Anda di halaman 1dari 31

MATERI

MODIFIKASI TEKNIK
PENGOLAHAN
AIR MINUM
oleh :
Ir. Ida Dhaliawati, Dipl.SE

0
BAB I

IDENTIFIKASI MASALAH

I.1. Masalah Kualitas Air Baku

Pada Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), menggunakan air baku dari
berbagai jenis sumber air yang berbeda, dimana masing–masing air baku
mempunyai karakteristik berbeda–beda pula. Walaupun air baku yang
akan diolah menjadi air minum harus memenuhi persyaratan 3 (tiga) “K”,
yaitu Kuantitas, Kualitas dan Kontinuitas. Namun banyak diantara SPAM
tidak dapat memenuhi persyaratan tersebut secara lengkap, terutama
masalah kualitas. Identifikasi masalah kualitas air baku yang kemungkinan
ada pada beberapa sumber air baku yang akan diolah dikelompokan
menjadi masalah:

1. Zat organik  terkait dengan :


a. B a u ( septik, gas H2S )
b. Limbah domestik
c. Deterjen

2. Warna  terkait dengan :


a. Warna organik alami
b. Zat pewarna ( organik, logam )
c. A l g a e

3. Logam terlarut  terkait dengan


a. Kandungan Besi dan Mangan
b. Logam kontaminan dari limbah

4. pH  terkait dengan
a. pH dan Alkalinitas rendah
b. pH tinggi

5. Turbidity/Kekeruhan  terkait dengan


a. Turbidity rendah
b. Turbidity tinggi

6. Kesadahan  terkait dengan


a. Kandungan Ca2+, Mg2+ dan senyawa pembentuk kesadahan
b. Rasa air : Anta, payau

1
I.1.1. Zat Organik

1. Zat organik alami terlarut atau sintetis terkandung didalam air yang
akan diolah dengan konsentrasi relatif tinggi, sangat mempengaruhi
proses koagulasi– flokulasi. Selain adsorpsi diatas permukaan zat
padat yang menyebabkan efek stabilitas, juga terjadi pembentukan
molekul kompleks dengan zat koagulan/flokulan yang menurunkan
efisiensi koagulan/flokulan menyebabkan kebutuhan bahan
koagulan/flokulan menjadi lebih besar.

2. Hal yang sama berlaku untuk kandungan algae dalam air karena
algae dikategorikan sebagi zat organik alami.
Untuk zat organik yang mudah diproses secara biologis, misalnya zat
pencemar dengan molekul berantai pendek sering kali tidak efisien
untuk menghilangkan zat tersebut dengan metode koagulasi-flokulasi.

3. Berbau  Bau pada air adalah bau spesifik seperti bau tanah, bau
amis (disebabkan logam besi), bau algae/rumput, dll., serta bau yang
dihasilkan oleh aktivitas mikroorganisme pada kondisi tertentu, seperti
bau di–hidrogen sulfida H 2S dihasilkan pada kondisi septik/anaerobik.
H2S dengan konsentrasi relatif tinggi akan sulit dihilangkan dengan
proses koagulasi-flokulasi tanpa proses pendahuluan untuk
menghilangkannya.

4. Deterjen yang terkandung didalam air baku seringkali tidak bisa


dihilangkan dengan proses koagulasi – flokulasi, maka perlu
penyisihan deterjen sebelum air diolah.

I.1.2. Warna / Pewarna ( Organik ; Anorganik/Logam ):

1. Warna berindikasi kepada senyawa organik alami ( zat Humus ),


dimana zat organik bereaksi dengan koagulan, menyebabkan proses
koagulasi terganggu selama zat organik tersebut berada di dalam air
baku dan proses koagulasi semakin sukar tercapai.

2. Pewarna yang biasa digunakan untuk tekstil/batik , cat dan lain–lain,


adalah terbuat dari bahan organik atau anorganik ( logam ). Seperti
halnya zat organik, pewarna yang terbuat dari zat anorganik juga
akan mengganggu proses koagulasi. Ada beberapa zat anorganik
yang sangat berpengaruh terhadap proses flokulasi dengan
koagulan/flokulan yang dipakai secara umum, misalnya semua garam
Al (III) maupun Fe (III), termasuk logam–logam yang digunakan
sebagai bahan pewarna. Logam–logam tersebut, secara kimiawi
akan membentuk yang terkandung dalam limbah senyawa sebagai

2
endapan hidroksida. Dengan demikian jangkauan pH optimum untuk
pengendapan secara kimiawi dari hidroksida metal tersebut diperluas.
Selain itu secara langsung dipengaruhi oleh konsentrasi CO 2 atau
kapasitas dapar (buffer) karena berpengaruh terhadap pH sebelum
dan setelah koagulasi.

I.1.3. Logam Terlarut

1. Kandungan Besi dan Mangan Terlarut  Besi dan Mangan dalam


bentuk terlarut yang terkandung di dalam air baku, menyulitkan proses
koagulasi–flokulasi, kadang–kadang jika jangkauan pH belum
dipenuhi untuk merubah bentuk terlarut menjadi endapan (bentuk
hidroksida), maka setelah koagulasi–flokulasi air hasil olahan akan
tetap mengandung besi dan Mangan terlarut.

2. Logam kontaminan dari limbah seperti limbah electro plating,


merupakan logam terlarut yang mengganggu proses koagulasi–
flokulasi

3. Logam / logam berat terlarut di dalam air baku tidak mampu diolah
dengan proses koagulasi–flokualsi tanpa dilakukan konversi dari
bentuk terlarut menjadi bentuk endapan sebelum dilakukan proses
koagulasi–flokulasi.

I.1.4. pH

1. pH dan Alkalinitas rendah :

Air baku dengan pH rendah akan berpengaruh terhadap proses


koagulasi (kecuali untuk mengolah air gambut), karena setiap jenis
koagulan mempunyai batas pH optimum untuk proses koagulasi,
seperti koagulan dari garam Al 3+ mempunyai batas pH koagulasi : 6 –
7,8 ; untuk garam Besi (II), seperti FeSO 4, mempunyai pH optimum :
> 8,5, Besi ( III ) seperti Ferri Khlorida, FeCl 3 atau Fe2(SO4)3
mempunyai batas pH optimum : 4 – 9.

Alkalinitas  Alum sulfat dan Ferri sulfat berinteraksi dengan zat


kimia pembentuk alkalinitas dalam air, membentuk senyawa
aluminium atau ferri hidroksida, memulai proses koagulasi. Alkalinitas
yang rendah membatasi reaksi ini dan menghasilkan koagulasi yang
kurang baik.
Selain itu berpengaruh pula terhadap proses flokulasi, karena air
dengan pH < 4,5 tidak mengandung alkalinitas, dalam hal ini jika tidak
ada alkalinitas, maka tidak terjadi pembentukan hidroksida, yang

3
dibutuhkan untuk adsorpsi partikel – partikel terdestabilisasi
(mekanisme flokulasi ! ).

2. pH Tinggi :

pH air baku terlalu tinggi juga akan menyulitkan proses koagulasi


terutama jika menggunakan garam Al 3+ sebagai koagulan, kecuali jika
dosis koagulan relatif besar akan berpengaruh terhadap turunnya pH
dan selama batas pH optimum tidak dilampaui.

1.1.5. Turbidity

1. Turbidity Rendah :

Air baku dengan kekeruhan rendah akan mempengaruhi


pembentukan flok (pada proses flokulasi), karena mekanisme flokulasi
adalah adsorpsi dan tumbukan antar partikel, dimana air dengan
turbidity rendah tidak banyak mengandung partikel koloid untuk saling
bertumbukkan.

