Anda di halaman 1dari 14

WEBINAR Undip SDGs Series 2020 Serie_4: 13 SDGs_Climate Action

 Tema: Pengaruh Pandemi COVID-19 dan Era New Normal pada Agenda Program
Perubahan Iklim Nasional

Menyambut kebijakan “The New Normal” ditengah pandemi COVID-19, Kantor Pemeringkatan
Universitas Diponegoro kembali menggelar Webinar SDG’s seri 4 dengan mengangkat tema
“Pengaruh Pandemi COVID-19 dan Era New Normal pada Agenda Program Perubahan Iklim
Nasional” pada Kamis, 11 Juni 2020 melalui aplikasi Zoom dan Live Youtube. WEBINAR ini
merupakan seminar ilmiah yang menghadirkan pembicara dengan kepakaran masing-masing
guna membahas dan memberikan pemikiran dan solusi implementasi Sustainable Development
Goals. Hadir sebagai pembicara yakni Bapak Suharso Monoarfa Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas; Dr. Ir. H. Irianto Lambrie, MM, Gubernur
Kalimantan Utara; Dr. Ir. Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc., Direktur Jenderal Pengendalian
Perubahan Iklim, KLHK; Prof. Dr. Denny Nugroho S., ST., M.Si., PUI-PT Pusat Kajian Mitigasi
Bencana dan Rehabilitasi Pesisir Undip; dan R. Dwi Susanto, PhD. Dari University of Maryland,
USA.

Di dalam pengantar, Ahmad Ni’matullah Al-Baarri, S.Pt., M.P., Ph.D. dari Kantor
Pemeringkatan Universitas Diponegoro menyampaikan bahwa Webinar seri 4 ini merupakan
kelanjutan dari serangkaian webinar yang dilakukan Universitas Diponegoro dalam rangka terus
berperan aktif untuk melaksanakan Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (TPB), yang merupakan sebuah agenda pembangunan global yang
terdiri dari 17 Tujuan (Goals).

Acara dibuka oleh Rektor Undip Prof. Dr. Yos Johan Utama, SH.,M.Hum. dan moderator Prof.
Dr. Hadiyanto, ST, MSc. Selaku Wakil Dekan I Sekolah Pasca Sarjana Undip. Dalam
sambutannya Rektor Universitas Diponegoro menyampaikan bahwa dampak pandemi Covid 19
ini ke berbagai bidang, termasuk perubahan iklim. Selain itu pembahasan topik SDGs perubahan
iklim dikaitkan dengan The New Normal yang akan dihadapi bersama menjadi penting untuk
didiskusikan terutama bagaimana kita hidup dan berkehidupan di bumi ini.

Pembicara pertama Dr. Ir. Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc. menyampaikan materi terkait
kebijakan nasional pengendalian perubahan iklim di era new normal termasuk adanya target aksi
mitigasi dibeberapa sektor seperti kehutanan dan energi serta aksi adaptasi. Selain itu beliau juga
menyampaikan bahwa pembelajaran dari penanganan pandemic Covid 19 memberikan gambaran
tentang berbagai pertimbangan yang diperlukan dalam menyusun recovery plans’ menuju
“greener and more climate resilient societies and economies” seperti peningkatan kualitas hidup ,
kemandirian ekonomi , peduli lingkungan , kesetaraan dan keadilan gender, dan sebagainya.
Sementara itu Prof. Dr. Denny Nugroho S., ST., M.Si. dari Pusat Unggulan Iptek Perguruan
Tinggi (PUI-PT) Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir Undip menyampaikan
peran perguruan tinggi dalam penanganan perubahan iklim di Indonesia terkait dengan strategi
mitigasi dan adaptasi bencana pesisir akibat perubahan iklim di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil. Beliau menyatakan bahwa peran perguruan tinggi sangat penting dan dapat membantu
memberikan solusi yang efektif bagi masyarakat yang terkena dampak kenaikan muka air laut
akibat perubahan iklim. Selain itu pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan
merupakan salah satu pilihan terbaik yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak perubahan
iklim. Pembahasan terkait dengan dampak Covid 19 terhadap udara dan laut disampaikan oleh R.
Dwi Susanto, PhD. Beliau menampilkan gambaran citra satelit perbandingan sebelum dan saat
masa pandemi Covid 19. Beliau menyatakan bahwa pencemaran minyak dan aerosol dilaut
berkurang namun sampah plastik kemungkinan bertambah. Menjaga laut dan pemanfaatan laut
sebagai sumber energi terbarukan menjadi salah satu solusi konkrit untuk penanganan perubahan
iklim.

