Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami panjatkan kepada tuhan YME, karena atas berkat dan rahmatnya kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Dengan tujuan penulisan ini adalah Untuk mengetahui pengertian
respiratory distress syndrome (RDS) dan untuk melengkapi salah satu tugas mata kuliah asuhan
kebidanan neonates bayi dan balita.

Dalam penulisan ini kami bekerja sama menyelesaikan makalah ini dengan membahas tentang
RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (RDS), kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan
ini.

Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih, semoga dengan penulisan makalah ini bisa bermanfaat bagi
kita semua dan dapat menambah ilmu pengetahuan.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

DEPARTEMEN Kesehatan (Depkes) mengungkapkan rata-rata per tahun terdapat 401 bayi baru lahir di
Indonesia meninggal dunia sebelum umurnya genap 1 tahun. Data bersumber dari survey terakhir
pemerintah, yaitu dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2007 (SDKI).

Berdasarkan survei lainnya, yaitu Riset Kesehatan Dasar Depkes 2007, kematian bayi baru lahir
(neonatus) merupakan penyumbang kematian terbesar pada tingginya angka kematian balita (AKB).
Setiap tahun sekitar 20 bayi per 1.000 kelahiran hidup terenggut nyawanya dalam rentang waktu 0-12
hari pasca kelahirannya. Parahnya, dalam rentang 2002-2007 (data terakhir), angka neonatus tidak
pernah mengalami penurunan. Penyebab kematian terbanyak pada periode ini, menurut Depkes,
disebabkan oleh sepsis (infeksi sistemik), kelainan bawaan, dan infeksi saluran pemapasan atas.

Selaras dengan target pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), Depkes telah mematok target
penurunan AKB di Indonesia dari rata-rata 36 meninggal per 1.000 kelahiranhidup menjadi 23 per 1.000
kelahiran hidup pada tahun 2015. AKB di indonesia termasuk salah satu yang paling tinggi di dunia. Hal
itu tecermin dari perbandingan dengan jumlah AKB di negara tetangga seperti Malaysia yang telah
mencapai 10per 1.000 kelahiran hidup dan Singapura dengan 5 per 1.000 kelahiran hidup.

Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Badriul Hegar mengatakan banyak faktor
yang menyebabkan angka kematian bayi tinggi. Antara lain, faktor kesehatan anak, lingkungan seperti
keadaan geografis, dan faktor nutrisi.Bisa dicegah Menurut Kirana, peran puskesmas dan posyandu
sejatinya menjadi kunci untuk menekan kejadian AKB.

Antara lain menurunkan angka kematian anak balita sebesar 2/3 dalam kurun waktu 1990-2015. Pada
tahun 2015 diharapkanangka kematian bayi sebesar 23 bayi per 1.000 kelahiran hidup dan 32 anak
balita per 1.000kelahiran hidup

Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia Badriul Hegar mengatakan, penyebabkematian bayi
berusia di bawah satu bulan, adalah sekitar 29 % disebabkan berat badan rendah, 30 % gangguan
pernapasan, dan sekitar 10 % masalah nutrisi. Dia berpandangan, guna menekan angka kematian bayi
dan anak balita, yang terpenting ialah upaya preventif dan promotif.

Usaha promotif antara lain melalui promosi penggunaan air susu ibu, nutrisi adekuat, kebersihan diri,
dan lingkungan. Upaya preventif antara lain melalui imunisasi dasar. Selain itu, perlu pula fasilitas
pengobatan tingkat komunitas melalui fasilitas seperti puskesmas.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Sentra Laktasi Indonesia Pola pernafasan normal adalah teratur
dengan waktu ekspirasi lebih panjang daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan
bekerja aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif. Pada keadaan sakit
dapat terjadi beberapa kelainan pola pernapasan yang paling sering adalah takipneu. Ganguan
pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan organic, trauma, alargi, insfeksi
dan lain-lain. Gangguan dapat terjadi sejak bayi baru lahir.

RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline membrane disease merupakan hasil dari
ketidak maturan dari paru-paru dimana terjadi gangguan pertukaran gas. Berdasarkan perkiraan 30 %
dari kematian neonatus diakibatkan oleh RDS atau komplikasi yang dihasilkannya (Behrman, 2004
didalam Leifer 2007).

Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin antenatal steroid dan postnatal
surfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di USA 1,72% dari kelahiran bayi hidup periode 1986-
1987. Sedangkan jaman modern sekarang ini dari pelayanan NICU turun menjadi 1%. Di Negara
berkembang termasuk Indonesia belum ada laporan tentang kejadian RDS.

Sedangkan angka kematian kematian bayi (infant mortality rate), yakni angka kematian bayi sampai
umur satu tahun, di Negara-negara maju telah turun dengan cepat dan sekarang mencapai angka di
bawah 20 pada 1000 kelahiran. Penurunan angka kematian prenatal berlangsung lebih lambat,
sebabnya ialah karena kesehatan serta keselamatan janin dalam uterussangat tegantung dari keadaan
dan kesempurnaan bekerjanya system dalam tubuh ibu yang mempunyai fungsi untuk menumbuhkan
hasil konsepsi dari mudhigah menjadi janin cukup bulan.

Di Negara-negara maju kematian prenatal ini mencapai angka dibawah 25 per 1000 seperti telah
dijelaskan, prematuritas memegang peran penting dalam hal ini. Selanjutny tidak jarang bersama-sama
dengan prematuritas terjadi factor-faktor lain seperti, kelainan congenital, asfiksia neonatorum,
insufisiensi plasenta, pelukaan kelahiran, dan lain-lain. Dua hal yang banyak menentukan penurunan
kematian prenatal ialah tingkat kesehatan serta gizi wanita dan mutu pelayanan kebidanan yang tinggi di
seluruh Negara.

1.2. TUJUAN PENULISAN

1.2.1. Tujuan Umum

Dapat menerapkan asuhan keperawatan anak yang aman dan efektif pada bayi baru lahir yang beresiko
tinggi (High Risk Newborn).

1.2.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui kebutuhan dan masalah keperawatan bayi baru lahir yang beresiko tinggi.

b. Mengetahui diagnosa keperawatan pada bayi baru lahir yang beresiko tinggi.

c. Mengetahui cara menyusun rencana keperawatan pada bayi baru lahir yang beresiko tinggi.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. DEFINISI

Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60
x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam
kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat
penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark 1986).

Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak nafas berat
(dyspnea ), frekuensi nafas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap dengan terapi oksigen,
penurunan daya pengembangan paru,adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak
dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran pada
saat otopsi.

Sindrom gawat napas (RDS) (juga dikenal sebagai idiopathic respiratory distress syndrome) adalah
sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan histologis yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru
dengan unit pernapasan yang kecil dan sulit mengembang dan tidak menyisakan udara diantara usaha
napas. Istilah-istilah Hyaline Membrane Disease (HMD) sering kali digunakan saling bertukar dengan RDS
(Bobak, 2005).

Respiratory Distress Syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh ketidakmaturan dari sel tipe II dan
ketidakmampuan sel tersebut untuk menghasilkan surfaktan yang memadai. (Dot Stables, 2005).
2.2. ETIOLOGI

RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi surfaktan. Produksi
surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda usia kehamilan, makin besar pula
kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur,
asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksio sesaria.. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang
matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara,
sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya
berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera
setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.

RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini dapat terjadi karena ada kelainan
di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan disesuaikan dengan penyebab sindrom ini. Kelainan dalam
paru yang menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran
hialin (PMH),

2.3. PATOFISIOLOGI

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil
sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah,
produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus
sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya
pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting
intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis
respiratorik.

Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini berfungsi
menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik,
paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru
memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis
yang luas dari rongga udara bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding
alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi
alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini.

Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen,
menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga
menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli
dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai
dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang
immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis
sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).
2.4. PENCEGAHAN RDS

Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada bayi resiko tinggi adalah
mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan
indikasi medis, melaksanakan manajemen yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran bayi resiko
tinggi.

