Anda di halaman 1dari 23

DAMPAK PEMBANGUNAN PELABUHAN PATIMBAN TERHADAP KONDISI

SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR

Aziz Irsyadul Aqwam

20160520129

Ilmu Pemerintahan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ABSTRAK

Paper ini bertujuan untuk menganalisis dan mengkaji secara mendalam tentang dampak
pembangunan pelabuhan patimban terhadap kondisi perekonomi masyarakat sekitar.
Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode
penelitian Deskriptif kualitatif. Penelitian ini memerlukan data-data untuk menyimpulkan
hasil penelitian, maka peneliti menggunakan cara studi literatur.Untuk menggali data dan
informasi, peneliti akan melakukan melalui studi literature baik jurnal, berita, website
resmi, dan buku yang relevan. Hasil penelitian yang ditemukan adalah : Pertama
pembangunan pelabuhan sebagai pemicu utama tumbuhnya perekonomian, namun
didalam pembangunannya sendiri memiliki sisi negative yaitu masih lambannya peran
pemerintah kepada para nelayan di daerah sekitar pembangunan pelabuhan terutama
kepada para nelayan di patimban. Kedua, dilain sisi ada juga dampak positif dari
pembangunan pelabuhan patimban yang kini sedang berlangsung. Yaitu ramainya para
wisatawan datang pantai patimban untuk berwisata.

Kata Kunci : peningkatan usaha ekonomi, pendapatan masyarakat, pelabuhan utama.


DAMPAK PEMBANGUNAN PELABUHAN PATIMBAN TERHADAP KONDISI
SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR

Aziz Irsyadul Aqwam

20160520129

Ilmu Pemerintahan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ABSTRACT

This study discusses to analyze and examine the development of the patimban port to the
recording of surrounding communities. The research method used in this study used a
qualitative descriptive research method. This study requires data to be taken from the results
of research, the researchers used the method of literature study. To collect data and
information, researchers will conduct through literature studies in both journals, news,
official sites, and relevant books. The result of the research found are : First port development
as the main trigger of investment growth, but having its own development has a negative side,
namely the still slow role of the government for farmers in the area around the development of
ports for fishermen in Patimban. Second, on the other hand it is also positive from the
ongoing development of the port of Patimban. Namely the crowds of tourists come to the
patimban beach for a tour.

Keywords : increase economic enterprises , public revenue, international hub port.


Latar Belakang

Modernisasi pada dasarnya merupakan sebuah gagasan tentang bagian dari perubahan
sosial yang direncanakan. Suatu negara melalui kebijakan para penguasa, dapat melakukan
perubahan sebagai akibat dari adanya modernisasi. Masyarakat diharapkan mampu dengan sigap
menghadapi perubahan yang terjadi akibat dari modernisasi. Pendekatan modernisasi di
Indonesia yang sangat memprioritaskan pertumbuhan ekonomi mulai digunakan sejak tahun
1960-an dalam bentuk pembangunan pedesaan dengan pengembangan industrialisasi dan
modernisasi pertanian (Mardiyaningsih 2010). Sajogyo (1982) dalam tulisannya Modernization
Without Development In Rural Java, telah mencoba membuktikan bahwasannya suatu proses
perubahan haruslah sejalan dengan peningkatan kapasitas masyarakat yang mengalami
perubahan tersebut. Program Bimbingan Massal (BIMAS) yang diintrodusir pemerintah dengan
ciri sistem pertanian padat modal, pemberian paket teknologi kepada petani dalam bentuk pupuk,
bibit unggul, pestisida, serta sistem kredit, nyatanya hanya menguntungkan segelintir petani yang
tergolong “strata atas” dengan kepemilikan lahan yang luas. Hal ini menyebabkan petani-petani
kecil menjadi pihak yang paling tidak diuntungkan. Hasil penelitian Sajogyo (1982) juga
memperlihatkan bahwa perubahan terjadi bukan hanya pada satu aspek yaitu ekonomi, dari sisi
sosiologis juga terlihat bahwa modernisasi mampu merubah pola-pola hubungan sosial dalam
masyarakat.

Hal penting yang menjadi penyebab utama perubahan ditengah masyarakat ialah
kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah. Menurut Rusli (2013) dalam [ CITATION
Tan19 \l 1033 ] mengatakan, kebijakan publik merupakan modal utama yang dimiliki pemerintah
untuk menata kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Dikatakan sebagai modal
utama karena hanya melalui kebijakan publiklah pemerintah memiliki kekuatan dan kewenangan
hukum untuk memanejemen masyarakat dan sekaligus memaksakan segala ketentuan yang telah
ditetapkan. Walaupun memaksa, akan tetapi sah dan legitimate karena didasari regulasi yang
jelas.

Salah satu bentuk pembangunan yang tengah gencar dilakukan di Indonesia adalah
pembangunan pelabuhan-pelabuhan strategis untuk mendukung terbentuknya tol laut dan
menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Hal ini sebagaimana yang diprioritaskan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, yakni salah satu
infrastruktur yang harus dibangun periode 2015-2019 adalah pembangunan 24 pelabuhan baru
bertaraf internasional yang tersebar dari Pulau Sumatera hingga Pulau Papua. Total perkiraan
kebutuhan pendanaan RPJMN 2015-2019 untuk sektor perhubungan laut yang mencapai 900
triliun rupiah, setidaknya 244 miliar rupiah dialokasikan untuk pembangunan 24 pelabuhan
strategis tersebut. Menurut Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 2001 Pasal 1 Ayat 1 tentang
Kepelabuhanan, pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang
dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar
muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang
pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi. Penyusunan
Tatanan Kepelabuhan Nasional kemudian dijelaskan pada Pasal 3 Ayat 1, yang harus dilakukan
dengan memperhatikan: (a) tata ruang wilayah; (b) sistem transportasi nasional; (c) pertumbuhan
ekonomi; (d) pola/jalur pelayanan angkutan laut nasional dan internasional; (e) kelestarian
lingkungan; (f) keselamatan pelayaran; dan (g) standarisasi nasional, kriteria dan norma.
Peraturan ini sejalan dengan pendapat dari Wijoyo (2012) yang menyatakan bahwasanya
pelabuhan sebagai prasarana transportasi yang mendukung kelancaran 2 sistem transportasi laut
memiliki fungsi yang erat kaitannya dengan faktor-faktor sosial dan ekonomi. Secara ekonomi,
pelabuhan berfungsi sebagai salah satu penggerak roda perekonomian karena menjadi fasilitas
yang memudahkan distribusi hasil-hasil produksi. Secara sosial, pelabuhan menjadi fasilitas
publik dimana di dalamnya berlangsung interaksi antar pengguna (masyarakat), termasuk
interaksi yang terjadi karena aktivitas perekonomian.

