti bau tanah, bau
amis (disebabkan logam besi), bau algae/rumput, dll., serta bau yang
dihasilkan oleh aktivitas mikroorganisme pada kondisi tertentu, seperti
bau di–hidrogen sulfida H 2S dihasilkan pada kondisi septik/anaerobik.
H2S dengan konsentrasi relatif tinggi akan sulit dihilangkan dengan
proses koagulasi-flokulasi tanpa proses pendahuluan untuk
menghilangkannya.
2
endapan hidroksida. Dengan demikian jangkauan pH optimum untuk
pengendapan secara kimiawi dari hidroksida metal tersebut diperluas.
Selain itu secara langsung dipengaruhi oleh konsentrasi CO 2 atau
kapasitas dapar (buffer) karena berpengaruh terhadap pH sebelum
dan setelah koagulasi.
3. Logam / logam berat terlarut di dalam air baku tidak mampu diolah
dengan proses koagulasi–flokualsi tanpa dilakukan konversi dari
bentuk terlarut menjadi bentuk endapan sebelum dilakukan proses
koagulasi–flokulasi.
I.1.4. pH
3
dibutuhkan untuk adsorpsi partikel – partikel terdestabilisasi
(mekanisme flokulasi ! ).
2. pH Tinggi :
1.1.5. Turbidity
1. Turbidity Rendah :
2. Turbidity Tinggi :
4
1.1.6. Mengandung Kesadahan :
5
BAB II
ALTERNATIF PENANGGULANGAN MASALAH
Penanggulangan masalah air baku dan air hasil olahan bisa diatasi
dengan beberapa alternatif seperti :
• Modifikasi dengan penambahan proses
• Modifikasi dengan penambahan unit IPAL
• Penambahan zat kimia / bahan pendukung
• Merubah kondisi operasi
• Menggunakan pengolahan lanjutan ( Advanced treatment )
6
c. Apakah proses pendahuluan penghilangan warna diperlukan
atau tidak seperti Pra – Khlorinasi atau Adsorpsi dengan katbon
aktif.
d. Apakah perlu penambahan zat pemberat untuk membantu
tumbukan antar partikel.
7
soda abu, Na2CO3 , sampai mencapai pH optimum untuk proses
koagulasi.
1. Turbidity Rendah :
Zat pemberat biasa digunakan pada pengolahan air dimana
kekeruhan air relatip rendah juga pada pengolahan air berwarna. Zat
ini ditambahkan untuk meningkatkan efisiensi proses koagulasi–
flokulasi. Dengan adanya partikel– partikel suspensi yang
ditambahkan, akan terjadi tumbukan antar partikel, sehingga terjadi
aglomerasi antar partikel. Disamping tumbukan antar partikel zat ini
juga dapat meningkatkan daya adsorpsi partikel/flok terdestabilisasi.
Contoh zat pemberat adalah :
a. Tanah liat
b. Bentonit
c. Kaolin
d. Lumpur/sedimen dari sumber yang sama dengan air baku
2. Turbidity Tinggi :
Untuk mengatasi turbidity air baku relatif tinggi dan turbidity
disebabkan oleh partikel diskrit, maka untuk mengurangi turbidity
harus dibangun unit Pra – Sedimentasi.
Jika turbidity disebabkan oleh partikel – partikel koloid dengan
diameter relatif kecil/tidak dapat diendapkan secara gravitasi dengan
mudah, maka lakukan proses mikro – koagulasi, dengan cara
membubuhkan koagulan dengan dosis relatif kecil kedalam air baku
sebelum masuk unit pra–sedimentasi.
Jika kedua–duanya tidak dapat dilakukan, maka untuk mendapatkan
koagulasi – flokulasi dengan hasil yang bisa diharapkan, jalankan IPA
dengan menurunkan debit / kapasitas IPA sampai IPA mampu
mengolah air dengan kualitas air hasil olahan memenuhi persyaratan
yang ditetapkan.
