Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


Tujuan dari percobaan ini adalah:
• Menentukan besarnya koefisien perpindahan massa rata-rata dari lapisan
tipis air ke dalam aliran udara, serta mengamati karakteristik perpindahan
massa air-udara pada suatu dinding kolom yang terbasahi.
• Mengamati dan memahami hubungan antara kelembaban udara relative
(HR) dan absolute (H) terhadap laju alir fluida di kolom dinding terbasahi
(Wetted Wall Column).
• Mengamati dan memahami laju alir fluida terhadap koefisien perpindahan
massa (kG) dari lapisan tipis air ke dalam aliran udara.
• Memahami hubungan antara bilangan Sherwood koefisien perpindahan
massa (kG) air ke udara dalam wetted wall column.

1.2 Teori Dasar


Difusi merupakan peristiwa mengalirnya/berpindahnya suatu zat dalam
pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah
secara konstan. Perbedaan konsentrasi yang ada pada dua larutan disebut gradien
konsentrasi. Difusi akan terus terjadi hingga seluruh partikel tersebar luas secara
merata atau mencapai keadaan kesetimbangan dimana perpindahan molekul tetap
terjadi walaupun tidak ada perbedaan konsentrasi. Difusi yang paling sering terjadi
adalah difusi molekuler. Difusi ini terjadi jika terbentuk perpindahan dari sebuah
lapisan (layer) molekul yang diam dari solid atau fluida. Sebagian besar operasi
perpindahan massa digunakan untuk memisahkan komponen-komponen di dalam
suatu larutan dengan jalan mengkontakkan larutan tersebut dengan suatu larutan
lain yang tak dapat larut. Kecepatan larutan masing-masing komponen dari suatu
fasa ke fasa lain bergantung pada apa yang disebut sebagai koefisien perpindahan
massa serta gradient konsentrasi kesetimbangannya. Harga koefisien perpindahan
massa bergantung kepada komponen fasa yang ditinjau, kecepatan aliran kedua

1 Universitas Indonesia
2

fasa, waktu kontak antar kedua fasa, serta keadaan system itu sendiri. Koefisien
perpindahan massa adalah besaran empiris yang diciptakan untuk memudahkan
persoalanpersoalan perpindahan massa antar fase, yang akan dibahas disini adalah
koefisien perpindahan. Massa dari fase gas ke fase cair atau sebaliknya dari sifat-
sifat zat untuk menekan. Karakteristik perpindahan massa pada keadaan laminar
akan berbeda dengan perpindahan massa pada keadaan turbulen. Seperti kita
ketahui, aliran pada fluida dapat dikategorikan menjadi tiga, yakni:
• Aliran Laminer
Aliran laminer merupakan aliran dengan fluida yang bergera dalam lapisan
– lapisan, atau lamina – lamina dengan satu lapisan yan bergerak secara sejajar
dalam satu arah alir. Dalam aliran laminar ini viskositas berfungsi untuk meredam
kecendrungan terjadinya gerakan relatif antara lapisan.
• Aliran Transien
Aliran transisi merupakan aliran peralihan dari aliran laminar ke aliran
turbulen.
• Aliran Turbulen
Aliran dimana pergerakan dari partikel – partikel fluida sangat tidak
menentu karena mengalami percampuran serta putaran partikel antar lapisan, yang
mengakibatkan saling tukar momentum dari satu bagian fluida kebagian fluida yang
lain dalam skala yang besar. Dalam keadaan aliran turbulen maka turbulensi yang
terjadi membangkitkan tegangan geser yang merata diseluruh fluida sehingga
menghasilkan kerugian – kerugian aliran.
Pada dasarnya, proses difusi dapat terjadi melalui dua mekanisme, yakni
mekanisme Secara teoritis proses difusi molekular (molecular diffussion) dan
Mekanisme perpindahan massa konveksi (mass transfer convection). Berikut
penjelasan lebih lanjut mengenai keduanya: Mekanisme difusi molekular
(molecular diffussion): Proses ini sering terjadi pada fluida yang tidak mengalir.
Banyak hal yang ada di sekitar kita melibatkan mekanisme difusi jenis ini,
diantaranya adalah gula pasir yang dimasukkan ke dalam air akan melarut dan
berdifusi ke dalam larutan air, begitu juga dengan kasus pakaian basah yang dijemur
akan menjadi kering secara perlahan akibat adanya difusi dari air ke udara.