Pelabuhan patimban merupakan sebuah pelabuhan laut skala besar yang sedang dibangun
di Patimban, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Pembangunan pelabuhan ini dilaksanakan dengan
tiga tahap. Pada tahap pertama, Pelabuhan Patimban direncanakan dapat melayani 3,5 Juta peti
kemas dan 600.000 kendaraan bermotor[ CITATION Hen19 \l 1033 ]. Kabupaten Subang terpilih
menjadi wilayah pembangunan pelabuhan karena wilayah tersebut sangat strategis untuk menjadi
wilayah sebagai peningkat perekonomian dari segala aspek. Pembangunan pelabuhan ini sendiri
dibangun oleh tiga kontraktor yaitu PT Adhi Karya (Persero) Tbk dan dua perusahaan asal
Jepang yakni Toyo Construction Co Ltd dan Wakachiku Construction CoLtd.

Pembangunan pelabuhan patimban diharapkan memberi dampak positif bagi


perekonomian nasional maupun daerah dalam bentuk peningkatan penerimaan devisa,
peningkatan daya saing produk-produk ekspor, peningkatan pemanfaatan sumberdaya lokal serta
peningkatan kualitas dan produktivitas sumberdaya manusia. Sektor ini juga diharapkan akan
meningkatkan ivestasi dan penyerapan tenaga kerja sehingga kehidupan masyarakat dapat
menjadi lebih baik dan sejahtera. Pembangunan pelabuhan laut tentunya bersinggungan dengan
kehidupan masyarakat pesisir. Menurut Satria (2009), masyarakat pesisir adalah sekumpulan
masyarakat yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki
kebudayaan yang khas yang terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumberdaya
pesisir. Modernisasi seperti yang telah dikemukakan sebelumnya terbukti mendorong terjadinya
perubahan di berbagai aspek kehidupan masyarakat yang menerima program modernisasi
tersebut. Pembangunan pelabuhan patimban di Kabupaten Subang, Jawa Barat merupakan
bentuk dari modernisasi dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Rumusan Masalah
Melihat dari pemaparan diatas yang disebutkan bahwa kondisi social ekonomi masyarakat
yang relative berada pada tingkat kesejahteraan rendah, maka dalam jangka panjang tekanan
terhadap sumberdaya pesisir akan semakin besar guna pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Dengan hadirnya pelabuhan disana akan mempersulit dan memperlambat para nelayan untuk
mencapai kesejahteraan. Maka dari itu timbulah rumusan masalah antara lain :
Bagaimana perubahan pola kerja yang terjadi pada masyarakat sekitar pelabuhan patimban
akibat adanya pembangunan pelabuhan patimban?

Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan pendekatan kualitatif.
Menurut Surachman, 1980 ( dalam Saputra, 2016) metode penelitian dengan teknik deskriptif
adalah penelitian yang ditujukan pada problem solving yang ada pada masa sekarang atau
memusatkan diri pada pemecahan persoalan-persoalan , data-data yang didapatkan nantinya
dikumpulkan, lalu disusun, an dijelaskan, dan kemudian dapat dianalisis.Penelitian dengan
pendekatan kualitatif mempunyai pertanda diantaranya sebagai berikut: (1) data dari penelitian
didapatkan diperoleh secara langsung dari penelitian lapangan, dan bukan berasal dari
laboratorium atau penelitian yang dibawah pemantauan; (2) pengeksplorasian dari data dilakukan
dengan cara alamiah, menggunakan teknik kunjungan pada kondisi-kondisi alamiah subyek; dan
(3) untuk mendapatkan hasil baru di dalam bentik kategori responya, peneliti harus mampu
mengembangkan kondisi dialogis sebagai keadaan situasi alamiah (Salim 2006 dalam Saputra,
2016). Dalam paper ini maka untuk menemukan data maka peneliti akan menggunakan metode
studi literature atau studi pustaka sebagai acuan data untuk mempertajam analisis. Unit analisis
penelitian adalah unit yang telah di tentukan oleh peneliti yaitu “Dampak Pembangunan
Pelabuhan Patimban Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar”,

Literature Review
Untuk sumber awal, maka penulis menggunakan beberapa penelitian terdahulu sebagai
bahan referensi penulis. Maka penulis menggunakan beberapa penelitian terdahulu yang telah
penulis rangkum sebagai berikut :
NO LITERATURE KESIMPULAN KETERANGAN
R. M. Rizkike jade, n. M. Berdasarkan analisis diperoleh bahwa Observasi
R. R. Cahya perbani, d. gelombang (yang dapat mencapai tinggi 1,5 langsung, dan
N. Handiani meter) dan sedimentasi (berupa akresi dan Dokumentasi
abrasi) menjadi faktor penting dalam
ANALISIS mempertimbangkan pemilihan jenis
EFEKTIVITAS bangunan pelindung pantai di Perairan
BANGUNAN Patimban.
PELINDUNG
1
PELABUHAN
PATIMBAN DAN
PANTAI SEKITAR
MELALUI TINJAUAN
HIDRO-
OSEANOGRAFI