2. Turbidity Tinggi :

Turbidity air baku relatif tinggi menyulitkan proses koagulasi–flokulasi,


karena memerlukan perhatian khusus terhadap :
a. Dosis  jika dosis koagulan tidak tepat ( terlalu kecil ), maka
flok tidak akan terbentuk
Jika dosis koagulan terlalu tinggi, maka pH akan turun secara
drastis dan jika pH berada dibawah pH optimum, tidak terjadi
pembentukan flok yang baik. Selain itu kelebihan Al 3+ terlarut
besar ( > 0,2 mg/l ) kemunkinan seperti pembentukan flok selama
air mengalir melewati unit pengolahan akan terus berlangsung,
dan jika pembenukan flok sesudah filter, maka flok akan terbawa
ke Reservoir air bersih, di dalam jaringan distribusi atau langsung
ke konsumen.
b. Jenis koagulan  ada beberapa jenis koagulan yang tidak
mampu mengolah air dengan kekeruhan tinggi. (seperti misalnya
dari pengalaman beberapa pengguna, pemakaian koagulan PAC
akan lebih efisien untuk digunakan mengolah air dengan
kekeruhan tinggi dibandingkan dengan koagulan Alum sulfat ).
c. Jenis koagulan pembantu ( coagulant aids )  jenis koagulan
pembantu yang digunakan harus tepat, harus diuji cobakan
melalui Jar – test.

4
1.1.6. Mengandung Kesadahan :

Air yang mengandung kesadahan non karbonat (terutama yang


mengandung
ion Cl–) sulit dihilangkan dengan proses koagulasi – flokulasi.

1.2. Masalah Air Hasil Olahan :

1.2.1 Masalah Parameter Fisik :


1. Keruh
2. Berbau
3. Berwarna
4. Berasa

1.2.2. Masalah Parameter Kimia

Residu Al3+ masih relatif tinggi :


1. Air berwarna keputih – putihan akibat kelebihan koagulan membentuk
Al hidroksida berwarna keputihan.
2. Koagulasi berkelanjutan.

5
BAB II
ALTERNATIF PENANGGULANGAN MASALAH

2.1. Penanggulangan Masalah Air Baku

Penanggulangan masalah air baku dan air hasil olahan bisa diatasi
dengan beberapa alternatif seperti :
• Modifikasi dengan penambahan proses
• Modifikasi dengan penambahan unit IPAL
• Penambahan zat kimia / bahan pendukung
• Merubah kondisi operasi
• Menggunakan pengolahan lanjutan ( Advanced treatment )

2.1.1. Masalah Zat Organik

Masalah Zat Organik (termasuk Bau, Warna Alami, warna anorganik


dan deterjen)
Reaksi dari zat humus dengan bahan kimia koagulan/flokulan bisa
dimanfaatkan untuk menuju kepada suatu proses presipitasi dalam kondisi
pH yang sedikit asam dengan cara itu zat humus dan lain-lainnya bisa
dihilangkan dari air. Efisiensi teknologi ini bisa sangat besar sehingga
dapat mengurangi secara signifikan (berarti) beban untuk pengolahan
berikutnya.
Ada beberapa zat organik misalnya asam sulfonik atau beberapa macam
zat hidro karbon aromatik yang terklorinasi, hidrogen organik polisiklik
dan beberapa senyawa yang dapat membentuk senyawa kompleks yang
bisa dihilangkan dengan proses koagulasi-flokulasi dengan hasil yang
sangat berbeda dan bisa juga dipadukan dengan pengendapan/persipitasi
atau penyerapan (adsorpsi) atas beberapa partikel yang terbentuk pada
proses pengendapan.
Cara penghilangan zat organik lainnya termasuk bau, deterjen, warna
organik/alami, warna anorganik/logam bisa dilakukan dengan:
1. Proses Adsorpsi dengan menggunakan adsorben karbon aktif dengan
waktu kontak yang cukup, dilakukan sebelum proses koagulasi –
flokulasi.
2. Cara lain dengan proses Pra – Khlorinasi ( Pre – Chlorination )
dengan waktu kontak yang cukup/memadai (minimum 30 menit),
dilakukan sebelum proses Koagulasi – flokulasi. Dosis Kaporit/gas
Khlor ditentukan melalui pengujian BPC (Break Pont Chlorination) 
lihat lampiran.
3. Untuk mengolah air berwarna alami (air gambut) dengan menentukan
kondisi operasi serta proses pendahuluan, seperti :
a. Penentuan dosis koagulan
b. Penentuan pH optimum koagulasi

6
c. Apakah proses pendahuluan penghilangan warna diperlukan
atau tidak seperti Pra – Khlorinasi atau Adsorpsi dengan katbon
aktif.
d. Apakah perlu penambahan zat pemberat untuk membantu
tumbukan antar partikel.

2.1.2. Masalah Kandungan Besi, Mangan dan Logam terlarut

1. Lakukan proses oksidasi untuk merubah bentuk Besi dan Mangan


terlarut menjadi bentuk endapan/dispersi halus, sebelum proses
koagulasi – flokulasi.
Oksidator yang biasa digunakan adalah :
a. O2 → dengan cara Aerasi ( efektif untuk mengoksidasi Besi )
b. O3 → untuk Mangan
c. KMnO4 → untuk Besi dan Mangan
d. Gas Khlor/Kaporit/Sodium hipokhlorit ( efektif untuk Besi )
e. ClO2 → untuk Mangan

2. Logam terlarut harus dikonversikan menjadi bentuk tidak


larut/endapan dengan cara proses presipitasi dengan menaikkan pH
sampai nilai dimana logam bisa mengendap, yaitu pada rentang pH =
9 – 13 ). Setelah itu baru dilakukan penambahan koagulan Ferro
Sulfat karena pH optimum untuk koagulan Ferro Sulfat adalah > 8,5
atau Ferri Sulfat atau Ferri Khlorida, dengan rentang pH =
4 – 9. Dalam hal ini karena perlu untuk menaikan pH relatif tinggi,
diperlukan bahan alkali/basa kuat, digunakan Soda Kostik, NaOH
dimana merupakan zat alkali/basa yang lebih kuat dibandingkan kapur
untuk menaikkan pH. Proses ini dilakukan sebelum proses koagulasi
– flokulasi.

3. Selain itu dapat juga dilakukan penambahan coagulant aids (dengan


jenis/tipe yang tepat) dengan catatan semua logam sudah
mengendap sempurna, jadi penambahan coagulant aids , hanya
bertujuan untuk memperbesar flok ( proses Flokulasi ).
Dalam hal ini karena perlu untuk menaikan pH relatif tinggi, diperlukan
bahan alkali/basa kuat, digunakan Soda Kostik, NaOH dimana
merupakan zat alkali/basa yang lebih kuat dibandingkan kapur untuk
menaikkan pH. Proses ini dilakukan sebelum proses koagulasi –
flokulasi.

2.1.3. Masalah pH dan atau Alkalinitas Rendah

Perlu menaikan pH dan penambahan alkalinitas ke dalam air, melalui


penambahan bahan kimia alkali/basa seperti kapur : CaO, Ca(OH) 2 atau

7
soda abu, Na2CO3 , sampai mencapai pH optimum untuk proses
koagulasi.