Untuk menjaga agar tidak terjadi pembentukan flok lanjutan, akibat
kelebihan ion Al3+ terlarut yang disebabkan oleh kelebihan dosis
koagulan yang dibubuhkan, dimana pH air setelah koagulasi berada
dibawah 6 (konsentrasi Al3+ terlarut kecil pada batas pH 6 – 7,8 ),
maka lakukan penambahan alkali untuk mengendapkan Al 3+ terlarut,
sebelum filter, dan endapan akan tertahan pada bidang penyaring.
8
2.1.5. Masalah Kesadahan:
1. Keruh Turbidity air hasil olahan (keluar dari filter) diharapkan < 1
NTU, dalam kaitannya dengan proses Desinfeksi / keamanan air dari
mikroorganisme patogenik. Jika air keruh akan menghalangi
keefektifan daya desinfeksi terhadap pemusnahan mikrorganisme
patogenik.
Untuk mengatasi masalah kekeruhan :
a. Lakukan pengecekan terhadap dosis koagulan
b. Lakukan pengecekan kekeruhan pada air hasil sedimentasi
harus <10 NTU. Jika Turbiampai dity air hasil sedimentasi > 10
NTU, dan bukan akibat kinerja unit sedimentasi maka cek unit –
unit sebelumnya serta proses – proses sebelumnya, yaitu proses
koagulasi, proses flokulasi dan/atau kinerja unit pengaduk cepat
dan pengaduk lambat.
2. Jika air hasil olahan, berbau, berwarna dan berasa dapat
dieliminir/disisihkan dengan proses adsorpsi menggunakan adsorben
karbon aktif. Setelah proses filtrasi oleh pasir silika (sand filter), air
hasil penyaringan dimasukkan ke dalam filter Karbon Aktif ( GAC =
Granular Activated Carbon filter ).
+
Residu Al3 masih relatif tinggi :
3+
Jika konsentrasi residu Al pada air hasil olahan melebihi persyaratan
(0,2 mg/l), maka akan terjadi kemungkinan – kemungkinan seperti :
1. Air berwarna keputih – putihan dan keruh, akibat kelebihan koagulan
3+
(Al ) sehingga terbentuk Al hidroksida, Al(OH)3 endapan putih.
Hal ini bisa diatasi dengan mengecek ulang dosis koagulan, melalui
Jar – test , memantau pH air hasil pengukuran di lapangan,
dibandingkan dengan pH air hasil Jar – test pada dosis yang sama
Jika hasil pengukuran pH di lapangan > dari pH hasil Jar – Test
9
berarti dosis koagulan aplikasi di lapangan lebih rendah, sebaliknya
jika pH hasil pengukuran di lapangan < dari pH hasil Jar – Test
berarti dosis koagulan aplikasi di lapangan, lebih besar.
3+
2. Koagulasi berkelanjutan kelebihan Al terlarut sisa destabilisasi,
selama air mengalir melalui unit – unit (sedimentasi, filter) menuju
reservoir akan kontak dengan zat – zat pengotor membentuk flok,
Alternatif penanggulangan masalah dengan merubah bentuk Al
terlarut menjadi bentuk endapan/hidroksida dengan menaikkan pH ( 6
– 7,8 ) sebelum proses filtrasi. Dianjurkan pembubuhan pH pada saat
air keluar dari unit sedimentasi (di titik awal Gutter / saluran pelimpah).
Perlu diketahui bahwa kelarutan Al3+ didalam air relatif rendah berada
3+
pada rentang pH 6 – 7,8 artinya kelarutan Al tinggi pada pH lebih
kecil dari 6 ( < 6 ) dan lebih besar dari 7,8 ( > 7,8 ).
10
BAB III
11
2. Pengikatan flok lemah
Tindakan pencegahan/perbaikan Hal ini dapat ditingkatkan dengan
menggunakan berbagai kecepatan pengadukan lambat.