Jurnal
2 Adris.A.Putra, Susanti Hasil penelitian menunjukan operasional deskriptif dengan
Djalante pelayanan Pelabuhan Bungkutoko Kendari pendekatan
menunjukan bahwa rata-rata kapal bekerja kualitatif,
PENGEMBANGAN di tambatan (ET) yaitu 36.48 jam dan kuantitatif dan
INFRASTRUKTUR ratarata lamanya satu kapal berada di observasi
PELABUHAN DALAM pelabuhan (BT) yaitu 85.41 jam,
MENDUKUNG pemanfaatan dermaga (BOR) kurang baik
PEMBANGUNAN yaitu 56.50 %. Pemanfaatan
BERKELANJUTAN gudang/lapangan penumpukan relatif rendah
karena menggunakan sistem truck lossing.
Jurnal
Latif Adam dan Inne Tulisan ini menganalisis peran dan kinerja Analisis
Dwiastuti pelabuhan di Indonesia sebagai determinan Deskriptif
penting dalam mendukung visi Indonesia
MEMBANGUN POROS menjadi negara maritim yang kuat. Dari
3
MARITIM MELALUI perspektif kebijakan, tantangan utamanya
PELABUHAN adalah mereformasi peranan dan posisi
pemerintah dalam pembangunan dan
Jurnal pengelolaan pelabuhan
Masak Lek Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis purposive
dampak pembangunan jalan terhadap sampling
Analisis dampak pertumbuhan usaha ekonomi, pendapatan
pembangunan jalan rakyat, dan manfaat social dan ekonomi
terhadap pertumbuhan yang diterima oleh masyarakat di pedalaman
usaha ekonomi rakyat di Kabupaten May Brat, yang berlokasi di
4 Pedalaman May Barat Distrik Ayamaru, Aitinyo dan Aifat.
Provinsi Papua Barat
(Studi Kasus di Distrik
Ayamaru, Aitinyo dan
Aifat)

Jurnal
5 Harry Kurniadi Atmaja Permasalahan dalam penelitian ini adalah deskriptif
Kasyful Mahalli, S.E.,
M.Si. untuk mengetahui pengaruh peningkatan kuantitatif
infrastruktur jalan, air, listrik, telepon
PENGARUH melebihi pertumbuhan ekonomi di Indonesia
PENINGKATAN Kota Sibolga dan juga untuk memahami
INFRASTRUKTUR gambaran umum kondisi terkini
TERHADAP infrastruktur di Kota Sibolga.
PERTUMBUHAN
EKONOMI DI KOTA
SIBOLGA

Jurnal
Almasdi Syahza Penelitian ini menilai
dampak deskriptif
(Descriptive
pengembangan perkebunan kelapa sawit
Percepatan ekonomi Research)
Pedesaan melalui terhadap peningkatan pembangunan
Pembangunan
ekonomi masyarakat dalam upaya
perkebunan kelapa sawit
6 mengentaskan kemiskinan di daerah
Jurnal pedesaan. Penelitian ini dilakukan melalui
survei dengan metode deskriptif. Informasi
diperoleh melalui pendekatan Rapid Rural
Appraisal (RRA).
7 Rindang Bangun Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Metode data panel
Prasetyo dampak infrastruktur terhadap pertumbuhan
Muhammad Firdaus ekonomi regional di Indonesia Indonesia
menggunakan metode data panel.
PENGARUH
INFRASTRUKTUR
PADA
PERTUMBUHAN
EKONOMI WILAYAH
DI INDONESIA
Jurnal
Muhammad Ikrom Hasil penelitian menunjukkan bahwa deskriptif
Rosyidin pembangunan jalan tol Cikopo Palimanan kualitatif dan
berdampak terhadap kondisi mata metode deskriptif
DAMPAK pencaharian dan pendapatan. Dalam kondisi kuantitatif
PEMBANGUNAN TOL mata pencaharian, tidak adanya penambahan
CIKOPOPALIMANAN jenis mata pencaharian baru yang ada di
TERHADAP KONDISI Desa Tegalkarang, namun adanya perubahan
8
MATA kuantitas dari beberapa mata pencaharian
PENCAHARIAN DAN yang ada.
PENDAPATAN
MASYARAKAT DESA
TEGALKARANG,
PALIMANAN,
CIREBON

Skripsi
9 Triana Dewitasari Jenis penelitian ini adalah penelitian Kuantitatif
kuantitatif. Lokasi penelitian di Kecamatan
DAMPAK Wringinanom karena merupakan daerah
PEMBANGUNAN pertanian yang lahannya banyak dibebaskan,
JALAN TOL sehingga jika di total lahan yang dibebaskan
SURABAYA – akibat adanya pembangunan Jalan Tol
MOJOKERTO Surabaya – Mojokerto adalah seluas 728.261
TERHADAP KONDISI yang terdiri dari 930 bidang. Keadaan ini
SOSIAL DAN menimbulkan konflik yang lebih besar bagi
EKONOMI penduduk karena adanya pembangunan
PENDUDUK DI Jalan Tol.
DAERAH
KECAMATAN
WRINGINANOM
KABUPATEN GRESIK

Jurnal
Rr. Lulus Prapti NSS, Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Purposive
Edy Suryawardana dan dampak pembangunan jalan terhadap Sampling
Dian Triyani pertumbuhan usaha ekonomi, pendapatan
rakyat, manfaat sosial dan manfaat ekonomi
ANALISIS DAMPAK yang diterima oleh masyarakat kota
PEMBANGUNAN Semarang.
INFRASTRUKTUR
10
JALAN TERHADAP
PERTUMBUHAN
USAHA EKONOMI
RAKYAT DI KOTA
SEMARANG