2.1.4. Masalah Turbidity

1. Turbidity Rendah :
Zat pemberat biasa digunakan pada pengolahan air dimana
kekeruhan air relatip rendah juga pada pengolahan air berwarna. Zat
ini ditambahkan untuk meningkatkan efisiensi proses koagulasi–
flokulasi. Dengan adanya partikel– partikel suspensi yang
ditambahkan, akan terjadi tumbukan antar partikel, sehingga terjadi
aglomerasi antar partikel. Disamping tumbukan antar partikel zat ini
juga dapat meningkatkan daya adsorpsi partikel/flok terdestabilisasi.
Contoh zat pemberat adalah :
a. Tanah liat
b. Bentonit
c. Kaolin
d. Lumpur/sedimen dari sumber yang sama dengan air baku

Zat pemberat tersebut diatas dibubuhkan sesuai dosis dari hasil


percobaan dengan Jar – Test .
Karbon aktif disamping sebagai adsorben juga dapat dianggap
sebagai zat pemberat. Zat ini digunakan pada pengolahan air
berwarna disamping untuk mengadsorpsi warna juga dapat
menambah partikel-partikel suspensi untuk tumbukan antar partikel.

2. Turbidity Tinggi :
Untuk mengatasi turbidity air baku relatif tinggi dan turbidity
disebabkan oleh partikel diskrit, maka untuk mengurangi turbidity
harus dibangun unit Pra – Sedimentasi.
Jika turbidity disebabkan oleh partikel – partikel koloid dengan
diameter relatif kecil/tidak dapat diendapkan secara gravitasi dengan
mudah, maka lakukan proses mikro – koagulasi, dengan cara
membubuhkan koagulan dengan dosis relatif kecil kedalam air baku
sebelum masuk unit pra–sedimentasi.
Jika kedua–duanya tidak dapat dilakukan, maka untuk mendapatkan
koagulasi – flokulasi dengan hasil yang bisa diharapkan, jalankan IPA
dengan menurunkan debit / kapasitas IPA sampai IPA mampu
mengolah air dengan kualitas air hasil olahan memenuhi persyaratan
yang ditetapkan.
Untuk menjaga agar tidak terjadi pembentukan flok lanjutan, akibat
kelebihan ion Al3+ terlarut yang disebabkan oleh kelebihan dosis
koagulan yang dibubuhkan, dimana pH air setelah koagulasi berada
dibawah 6 (konsentrasi Al3+ terlarut kecil pada batas pH 6 – 7,8 ),
maka lakukan penambahan alkali untuk mengendapkan Al 3+ terlarut,
sebelum filter, dan endapan akan tertahan pada bidang penyaring.

8
2.1.5. Masalah Kesadahan:

Senyawa pembentuk kesadahan dihilangkan dengan menggunakan


Proses Kapur – Soda dengan cara penambahan bahan kimia pelunak
yaitu kapur hidrat, Ca(OH)2 atau kapur, CaO untuk menghilangkan
kesadahan Karbonat dan penambahan soda abu, Na 2CO3. atau soda
kostik, NaOH untuk menghilangkan kesadahan Non karbonat.
Semua senyawa pembentuk kesadahan dikonversikan menjadi endapan.
Proses ini menyertai proses flokulasi sehingga partikel/endapan yang
terbentuk, tumbuh menjadi partikel dengan ukuran lebih besar.

2.2. Masalah Air Hasil Olahan :

2.2.1. Masalah Parameter Fisik :

1. Keruh  Turbidity air hasil olahan (keluar dari filter) diharapkan < 1
NTU, dalam kaitannya dengan proses Desinfeksi / keamanan air dari
mikroorganisme patogenik. Jika air keruh akan menghalangi
keefektifan daya desinfeksi terhadap pemusnahan mikrorganisme
patogenik.
Untuk mengatasi masalah kekeruhan :
a. Lakukan pengecekan terhadap dosis koagulan
b. Lakukan pengecekan kekeruhan pada air hasil sedimentasi 
harus <10 NTU. Jika Turbiampai dity air hasil sedimentasi > 10
NTU, dan bukan akibat kinerja unit sedimentasi maka cek unit –
unit sebelumnya serta proses – proses sebelumnya, yaitu proses
koagulasi, proses flokulasi dan/atau kinerja unit pengaduk cepat
dan pengaduk lambat.
2. Jika air hasil olahan, berbau, berwarna dan berasa dapat
dieliminir/disisihkan dengan proses adsorpsi menggunakan adsorben
karbon aktif. Setelah proses filtrasi oleh pasir silika (sand filter), air
hasil penyaringan dimasukkan ke dalam filter Karbon Aktif ( GAC =
Granular Activated Carbon filter ).

2.2.2. Masalah Parameter Kimia

+
Residu Al3 masih relatif tinggi :
3+
Jika konsentrasi residu Al pada air hasil olahan melebihi persyaratan
(0,2 mg/l), maka akan terjadi kemungkinan – kemungkinan seperti :
1. Air berwarna keputih – putihan dan keruh, akibat kelebihan koagulan
3+
(Al ) sehingga terbentuk Al hidroksida, Al(OH)3 endapan putih.
Hal ini bisa diatasi dengan mengecek ulang dosis koagulan, melalui
Jar – test , memantau pH air hasil pengukuran di lapangan,
dibandingkan dengan pH air hasil Jar – test pada dosis yang sama 
Jika hasil pengukuran pH di lapangan > dari pH hasil Jar – Test 

9
berarti dosis koagulan aplikasi di lapangan lebih rendah, sebaliknya
jika pH hasil pengukuran di lapangan < dari pH hasil Jar – Test 
berarti dosis koagulan aplikasi di lapangan, lebih besar.
3+
2. Koagulasi berkelanjutan  kelebihan Al terlarut sisa destabilisasi,
selama air mengalir melalui unit – unit (sedimentasi, filter) menuju
reservoir akan kontak dengan zat – zat pengotor membentuk flok,
Alternatif penanggulangan masalah dengan merubah bentuk Al
terlarut menjadi bentuk endapan/hidroksida dengan menaikkan pH ( 6
– 7,8 ) sebelum proses filtrasi. Dianjurkan pembubuhan pH pada saat
air keluar dari unit sedimentasi (di titik awal Gutter / saluran pelimpah).
Perlu diketahui bahwa kelarutan Al3+ didalam air relatif rendah berada
3+
pada rentang pH 6 – 7,8  artinya kelarutan Al tinggi pada pH lebih
kecil dari 6 ( < 6 ) dan lebih besar dari 7,8 ( > 7,8 ).

10
BAB III

IDENTIFIKASI MASALAH DAN ALTERNATIF PENANGGULANGAN


MASALAH PADA UNIT PROSES DAN UNIT OPERASI
INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM

3.1. Penanggulangan Masalah pada Unit Proses Koagulasi &


Flokulasi dan Unit Operasi Pengaduk Cepat dan Pengaduk
Lambat

3.1.1. Identifikasi Masalah Proses dan Operasi pada Pengaduk Cepat


dan Pengaduk Lambat

Kejadian-kejadian di bawah ini mungkin terjadi pada koagulasi – flokulasi :

1. Flok-flok halus dan ringan  disebabkan oleh pengadukan cepat


yang tidak baik atau dosis yang tidak tepat (kurang dari yang
dibutuhkan).

2. Pengikatan flok lemah  sifat flok yang demikian adalah mudah


pecah dan terbawa lebih jauh (menerobos) ke dalam lapisan media
penyaring, sehingga kualitas air yang diolah tidak baik.

3. Kekeruhan air hasil pengendapan relatif tinggi  disebabkan oleh


kondisi operasi koagulasi dan atau flokulasi yang tidak memadai,
sehingga flok halus terbawa ke unit penyaring, menyebabkan filter
cepat tersumbat.

4. Frekuensi pencucian filter terlalu sering  disebabkan oleh alasan-


alasan yang kompleks baik dalam pengaduk cepat (proses koagulasi)
maupun pada flokulator (proses flokulasi). Pencucian filter adalah
pekerjaan penting yang harus dilakukan, tetapi jika terlalu sering
dilakukan akan merugikan, dihubungkan dengan pemakaian air bersih
sebagai pencuci.