Materi Dr. H. Irianto Lambrie selaku Gubernur Kalimantan Utara yang dipresentasikan oleh
Risdianto,S.Pi, M.Si Kepala Bappeda Dan Litbang Kalimantan Utara menyampaikan pelaksanaan kegiatan
terkait penurunan emisi GRK yang terintegrasi ke dalam Rencana Pembangunan Daerah dengan
berbagai kegiatan yang meliputi 4 empat bidang yaitu Pertanian, Penggunaan Lahan Kehutanan dan
Lahan Gambut, Energi dan Transportasi, Pengelolaan Limbah. Melalui Rencana Aksi ini juga para
perencana sektoral dapat memperoleh informasi yang akurat tentang Sumber dan Potensi Penurunan
Emisi GRK Provinsi Kalimantan Utara dalam memberikan kontribusi terhadap target penurunan emisi
GRK Nasional sebesar 29%. Materi terakhir dari Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala
Bappenas Bapak Suharso Monoarfa yang dipresentasikan oleh Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, MSc. Deputi
Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas menyoroti agenda penanganan perubahan iklim nasional
sebelum, setelah Pandemi Covid 19, serta Era New Normal. Beliau menyampaikan ekskalasi dampak
Covid 19 serta relevansi SDGs pada pilar pembangunan lingkungan dan strategi pemulihan yaitu
perencanaan pembangunan berorientasi build-back better. Terkait dengan mitigasi perubahan iklim
rehabilitasi mangrove, pembangunan infrastruktur energi baru dan terbarukan serta rehabilitasi hutan
dan lahan kritis dapat dilakukan.

Diskusi pada webinar ini sangat interaktif dan banyak sekali pertanyaan yang diajukan oleh peserta yang
mengikuti lewat zoom maupun Youtube live. Menurut laporan yang disampaikan oleh  Ahmad
Ni’matullah Al-Baarri, S.Pt., M.P., Ph.D., dari Kantor Pemeringkatan Universitas Diponegoro, bahwa
jumlah peserta yang mengikuti Webinar ini sekitar 4.257 orang yang berasal dari 1.551 instansi
pemerintah/BUMN, 248 instansi swasta, 36 lembaga LSM dan 2.308 Perguruan Tinggi dan 114 dari
Sekolah (SMA,SMP, Sederajat) yang tersebar di 34 Provinsi di Indonesia dan beberapa negara seperti
Gambia, Australia, Japan, Malaysia, Libya, Sudan, Taiwan, Timor-Leste, USA dan Belanda.

https://www.undip.ac.id/post/15245/pengaruh-pandemi-covid-19-dan-era-new-normal-pada-agenda-
program-perubahan-iklim-nasional.html
JAKARTA - Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Wiku
Adisasmito mengungkapkan bahwa Pemerintah Indonesia bahkan dunia, hingga saat ini belum
dapat menjawab mengenai pertanyaan kapan pandemi COVID-19 akan berakhir.

Perlu disadari bahwa hingga saat ini memang belum ditemukan vaksin untuk mengobati COVID-
19. Kendati demikian, beberapa ahli dan pakar dunia tengah berlomba untuk menemukan ramuan
yang tepat untuk mengobati virus SARS-CoV-2 yang utamanya menyerang paru-paru manusia
tersebut.

“Seluruh dunia juga tidak tahu, karena virus ini, untuk vaksinnya belum ditemukan. Jadi, maka
dari itu, sampai dengan vaksin belum ditemukan, kita harus bisa selalu berhadapan dengan virus
ini,” ungkap Wiku dalam dialog di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-
19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta (12/5).

Dalam hal ini perlu dipahami bersama-sama dan disadari secara kolektif bahwa, dalam masa-
masa krisis kesehatan seperti yang sedang dialami Indonesia dan beberapa negara di dunia,
penerapan protokol kesehatan menjadi metode paling dianjurkan untuk menghadapi COVID-19.

Sudah sering disampaikan bahwa protokol kesehatan seperti mencuci tangan dengan sabun dan
air yang mengalir, menggunakan masker, menjaga jarak dan beraktivitas di rumah menjadi hal
baru yang wajib dilakukan demi memutus rantai penyebaran virus COVID-19.

Selain itu, beberapa kebijakan telah diambil oleh beberapa negara di dunia seperti penerapan
lockdown, karantina wilayah dan pembatasan wilayah dan sebagainya.

Pemerintah Indonesia sendiri juga telah mengambil kebijakan sendiri dengan mengeluarkan
aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang hingga saat ini masih diterapkan dan
diberlakukan hingga waktu yang belum ditentukan.

Penerapan PSBB tersebut berlaku bagi seluruh kalangan namun ada pengecualian.

Dalam peraturan PSBB telah disebutkan bahwa mereka yang ‘direstui’ keluar batas wilayah
tertentu adalah bagi yang mengantongi surat izin dinas dari atasan. Selain itu juga bagi mereka
yang sedang ditimpa kemalangan, pun harus menyertakan beberapa dokumen yang disyaratkan.

Keadaan seperti itu harus dipahami bersama-sama bahwa pada akhirnya masyarakat Indonesia
harus bisa berdaptasi dengan keadaan yang baru. Di mana ada beberapa hal baru yang harus
ditegakkan di tengah rutinitas yang selama ini dikerjakan.

Dalam hal ini, perlu dipahami bahwa tidak semua aktivitas dilarang, namun dikurangi atau
diganti penerapannya. Tidak ada sekolah di ruang kelas, namun diganti belajar di rumah. Tidak
ada bekerja di kantor, namun bekerja dari rumah.

Pelaksanaan ibadah pun terkena imbas. Upacara keagamaan dan ibadah yang lainnya harus
dilakukan di rumah. Tidak ada kerumunan, karena hal itu sangat berpotensi terjadi penularan
COVID-19.
Beberapa bentuk perubahan atau transformasi baru inilah yang kemudian melahirkan istilah
“New Normal”, yakni perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal namun
dengan ditambah menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan virus
corona jenis baru, penyebab COVID-19.