Jurnal

Kerangka Teori
Definisi Pembangunan
Pembangunan merupakan suatu hal yang tidak dapat kita pisahkan dari perjalanan
kehidupan manusia, hal ini dikarenakan keinginan manusia untuk selalu berkembang dan maju
seiring berjalannya waktu. Proses pembangunan ini terjadi pada semua aspek kehidupan
masyarakat, baik ekonomi, sosial, budaya, hingga politik dan berlangsung pada level mikro
(daerah) hingga makro (nasional). Sejalan dengan hal itu, menurut Saptari dan Holzner (1997)
pembangunan dalam arti luas diartikan segala usaha mencapai pemenuhan kebutuhan pokok,
pembasmian kemiskinan, dan penciptaan taraf kehidupan yang lebih baik. Hal ini berarti
pengertian pembangunan tidak hanya menyangkut dimensi ekonomi saja, tetapi juga sosial,
politik, dan budaya.
Pembangunan sendiri dimaknai sebagai upaya secara sadar untuk meningkatkan
kesejahteraan, biasanya secara terencana dan dalam lingkup yang lebih luas. Pemerintah saat ini
masih dominan dalam memimpin proses pembangunan tersebut (Abdulkadir-Sunito dan Sumarti
2015:302). Pengertian yang lebih luas terkait pembangunan adalah bahwa pembangunan
merupakan perubahan sosial yang direncanakan dan dikehendaki untuk masa datang
(Abdulkadir-Sunito dan Sunito 2015:313).
Menurut Chozin et al. (2010) pembangunan pada hakekatnya adalah perubahan progresif
yang berkelanjutan (sustained progressive change) untuk mempertahankan kepentingan individu
maupun komunitas melalui pengembangan, intensifikasi dan penyesuaian terhadap pemanfaatan
sumberdaya. Sedangkan secara konseptual, pembangunan adalah segala upaya yang dilakukan
secara terencana dalam melakukan perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan
meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan kesejahteraan dan meningkatkan kualitas
manusia. Perbaikan taraf hidup memerlukan prakondisi yaitu infrastruktur, sarana dan prasarana
yang semua ini dapat memberi pengaruh terhadap peningkatan harkat dan martabat bangsa (Ali
2009). Perubahan yang diupayakan melalui pembangunan bukan semata-mata mencakup aspek-
aspek material saja, tetapi seluruh aspek kehidupan, termasuk mental-spiritual dan kemampuan
dalam berbagai bidang. Oleh karena itu, masyarakat perlu didorong dan difasilitasi untuk dapat
berpartisipasi dalam pembangunan, karena pihak utama yang menerima hasil pembangunan
adalah masyarakat itu sendiri. Todaro dan Smith (2006) menyimpulkan bahwa pembangunan
harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan
mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, institusi-institusi nasional, di samping
tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta
pengentasan kemiskinan. Pembangunan harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat
atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan
dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial 6 yang ada di dalamnya,
untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik, secara material
maupun spiritual.

Definisi Pelabuhan
Pelabuhan merupakan salah satu simpul dalam jaringan transportasi, di situlah
transportasi laut bertemu dengan transportasi darat. Pelabuhan sebagai tempat berlabuhnya
kapal-kapal, diharapkan merupakan suatu tempat yang terlindung dari gangguan laut, sehingga
bongkar muat dapat dilaksanakan untuk menjamin keamanan barang (Kramadibrata 2002).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pada Pasal
1 Ayat 16 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas
daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan
kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun
penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang
dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang
pelabuhan serta sebagi tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi. Pelabuhan
menurut kegiatannya, sebagaimana yang dijelaskan dalam Keputusan Menteri Perhubungan
tentang Tatanan Kepelabuhan Nasional No. KM 53 Tahun 2002 Pasal 6 adalah melayani
kegiatan: (a) angkutan laut yang selanjutnya disebut pelabuhan laut; (b) angkutan sungai dan
danau yang selanjutnya disebut pelabuhan sungai dan danau; (c) angkutan penyeberangan yang
selanjutnya disebut pelabuhan penyeberangan. Selanjutnya pada Pasal 7 dijelaskan peran
pelabuhan antara lain merupakan: (a) simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan
hirarkinya; (b) pintu gerbang kegiatan perekonomian daerah, nasional, dan internasional; (c)
tempat kegiatan alih moda transportasi; (d) penunjang kegiatan industri dan perdagangan; (e)
tempat distribusi, konsolidasi, dan produksi. Menurut Susilowati (2003), berdasarkan definisi-
definisi tersebut dapat mencirikan bahwa: (1) pelabuhan adalah spasial yang diorganisir; (2)
pelabuhan mempunyai pusat-pusat penggerak; (3) pelabuhan mempunyai wewenang
pengelolaan; (4) pelabuhan menghasilkan pendapatan; (5) pelabuhan berhubungan erat dengan
lingkungan kotanya.