5. Pembentukan flok sangat lambat  hal ini disebabkan oleh karena


kekeruhan air baku yang relatif rendah sehingga tumbukan antar
flok/partikel kurang.

3.1.2. Alternatif Perbaikan Unit Proses dan Unit Operasi Pengaduk


Cepat dan Pengaduk Lambat

1. Flok-flok halus dan ringan


Tindakan pencegahan/perbaikan  kecepatan pengadukan yang
memadai dan dosis yang tepat/dicek ulang’

11
2. Pengikatan flok lemah
Tindakan pencegahan/perbaikan  Hal ini dapat ditingkatkan dengan
menggunakan berbagai kecepatan pengadukan lambat.
3. Kekeruhan air hasil pengendapan relatif tinggi
Tindakan pencegahan/perbaikan : Jika hal ini sering terjadi, perlu
penelitian penggunaan koagulan dan atau dosis, jika perlu jenis
koagulan diganti atau lakukan penambahan koagulan/flokulan
pembantu.

4. Frekuensi pencucian filter terlalu sering


Tindakan pencegahan/perbaikan : Amati proses pengaduk
cepat/koagulasi dan proses pengaduk lambat/flokulasi.

5. Pembentukan flok sangat lambat


Tindakan pencegahan/perbaikan : Untuk mengatasi hal ini perlu
penambahan zat pemberat ( Kaolin, Bentonit, Tanah liat, Lumpur dari
sumber air baku yang sama, pada air baku yang akan diolah.

3.2. Penanggulangan Masalah pada Unit Proses dan Unit Operasi


Sedimentasi
3.2.1. Identifikasi Masalah :

1. Sirkuit Pendek
Sehubungan dengan adanya variasi kecepatan horizontal gerakan air ,
acapkali ada beberapa aliran masuk akan keluar dari bak pengendap
kurang dari periode waktu detensi secara teoritis (To) dan yang
lainnya lebih lama dari periode waktu tersebut. Fenomena demikian
disebut sirkuit pendek (lihat gambar).

2. Aliran Nyasar
Pada aplikasi bak pengendap selalu ada beberapa gangguan dalam
kaitannya dengan debit air baku yang tidak sama atau pemindahan
(limpahan) air hasil olahan melampaui kedalaman dan lebar bak
pengendap disebabkan oleh aliran nyasar akibat angin (lihat
gambar).

3. Perbedaan densitas, membuat pusaran aliran yang memberikan


kelembamam pada aliran masuk dan lain-lain.
Aliran awal selama waktu adalah menjadi lebih singkat, menunjukkan
bahwa kecepatan aliran maksimum menjadi lebih besar. Secara tidak
langsung hal ini selanjutnya dapat menyebabkan pengurangan
efisiensi bak pengendap, dalam kaitannya dengan aliran yang lebih

12
bersifat turbulen dan terutama oleh meningkatnya bahaya gesekan
pada dasar tangki ( lihat gambar )

Gambar III. 1. Bahaya Gesekan


Pada Dasar Tangki

Gambar III. 2. Sirkuit Pendek


Pada Bentuk Vertikal

4. Contoh aliran rotasi dalam bentuk vertikal disebabkan oleh :


Densitas air yang masuk lebih besar  sebagai contoh air yang
mengandung zat padat tersuspensi yang besar atau suhu yang lebih
rendah.

5. Naiknya flok ke atas dan terkumpul pada permukaan bak.


Hal ini disebabkan oleh perbedaan antara suhu air di permukaan dan
di dalam bak yang disebabkan oleh adanya sinar matahari, oleh
karena itu kejadian ini biasa terjadi pada siang hari (bila sinar matahari
masih ada). Hal ini disebabkan oleh perbedaan suhu air di permukaan

13
yang kena panas matahari lebih besar dibandingkan dengan suhu air
di kedalaman bak.
Suhu didalam bak lebih rendah dibandingkan dengan suhu di
permukaan bak, semakin rendah suhu, kandungan oksigen terlarut
semakin tinggi, hal ini menyebabkan gelembung O 2 akan naik ke atas
membawa flok-flok yang terkumpul di permukaan bak, pada akhirnya
terbawa ke filter.
Bila kejadian flok naik ke permukaan tidak hanya pada siang hari atau
karena adanya panas, tetapi pada setiap saat bahkan pada malam
hari, hal ini diakibatkan oleh akumulasi lumpur pada kantung lumpur.

3.2.2 Alternatif d Masalah Unit Proses dan Unit Operasi Sedimentas:


1. Alternatif penanggulangan masalah pada unit Sedimentasi yang
disebabkan oleh short circuit, angin dan gangguan adanya flok –
flok mengambang di permukaan, adalah dengan pemasangan atap.
Pemasangan atap harus diperhatikan tidak hanya menghindari
cahaya matahari, tetapi harus memperhatikan arah angin yang
masuk, untuk menghindari angin dari arah samping, atap tidak hanya
menutupi bagian atas saja, tetapi juga harus dapat menahan angin
dari arah samping).
Kejadian flok – flok muncul ke permukaan tidak hanya pada siang
hari, tetapi juga setiap saat (tidak tertentu), diakibatkan oleh akumulasi
lumpur pada kantung lumpur  dapat diatasi oleh frekuensi
pembuangan lumpur secara intensif (contoh perhitungan frekuensi
pembuangan lumpur (dari kantung lumpur) tercantum pada lampiran.

2. Untuk mangatasi variasi kecepatan horizontal gerakan air yang


menyebabkan air hasil sedimentasi keluar lebih cepat dari waktu yang
seharusnya, serta Perbedaan densitas, membuat pusaran aliran
yang memberikan kelembamam pada aliran masuk dan lain-lain, serta
aliran yang lebih bersifat turbulen dan terutama oleh meningkatnya
bahaya gesekan pada dasar tangki.
Hal ini di atasi oleh pengaturan debit yaitu :
a. Debit air masuk harus konstan
b. Jika pada debit maksimum masih terjadi hal – hal tersebut di
atas, maka jalankan IPA dengan debit diperkecil.

14
3.3. Penanggulangan Masalah pada Unit Proses dan Unit
Operasi Filtrasi

3.3.1. Identifikasi Masalah :

1. Gangguan pada Operasional Filter :

Gangguan bersifat spesifik :


Gangguan yang tercantum di bawah ini adalah bukan gangguan
teknis, hanya meupakan gangguan dalam proses filtrasi yang spesifik
dan berdasarkan pengalaman, seperti :
a. Penyumbatan (clogging) dan pelengketan antara media filter dan
media penyangga
b. Penyumbatan nozzle filter
c. Pergeseran media penyangga
d. Perubahan ukuran diameter efektif partikel disebabkan oleh
tegangan mekanik (mechanical stress) media filter (terutama
untuk media filter yang kurang keras / lunak dan dikombinasikan
dengan pencucian udara mengakibatkan penipisan ukuran
partikel).
e. Perubahan ekspansi lapisan media filter  disebabkan oleh
perubahan berat jenis media filter, misalnya disebabkan oleh
endapan yang menempel kuat/lengket pada permukaan butiran
media filter dan pertumbuhan partikel akibat reaksi kimia.
f. Pergeseran media filter disebabkan pencucian yang tidak
sempurna dan jika media filter sudah berubah.
g. Distribusi/pembagian media pencuci tidak merata
h. Proses mikrobiologis yang tidak diinginkan, seperti jika pada
bagian filter ada kondisi yang anaerobik akan menghasilkan gas
metan, H2S dll.