Universitas Indonesia
3

Mekanisme perpindahan massa konveksi (mass transfer convection) adalah


mekanisme perpindahan yang melibatkan adanya konveksi paksaan untuk
meningkatkan laju perpindahan. Contoh: zat pewarna yang diteteskan ke dalam
segelas air akan berdifusi secara perlahan-lahan melalui mekanisme difusi
molekular, apabila secara mekanik larutan tersebut diaduk maka akan terjadi
mekanisme perpindahan massa konveksi.
Dalam dinding kolom yang terbasahi (Wetted Wall Column), perpindahan
massa terjadi melalui pengontakkan air dan udara yang saling tidak larut. Dalam
hal ini, perpindahan massa berdasarkan sifat pengontakkan larutannya
diklasifikasikan menjadi dua:
• Operasi perpindahan massa dengan zat-zat pengontaknya secara langsung.
Operasi ini dilakukan jika ingin menghasilkan pemisahan dua fasa dan
larutan fasa tunggal dengan adanya penambahan atau perpindahan panas.
• Operasi perpindahan massa dengan pengontakan zat-zatnya secara tidak
langsung. Operasi jenis ini memerlukan zat-zat lain yang harus ditambahkan
sehingga pemisahan zatnya dapat lebih sempurna dan dihasilkan produk
hasil pemisahan yang lebih murni.
Dalam dinding kolom yang terbasahi (Wetted Wall Column), prinsip yang
digunakan adalah bahwa pada kenyataannya pada sistem dua fasa beberapa
komponen dalam kesetimbangan memiliki komposisi fasa yang berbeda-beda,
sehingga karena dalam fasa kesetimbangan tidak akan ditemukan komponen murni
akibatnya saat dua fasa dikontakkan, mereka tidak akan mencapai komposisi
kesetimbangan. Sistem akan berusaha mencapai kesetimbangan dengan pergerakan
difusif antara molekul yang berkontakkan dan tentunya sesuai dengan hukum Fick
tentang difusi.
1.2.1 Hukum Fick Pertama
Bila ditinjau komponen A bergerak di dalam suatu larutan, maka laju pindah
massa A dalam arah z per-satuan luas (flux A0) didefinisikan sebagai berikut:
𝜕𝐶𝑎 𝜕𝐶𝑎
𝐽𝐴 = −𝐷𝐴𝐵 = −𝐶𝐷𝐴𝐵 … (1)
𝜕𝑧 𝜕𝑧
Persamaan di atas biasa disebut sebagai Hukum Fick pertama. Hukum Fick Pertama
didasarkan adanya pemahaman mengenai gradien konsentrasi antara dua titik
Universitas Indonesia
4

akibat terjadinya difusi molekular (molecular diffusion), yang dapat didefinisikan


sebagai proses perpindahan atau gerakan molekul-molekul secara individual yang
terjadi secara acak. DAB disebut sebagai difusifitas zat A melalui zat B. Jika
komponen A dan komponen B bergerak, maka perpindahan massa harus
didefinisikan terhadap suatu posisi yang tertentu, berkas aliran komponen A disebut
NA dan berkas B berharga negatif dan disebut NB. Sehingga berkas aliran total
menjadi:
𝑁 = 𝑁𝑎 + 𝑁𝑏 … (2)
1.2.2 Hukum Fick Kedua
Pada persamaan hukum Fick kedua mekanisme perpindahan massa
konveksi mulai diperhitungkan karena fluida mengalami pergerakan sehingga
mempengaruhi proses difusi.
𝐶𝑎 𝑑𝑥𝑎
𝑁𝐴 = (𝑁𝐴 + 𝑁𝐵 ) − 𝑐𝐷𝐴𝐵 … (3)
𝐶 𝑑𝑧
1.2.3 Perpindahan Massa pada Wetted Wall Column
Proses difusi dalam percobaan ini berlangsung pada daerah antar muka
(interface) antara aliran udara dan aliran air. Aliran air yang menyusuri dinding
kolom diusahakan membentuk lapisan tipis atau film yang kemudian akan kontak
dengan aliran udara yang mengalir di tengah kolom.

Gambar 1.1 Diagram Perpindahan Massa WWC

Perpindahan massa sangat dipengaruhi dengan waktu kontak antara aliran


air dan udara, selain itu banyak dipengaruhi oleh faktor lain seperti keadaan aliran