Klasifikasi Pelabuhan
Menurut Kramadibrata (2002), pelabuhan dikelompokkan berdasarkan empat hal, yakni
segi teknis, jenis perdagangan, jenis kegiatan khusus dan jenis pungutan jasa. Lebih lanjut,
Kramadibrata (2002) menjelaskan bahwa dari segi teknis, pelabuhan dikategorikan menjadi tiga.
Pertama, pelabuhan alam, adalah suatu daerah yang menjorok ke dalam terlindungi oleh suatu
pulau atau terletak di suatu teluk sehingga kapal dapat bernavigasi dan berlabuh. Terkadang
suatu lokasi pantai dapat memenuhi keadaan ini dan kedalaman air/besaran kolam pelabuhannya
memenuhi persyaratan bagi suatu kapal tertentu, sehingga hanya dibutuhkan dibangun suatu
tambatan (wharf) guna merapatnya kapal agar bongkar muat dapat dilaksanakan. Kedua,
pelabuhan buatan, adalah suatu daerah perairan hasil bentukan manusia agar terlindung terhadap
ombak, badai dan arus sehingga memungkinkan kapal untuk merapat. Misalnya dalam
pengembangan suatu daerah dibutuhkan dibangun suatu pelabuhan, kolam pelabuhannya
dibangun 7 dengan cara mengeruk tanah dan dibangun pula bangunan pelindung, yaitu pemecah
gelombang agar kapal-kapal dapat berlabuh dengan aman. Ketiga, pelabuhan semi alam, adalah
pelabuhan yang sifatnya juga pelabuhan alam atau juga pelabuhan buatan, atau tidak memenuhi
kedua persyaratan ekstrim seperti di atas.
Berdasarkan jenis perdagangannya, pelabuhan dapat dikategorikan menjadi empat.
Pertama, pelabuhan laut, adalah pelabuhan yang terbuka untuk jenis perdagangan dalam dan luar
negeri. Kedua, pelabuhan pantai, adalah pelabuhan yang terbuka bagi jenis perdagangan dalam
negeri. Ketiga, pelabuhan sungai, adalah pelabuhan yang cenderung untuk perdagangan antar
daerah yang dihubungkan oleh sungai. Sedangkan yang keempat, pelabuhan khusus, yaitu
pelabuhan yang diselenggarakan untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan-kegiatan
tertentu. Pelabuhan khusus dibangun oleh suatu perusahaan (pemerintah/swasta) yang berfungsi
sebagai prasarana untuk pengiriman hasil produksi perusahaan tersebut, misalnya pelabuhan
minyak, pertambangan, perikanan, dan sebagainya.
Pengklasifikasian pelabuhan dapat dikelompokkan dengan bervariasi bergantung kepada
sudut peninjauannya. Berdasarkan jenis kegiatannya, pelabuhan dapat dibagi menjadi lima.
Pertama, pelabuhan umum, yaitu pelabuhan yang diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat
umum. Kedua, pelabuhan militer, yaitu pelabuhan yang diselenggarakan untuk kepentingan
militer. Ketiga, pelabuhan penumpang, adalah pelabuhan yang berfungsi untuk menaikkan dan
menurunkan penumpang yang menempuh perjalanan melalui lautan. Keempat, pelabuhan sport,
adalah pelabuhan yang berfungsi untuk tempat berlabuh atau bertambatnya kapal yang umumnya
berkaitan dengan wisata atau olahraga air. Jenis kelima yaitu pelabuhan perikanan, yang
berfungsi untuk berlabuh dan bertambatnya kapal yang hendak bongkar muat hasil tangkapan
ikan atau mengisi bahan perbekalan untuk melakukan penangkapan ikan di laut.
Klasifikasi pelabuhan yang terakhir adalah berdasarkan jenis pungutan jasa, yang terbagi
menjadi empat, yaitu pelabuhan yang diusahakan, pelabuhan yang tidak diusahakan, pelabuhan
otonom dan pelabuhan bebas (Kramadibrata 2002).

Pelabuhan Laut
Pelabuhan laut adalah pelabuhan yang terbuka untuk jenis perdagangan dalam dan luar
negeri. Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 53 Tahun 2002 tentang Tatanan
Kepelabuhan Nasional, hirarki peran dan fungsi pelabuhan laut terdiri dari: (a) pelabuhan
internasional hub merupakan pelabuhan utama primer; (b) pelabuhan internasional merupakan
pelabuhan utama sekunder; (c) pelabuhan nasional merupakan pelabuhan utama tersier; (d)
pelabuhan regional merupakan pelabuhan pengumpan primer; dan (e) pelabuhan lokal
merupakan pelabuhan pengumpan sekunder.
Penetapan hirarki peran dan fungsi pelabuhan laut, selain menggunakan kriteria teknis
juga mempertimbangkan pula hal-hal sebagai berikut: (a) jenis pelabuhan; (b) potensi pelabuhan
masa datang; (c) kedekatan lokasi pelabuhan dengan daerah perbatasan; (d) posisi strategis
pelabuhan ditinjau dari aspek pertahanan dan keamanan negara; dan (e) lokasi pelabuhan di
daerah terpencil 8 yang berpotensi sebagai areal terisolasi, terbelakang guna keseimbangan
perkembangan wilayah nasional.
Demi tercapainya tujuan tatanan kepelabuhan nasional, yakni terjalinnya suatu jaringan
infrastruktur pelabuhan secara terpadu, selaras dan harmonis agar bersaing dan tidak saling
mengganggu yang bersifat dinamis untuk terciptanya efisiensi transportasi laut secara nasional
dan terwujudnya penyelenggaraan pelabuhan yang handal dan berkemampuan tinggi dalam
rangka menunjang pembangunan nasional dan daerah, untuk pelabuhan laut dilakukan proses
pembangunan, pendayagunaan, pengembangan dan pengoperasian.
Pembangunan pelabuhan laut ini juga untuk mendukung terbentuknya tol laut dan
menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Hal ini sebagaimana yang diprioritaskan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, yakni salah satu
infrastruktur yang harus dibangun periode 2015-2019 adalah pembangunan 24 pelabuhan baru
bertaraf internasional yang tersebar dari Pulau Sumatera hingga Pulau Papua.