“Prinsip yang utama adalah harus bisa menyesuaikan pola hidup. Secara sosial, kita pasti akan
mengalami sesuatu bentuk, _new normal_, atau kita harus beradaptasi dengan beraktifitas, dan
bekerja, dan tentunya harus mengurangi kontak fisik dengan orang lain, dan menghindari
kerumunan, dan bekerja, dan sekolah dari rumah,” jelas Wiku.

Secara sosial disadari bahwa hal ini juga akan berpengaruh. Sebab ada aturan yang disebutkan
dalam protokol kesehatan untuk menjaga jarak sosial dengan mengurangi kontak fisik dengan
orang lain.

Lantas sampai kapan masyarakat harus hidup secara “New Normal” ini?

Profesor Wiku menjelaskan bahwa kehidupan dapat kembali normal setelah vaksin ditemukan
dan dapat dipakai sebagai penangkal virus corona jenis baru itu.

"Transformasi ini adalah untuk menata kehidupan dan perilaku baru, ketika pandemi, yang
kemudian akan dibawa terus ke depannya sampai tertemukannya vaksin untuk COVID-19 ini,”
kata Wiku.

Menurut Wiku, beberapa ahli dan pakar dunia telah memastikan bahwa kemungkinan paling
cepat ditemukan vaksin itu adalah tahun depan. Artinya kemungkinan terbesar masyarakat harus
hidup secara “New Normal” sampai tahun depan, bahkan bisa lebih.

Dalam hal ini, pemerintah pastinya berharap agar vaksin itu tidak sampai harus dikonsumsi
untuk mengobati COVID-19 yang dijangkit oleh masyarakat Indonesia.

Dengan kata lain, pemerintah berharap bahwa penularan virus corona jenis baru di tengah
masyarakat itu dapat diputus sebelum vaksin itu ditemukan.

Oleh sebab itu, perubahan perilaku menjadi kunci optimisme dalam menghadapi COVID-19 ini.
Yakni tetap menjalankan kehidupan sehari-hari ditambah dengan penerapan protokol kesehatan
sesuai anjuran pemerintah atau didefinisikan sebagai “New Normal”.

Di sisi lain, Pemerintah juga berharap bahwa sebelum vaksin di temukan, masyarakat dapat
kembali hidup “normal” setelah menerapkan “New normal” dengan disiplin tinggi dan
bergotong-royong agar terbebas dari COVID-19.

"Tapi, kita harus berpikiran positif, karena Indonesia ini punya kapasitas yang besar dan gotong
royong, nah, marilah kita gotong royong untuk merubah perilaku bersama,” jelas Wiku.
New Normal, Perangi COVID-19 dan Pengendalian Ekonomi

Berbicara COVID-19, maka hal itu tidak hanya soal medis (kesehatan) saja, dampak dari
pandemi ini juga membuat ekonomi menjadi lesu. Sebab kegiatan perekonomian harus terhenti
dan dibatasi sesuai protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah, guna menghindari penularan
COVID-19 agar tidak semakin meluas.

Dalam kesempatan yang sama Tim Pakar Ekonomi Gugus Tugas Percepatan Penanganan
COVID-19, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Dr. Beta Yulianita Gitaharie
mengatakan bahwa menyelamatkan nyawa dan menekan angka pertumbuhan penularan COVID-
19 menjadi penting. Akan tetapi kegiatan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat juga harus
tetap berjalan.

“Memang kalau kita amati, COVID-19 ini telah membawa pengaruh juga perubahan terhadap
sendi-sendi kehidupan ekonomi dan masyarakat,” ungkap Beta.

Beta melihat bahwa hal itu tentunya juga memperburuk keadaan suatu kehidupan ekonomi
masyarakat apabila hanya berpaku pada pengendalian kesehatan saja. Dua hal antara kesehatan
dan ekonomi masyarakat harus berimbang.

Selama pandemi, kemerosotan ekonomi dapat dibilang gamblang di depan mata.

Mengutip data Kementerian Ketenagakerjaan per tanggal 20 April 2020, sedikitnya ada 2 juta
pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sebanyak 62 persen ada di sektor
formal dan sisanya yakni 26 persen berada di sektor informal dan UMKM.

Hal itu kemudian semakin buruk ketika angka menjadi 6 juta pekerja yang di-PHK oleh
perusahaannya karena imbas pandemi COVID019 dalam satu bulan terakhir ini.

Dari data tersebut, Beta mengemukakan bahwa masyarakat harus tetap dapat melakukan
aktivitasnya dalam menggerakkan roda perekonomian di tengah pandemi COVID-19 ini. Tentu
solusinya adalah dengan tetap menerapkan disiplin “New Normal” sebagai fase yang sudah
mulai dijalani oleh masyarakat sekarang ini.

“Masyarakat masih tetap bisa melakukan aktifitas, gitu ya. Tetap melakukan aktifitas dengan tadi
seperti yang Pak Wiku sampaikan, juga tetap disiplin dalam memperhatikan atau melakukan
protokol pencegahan COVID-19,” jelas Beta.

Dalam hal ini, Beta juga menyoroti data Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, yang
menyebutkan bahwa resiko kematian pasien usia 60 tahun ke atas itu mencapai 45 persen. Data
tersebut kemudian diikuti kelompok usia 46-59 tahun dengan resiko kematian 40 persen.