3. Kekeruhan air hasil pengendapan relatif tinggi
Tindakan pencegahan/perbaikan : Jika hal ini sering terjadi, perlu
penelitian penggunaan koagulan dan atau dosis, jika perlu jenis
koagulan diganti atau lakukan penambahan koagulan/flokulan
pembantu.
1. Sirkuit Pendek
Sehubungan dengan adanya variasi kecepatan horizontal gerakan air ,
acapkali ada beberapa aliran masuk akan keluar dari bak pengendap
kurang dari periode waktu detensi secara teoritis (To) dan yang
lainnya lebih lama dari periode waktu tersebut. Fenomena demikian
disebut sirkuit pendek (lihat gambar).
2. Aliran Nyasar
Pada aplikasi bak pengendap selalu ada beberapa gangguan dalam
kaitannya dengan debit air baku yang tidak sama atau pemindahan
(limpahan) air hasil olahan melampaui kedalaman dan lebar bak
pengendap disebabkan oleh aliran nyasar akibat angin (lihat
gambar).
12
bersifat turbulen dan terutama oleh meningkatnya bahaya gesekan
pada dasar tangki ( lihat gambar )
13
yang kena panas matahari lebih besar dibandingkan dengan suhu air
di kedalaman bak.
Suhu didalam bak lebih rendah dibandingkan dengan suhu di
permukaan bak, semakin rendah suhu, kandungan oksigen terlarut
semakin tinggi, hal ini menyebabkan gelembung O 2 akan naik ke atas
membawa flok-flok yang terkumpul di permukaan bak, pada akhirnya
terbawa ke filter.
Bila kejadian flok naik ke permukaan tidak hanya pada siang hari atau
karena adanya panas, tetapi pada setiap saat bahkan pada malam
hari, hal ini diakibatkan oleh akumulasi lumpur pada kantung lumpur.
14
3.3. Penanggulangan Masalah pada Unit Proses dan Unit
Operasi Filtrasi
2. Pelepasan gas :
Dengan perubahan tekanan dalam media filter bisa menjadi gas yang
terlarut dalam air dan keluar dari air. Hal ini disebabkan misalnya oleh
perubahan kecepatan penyaringan/filtrasi , perubahan tekanan,
kehilangan tekanan yang meningkat disebabkan oleh pencemaran
atau keadaan super saturasi (over saturation) udara atau nitrogen
terlarut didalam air (jika dilakukan aerasi dengan tekanan tinggi
sebelum penyaringan dalam reaktor/tangki untuk penghilangan besi
atau mangan dengan cara aerasi/ menggunakan oksidator O 2 dari
udara).
Alasan lain adanya perbedaan tinggi diantara bronkaptering dan IPA.
Udara/gas yang dilepaskan kedalam media filter, pengaruhnya sama
seperti pencemaran/beban zat-zat di dalam media filter.
15
Pelepasan gas ini dan akibatnya bisa dikurangi atau dihindari dengan
melakukan, misalnya:
a. Meningkatkan supernatan
b. Melakukan pencucian filter lebih sering
c. Merubah susunan media filter untuk filter dengan media ganda
d. Memasang cascade sebelum air masuk kedalam filter
e. Pasang pelepas gas pada lantai dasar filter
Udara yang terperangkap pada pori-pori media filter, bisa dihilangkan
dengan operasional periodik dengan cara melakukan pada beberapa
kali selama periode penyaringan berlangsung, dengan menghentikan
aliran air baku, kemudian mengalirkan air pencuci secara pendek dan
sebentar, maka gas-gas yang terperangkap didalam media filter bisa
dihilangkan.
16
mengendap dan mengeras . Terobosan seperti ini akan terjadi pada
bagian lainnya dari media pasir, menyebabkan terjadi perbedaan
tekanan yang berakibat terjadinya retak-retak pada bidang penyaring.