Pembangunan dan Perubahan Sosial


Perubahan sosial adalah suatu proses perubahan yang pasti terjadi pada fenomena sosial
baik direncanakan maupun tidak direncanakan. Perubahan tersebut dapat terjadi mulai dari level
individu hingga masyarakat dalam kurun waktu yang relatif panjang (evolusi) maupun relatif
pendek (revolusi). Menurut Sztompka (1993), konsep dasar perubahan sosial setidaknya
mencakup tiga gagasan: (1) perbedaan; (2) pada waktu berbeda; dan (3) di antara keadaan sistem
sosial yang sama.
Menurut Vago (1989), perubahan sosial adalah konseptualisasi dari proses perubahan
pada fenomena sosial baik direncanakan maupun tidak direncanakan, secara kualitatif atau
kuantitatif yang dapat digambarkan pada enam komponen analitis yang saling terkait. Demi
mempermudah pemahaman, enam komponen ini masing-masing disebut identitas, tingkat
(level), durasi, arah, besaran (magnitude) dan kecepatan. Perubahan sosial dapat dibedakan
menjadi beberapa jenis, tergantung pada sudut pengamatan, apakah dari sudut aspek, fragmen
atau dimensi sistem sosialnya. Hal ini disebabkan keadaan sistem sosial itu tidak sederhana,
tidak hanya berdimensi tunggal, tetapi muncul sebagai kombinasi atau gabungan dari berbagai
komponen (Sztompka 1993).
Hefner (1999) dalam menganalisa perubahan sosial yang terjadi di masyarakat
pegunungan Tengger menggunakan sudut pandang perubahan ekonomi dan masyarakat yang
diuraikan secara non-ekonomistis. Artinya, perubahan sosial yang terjadi melukiskan gambaran
kompleksitas persoalan kaitannya dengan tradisi, agama, identitas sosial dan perkelahian politik,
yang tidak sederhana. Sedangkan Freire (1972), dalam bukunya “Pendidikan Kaum Tertindas”
menjelaskan mengenai peranan pendidikan yang dapat membebaskan seseorang dari penindasan
dalam hal ini untuk mengalami perubahan. Perubahan sosial yang terjadi didorong oleh faktor-
faktor internal dari kaum tertindas itu sendiri. Dalam hal ini terlihat bahwa pendidikan menjadi
variabel penting yang berpengaruh dalam perubahan sosial. Perbedaan sudut pengamatan dalam
melihat 9 perubahan sosial ini, menguatkan pendapat Sztompka (1993) sebelumnya di atas,
bahwasannya perubahan sosial tidaklah berdimensi tunggal.
Perubahan sosial didefinisikan sangat beragam. Secara garis besar berdasarkan
sosiohistoris, perubahan sosial dapat dilihat dari dua sisi, yaitu perubahan sosial sebagai bentuk
perkembangan masyarakat atau perubahan sosial sebagai siklus kehidupan masyarakat. Dapat
dikatakan dengan demikian, perubahan kebudayaan yang terjadi dalam masyarakat sudah tentu
merupakan perubahan sosial, namun perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat belum
tentu merupakan perubahan kebudayaan masyarakat itu sendiri (Mardiyaningsih 2010).

Dimensi Perubahan Sosial


Perubahan sosial dapat dimaknai beragam sebagaimana beragamnya konseptualisasi dari
perubahan itu sendiri. Demi mempermudah pemahaman terkait definisi dan dimensi perubahan
sosial, Vago (1989) mencoba menjabarkan perubahan sosial ke dalam beberapa konsep. Pertama,
perubahan sosial adalah perbedaan aktivitas kelompok yang meliputi modifikasi cara orang-
orang bekerja, memelihara keluarga, mendidik anak, mengelola kehidupan, dan mencari arti
penting dalam hidup. Kedua, perubahan sosial adalah perubahan pada struktur masyarakat atau
struktur sosial yang meliputi perubahan perilaku, peranan, kedudukan, dan kelembagaan. Ketiga,
perubahan sosial dapat pula dipandang sebagai perubahan dalam struktur dan fungsi masyarakat
yang mencakup efisiensi dalam mencapai tujuan. Keempat, perubahan sosial dilihat sebagai
perubahan pada relasi sosial, yaitu perubahan cara-cara berhubungan antar individu. Konsep
yang terakhir yaitu, perubahan sosial dilihat sebagai perubahan pada struktur sosial dan relasi
sosial, dimana keduanya memiliki keterkaitan yang erat.
Penjabaran perubahan pada relasi sosial atau cara-cara berhubungan antar individu, dapat
menggunakan kerangka Emile Durkheim yang membagi tipe solidaritas menjadi dua, yakni tipe
solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Perubahan ciri solidaritas mekanik yang ditandai
dengan masih kuatnya kesadaran kolektif (collective conscience) sebagai basis ikatan sosial
menjadi solidaritas organik dengan pembagian kerja tinggi, dapat menjadi indikator perubahan
relasi sosial dalam masyarakat.

Konsep Masyarakat Pesisir


Masyarakat Pesisir Masyarakat pesisir adalah sekumpulan masyarakat yang hidup
bersamasama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang
terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumberdaya pesisir. Masyarakat pesisir
tentunya tidak hanya nelayan, melainkan juga pembudidaya ikan, pengolah ikan bahkan
pedagang ikan. Adapun aspek penting mengenai masyarakat pesisir antara lain: (a) ciri khas
wilayah pesisir, ditinjau dari aspek biofisik wilayah, ruang pesisir dan laut serta sumberdaya
yang terkandung di dalamnya bersifat khas sehingga adanya intervensi manusia pada wilayah
tersebut dapat mengakibatkan perubahan yang signifikan; (b) karakteristik sosial ekonomi
masyarakat pesisir, masyarakat pesisir pada umumnya sebagian besar penduduknya
bermatapencaharian di sektor pemanfaatan sumberdaya kelautan (marine resource based), seperti
nelayan, pembudidaya ikan, penambangan pasir dan transportasi laut; (c) kondisi lingkungan
pemukiman masyarakat pesisir, khususnya nelayan masih belum tertata dengan baik dan terkesan
kumuh. Melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat yang relatif berada dalam tingkat
kesejahteraan rendah, maka dalam jangka panjang tekanan terhadap sumberdaya pesisir akan
semakin besar guna pemenuhan kebutuhan masyarakat (Satria 2009).