2. Pelepasan gas :

Dengan perubahan tekanan dalam media filter bisa menjadi gas yang
terlarut dalam air dan keluar dari air. Hal ini disebabkan misalnya oleh
perubahan kecepatan penyaringan/filtrasi , perubahan tekanan,
kehilangan tekanan yang meningkat disebabkan oleh pencemaran
atau keadaan super saturasi (over saturation) udara atau nitrogen
terlarut didalam air (jika dilakukan aerasi dengan tekanan tinggi
sebelum penyaringan dalam reaktor/tangki untuk penghilangan besi
atau mangan dengan cara aerasi/ menggunakan oksidator O 2 dari
udara).
Alasan lain adanya perbedaan tinggi diantara bronkaptering dan IPA.
Udara/gas yang dilepaskan kedalam media filter, pengaruhnya sama
seperti pencemaran/beban zat-zat di dalam media filter.

15
Pelepasan gas ini dan akibatnya bisa dikurangi atau dihindari dengan
melakukan, misalnya:
a. Meningkatkan supernatan
b. Melakukan pencucian filter lebih sering
c. Merubah susunan media filter untuk filter dengan media ganda
d. Memasang cascade sebelum air masuk kedalam filter
e. Pasang pelepas gas pada lantai dasar filter
Udara yang terperangkap pada pori-pori media filter, bisa dihilangkan
dengan operasional periodik dengan cara melakukan pada beberapa
kali selama periode penyaringan berlangsung, dengan menghentikan
aliran air baku, kemudian mengalirkan air pencuci secara pendek dan
sebentar, maka gas-gas yang terperangkap didalam media filter bisa
dihilangkan.

3. Kekurangan Oksigen (O2)

Salah satu masalah lain adalah kebutuhan oksigen yang disebabkan


oleh akumulasi zat-zat organik yang biodegriable didalam media filter.
Jika air baku mengandung zat organik yang biodegriable , misalnya
metan, ammonia, bisa saja kebutuhan oksigen didalam media filter
lebih tinggi daripada konsentrasi oksigen terlarut didalam air baku,
sebelum masuk ke dalam penyaring. Dengan itu bisa muncul kondisi
anaerobik didalam media filter yang bisa menyebabkan bau dan rasa
tidak enak terhadap air yang disaring.
Walaupun air sudah di – ozonisasi atau ditingkatkan konsentrasi
oksigen terlarut sebelum masuk ke penyaring, didalam penyaring bisa
saja oksigen terlarut habis.

4. Kehilangan Media Penyaring

Sejumlah butiran media penyaring, selalu hilang selama pencucian


filter berlangsung. Hal ini tidak dapat dielakan, bila pencucian
permukaan digunakan.
Perlu dipertimbangkan penyebab hilangnya butiran media penyaring
adalah membiarkan masuknya gelembung-gelembung udara kedalam
pipa pencucian balik dan pipa pencucian permukaan.

5. Keretakan pada Media Penyaring

Bagian dari media pasir (penyaring) yang terletak disepanjang dinding


filter, mempunyai tahanan terhadap tekanan lebih rendah
dibandingkan dengan bagian media pasir yang terletak dibagian
lainnya, oleh karena mempunyai kehilangan tekanan yang lebih
rendah. Hal ini akan menyebabkan perbedaan tekanan pada media
pasir antara aliran kebawah dan aliran yang menyusup dari samping.
Pada awalnya pasir akan memisah dari dinding filter dan membuat
celah yang dapat diterobos oleh kotoran-kotoran tanpa bisa ditahan
oleh media penyaring. Selanjutnya terobosan kotoran tersebut akan

16
mengendap dan mengeras . Terobosan seperti ini akan terjadi pada
bagian lainnya dari media pasir, menyebabkan terjadi perbedaan
tekanan yang berakibat terjadinya retak-retak pada bidang penyaring.

Gambar III. 3.
Keretakan pada
Bidang Penyaring

6. Pengerasan Lumpur
Pengerasan lumpur atau yang dikenal dengan terbentuknya bola
lumpur (mud ball). Bola lumpur terbentuk oleh flok pasir dan kotoran-
kotoran yang terkoagulasi yang mengelompok dan mengeras.
Jika ada pengerasan media bisa membentuk saluran kecil dalam
media filter yang mengakibatkan penurunan kualitas air hasil
penyaringan. Jika sudah terjadi pengerasan atau aglomerasi yang
lebih besar umumnya sulit untuk memecahkan pengerasan itu dengan
kapasitas sistem pencucian sesuai desain semula.
Pelekatan media filter disebabkan oleh beban yang berlebihan karena
periode waktu penyaringan yang terlalu lama.
Terjadinya bola lumpur dan terjadinya retak-retak pada bidang
penyaring, terutama disebabkan penggunaan media penyaring
dengan ukuran efektif yang tidak sesuai (memenuhi kriteria), yaitu
terlalu kecil.
Kecepatan aliran pencucian balik yang rendah merupakan salah satu
penyebab terbentuknya bola lumpur, karena gesekan antar butiran
tidak mampu melepaskan kotoran yang menempel pada butiran
tersebut, sebaliknya pada aliran pencucian balik yang terlalu tinggi,
dapat menurunkan daya gesek antar butiran.

17
Gambar III. 4. Bola Lumpur
pada Bagian Atas
Bidang Penyaring

Gambar III. 5. Bola Lumpur


Gambar III. 6.
Pada Bagian Dasar
Bidang Penyaring Pemindahan Kerikil

7. Pemindahan Kerikil :
Pemindahan kerikil berarti tidak meratanya permukaan lapisan kerikil
(sebagai lapisan penyangga). Pemindahan kerikil terjadi pada kasus :
a. Pada saat pencucian balik dimulai, katup pencucian balik dibuka
terlalu cepat, sehingga kerikil akan terbawa masuk kedalam
bidang pasir penyaring.
b. Bila saluran pembuangan bagian bawah (underdrain) tersumbat,
akan terjadi distribusi air pencuci yang tidak merata, sehingga
pasir akan meluap, seperti terlihat pada gambar.
Akibat adanya pemindahan kerikil secara luar biasa,
kemungkinan akan menghasilkan menurunnya kualitas air hasil
saringan.

18
Level pasir sebelum pencucian

Gambar III. 7. Gambar III. 8.


Pemindahan Kerikil Pasir yang Meluap

8. Penyumbatan pada Nozzle :


a. Jika ada penyumbatan pada nozzle, maka dari awal terjadi
peningkatan kehilangan tekanan / hambatan selama pencucian
berlangsung, dan selanjutnya akan terjadi peningkatan kehilangan
tekanan selama filtrasi. Nozzle bisa tersumbat karena ada proses
perubahan bentuk besi atau mangan terlarut menjadi endapan
yang belum sempurna, dan berlangsung di dalam nozzle. Jika ini
terjadi, harus dijamin proses oksidasi ion besi dan mangan terlarut
menjadi endapan sempurna sebelum air melewati nozzle.
b. Alasan lain yang bisa menyebabkan penyumbatan pada nozzle,
adalah terlepasnya pasir halus/semen dari dinding beton bak
penampung air pencuci atau dari dinding filter itu sendiri. Indikasi
kejadian seperti ini, yaitu dengan adanya peningkatan kehilangan
tekanan/hambatan atau dengan pemeriksaan zat padat
(kekeruhan) yang terkandung di air hasil pencucian. Dalam kasus
ini, lapisan dinding perlu direhabilitasi.