Universitas Indonesia
5

air yang laminer atau turbulen. Pada percobaan ini divariasikan pula aliran udara
dengan merubah laju alirnya dan variasi laju air dari laminer, transisi, dan turbulen.
Hasil perpindahan massa yang terjadi diukur melalui humiditas (kelembaban) udara
yang telah melakukan kontak dengan air.
1.2.4 Laju Neraca Massa
Laju neraca massa dapat dihitung dengan mengangga NA=0 karena
diasumsikan tidak ada perpindahan massa dari udara ke air sehingga:
𝐷𝐴𝐵 𝑃𝑇
𝑁𝐴 = (𝑃 − 𝑃𝐴1 ) … (4)
𝑅𝑇 𝑧. 𝑃𝐵𝑀 𝐴𝑖
𝑧2
𝐷𝐴𝐵 𝑃𝐴𝑖 𝑑𝑃𝑎
𝑁𝐴 ∫ 𝑑𝑧 = − ∫ … (5)
𝑧1 𝑅𝑇 𝑃𝐴 1 − 𝑃𝑎
𝑃
𝐷𝐴𝐵 𝑃𝑇
𝑁𝐴 = (𝑃 − 𝑃𝐴1 ) = 𝐾𝐺 (𝑃𝐴𝑖 − 𝑃𝐴1 ) … (6)
𝑅𝑇 (𝑧1 − 𝑧𝑖). 𝑃𝐵𝑀 𝐴𝑖
𝐷𝐴𝐵 𝑃𝑇
𝑁𝐴 = (𝑃 − 𝑃𝐴1 ) … (7)
𝑅𝑇 𝑧. 𝑃𝐵𝑀 𝐴𝑖
Persamaan 4 dapat ditulis ulang dengan berdasarkan satuan konstanta perpindahan
massa, seperti NA = ky (yAi-yA1) = kG (PAi-PA1) = kc (cAi – cA1). Dengan ky,
kG, kc adalah koefisien perpindahan massa lokal dengan satuan yang sesuai.
Perpindahan massa terjadi sepanjang kolom seperti terlihat pada gambar 2 dibawah,
maka berkas molar NA dapat dituliskan sebagai berikut:
𝑁𝐴 = 𝑘𝑦,𝑎𝑣 (𝑦𝐴𝑖 − 𝑦𝐴1 )𝑚 = 𝑘𝐺,𝑎𝑣 (𝑃𝐴𝑖 − 𝑃𝐴1 ) … (8)
ky,av dan kG,av adalah koefisien perpindahan massa rata-rata. Di mana
(𝑦𝐴𝐼 − 𝑦𝐴𝑂 ) − (𝑦𝐴𝐼 − 𝑦𝐴𝐿 )
(𝑦𝐴𝑖− 𝑦𝐴1 )𝑚 = … (9)
(𝑦𝐴𝑖 − 𝑦𝐴𝑂 )
𝑙𝑛 [ ⁄(𝑦 − 𝑦 )]
𝐴𝐼 𝐴𝐿

yang merupakan beda konsentrasi logaritmik.


Neraca massa berdasarkan gambar diatas adalah:

Gambar 1.2 Skema WWC

Universitas Indonesia
6

𝑑(𝐿𝑥) = 𝑑(𝐺𝑦) … (10)


𝑑 𝐿 = 𝐺 𝑑𝑦 + 𝑦 𝑑𝐺 … (11)
𝑑 𝐿 − 𝑦 𝑑𝐺 = 𝐺 𝑑𝑦 … (12)
Apabila kondisi tunak maka dL = dG, sehingga:
𝑑𝐿(1 − 𝑦) = 𝐺 𝑑𝑦 … (13)
𝐺. 𝑑𝑦
𝑑𝐿 = = 𝑁𝐴 𝑑𝐴 = 𝑘𝐺 𝑑𝐴 (𝑃𝐴𝑖 − 𝑃𝐴𝐺 ) = 𝑘𝐺 𝑃(𝑦𝐴𝑖 − 𝑦)𝑑𝐴 … (14)
1−𝑦
𝐺. 𝑑𝑦
∫ = ∫ 𝑑𝐴 … (15)
𝑘𝐺 𝑃(1 − 𝑦)(𝑦𝑖 − 𝑦)
𝐺.𝑑𝑦
Diasumsukan dan yi konstan, maka:
𝑘𝐺 𝑃