Gambar III. 3.
Keretakan pada
Bidang Penyaring
6. Pengerasan Lumpur
Pengerasan lumpur atau yang dikenal dengan terbentuknya bola
lumpur (mud ball). Bola lumpur terbentuk oleh flok pasir dan kotoran-
kotoran yang terkoagulasi yang mengelompok dan mengeras.
Jika ada pengerasan media bisa membentuk saluran kecil dalam
media filter yang mengakibatkan penurunan kualitas air hasil
penyaringan. Jika sudah terjadi pengerasan atau aglomerasi yang
lebih besar umumnya sulit untuk memecahkan pengerasan itu dengan
kapasitas sistem pencucian sesuai desain semula.
Pelekatan media filter disebabkan oleh beban yang berlebihan karena
periode waktu penyaringan yang terlalu lama.
Terjadinya bola lumpur dan terjadinya retak-retak pada bidang
penyaring, terutama disebabkan penggunaan media penyaring
dengan ukuran efektif yang tidak sesuai (memenuhi kriteria), yaitu
terlalu kecil.
Kecepatan aliran pencucian balik yang rendah merupakan salah satu
penyebab terbentuknya bola lumpur, karena gesekan antar butiran
tidak mampu melepaskan kotoran yang menempel pada butiran
tersebut, sebaliknya pada aliran pencucian balik yang terlalu tinggi,
dapat menurunkan daya gesek antar butiran.
17
Gambar III. 4. Bola Lumpur
pada Bagian Atas
Bidang Penyaring
7. Pemindahan Kerikil :
Pemindahan kerikil berarti tidak meratanya permukaan lapisan kerikil
(sebagai lapisan penyangga). Pemindahan kerikil terjadi pada kasus :
a. Pada saat pencucian balik dimulai, katup pencucian balik dibuka
terlalu cepat, sehingga kerikil akan terbawa masuk kedalam
bidang pasir penyaring.
b. Bila saluran pembuangan bagian bawah (underdrain) tersumbat,
akan terjadi distribusi air pencuci yang tidak merata, sehingga
pasir akan meluap, seperti terlihat pada gambar.
Akibat adanya pemindahan kerikil secara luar biasa,
kemungkinan akan menghasilkan menurunnya kualitas air hasil
saringan.
18
Level pasir sebelum pencucian
19
3.3.2. Alternatif Penanggulangan Masalah Operasional Filtrasi
Pengawasan Operasional Filter
20
b. Ukuran efektif harus sesuai (memenuhi kriteria)
c. Kecepatan aliran pencucian balik jangan terlalu rendah, agar
gesekan antar butiran mampu melepaskan kotoran yang
menempel pada butiran tersebut, dan jangan terlalu tinggi, karena
dapat menurunkan daya gesek antar butiran.
d. Untuk mengatasi terjadinya pengerasan pada media filter,
peningkatan kecepatan pencucian filter belum tentu bisa
dilakukan, karena rancangan statis lantai saringan seringkali tidak
diperhitungkan untuk menahan arus balik, sehingga
mengakibatkan lantai saringan pecah.
e. Pengukuran ketebalan lapisan pada seluruh ketinggian media
penyaring, secara periodik (jangka waktu panjang).
3. Kekurangan Oksigen :
a. Lakukan pre–treatment untuk menghilangkan zat–zat yang
mengkonsumsi Oksigen seperti zat organik biodegradabaule
dengan proses Oksidasi/Pra – Khlorinasi atau proses adsorpsi
dengan karbon aktif
b. Jika masalah ini tidak bisa diatasi dengan pre-treatment, aerasi
harus dilakukan.