Pembahasan
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, yakni salah satu
infrastruktur yang harus dibangun periode 2015-2019 adalah pembangunan 24 pelabuhan baru
bertaraf internasional yang tersebar dari Pulau Sumatera hingga Pulau Papua. Total perkiraan
kebutuhan pendanaan RPJMN 2015-2019 untuk sektor perhubungan laut yang mencapai 900
triliun rupiah, setidaknya 244 miliar rupiah dialokasikan untuk pembangunan 24 pelabuhan
strategis tersebut. Salah satu pembangunan dari 24 pelabuhan strategis tersebut ialah
pembangunan pelabuhan patimban di Subang, Jawa Barat. Didalam berjalannya pembangunan
pelabuhan tersebut masih banyak terjadinya gejala-gejala yang menimbulkan perubahan-
perubahan social yang sangat berpengaruh terhadap perekonomian di sekitar penduduk yang
tinggal di wilayah yang bersandingan langsung dengan pembangunan wilayah pelabuhan.
Dari pembahasan beberapa penelitian sebelumnya di dapat hasil penelitian bahwa
pembangunan pelabuhan patimban memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap masyarakat
sekitar baik dari segi ekonomi, sosial, maupun budaya. Dengan demikian, proses pembangunan
terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung
pada level makro (nasional) dan mikro. Hal ini sesuai dengan Rogers dalam Nasution (2004)
menyatakan, bahwa pembangunan adalah suatu proses perubahan sosial dengan partisipasi yang
luas dalam suatu masyarakat, yang dimaksudkan untuk kemajuan sosial dan material (termasuk
bertambah besarnya keadilan, kebebasan dan kualitas lainnya yang dihargai) untuk mayoritas
rakyat melalui kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka.
Pembangunan pelabuhan juga dilaksanakan dengan tujuan meningkatkat perekonomian
dengan membuka jalur perekonomian melalui jalur laut. Beberapa penelitian sebelumnya ini
sangat relevan dan fokus dengan penelitian yang akan dilakukan terutama yang berkaitan dengan
dampak pembangunan pelabuhan patimban. Namun pada nyatanya didalam pembangunan ini
terdapat ketidaksamaan dengan tujuan pembangunan tersebut dimana banyak nelayan-nelayan
yang tinggal di sekitar daerah pembangunan pelabuhan tersebut terancam akan tidak dapat
melaut lagi dikarenakan para nelayan haruslah melaut lebih jauh lagi akibat banyaknya kapal-
kapal besar yang melewati jalur para nelayan untuk melaut. Berdasarkan Keputusan Menteri
Perhubungan Republik Indonesia Nomor KP 190 tahun 2016 tentang Pengesahan Dokumen Pra
Studi Kelayakan (Pra-FS) Pembangunan Pelabuhan Baru di Pantai Utara Jawa Barat dan Studi
Kelayakan (FS) Pembangunan Pelabuhan Patimban di Kabupaten Subang menyatakan bahwa
lokasi yang paling layak menggantikan Pelabuhan Cilamaya adalah Pelabuhan Patimban.
Sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 745 tahun 2013 di dalam Keputusan
Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KP 84 tahun 2017 mengenai hierarki
pelabuhan menetapkan Pelabuhan Patimban hierarkinya sebagai Pelabuhan Utama. Berdasarkan
PP RI Nomor 69 Tahun 2001, pelabuhan utama memiliki skala pelayanan dalam negeri dan
internasional dengan demikian pelabuhan utama memiliki peran yang sama dengan pelabuhan
bertaraf internasional yang melayani kapal dengan bobot minimal 3000 DWT. Berdasarkan
Rencana Induk Pelabuhan Patimban (2017), Pelabuhan Patimban akan melayani kapal dengan
bobot minimal 2.618 DWT yang berjenis kapal Ro-Ro dan bobot maksimal sebesar 165.000
DWT yang berjenis kapal peti kemas Maersk E Class. Mengacu pada data ketahanan kapal
terhadap gelombang (Kramadibrata, 2002) kapal yang akan beraktivitas di Pelabuhan Patimban
memiliki batas maksimal ketahanan kapal terhadap gelombang sebesar 0,6 m untuk kapal yang
berbobot 1000 - 3000 DWT dan batas maksimal sebesar 1,2 m untuk kapal yang berbobot
>50.000 DWT. Berdasarkan tinggi gelombang di perairan Pelabuhan Patimban yang dapat
mencapai ketinggian lebih dari 1,5 m maka berdasarkan kriteria Kramadibrata (2002), maka
kondisi perairan pelabuhan dapat membahayakan pelayaran kapal nelayan.
Berikut tinjauan gelombang di pelabuhan patimban :