Pasir halus / semen yang terlepas tersebut, dapat disebabkan


oleh:
1) Beton yang kualitasnya jelek (campuran beton yang tidak
sesuai, pemisahan di lapisan luar, bahan moulding yang tidak
cocok/kurang dipadatkan, tidak ada atau salah dalam
melakukan pemeliharaan paskakonstruksi.
2) pH air rendah ( < 6,0 )

19
3.3.2. Alternatif Penanggulangan Masalah Operasional Filtrasi
Pengawasan Operasional Filter

Untuk pengawasan oprasional filter harus diadakan pemantauan dan


pengukuran parameter-parameter yang diperlukan, dalam jangka waktu
yang berbeda , tergantung metode filtrasi yang digunakan , pengukuran ,
pemantauan dan pengawasan dilakukan terhadap :
 Kehilangan tekanan dan hambatan
 Volume air yang disaring dalam satu siklus penyaringan
 Supernatan
 Fungsi peralatan pendukung (alat penyetelan, katup)
 Media filter
 Nozzle

Selain parameter–parameter tersebut di atas, penanggulangan beberapa


masalah–masalah pada proses dan operasional unit filtrasi yang akan
dibahas seperti berikut ini.

1. Masalah Pelepasan Gas


Untuk menghilangkan gangguan yang tersebut diatas, ada beberapa
usulan petunjuk :
Pelepasan gas ini dan akibatnya bisa dikurangi atau dihindari dengan
melakukan, misalnya:
a. Meningkatkan supernatan
b. Melakukan pencucian filter lebih sering
c. Merubah susunan media filter untuk filter dengan media ganda
d. Memasang “cascade” sebelum air masuk kedalam filter
e. Pasang pelepas gas pada lantai dasar filter
Udara yang terperangkap pada pori-pori media filter, bisa dihilangkan
dengan operasional periodik dengan cara melakukan pada beberapa
kali selama periode penyaringan berlangsung, dengan menghentikan
aliran air baku, kemudian mengalirkan air pencuci secara pendek dan
sebentar, maka gas-gas yang terperangkap didalam media filter bisa
dihilangkan.

2. Pengerasan, Pelekatan dan Pembentukan Bola Lumpur :


a. Pengerasan dan pelekatan pada media filter dapat dideteksi
dengan pemeriksaan lapisan media seluruh ketinggian media.
Tanda-tanda awal adalah menurunnya kecepatan pencucian yang
drastis, dan selanjutnya mengurangi periode waktu penyaringan
dan menurunnya kualitas air hasil penyaringan.
Jika terjadi hal itu, intensitas dan frekuensi pencucian mungkin
bisa ditingkatkan.

20
b. Ukuran efektif harus sesuai (memenuhi kriteria)
c. Kecepatan aliran pencucian balik jangan terlalu rendah, agar
gesekan antar butiran mampu melepaskan kotoran yang
menempel pada butiran tersebut, dan jangan terlalu tinggi, karena
dapat menurunkan daya gesek antar butiran.
d. Untuk mengatasi terjadinya pengerasan pada media filter,
peningkatan kecepatan pencucian filter belum tentu bisa
dilakukan, karena rancangan statis lantai saringan seringkali tidak
diperhitungkan untuk menahan arus balik, sehingga
mengakibatkan lantai saringan pecah.
e. Pengukuran ketebalan lapisan pada seluruh ketinggian media
penyaring, secara periodik (jangka waktu panjang).

3. Kekurangan Oksigen :
a. Lakukan pre–treatment untuk menghilangkan zat–zat yang
mengkonsumsi Oksigen seperti zat organik biodegradabaule
dengan proses Oksidasi/Pra – Khlorinasi atau proses adsorpsi
dengan karbon aktif
b. Jika masalah ini tidak bisa diatasi dengan pre-treatment, aerasi
harus dilakukan.

4. Kehilangan Media Penyaring :


Perlu dipertimbangkan penyebab hilangnya butiran media penyaring
adalah membiarkan masuknya gelembung-gelembung udara kedalam
pipa pencucian balik dan pipa pencucian permukaan. Untuk
menghindari masalah-masalah serius terus berlangsung, maka
pencucian hanya menggunakan pencucian balik ( backwashing ), atau
perlu dipertimbangkan bila pencucian balik disertai dengan pencucian
permukaan.
5. Pembentukan Bola Lumpur
Untuk menghindari terbentuknya bola lumpur , perhatian ditujukan
pada :
a. Ukuran efektif partikel media penyaring  harus lebih besar
(jangan terlalu kecil), supaya penetrasi kotoran dipermukaan
bidang penyaring bisa lebih dalam dan menghindari terjadinya
perbedaan tekanan yang besar.
b. Jangka waktu pencucian
c. Daya gesek antar butiran ditingkatkan dengan melakukan
pengadukan/pergolakan selama pencucian balik berlangsung,
atau lakukan terlebih dahulu penyemprotan pada permukaan
bidang penyaring (surface wash).

6. Penyumbatan pada Nozzle :


a. Sebelum air melewati nozzle.

21
b. Jika penyumbatan terjadi akibat terlepasnya pasir halus/semen
dari dinding beton bak penampung air pencuci atau dari dinding
filter itu sendiri. Maka lapisan dinding perlu direhabilitasi.
c. Kualitas beton harus baik/sesuai dan perlu pemeliharaan paska
konstruksi.
d. pH air diusahakan tidak terlalu rendah

7. Pergeseran Lapisan Penyangga :


Jika ada geseran pada lapisan penyangga dan dari lapisan media
filter, bisa dideteksi dengan terjadinya kelainan dalam :
a. Tidak meratanya pengendapan media filter setelah pencucian
b. Untuk mengatasi masalah itu, bisa dengan cara menata ulang
lapisan media filter.
c. Perlu mempertimbangkan pemilihan lapisan filter yang lebih
stabil. Bisa saja sistem injeksi media pencucian perlu diubah
supaya lebih merata.
d. Sering kali geseran lapisan penyangga disebabkan oleh aplikasi
pencucian kombinasi air dan udara yang tidak sesuai. Dalam
kasus itu, perlu diatur ulang program pencucian.
e. Jika kecepatan pencucian minimal bisa tercapai lagi dengan
konfigurasi sistem pencucian di filter tersebut, media prnyaring
perlu diganti.
f. Untuk menghindari penggantian media penyaring , mungkin bisa
dilakukan intensifikasi pencucian, tetapi harus dijamin terlebih
dahulu , bahwa tidak ada media filter yang mengalami
tegangan/tekanan mekanik yang berlebih.
g. Media penyaring perlu diangkat, jika terjadi pengerasan butiran
penyaring dan bila hal ini terjadi, biasanya lapisan penyanggapun
harus diangkat. Pengangkatan media filter secara manual sangat
berat, maka bisa menggunakan pompa injeksi dengan sumber
tenaga air.