Selain itu, data Gugus Tugas juga meyatakan bahwa ada faktor penyakit penyerta atau
komorbiditas hipertensi, diabetes, jantung dan penyakit paru-paru, yang memperburuk kondisi
pasien hingga meninggal dunia.
Artinya usia di bawah 45 tahun menjadi lebih stabil dan aman apabila dibanding dengan mereka
yang menginjak usia di atasnya. Kemudian kasus kematian COVID-19 sudah jelas dipengaruhi
faktor komobiditas. 

Lebih lanjut, ketika menengok data Badan Pusat Statistik (BPS), Beta menemukan fakta bahwa
sebanyak 130 jiwa dengan usia produktif di bawah 45 tahun menyumbang kontribusi yang tinggi
terhadap perekonomian.

Beta kemudian juga melihat bahwa pekerjaan di bidang kesehatan, pangan, makanan dan
minuman, energi, komunikasi teknologi, keuangan, logistik, konstruksi, industri strategis,
pelayanan dan utilitas publik serta industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional, atau
objek tertentu, dan sektor swasta yang melayani kebutuhan sehari-hari menjadi gambaran bahwa
mereka yang bergerak di bidang itu dapat melakukan aktivitas sebagai penyokong
perekonomian.

Tentunya dalam hal ini harus memperhatikan beberapa faktor seperti usia dan tetap menerapkan
protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah, termasuk patuh terhadap anjuran PSBB.

Menyambung dengan pernyataan Profesor Wiku sebelumnya bahwa, memang besar harapan
masyarakat untuk kembali hidup normal, akan tetapi ada syarat yang harus dipenuhi untuk
kembali menjadi normal, yakni mematuhi aturan pemerintah.

Persoalan menanti vaksin kemudian harus diimbangi dengan sikap legowo dan menerima bahwa
memang dunia sedang mencoba hidup melawan COVID-19. Maka dari itu, selagi berjuang
menuju kemenangan melawan virus corona jenis baru, mulailah menengok jati diri bangsa
Indonesia bahwa perilaku gotong-royong selalu memberikan harapan baru.

“Kita semuanya di dunia bisa mendapatkan vaksinnya, sehingga kita bisa menangani atau
mengalahkan virus ini, kalau ketemu vaksinnya. Tapi, kita harus berpikiran positif, karena
Indonesia ini punya kapasitas yang besar dan gotong royong. Nah, marilah kita gotong royong
untuk merubah perilaku bersama,” pungkas Wiku.

https://bnpb.go.id/berita/ketika-semua-harus-memulai-fase-new-normal-hadapi-covid19-1
Pemerintah pusat terus mensosialisasikan penerapan new normal (kenormalan baru) di sejumlah
daerah. Salah satu kebijakan yang diterbitkan aturan berupa panduan pencegahan Covid-19 di
tempat bekerja oleh Kementerian Kesehatan. Namun, penerapan new normal ini diminta perlu
dipersiapkan secara matang agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat   

“Rencana pemerintah untuk melaksanakan Protokol Tatanan Normal Baru Produktif dan Aman
Covid-19 perlu dipastikan terlebih dahulu berbagai instrumennya. Teknis protokolnya masing-
masing disiapkan secara matang, jangan terburu-buru, agar tidak memunculkan kebingungan
baru di masyarakat,” ujar Ketua DPR Puan Maharani di Komplek Gedung DPR, Rabu
(27/5/2020) kemarin.

Dia menilai protokol kenormalan baru kemungkinan berbeda di setiap jenis kegiatan atau lokasi.
Misalnya, protokol di pasar, pusat perbelanjaan, sekolah, tempat kerja, atau tempat umum
lainnya. Sejumlah tempat itu memiliki karakteristik dan variasinya masing-masing. “Karenanya,
perlu ketelitian dan tidak asal dalam menerapkan kebijakan normal baru di tengah pandemi
Covid-19,” kata Puan mengingatkan.

Seperti diketahui, Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Keputusan


Menteri Kesehatan (KMK) No. HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan
Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri
Dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha Pada Situasi Pandemi.

Begitu pula World Health Organization (WHO) telah menyusun sejumlah pertimbangan bagi
negara-negara sebelum menerapkan kehidupan normal baru. Seperti kemampuan mengendalikan
transmisi virus Corona. Kemudian, kemampuan Rumah Sakit untuk menguji, mengisolasi, serta
menangani setiap kasus dan melacak setiap kontak. Baca Juga: Kedisiplinan Masyarakat
Prasyarat Memasuki New Normal)

Puan melanjutkan perlu kajian ilmiah secara mendalam sebelum menerapkan kenormalan baru
sebagai acuan pengambilan kebijakan. Tak hanya itu, transparansi data menjadi sangat penting
agar pemerintah bisa menjelaskan kurva penyebaran Covid-19 di Indonesia kepada rakyat secara
luas, bagaimana perkembangan dan prediksinya ke depan. “Agar rakyat mengetahui jelas
mengapa disusun protokol kenormalan baru,” ujarnya.

Mantan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan melanjutkan


protokol kenormalam perlu ada skenario dan simulasi apa saja yang harus segera dilakukan bila
ternyata timbul gelombang kedua penyebaran Corona. “Makanya, protokol kenormalan mesti
lengkap, rincian, tahapannya. Termasuk pihak mana saja yang bertanggung jawab atas setiap
tindakan,” katanya.