21
b. Jika penyumbatan terjadi akibat terlepasnya pasir halus/semen
dari dinding beton bak penampung air pencuci atau dari dinding
filter itu sendiri. Maka lapisan dinding perlu direhabilitasi.
c. Kualitas beton harus baik/sesuai dan perlu pemeliharaan paska
konstruksi.
d. pH air diusahakan tidak terlalu rendah
22
demikian seluruh tindakan pencegahan untuk ketidakberesan akan
selalu dilakukan.
Dengan cara ini kemungkinan terjadi pendistribusian air pencuci
secara lokal, seperti terlihat pada gambar, misalnya pada area A,
sebagai contoh kecepatan pencucian balik v + dv agak lebih tinggi
dari harga v diatas bagian bidang penyaring yang lain (selain daerah
A). Kecepatan yang lebih besar akan dihasilkan pada porositas yang
lebih besar dari bidang penyaring yang berekspansi, tetapi tidak pada
bidang penyaring yang lebih tebal, seperti pada sebagian media filter
yang mengalir kesamping. Hal ini berarti bahwa diatas area A
keberadaan media penyaring akan sedikit, dapat mengurangi
hambatan aliran air pencuci naik keatas, dengan menambah
kecepatan pencucian balik terhadap kecepatan yang diberikan
sebelumnya, merupakan hal yang tidak dapat dielakkan.
Dalam hal kecepatan pencucian balik yang lebih tinggi akan
meningkatkan ekspansi media penyaring, akan memperbanyak
porositas dan menurunkan hambatan, diikuti kemudian oleh
kecepatan aliran yang meningkat, dan lain-lain. Terakhir hampir
seluruh media penyaring akan berpindah dari area A , kejadian ini
dikenal dengan nama “ Pergolakan pasir” ( sand boil ), seperti terlihat
pada gambar.
v+dv
Bidang pasir
v yang berekspansi
pe
pe+dpe Dasar filter
23
Bila bidang penyaring menggunakan penyangga lapisan kerikil
dengan ukuran yang berbeda dimana kerikil yang agak halus berada
dibagia atas, bagian ini akan tersuspensi mengikuti pasir penyaring
berpenetrasi dan menyumbat lapisan bagian bawahnya yaitu kerikil
yang agak kasar (lihat gambar dibawah).
Hal ini akan meningkatkan kecepatan aliran pada lubang antar butiran
kerikil, menyebabkan lapisan kerikil tersuspensi dengan mudah. Pada
akhirnya pasir akan turun mencapai dan menutupi lapisan dasar,
kalau hal ini terjadi, perbaikan dengan biaya yang cukup mahal tidak
dapat dihindari Awal gangguan akan terjadi lebih mudah dan akan
memberikan efek yang lebih serius, bilamana pemasukkan dan
pengeluaran air pencuci dengan tekanan yang bervariasi (lihat
gambar)
Sering kali sudah bisa dilihat dari awal proses penyaringan, apabila
ada media filter yang lolos atau adanya perubahan lapisan atas media
filter, misalnya tidak rata walaupun sudah dicuci dengan kecepatan
setinggi mungkin. Hal ini sering kali disebabkan oleh distribusi air
pencucian yang tidak rata atau nozzle yang tersumbat oleh endapan
mangan, besi, atau tumbuhan algae, lumut, atau media filter.
24
3.4.2. Alternatif Penanggulangan Masalah Pencucian Media Filter:
25
Terbuangnya media penyaring, disebabkan oleh :
1) Nilai expansi media penyaring saat pencucian balik terlalu
besar
2) Kecepatan aliran pencucian balik yang terlalu besar.