3.4. Masalah pada Operasional Pencucian Filter

3.4.1. Gangguan pada Pencucian Filter :

1. Pemerataan Distribusi Air Pencuci

Pada bagian sebelumnya kehilangan tekanan pada aliran ketas dari


air pencuci sudah dihitung dengan mengabaikan hambatan pada
dasar filter terhadap air yang melewatinya.Pada saat pertama terlihat
bahwa hambatan pada dasar akan meningkatkkan kebutuhan energi
yang menyebabkan meningkatnya harga air. Bila hambatan tidak
terjadi, bagaimanapun dapat menggangu terhadap pendistribusian air
pencuci secara merata keseluruh bidang penyaring, meskipun

22
demikian seluruh tindakan pencegahan untuk ketidakberesan akan
selalu dilakukan.
Dengan cara ini kemungkinan terjadi pendistribusian air pencuci
secara lokal, seperti terlihat pada gambar, misalnya pada area A,
sebagai contoh kecepatan pencucian balik v + dv agak lebih tinggi
dari harga v diatas bagian bidang penyaring yang lain (selain daerah
A). Kecepatan yang lebih besar akan dihasilkan pada porositas yang
lebih besar dari bidang penyaring yang berekspansi, tetapi tidak pada
bidang penyaring yang lebih tebal, seperti pada sebagian media filter
yang mengalir kesamping. Hal ini berarti bahwa diatas area A
keberadaan media penyaring akan sedikit, dapat mengurangi
hambatan aliran air pencuci naik keatas, dengan menambah
kecepatan pencucian balik terhadap kecepatan yang diberikan
sebelumnya, merupakan hal yang tidak dapat dielakkan.
Dalam hal kecepatan pencucian balik yang lebih tinggi akan
meningkatkan ekspansi media penyaring, akan memperbanyak
porositas dan menurunkan hambatan, diikuti kemudian oleh
kecepatan aliran yang meningkat, dan lain-lain. Terakhir hampir
seluruh media penyaring akan berpindah dari area A , kejadian ini
dikenal dengan nama “ Pergolakan pasir” ( sand boil ), seperti terlihat
pada gambar.

v+dv
Bidang pasir
v yang berekspansi

pe
pe+dpe Dasar filter

Gambar III. 9. Distribusi Air Pencuci


yang tidak merata

Gambar III. 10. Pergolakan Pasir

23
Bila bidang penyaring menggunakan penyangga lapisan kerikil
dengan ukuran yang berbeda dimana kerikil yang agak halus berada
dibagia atas, bagian ini akan tersuspensi mengikuti pasir penyaring
berpenetrasi dan menyumbat lapisan bagian bawahnya yaitu kerikil
yang agak kasar (lihat gambar dibawah).
Hal ini akan meningkatkan kecepatan aliran pada lubang antar butiran
kerikil, menyebabkan lapisan kerikil tersuspensi dengan mudah. Pada
akhirnya pasir akan turun mencapai dan menutupi lapisan dasar,
kalau hal ini terjadi, perbaikan dengan biaya yang cukup mahal tidak
dapat dihindari Awal gangguan akan terjadi lebih mudah dan akan
memberikan efek yang lebih serius, bilamana pemasukkan dan
pengeluaran air pencuci dengan tekanan yang bervariasi (lihat
gambar)

Gambar III. 11.


Lapisan Kerikil Penyangga
yang terganggu oleh
Pergolakan Pasir

2. Kehilangan Media Penyaring :

Kehilangan media penyaring adalah terbuangnya butiran media


penyaring bersama aie bekas pencucian.
Terbuangnya media penyaring, disebabkan oleh :
 Nilai expansi media penyaring saat pencucian balik terlalu besar
 Kecepatan aliran pencucian balik yang terlalu besar.

Sering kali sudah bisa dilihat dari awal proses penyaringan, apabila
ada media filter yang lolos atau adanya perubahan lapisan atas media
filter, misalnya tidak rata walaupun sudah dicuci dengan kecepatan
setinggi mungkin. Hal ini sering kali disebabkan oleh distribusi air
pencucian yang tidak rata atau nozzle yang tersumbat oleh endapan
mangan, besi, atau tumbuhan algae, lumut, atau media filter.

24
3.4.2. Alternatif Penanggulangan Masalah Pencucian Media Filter:

Uraian di bawah ini adalah pengawasan, pengontrolan dan penghilangan


gangguan pada operasional filter.

1. Pengawasan Operasional Filter


Untuk pengawasan oprasional filter harus diadakan pemantauan dan
pengukuran parameter-parameter yang diperlukan, dalam jangka
waktu yang berbeda , tergantung metode filtrasi yang digunakan ,
pengukuran , pemantauan dan pengawasan dilakukan terhadap :
a. Kehilangan tekanan dan hambatan
b. Volume air yang disaring dalam satu siklus penyaringan
c. Supernatan
d. Fungsi peralatan pendukung (alat penyetelan, katup)
e. Media filter
f. Nozzle

2. Pengawasan terhadap media filter


a. Sering kali sudah bisa dilihat dari awal proses penyaringan,
apabila ada media filter yang lolos atau adanya perubahan lapisan
atas media filter, misalnya tidak rata walaupun sudah dicuci
dengan kecepatan setinggi mungkin.
Hal ini sering kali disebabkan oleh distribusi air pencucian yang
tidak rata atau nozzle yang tersumbat oleh endapan mangan,
besi, atau tumbuhan algae, lumut, atau media filter.
b. Untuk mengatasi terjadinya pengerasan pada media filter,
peningkatan kecepatan pencucian filter belum tentu bisa
dilakukan, karena rancangan statis lantai saringan seringkali tidak
diperhitungkan untuk menahan arus balik, sehingga
mengakibatkan lantai saringan pecah.]
c. Pengukuran ketebalan lapisan pada seluruh ketinggian media
penyaring, secara periodik (jangka waktu panjang).
d. Jika distribusi media filter tidak rata, mungkin bisa diatasi dengan
merubah cara menutup katup air pencuci, misalnya dengan
diperlambat atau dipercepat.
e. Jika diprediksi bahwa diameter butiran media filter akan
bertambah besar, maka dari awal perencanaan rancangan
instalasi filter dan kecepatan pencucian , termasuk rancangan
statis lantai filter, perlu dipertimbangkan , supaya filter dapat
dipergunakan dengan kapasitas yang lebih besar. Selain itu, perlu
teknologi pencucian yang dirancang untuk menghasilkan gesekan
antar butiran lebih besar.
f. Kehilangan Media Penyaring
Kehilangan media penyaring adalah terbuangnya butiran media
penyaring bersama air bekas pencucian.

25
Terbuangnya media penyaring, disebabkan oleh :
1) Nilai expansi media penyaring saat pencucian balik terlalu
besar
2) Kecepatan aliran pencucian balik yang terlalu besar.

Terbuangnya media penyaring pada saat pencucian balik dapat


dicegah dengan cara-cara sebagai berikut :
1) Dinding pembatas yang dilalui oleh air bekas pencucian dibuat
cukup tinggi, sehingga pasir yang terexpansi saat pencucian
balik berlangsung tidak terbawa keluar bersama air bekas
pencucian.
2) Merubah kecepatan pencucian sehingga ekspansi bidang
penyaring sebesar 20%.
3) Menaikkan bak air pencuci.
4) Mengganti pencucian permukaan berotasi menjadi dengan
pencucian permukaan tetap.
5) Memperpendek periode waktu antara pencucian balik dengan
cucian permukaan.

3. Pengontrolan terhadap pencucian filter


a. Pengawasan permukaan lapisan media filter (jika terjadi adanya
air memancar pada pencucian dengan udara, menandakan
adanya bola lumpur atau media pencucian tidak terbagi rata atau
media filter tidak rata atau adanya gelembung – gelembung gas
atau ada penyumbatan pada nozzle).
b. Perbandingan volume air yang tersaring antara dua siklus
penyaringan.
c. Pengontrolan kualitas air hasil saringan (misalnya kekeruhan, zat
padat).
d. Pemeriksaan air bekas pencucian (zat padat tersuspensi/ partikel
penyebab kekeruhan, zat padat total).
e. Pengukuran kecepatan aliran air pencucian.
f. Mengontrol kehilangan tekanan selama proses penyaringan dan
setelah pencucian (sebaiknya pada kedalaman yang berbeda-
beda).
g. Pemeriksaan keberadaan media penyaring pada air bekas
pencucian.
h. Mengontrol ekspansi lapisan media penyaring..
i. Untuk operasional praktis, disarankan untuk memeriksa ulang
efisiensi kecepatan pencucian, karena berdasarkan pengalaman
setelah beberapa tahun filter beroperasi, karena ukuran
butiran/partikel dan berat jenis media filter bisa berubah.