Angota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani mengatakan Pemerintah berencana melakukan lima
tahapan dalam kebijakan kenormalan baru. Mulai dibukanya sektor bisnis dan industri; pasar dan
mal; sekolah dan tempat kebudayaan. Kemudian restoran dan tempat ibadah, hingga
beroperasinya seluruh kegiatan ekonomi secara normal. Dia menilai rencana penerapan
kebijakan kenormalan baru dalam mengantisipasi resesi ekonomi di tengah pandemi Covid-19
sangat terburu-buru.
“Padahal, faktanya kurva jumlah pasien positif Covid-19 dan orang dalam pemantauan masih
terbilang tinggi,” kata dia.

Karena itu, Netty menolak keras kebijakan penerapan new normal dalam waktu dekat. Selain
terburu-buru tanpa mempertimbangkan masih tingginya kurva jumlah kasus positif Covid-19,
hingga saat ini belum ada tanda-tanda penurunan jumlah kasus positif Covid-19 secara
signifikan. Berdasarkan data per Selasa 26 Mei 2020 masih terdapat 415 kasus baru dengan total
23.165 pasien positif. Kemudian, pada Rabu 27 Mei 2020 meningkat menjadi 686 kasus baru
dengan total 23.851 pasien positif seluruh Indonesia.    

“Kebijakan new normal ini harus ditolak karena sangat terburu-buru dan mengkhawatirkan.”

Menurutnya, kebijakan new normal yang disampaikan WHO mesti dipahami secara utuh. WHO
memberi penekanan penerapan new normal dapat diberlakukan bagi negara yang telah berhasil
melawan Covid-19. Seperti China, Vietnam, Jerman, Taiwan, dan negara lainnya. “Sementara
kita masih jauh dari kata berhasil, kenapa mau segera menerapkan new normal?”

Soal terbitnya Keputusan Menteri No. HK.01.07/MENKES/328/2020, politisi Partai Keadilan


Sejahtera (PKS) itu menilai panduan tersebut hanya upaya mengurangi risiko terpapar  Covid-19.
Namun, tak menjamin tidak adanya penularan karena orang tanpa gejala (OTG) pun dapat
menularkan virus dimanapun berada. Begitu pula soal aturan shift 3 adalah pekerja di bawah usia
50 tahun pun tak tepat.

Dia beralasan berdasarkan data dari Gugus Tugas pasien positif Covid-19 usia di bawah 50 tahun
mencapai 47 persen. “Jadi dimana letak amannya?" Kata Netty.

Membingungkan

Terpisah, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal berpendapat, istilah
new normal membingungkan para buruh dan masyarakat kecil di Indonesia. Dilonggarkannya
PSBB saja banyak yang bisa dikerjakan masyarakat yang berujung meningkatnya jumlah kasus
terpapar positif Covid-19. “Saat ini saja ketika masih diberlakukan PSBB banyak yang tidak
patuh. Apalagi jika diberi kebebasan,” kata Presiden KSPI Said Iqbal.

Karena itu, KSPI menyarankan pemerintah tidak menggunakan istilah new normal. Tetapi tetap
menggunakan istilah physical distancing yang terukur. Misalnya, untuk kalangan buruh yang
bekerja di perusahaan diliburkan secara bergilir untuk mengurangi keramaian di tempat kerja.

Menurutnya, terdapat lima fakta yang menjadikan kebijakan new normal tidak tepat. Pertama,
jumlah orang yang positif corona masih terus meningkat. Bahkan pertambahan orang terpapar
positif Covid-19 setiap harinya mencapai ratusan. Kedua, sejumlah buruh yang tetap bekerja
akhirnya positif terpapar Corona.

“Hal ini bisa dilihat, misalnya di PT Denso Indonesia dan PT Yamaha Music, ada yang
meninggal akibat positif terpapar Covid-19. Begitu juga di Sampoerna dan PEMI Tangerang,
dilaporkan ada buruh yang OPD, PDP, bahkan positif,” ungkapnya.
Ketiga, banyaknya pabrik merumahkan dan memberhentikan pekerja akibat menipisnya bahan
baku material impor. Seperti yang terjadi di industri tekstil, karena menipisnya bahan baku kapas
termasuk di industri otomotif dan elektronik. Sementara di sektor industri farmasi dan industri
pertambangan mengalami hal serupa.

“Fakta ini menjelaskan, new normal tidak akan efektif. Percuma saja menyuruh pekerja untuk
kembali masuk ke pabrik. Karena tidak ada yang bisa dikerjakan, akibat tidak adanya bahan
baku,” kata Said Iqbal. 

Keempat, pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran terjadi di industri pariwisatan,
UMKM, dan sepinya order yang diterima transportasi online.  Bahkan, di industri manufaktur,
kata Iqbal, ancaman PHK terhadap ratusan ribu buruh sudah di depan mata.

Menurutnya, menghadapi situasi pandemi ini, pemerintah semestinya menyiapkan solusi


terhadap ancaman PHK agar jutaan buruh dapat bekerja lagi. Bukan sebaliknya meminta
masyarakat mencari kerja sendiri. “Lagipula, bagi masyarakat yang kehilangan pekerjaan, akan
kembali bekerja dimana?”