26
4. Pengontrolan Nozzle
Suatu hal yang penting mengontrol kerusakan nozzle dengan cara :
a. Memeriksa adanya pasir yang terdapat di dalam ruangan antara
lantai nozzle dan lantai dasar atau pada lantai reservoir. Adanya
pasir mengindikasikan adanya nozzle yang rusak.
b. Untuk menjaga kerusakan nozzle perlu dilakukan pengontrolan
terhadap tekanan selama pencucian. Jika tekanan terlalu tinggi
berindikasi adanya penyumbatan pada nozzle.
c. Setelah filter berjalan cukup lama, harus diperiksa adanya
pertumbuhan lumut dan atau erosi yang diakibatkan oleh kavitasi
pada nozzle, dengan cara mengangkat media penyaring dan
sekaligus dicek apakah di media penyaring apakah ada
pengerasan atau perubahan pada lapisan media atau ada
pertumbuhan partikel media filter.
27
atau lakukan terlebih dahulu penyemprotan pada permukaan
bidang penyaring (surface wash).
d. Jika ada penyumbatan pada nozzle, maka dari awal terjadi
peningkatan kehilangan tekanan / hambatan selama pencucian
berlangsung, dan selanjutnya akan terjadi peningkatan kehilangan
tekanan selama filtrasi. Nozzle bisa tersumbat karena ada proses
perubahan bentuk besi atau mangan terlarut menjadi endapan
yang belum sempurna, dan berlangsung di dalam nozzle. Jika ini
terjadi, harus dijamin proses oksidasi ion besi dan mangan terlarut
menjadi endapan sempurna sebelum air melewati nozzle.
e. Alasan lain yang bisa menyebabkan penyumbatan pada nozzle,
adalah terlepasnya pasir halus/semen dari dinding beton bak
penampung air pencuci atau dari dinding filter itu sendiri.
Indikasi kejadian seperti ini, yaitu dengan adanya peningkatan
kehilangan tekanan/hambatan atau dengan pemeriksaan zat
padat (kekeruhan) yang terkandung di air hasil pencucian. Dalam
kasus ini, lapisan dinding perlu direhabilitasi. Pasir halus / semen
yang terlepas tersebut, dapat disebabkan oleh:
1) Beton yang kualitasnya jelek (campuran beton yang tidak
sesuai, pemisahan di lapisan luar, bahan moulding yang tidak
cocok/kurang dipadatkan, tidak ada atau salah dalam
melakukan pemeliharaan pascakonstruksi.
2) Air yang agresif terhadap beton (pH < 6 ).
f. Jika ada geseran pada lapisan penyangga dan dari lapisan media
filter, bisa dideteksi dengan terjadinya kelainan dalam :
1) Tidak meratanya pengendapan medi a filter setelah pencucian
2) Untuk mengatasi masalah itu, bisa dengan cara menata
ulang lapisan media filter.
g. Perlu mempertimbangkan pemilihan lapisan filter yang lebih stabil.
Bisa saja sistem injeksi media pencucian perlu diubah supaya
lebih merata.
h. Sering kali geseran lapisan penyangga disebabkan oleh
aplikasi pencucian kombinasi air dan udara yang tidak sesuai.
Dalam kasus itu, perlu diatur ulang program pencucian.
i. Perubahan kecepatan pencucian minimal yang disebabkan oleh
perubahan berat jenis media filter, hanya bisa terjadi pada filter
uji.
j. Jika kecepatan pencucian minimal bisa tercapai lagi dengan
konfigurasi sistem pencucian di filter tersebut, media prnyaring
perlu diganti.
k. Untuk menghindari penggantian media penyaring, mungkin bisa
dilakukan intensifikasi pencucian, tetapi harus dijamin terlebih
dahulu , bahwa tidak ada media filter yang mengalami
tegangan/tekanan mekanik yang berlebih.
l. Media penyaring perlu diangkat, jika terjadi pengerasan butiran
penyaring dan bila hal ini terjadi, biasanya lapisan penyanggapun
harus diangkat. Pengangkatan media filter secara manual sangat
28
berat, maka bisa menggunakan pompa injeksi dengan sumber
tenaga air.
Gangguan dalam Operasional Filter dan Cara mengatasinya dapat
dilihat pada tabel berikut ini .
29
Filter (lebih kecil dari ukuran
minimum)
30