26
4. Pengontrolan Nozzle
Suatu hal yang penting mengontrol kerusakan nozzle dengan cara :
a. Memeriksa adanya pasir yang terdapat di dalam ruangan antara
lantai nozzle dan lantai dasar atau pada lantai reservoir. Adanya
pasir mengindikasikan adanya nozzle yang rusak.
b. Untuk menjaga kerusakan nozzle perlu dilakukan pengontrolan
terhadap tekanan selama pencucian. Jika tekanan terlalu tinggi
berindikasi adanya penyumbatan pada nozzle.
c. Setelah filter berjalan cukup lama, harus diperiksa adanya
pertumbuhan lumut dan atau erosi yang diakibatkan oleh kavitasi
pada nozzle, dengan cara mengangkat media penyaring dan
sekaligus dicek apakah di media penyaring apakah ada
pengerasan atau perubahan pada lapisan media atau ada
pertumbuhan partikel media filter.

5. Pengawasan terhadap Alat Ukur


Untuk kalibrasi dan untuk mengecek akurasi alat ukur volume air
(watermeter), perlu dicari beberapa cara pengukuran yang
independen, misalnya dengan mengukur perbedaan tinggi/level air
pada waktu tertentu yang sama dibandingkan dengan angka
pembacaan pada meter air (water - meter), atau perbandingan
tinggi air didalam bak penampung air bekas pencucian atau di bak
penampung air pencuci, dengan angka pembacaan pada meter air,
pada saat yang sama disuatu waktu tertentu.
6. Menghilangkan gangguan
Untuk menghilangkan gangguan yang tersebut diatas, ada beberapa
usulan petunjuk :
a. Pengerasan dan pelekatan pada media filter dapat dideteksi
dengan pemeriksaan lapisan media seluruh ketinggian media.
Tanda-tanda awal adalah menurunnya kecepatan pencucian yang
drastis, dan selanjutnya mengurangi periode waktu penyaringan
dan menurunnya kualitas air hasil penyaringan. Jika terjadi hal itu,
intensitas dan frekuensi pencucian mungkin bisa ditingkatkan.
b. Untuk menghindari terbentuknya bola lumpur, perhatian ditujukan
pada:
3) Ukuran efektif partikel media penyaring  harus lebih besar
(jangan terlalu kecil), supaya penetrasi kotoran dipermukaan
bidang penyaring bisa lebih dalam dan menghindari terjadinya
perbedaan tekanan yang besar.
4) Jangka waktu pencucian
5) Daya gesek antar butiran ditingkatkan dengan melakukan
pengadukan/pergolakan selama pencucian balik berlangsung,

27
atau lakukan terlebih dahulu penyemprotan pada permukaan
bidang penyaring (surface wash).
d. Jika ada penyumbatan pada nozzle, maka dari awal terjadi
peningkatan kehilangan tekanan / hambatan selama pencucian
berlangsung, dan selanjutnya akan terjadi peningkatan kehilangan
tekanan selama filtrasi. Nozzle bisa tersumbat karena ada proses
perubahan bentuk besi atau mangan terlarut menjadi endapan
yang belum sempurna, dan berlangsung di dalam nozzle. Jika ini
terjadi, harus dijamin proses oksidasi ion besi dan mangan terlarut
menjadi endapan sempurna sebelum air melewati nozzle.
e. Alasan lain yang bisa menyebabkan penyumbatan pada nozzle,
adalah terlepasnya pasir halus/semen dari dinding beton bak
penampung air pencuci atau dari dinding filter itu sendiri.
Indikasi kejadian seperti ini, yaitu dengan adanya peningkatan
kehilangan tekanan/hambatan atau dengan pemeriksaan zat
padat (kekeruhan) yang terkandung di air hasil pencucian. Dalam
kasus ini, lapisan dinding perlu direhabilitasi. Pasir halus / semen
yang terlepas tersebut, dapat disebabkan oleh:
1) Beton yang kualitasnya jelek (campuran beton yang tidak
sesuai, pemisahan di lapisan luar, bahan moulding yang tidak
cocok/kurang dipadatkan, tidak ada atau salah dalam
melakukan pemeliharaan pascakonstruksi.
2) Air yang agresif terhadap beton (pH < 6 ).
f. Jika ada geseran pada lapisan penyangga dan dari lapisan media
filter, bisa dideteksi dengan terjadinya kelainan dalam :
1) Tidak meratanya pengendapan medi a filter setelah pencucian
2) Untuk mengatasi masalah itu, bisa dengan cara menata
ulang lapisan media filter.
g. Perlu mempertimbangkan pemilihan lapisan filter yang lebih stabil.
Bisa saja sistem injeksi media pencucian perlu diubah supaya
lebih merata.
h. Sering kali geseran lapisan penyangga disebabkan oleh
aplikasi pencucian kombinasi air dan udara yang tidak sesuai.
Dalam kasus itu, perlu diatur ulang program pencucian.
i. Perubahan kecepatan pencucian minimal yang disebabkan oleh
perubahan berat jenis media filter, hanya bisa terjadi pada filter
uji.
j. Jika kecepatan pencucian minimal bisa tercapai lagi dengan
konfigurasi sistem pencucian di filter tersebut, media prnyaring
perlu diganti.
k. Untuk menghindari penggantian media penyaring, mungkin bisa
dilakukan intensifikasi pencucian, tetapi harus dijamin terlebih
dahulu , bahwa tidak ada media filter yang mengalami
tegangan/tekanan mekanik yang berlebih.
l. Media penyaring perlu diangkat, jika terjadi pengerasan butiran
penyaring dan bila hal ini terjadi, biasanya lapisan penyanggapun
harus diangkat. Pengangkatan media filter secara manual sangat

28
berat, maka bisa menggunakan pompa injeksi dengan sumber
tenaga air.
Gangguan dalam Operasional Filter dan Cara mengatasinya dapat
dilihat pada tabel berikut ini .

Tabel III. 1. Gangguan dalam Operasional Filter


dan Cara mengatasinya
Cara menghindari/
Indikasi A l a s a n
mengatasi
1. Kelebihan butiran media yang 1. Mengangkat lapisan
berdiameter dibawah batas Media filter yang
minimum untuk media dengan bermasalah (5 – 10
berat jenis sama cm)
2. Pelepasan gelembung udara 2. Frekuensi pencucian
Lebih sering dan
Penghilangan udara
(de–aerasi )
3. Penyumbatan pada Nozzle 3. (lihat pada bagian
a. Ada endapan Besi atau yang telah diurai- kan
Mangan didalam Nozzle di atas)
b. Ada pasir halus/semen
terbawa dari kikisan dinding
Filter/bak penampung
4. Pengerasan Media Filter 4. Mengontrol cara
(Lihat uraian diatas) pencucian atau
dengan menyesuai-
kan beban filter
5. Susunan Media filter tidak 5. Memeriksa cara
Rata pencucian dan/ atau
menyusun ulang
lapisan media filter
1. Adanya udara terjebak didalam 1. Pengisian air setelah
Filter Pencucian diperlam-
bat supaya udara
bisa keluar
2. Pertumbuhan partikel media 2. Mengoptimalkan
(penurunan free board) Pencucian (gesekan
antar partikel yang
maksimal/optimal
3. Nozzle rusak 3. Mengecek ruangan
dibawah lantai Nozel
dan mengganti
Nozzle.
4. Program pencucian ( untuk 4. Mengecek dan me-
kombinasi air dan udara ) nyesuaikan program
pencucian
5. Ada kehilangan material media 5. Pengisian ulang

29
Filter (lebih kecil dari ukuran
minimum)

30

Anda mungkin juga menyukai