Kelima, tanpa new normal pun masih banyak perusahaan yang meminta buruhnya tetap bekerja.
Dengan demikian, yang dibutuhkan para buruh dan pengusaha bukanlah new nomal. Tetapi,
regulasi dan strategi untuk memastikan bahan baku impor bisa masuk dan selalu tersedia di
industri.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dalam dua hari terakhir telah memantau sejumlah titik
keramaian terkait bakal penerapan new normal. Dia mengatakan bakal menempatkan TNI dan
Polri di sejumlah titik keramaian untuk mendisiplinkan masyarakat terhadap aturan dengan tetap
menggunakan masker, pshysical  distancing, hingga rajin mencuci tangan. Dia pun berharap Juni
mendatang sudah dapat diberlakukan new normal di 4 provinsi dan 25 kabupaten/kota.

Jokowi telah menugaskan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 agar berkoordinassi
dengan seluruh pemerintah daerah hingga tingkat kabupaten/kota terkait kemungkinan persiapan
penerapan new normal. “Khususnya dalam rangka pelonggaran atau pemberian kesempatan
kepada daerah-daerah untuk membuka sektor-sektor tertentu secara bertahap berlanjut,” ujar
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Doni Monardo dilansir dari laman
Setkab.

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5ecf6ed017b26/kebijakan-new-normal-harus-
dipersiapkan-secara-matang/
Definisi new normal menurut Pemerintah Indonesia adalah tatanan baru untuk beradaptasi
dengan COVID-19. tirto.id - Pemerintah Indonesia melalui Juru Bicara Penanganan COVID-19,
Achmad Yurianto mengatakan, masyarakat harus menjaga produktivitas di tengah pandemi virus
corona COVID-19 dengan tatanan baru yang disebut new normal. Menurutnya, tatanan baru ini
perlu ada sebab hingga kini belum ditemukan vaksin definitif dengan standar internasional untuk
pengobatan virus corona. Para ahli masih bekerja keras untuk mengembangkan dan menemukan
vaksin agar bisa segera digunakan untuk pengendalian pandemi COVID-19. "Sekarang satu-
satunya cara yang kita lakukan bukan dengan menyerah tidak melakukan apapun, melainkan kita
harus jaga produktivitas kita agar dalam situasi seperti ini kita produktif namun aman dari
COVID-19, sehingga diperlukan tatanan yang baru," kata Achmad Yurianto dalam
keterangannya di Graha BNPB, Kamis (28/5/2020). Menurut Yuri, tatanan, kebiasaan dan
perilaku yang baru berbasis pada adaptasi untuk membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat
inilah yang kemudian disebut sebagai new normal. Cara yang dilakukan dengan rutin cuci tangan
pakai sabun, pakai masker saat keluar rumah, jaga jarak aman dan menghindari kerumunan.
Pihaknya berharap kebiasaan baru ini harus menjadi kesadaran kolektif agar dapat berjalan
dengan baik. "Siapa pun yang mengelola tempat umum, tempat kerja, sekolah dan tempat ibadah
harus melakukan memperhatikan aspek ini, bahkan kita berharap harus menjadi kontrol terhadap
kedisiplinan masyarakat," ujarnya. Untuk merealisasikan skenario new normal, saat ini
pemerintah telah menggandeng seluruh pihak terkait termasuk tokoh masyarakat, para ahli dan
para pakar untuk merumuskan protokol atau SOP untuk memastikan masyarakat dapat
beraktivitas kembali, tetapi tetap aman dari COVID-19. Protokol ini bukan hanya di bidang
ekonomi, tetapi juga pendidikan dan keagamaan, tentu bergantung pada aspek epidemologi dari
masing-masing daerah, sehingga penambahan kasus positif bisa ditekan. Dalam update yang
dilakukan pemerintah, hingga Kamis sore telah dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak
11.495 sehingga total yang sudah diperiksa 289.906 spesimen. Hasilnya kasus positif bertambah
687 kasus total 24.538, kasus sembuh bertambah sebanyak 183 total 6.240 dan kasus meninggal
bertambah 23 kasus total 1.496 dengan wilayah terdampak di 412 Kabupaten/Kota. Sementara
itu, jumlah Orang Dalam Pengawasan (ODP) sebanyak 48.749 dan Pasien Dalam Pengawasan
(PDP) sebanyak 13.250 orang. "Kasus baru ini artinya penularan masih terjadi, artinya kita harus
betul-betul lebih berdisiplin untuk mematuhi seluruh anjuran pemerintah, kita harus
mengaktifkan kembali cara-cara hidup dengan kenormalan yang baru. Oleh karena itu kami
ingatkan kembali untuk rutin cuci tangan pakai sabun, gunakan masker bila keluar rumah,"
pungkas Achmad.

Baca selengkapnya di artikel "Arti New Normal Indonesia: Tatanan Baru Beradaptasi dengan
COVID-19", https://tirto.id/fDB3
https://tirto.id/arti-new-normal-indonesia-tatanan-baru-beradaptasi-dengan-covid-19-fDB3
Suara.com - Presiden Joko Widodo alias Jokowi menyebut setidaknya ada lima syarat utama
yang harus dipenuhi sebuah daerah jika ingin mulai menerapkan normal baru atau new normal
saat pandemi virus corona Covid-19.