Gambar 1. Zonasi Tinjauan Gelombang


Sumber : Jurnal Online Institut Teknologi Nasional, No. 2 Vol. 2017
Ditinjau dari zonasi gelombang tersebut dapat kita ketahui bahwasanya para nelayan
haruslah melaut lebih jauh lagi dikarenakan banyaknya kapal-kapal besar yang datang ke
pelabuhan patimban dan juga alat tangkap para nelayan yang paling panjang ada dikedalaman 3-
4 meter tidak akan berguna dikarenakan kontruksi sudah berjalan. Dari data BPS Kabupaten
Subang (2013) jumlah perahu tanpa motor/kapal penangkap ikan di kecamatan pusakanagara
yaitu ada sebanyak 2 perahu tanpa motor, 143 perahu jenis motor tempel, dan 2 buah kapal.
Dapat disimpulkan bahwasanya sebagian masyarakat patimban per 2013 menurut data BPS
masih menggunakan perahu jenis motor tempel, perahu tersebut sangatlah tidak cocok dengan
kondisi melaut masyarakat patimban yang harus melaut lebih jauh lagi karena banyaknya kapal-
kapal besar yang “mondar mondir” demi kepentingan pelabuhan tersebut yang mengakibatkan
nelayan-nelayan ini harus melaut lebih jauh lagi. Namun, lagi-lagi terkendala oleh alat tangkap
nelayan yang tidak cocok dengan tempat ia melaut karena cakupan kedalaman yang di capai oleh
nelayan yaitu hanya mencapai 3-4 meter. Disinilah peran pemerintah sangatlah diperlukan,
banyak dari para nelayan tersebut terancam tidak dapat melaut dikarenakan banyak factor akibat
dari pembangunan pelabuhan tersebut.
Namun dilain sisi dalam berjalannya pembangunan ini juga membawa dampak positif
yaitu dilansir Republika (Mei, 2019) Pembangunan Pelabuhan Patimban, di Pantai Patimban,
Kecamatan Pusakanagara, Kabupaten Subang, membawa berkah tersendiri bagi sejumlah
pedagang. Pembangunan tersebut berimbas pada peningkatan kunjungan wisatawan ke pantai
tersebut. Setiap akhir pekannya semenjak pelabuhan patimban mulai pembangunan ramai para
wisatawan mengunjungi pantai patimban, terutama para pedagang yang membuka usaha rumah
makan masakan laut. Namun para pedagang di kawasan ini yang jumlahnya sekitar 30 orang
sedang harap-harap cemas. Karena, lokasi yang kini menjadi area jualan, tepatnya beberapa
meter dari bibir pantai, akan direlokasi. Para pedagang, akan dipindahkan. Tidak boleh lagi
berjualan di lokasi itu. Sebab, lokasi tersebut diperuntukan bagi kegiatan lainnya. Bukan, untuk
berjualan penduduk lokal.
Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pembahasan diatar dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Pertama, yaitu hasil pembahasan membuktikan bahwasanya pembangunan pelabuhan sebagai
pemicu utama tumbuhnya perekonomian, namun didalam pembangunannya sendiri memiliki sisi
negative yaitu masih lambannya peran pemerintah kepada para nelayan di daerah sekitar
pembangunan pelabuhan terutama kepada para nelayan di patimban. Kedua, dilain sisi ada juga
dampak positif dari pembangunan pelabuhan patimban yang kini sedang berlangsung. Yaitu
ramainya para wisatawan datang pantai patimban untuk berwisata, dengan ramainya wisatawan
yang datang ke pantai patimban menambah pendapatan masyarakat local yang berprofesi sebagai
pemilik rumah makan disekitar pantai patimban, namun masyarakat kini “was-was” karena lapak
mereka berjualan akan digusur karena lokasi tersebut akan digunakan sebagai lokasi pelabuhan,
dan juga ada kabar akan dibangun hotel di areal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Chozin MA, Sumardjo, Poerwanto R, Purbayanto A, Khomsan A, Fauzi A, Toharmat T,


Hardjanto, Suminar KB. 2010. Pembangunan Perdesaan Dalam Rangka Peningkatan
Kesejahteraan Masyarakat. Bogor (ID): IPB Press.
Freire P. 1972. Pendidikan Kaum Tertindas. Jakarta (ID): LP3ES
Kramadibrata S. 2002. Perencanaan Pelabuhan. diakses 2019 Maret 10.
http://www.mediafire.com/file/szpjka3a4d8s2kx/399
_Perencanaan+pelabuhan+Soedjono.pdf
Hefner RW. 1999. Geger Tengger: Perubahan Sosial dan Perkelahian Politik. Wisnuhardana,
Ahmad, penerjemah. Yogyakarta (ID): LkiS. Terjemahan dari: The Political Economy of
Mountain Java.
Ita Nina. 2019. Pedagang Terimbas Berkah Pembangunan Pelabuhan Patimban
https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/pr2djy368/pedagang-terimbas-
berkah- pembangunan-pelabuhan-patimban . diakses pada tanggal 06 Mei 2017.
Mardiyaningsih (2010) dalam Charity Naysa Nasution (2017) PENGARUH PEMBANGUNAN
PELABUHAN LAUT TERHADAP MASYARAKAT PESISIR. DEPARTEMEN SAINS
KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI
MANUSIA, ITB.
Mardiyaningsih DI. 2010. Perubahan Sosial di Desa Pertanian Jawa: Analisis Terhadap Sistem
Penghidupan Masyarakat Tani. diakses 2019 Maret 10. Tersedia pada:
http://repository.ipb.ac.id/handle/ 123456789/46717
R. M. RIZKIKE JADE, N. M. R. R. CAHYA PERBANI, D. N. HANDIANI. 2017. Analisis
Efektivitas Bangunan Pelindung Pelabuhan Patimban dan Pantai Sekitar Melalui Tinjauan
Hidro-Oseanografi. Jurnal Online Institut Teknologi Nasional No. 2 Vol.2017
Satria A. 2009. Pesisir dan Laut untuk Rakyat. Bogor (ID): IPB Press.
Saptari R, Holzner B. 1997. Perempuan, Kerja, dan Perubahan Sosial: Sebuah Pengantar Studi
Perempuan. Jakarta (ID): Pustaka Utama Grafiti
Sajogyo. 1982. Modernization Without Development In Rural Java. J Soc Stud. 49
Sztompka P. 1993. Sosiologi Perubahan Sosial. Alimandan, penerjemah. Jakarta (ID): Prenada.
Terjemahan dari: The Sociology of Social Change.
Tanti Rismika, E. P. (2019). KEBIJAKAN PENGELOLAAN EKOSISTEM LAUT AKIBAT
PERTAMBANGAN TIMAH DI PROVINSI BANGKA BELITUNG. Jurnal Ilmu
Administrasi Publik.
Triana, H. (2019, January 16). KEMENHUB AKUI PROYEK PELABUHAN PATIMBAN
TERHAMBAT PEMBEBASAN LAHAN. Retrieved from tirto.id: https://tirto.id/kemenhub-
akui-proyek-pelabuhan-patimban-terhambat-pembebasan-lahan-deyB

Anda mungkin juga menyukai