Tindakan yang efektif utntuk mencegah RDS adalah:

· Mencegah kelahiran < bulan (premature).

· Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis.

· Management yang tepat.

· Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM.

· Optimalisasi kesehatan ibu hamil.

· Kortikosteroid pada kehamilan kurang bulan yang mengancam.

· Obat-obat tocolysis (β-agonist : terbutalin, salbutamol) relaksasi uterus Contoh : Salbutamol (ex:
Ventolin Obstetric injection) 5mg/5 ml (utk asma: 5 mg/ml) Untuk relaksasi uterus : 5 mg salbutamol
dilarutkan dalam infus 500 ml dekstrose/NaCl diberikan i.v (infus) dgn kecepatan 10 – 50 μg/menit dgn
monitoring cardial effect. Jika detak jantung ibu > 140/menit kecepatan diturunkan atau obat dihentikan

· Steroid (betametason 12 mg sehari untuk 2x pemberian, deksametason 5 mg setiap 12 jam untuk


4 x pemberian)

· Cek kematangan paru (lewat cairan amniotic pengukuran rasio lesitin/spingomielin : > 2
dinyatakan mature lung function)

2.5. MANIFESTASI KLINIS

Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru.
Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditujukan.

Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel dan selanjutnya
menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala
klinikal yang timbul yaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai
dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis,
dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria
Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :pertama, terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit
bronchogram udara, kedua, bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung
dengan penurunan aerasi paru. ketiga,alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru
terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.
keempat, seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.

Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe :

Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe

2.6 PERAN BIDAN TERHADAP RDS

Setiap bayi dengan gangguan pernafasan memerlukan penangan secara umum berupa :

1. Pemberian oksigen dengan aliran sedang.

2. Bila frekuensi pernafasan kurang dari 30 kali per menit, harus diobservasi ketat. Bila kurang dari 20
kali per menit setiap saat resusitasi bayi dengan menggunakan balon sungkup (Alat Balon-Sungkup Alat
kantong-sungkup terdiri atas sebuah kantong yang terhubungkan dengan sebuah sungkup).

3. Bila apnu :

· Stimulasi bayi untuk bernafas dengan menggosok-gosok punggung bayi selama 10 detik.

· Bila belum mulai bernafas resusitasi bayi dengan menggunakan balon dan sungkup.

4. Indikasi penggunaan balon dan sungkup adalah apnu atau megap-megap, frekuensi jantung kurang
dari 100 kali per menit dan sianosis sentral persisten walaupun diberi aliran oksigen bebas 100%.
Periksa kadar glukosa darah bila kurang dari 45 g/dl, segera terapi sebagai hipoglikemi.

5. Bila didapatkan tanda-tanda lainya misalnya: kesulitan minum, BBLR, tada-tanda kejang, sepsis dan
lain-lain, usahakan menentukan penyebab gangguan nafas ini sambil meneruskan pemberian
oksigennya.

2.7 KLASIFIKASI GANGGUAN NAFAS

Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab
dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut:
a. Gangguan nafas ringan

Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu lahir tanpa gejala-gejala
lain disebut “Transient Tacypnea of the Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya
kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada
beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.

b. Gangguan nafas sedang

Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak dapat diberikan o2
4-5 liter/menit dengan sungkup. Bayi jangan diberi minum.

Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar
sepsis.

o Suhu aksiler <> 39˚C

o Air ketuban bercampur mekonium

o Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (> 18 jam)

Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C. tangani untuk masalah suhu abnormal dan nilai ulang
setelah 2 jam:

Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi
kemungkinan besar seposis. Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal
ulangi tahapan tersebut diatas. Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam

Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk
kemungkinan besar sepsis. Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2secara
bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI
peras dengan memakai salah satu cara pemberian minum

Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi kembali tampak kemerahan
tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi
dapat dipulangkan.

c. Gangguan nafas berat

Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya. Bila dalam pengamatan ganguan nafas
memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani
gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan. Berikan ASI bila bayi mampu
mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian
minuman. Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas. Hentikan
pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.

Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:

· Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder

· Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru

· Fenobarbital

· Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen

· Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian dari
pemakaian ventilasi mekanik. (cusson,1992)

Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS adalah
pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion
atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan ).

2.8 PENUNJANG / DIAGNOSTIK

1. Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma dengan overdistensi
duktus alveolar.

2. Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.

3. Data laboratorium

4. Profil paru,

· untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin yang mempunyai
predisposisi RDS) Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan maturitas paru
Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu Tingkat phosphatydylinosito

· Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg, saturasi oksigen 92%
– 94%, pH 7,31 – 7,45

· Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel alveolar yang rusak.

2.9 PENATALAKSANAAN

Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk mengatasi masalah
kegawatan pernafasan meliputi :

1. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.

2. Mempertahankan keseimbangan asam basa.

3. Mempertahankan suhu lingkungan netral.


4. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.

5. Mencegah hipotermia.

6. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

Penatalaksanaan secara umum :

a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi tidak
dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %

v Pantau selalu tanda vital

v Jaga kepatenan jalan nafas

v Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)

b. Jika bayi mengalami apneu

v Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan

v Lakukan penilaian lanjut

c. Bila terjadi kejang potong kejang

d. Segera periksa kadar gula darah

e. Pemberian nutrisi adekuat

2.10 KOMPLIKASI PENYAKIT

2.10.1 Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :

1. kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,


pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba
memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.

2. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah
leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan invasiv seperti pemasangan jarum
vena, kateter, dan alat-alat respirasi.

3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan intraventrikuler terjadi pada


20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.

2.10.2 Komplikasi jangka panjang


Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan
kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :

1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian
oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan
tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan
defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.

2. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan
dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Ø Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak
adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi
dan Yuliani, 2001).

Ø Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal,
maternal diabetes, seksio sesaria

Ø Adapun Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli
masih kecil sehingga kesulitan berkembang.

Ø Adapun cara pencegahan RDS yang efektif yaitu : Mencegah kelahiran < bulan (premature),
Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, Management yang tepat,
Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM, Optimalisasi kesehatan ibu hamil
dan cek kematangan paru melalui cairan amnion.

Ø Gejala klinikal yang timbul dari penyakit RDS yaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera
setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi
dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.

Ø Adapun beberapa klasifikasi dari penyekit RDS ada 3 yaitu : gangguan pernafasan ringan, gangguan
pernafasan sedang dan gangguan pernafasan berat.

Ø Beberapa tindakan untuk mengatasi kegawat daruratan pernafasan yaitu : Mempertahankan ventilasi
dan oksigenasi adekuat, Mempertahankan keseimbangan asam basa, Mempertahankan suhu lingkungan
netral, Mempertahankan perfusi jaringan adekuat, Mencegah hipotermia, Mempertahankan cairan dan
elektrolit adekuat.
3.2 SARAN

Ø Kepada ibu hamil dianjurkan agar selalu menjaga kehamilannya dan memeriksakan kehamilannya
secara rutin kepada tenaga kesehatan agar dapat mengurangi penyakit kelainan bawaan pada neonates
dan apabila terdapat kelainan dapat di deteksi secara dini.

Ø Hindari terjadinya kelahiran bayi premature karena bayi premature memungkinkan terjadinya
penyakit RDS terhadap bayi

Ø Dan apabila pada ibu hamil dengan riwayat penyakit diabetes militus maka sebaiknya ibu menjaga
pola makannya terutama diet terhadap glukosa agar resiko terjadinya RDS pada bayinya menurun.

DAFTAR PUSTAKA

· Bobak, Lowdermik. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC

· Leifer, Gloria. 2007. Introduction to maternity & pediatric nursing. Saunders Elsevier : St. Louis
Missouri

· Prwawirohardjo, Sarwano. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

· Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.

· Wong. Donna L. (2004). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC.

· http://www.scribd.com/doc/50783794/AKB-INDONESIA

· Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta, 2009

Anda mungkin juga menyukai