Jokowi menegaskan setiap pemerintah daerah harus benar-benar merujuk pada data yang
dimiliki Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nasional untuk memulai fase new
normal.

"Tatanan baru tersebut harus dilakukan dengan hati-hati merujuk pada data-data dan fakta
lapangan, datanya sekarang kita ada, komplit semuanya," kata Jokowi dalam kunjungannya ke
Kantor Gugus Tugas Nasional di Graha BNPB, Jakarta, Rabu (10/6/2020).

Menurutnya ada lima hal penting yang harus diawasi pemerintah daerah sebelum mengajukan
penerapan new normal, di antaranya:

1. Prakondisi yang Ketat

Pemerintah daerah harus memastikan masyarakatnya siap kembali beraktivitas dengan gencar
melakukan sosialisasi protokol kesehatan produktif dan aman COVID-19.

"Saya kira ini terus disampaikan kepada masyarakat diikuti dengan simulasi yang baik sehingga
saat kita masuk ke dalam tatanan normal baru kedisiplinan warga itu sudah betul-betul siap dan
ada, ini lah prakondisi yang kita persiapankan," ucap Jokowi.

Dia juga telah memerintahkan Panglima TNI dan Kapolri untuk menghadirkan aparat di titik
keramaian untuk mengingatkan warga agar disiplin mematuhi protokol kesehatan.

2. Perhitungan Waktu yang Tepat

Pemerintah daerah harus benar-benar merujuk pada data yang dimiliki Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Covid-19 Nasional untuk memperhitungkan kapan bisa memulai fase new normal.

"kepada daerah apabila sudah ingin memutuskan masuk ke normal baru bicarakan dulu dengan
gugus tugas, datanya seperti apa, pergerakannya seperti apa, faktanya seperti apa, disini ada
semuanya, jadi lihat perkembangan data epidemiologi, perhatikan juga tingkat kepatuhan
masyarakat, pastikan manajemen di daerah siap tidak laksanakan," katanya.

Selain itu, pemda juga harus menghitung kesiapan fasilitas kesehatan untuk melakukan
pengujian spesimen yang masif dan pelacakan yang agresif.

3. New Normal bertahap

Pemerintah Daerah tidak bisa langsung membuka semua aktivitas warga karena harus
diperhitungkan kesiapan dari setiap sektor agar tidak terjadi gelombang kedua kasus pandemi
virus corona Covid-19.
"Tidak semua langsung kita buka tidak, sektor dan aktivitas apa yang dimulai dibuka secara
bertahap, itu pun secara bertahap tidak langsung dibuka 100 persen, beberapa daerah sudah
melakukan dibuka dulu 50 persen," tegasnya.

Adapun sembilan sektor yang ditetapkan untuk dibuka kembali dengan protokol kesehatan
meliputi; pertambangan, perminyakan, industri, konstruksi, perkebunan, pertanian dan
peternakan, perikanan, logistik dan transportasi barang.

4. Perkuat Koordinasi Pusat dan Daerah

Jokowi meminta Pemerintah Daerah untuk memeperkuat koordinasi penanganan covid-19 mulai
dari tingkat tertinggi di Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) hingga ke tingkat
desa, RT dan RW.

5. Evaluasi

Pemerintah Daerah harus melakukan evaluasi secara rutin untuk memperbaharui informasi
terkini terkait penanganan covid-19, jika penerapan new normal justru kembali meningkatkan
kasus di daerah tersebut maka Pembatasan Sosial Berskala Besar harus kembali dilakukan.

"Saya ingatkan jika dalam perkembangan ada kenaikan kasus baru maka langsung akan kita
lakukan pengetatan atau penutupan kembali," tutupnya.

Dalam kunjungan hari ini, Jokowi didampingi oleh Menko Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan Muhadjir Effendy dan disambut oleh Ketua Gugus Tugas Covid-19 Doni Monardo.

Mereka kemudian melakukan video conference bersama Panglima TNI, Kapolri, gubernur
seluruh provinsi dan para menteri untuk menyimak pemaparan data terkini oleh Gugus Tugas.

Untuk diketahui, jumlah kasus positif Covid-19 terbaru di Indonesia sudah mencapai angka
33.076, terjadi penambahan terbanyak pada Selasa (9/6/2020) kemarin sebanyak 1.043 orang.

Dari total angka tersebut, ada sebanyak 19.739 orang yang dirawat, sembuh 11.414 orang dan
meninggal dunia 1.923 jiwa.

https://www.suara.com/news/2020/06/10/151649/5-syarat-pemerintah-daerah-bisa-mulai-fase-new-
normal-menurut-jokowi
Jakarta -

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian memaparkan sejumlah alasan Indonesia perlu


menerapkan tatanan normal baru atau era new normal. Salah satu yang menjadi pertimbangan
ialah terkait dampak pandemi ini terhadap ekonomi yang dianggap sudah begitu
mengkhawatirkan. Sehingga bila tak segera diterapkan akan ada lebih banyak pekerja yang
menjadi korban.

"Kenapa kita butuh ini segara? Melihat angka indikator ekonomi kita sudah separah itu. Dan
perlu diketahui pekerja di Indonesia itu 55-70 juta dari 133 juta itu adalah pekerja informal
sehingga mereka ini yang paling terdampak di dalam COVID-19," ujar Sekretaris Kementerian
Koordinator Perekonomian (Sesmenko) Susiwijono Moegiarso dalam diskusi online Pactoc
Connect, Rabu (3/6/2020).

Tak hanya itu, meningkatnya pengangguran sekaligus berkorelasi terhadap pergerakan konsumsi
dalam negeri. Bila dibiarkan konsumsi yang biasanya menjadi penyumbang terbesar Produk
Domestik Bruto (PDB) Indonesia bisa anjlok dan efeknya bisa memicu konflik sosial.

"Kemudian kita lihat kondisi ada sekian juta yang sudah di PHK dirumahkan, pendapatan turun,
daya beli turun, tabungan mulai habis dan kemudian konsumsi kita juga harus menyesuaikan
mulai turun. Jangan sampai nanti menimbulkan permasalahan sosial," sambungnya.

Baca juga: Begini Cara Kerja Karyawan BUMN Konstruksi di Era New Normal

Lalu, akibat selanjutnya, dikhawatirkan banyak masyarakat kelas menengah yang mendekati
garis kemiskinan malah jatuh ke garis kemiskinan tersebut. Diprediksi angka kemiskinan bisa
bertambah hingga menjadi 4,86 juta.

"Juga mulai perpindahan kelas sosial yang tadinya di middle kemudian turun," imbuhnya.

Bila situasi ini dibiarkan, Susiwijono mengaku negara tak akan sanggup terus-terusan
memberikan bantuan sosial ke masyarakatnya mengingat kemampuan keuangan negara yang
juga terbatas. Untuk itu, beberapa aktivitas ekonomi harus segera digenjot kembali demi
mencegah ekonomi jatuh lebih dalam lagi.

"kita tau masyarakat kita tabungan akumulasi kekayaan asetnya untuk survive tergolong sangat
kecil dan yang paling penting kemampuan negara sangat terbatas. Pemerintah mungkin tidak
sanggup kalau harus dalam jangka waktu lama terus menerus membantu dalam bentuk bansos
dan lain sebagainya. Karena itu pilihannya kita harus membuka beberapa aktivitas ekonomi
secara bertahap," pungkasnya.

Pemerintah dari berbagai Kementerian/Lembaga (K/L) kini tengah menyiapkan masing-masing


protokol kesehatan untuk memulai tatanan normal baru atau new normal di tengah pandemi
COVID-19. Nantinya, setelah protokol kesehatan dari semua K/L rampung, langkah selanjutnya
pemerintah akan membuat satu protokol nasional yang merangkum aturan hidup era new normal
tersebut.
"Semua sudah menyiapkan protokol tadi, di dalam rapat tadi pagi dengan para menko (Menteri
Koordinator) tadi dengan Gugus Tugas, kita sepakat protokol ini akan dijadikan satu, kita
satukan standar template yang ada, nanti Kemenkes (Kementerian Kesehatan) dan Gugus Tugas
yang akan menginventarisir, mengkompilasi semuanya menjadi satu Protokol Nasional untuk
semua sektor tadi," kata Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian (Sesmenko)
Susiwijono Moegiarso dalam diskusi online Pactoc Connect, Rabu (3/6/2020).

Sejauh ini, baru Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Perdagangan saja yang sudah matang
dengan protokol kesehatan masing-masing. Sedangkan sisanya masih dalam proses menyusun
protokol kesehatan.

"Kalau kita lihat di sini contoh secara umum Kemenkes sudah menerbitkan suatu bentuk
keputusan dan SE yang mengatur banyak hal bagaimana protokol kesehatan di tempat-tempat
umum. Di sektor industri, Kementerian Perindustrian menerbitkan banyak sekali aturan SE
menteri dan sebagainya yang mengatur sektor industri ini protokol kesehatannya seperti apa.
Sektor pariwisata, akomodasi, perhotelan, ekonomi kreatif dan sebagainya barangkali mice ada
di sini, Kemenpar sudah menyiapkan konsep untuk SOP nya , sekarang sedang proses.
Kementerian Perhubungan sudah banyak permen dan SE nya mengatur protokol-protokolnya
demikian juga di sektor perdagangan dan menyusul sektor-sektor yang lain," paparnya.

Baca juga: 8 Hari Berturut-turut Jambi Nihil Penambahan Kasus Corona

Plt Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman dan Investasi Odo R.M Manuhutu yang ikut berpartisipasi dalam diskusi tersebut
juga mengutarakan rencana serupa. Menurutnya, minggu ini akan ada rapat lanjutan untuk
memfinalisasi protokol kesehatan tersebut ke Kementerian Kesehatan.

"Kita sepakati bahwa masing-masing K/L dapat membuat protokol, protokolnya diajukan ke
Kemenkes dan Kemenkes yang akan mengharmonisasi, tujuannya semata agar tidak terjadi
kebingungan, intinya kita satu suara dan masyarakat tidak kebingungan apalagi pelaku usaha,"
ujar Odo.

Menurut Odo, sebagai sektor yang paling terpukul oleh pandemi COVID-19, sangat penting
adanya protokol kesehatan yang standar agar tidak ada tumpang tindih kebijakan.

"Jangan sampai ada tumpang tindih kebijakan yang justru merugikan industri MICE," katanya.

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5039532/sederet-alasan-pemerintah-terapkan-new-
normal

Anda mungkin juga menyukai