𝑘𝐺𝑃 1 𝑑𝑦
= ∫
𝐺 (1 − 𝑦𝑖 ) (1 − 𝑦)(𝑦𝑖 − 𝑦)
1 𝑦𝑖 − 𝑦𝐴0 1 − 𝑦𝐴𝑙
= 𝑙𝑛 [( )( )] … (16)
(1 − 𝑦𝑖) 𝑦𝑖 − 𝑦𝐴𝑙 1 − 𝑦𝐴0
1.2.5 Bilangan Sherwood, Reynold, dan Schmidt
Sherwood number merupakan bilangan tak berdimensi yang menyatakan
gradient konsentrasi pada permukaan yang dapat digunakan untuk menghitung
konveksi perpindahan massa. Sherwood number menggambarkan besarnya
kemampuan untuk terjadinya perpindahan massa melalui mekanisme difusi. Besar
kecilnya bilangan Sherwood menunjukkan fenomena perpindahan massa yang
terjadi. Bilangan Sherwood merupakan bilangan yang paling berperan dalam
penentuan karakteristik fluida yang diteliti.
Schmidt Number adalah bilangan tak berdimensi yang merupakan
perbandingan antara viskositas kinematik dengan difusivitas massa. Schmidt
Number biasanya digunakan untuk menentukan karakter aliran fluida jika ada
momentum secara simultan dan difusi massa selama proses konveksi.
Reynold Number adalah bilangan tak berdimensi yang paling sering
dijumpai untuk menjelaskan kasus mikrofluida. Meskipun demikian, bilangan
Reynolds merupakan bilangan yang paling tidak menarik, karena hampir di setiap
kasus mikrofluida nilainya sangat kecil-yang berarti bahwa gaya inersia tidak
berpengaruh pada perilaku sistem, yang dominan adalah gaya viskosnya. Jika nilai
bilangan Reynolds rendah, maka aliran yang terjadi bersifat linear dan dapat dengan
mudah diprediksi. Jika nilai bilangan Reynolds bertambah, maka akan mulai
muncul pengaruh gaya inersia pada aliran tersebut. Fenomena aliran laminar
Universitas Indonesia
7

ditandai dengan nilai Re lebih kecil dari 2100. Untuk nilai Re diatas 10.000
termasuk ke dalam aliran turbulen. Aliran turbulen terlihat memiliki aliran yang
bergejolak. Sedangkan nilai Re antara rentang 210010.000 termasuk kedalam
aliran transisi. Dalam percobaan ini, akan diatur alirannya agar menghasilkan
aliran laminar, transisi, dan turbulen.
1.2.6 Dry Bulb & Wet Bulb Temperature Temperatur
Dry bulb adalah temperatur yang terukur dengan termometer terkena udara
bebas namun terlindung dari radiasi dan kelembaban. Temperatur dry bulb sering
kita sebut sebagai temperatur udara. Temperatur dry bulb tidak menunjukkan
jumlah uap air di udara. Sedangkan temperatur wet bulb adalah temperatur dalam
keadaan steady dan tidak setimbang yang dicapai oleh sedikit liquida yang
dimasukkan pada keadaan adiabatis di dalam aliran gas yang kontinu.
1.2.7 Kelembaban Udara
Pada dasarnya, kelembaban merupakan suatu istilah yang digunakan untuk
menggambarkan jumlah kandungan air dalam udara atau bisa disebut juga dengan
persentasi jumlah air dalam udara. Kelembaban berhubungan dengan suhu.
Semakin rendah suhu, umumnya akan meningkatkan nilai kelembaban. Angka
konsentasi ini dapat diekspresikan dalam kelembaban absolut, kelembaban spesifik
atau kelembaban relatif.
• Kelembaban Absolut (Absolute Humidity)
Kelembaban absolute didefinisikan sebagai jumlah kandungan uap air
didalam udara dibanding dengan udara kering. Kelembaban absolute bergantung
volume udara. Meskipun kandungan air sama, kelembaban absolute bisa berbeda.
• Kelembaban Spesifik
Kelembaban Spesifik merupakan masa uap air atau massa total paket udara.
Kelembaban spesifik adalah pengukuran kelembaban yang banyak digunakan
dalam klimatologi.
• Kelembaban Relatif (Relative Humidity)
Pada dasarnya, kelembaban relatif merupakan perbandingan kandungan uap
air aktual dengan keadaan jenuhnya. Kelembaban ini tidak menunjukkan jumlah
uap air yang sebenarnya di udara. Kelembaban relative tergantung pada suhu udara.

Universitas Indonesia
BAB II
PENGOLAHAN DATA

2.1 Data Hasil Pengamatan


Percobaan dilakukan dengan kondisi:
• Diameter kolom = 26 cm
• Panjang kolom = 142 cm
• Diameter selang = 1.5 cm
• Massa jenis air = 1 gr/ml
• Viskositas air = 0.01 gr/cm.det
Data hasil pengamatan :
Tabel 2.1 Data Hasil Pengamatan
Tin Tout Tout Laju Alir
∆H Kelembaban
Jenis Aliran dry dry wet Volumetrik
(cm) Relative (%)
(℃) (℃) (℃) /Q (mL/s)
0.5 31.5 29.6 28.3 78 20
1 31.4 29.4 27.9 79 10
Laminer
1.5 31.5 29.7 28.6 79 16
2 31.4 29.5 28.4 78 10
0.5 31.5 29.6 28.4 78 86
1 31.4 29.7 28.4 78 54
Transisi
1.5 31.5 29.6 28.6 79 100
2 31.4 29.5 28.4 78 56
0.5 31.5 29.8 28.5 79 138
1 31.4 29.7 28.5 78 134
Turbulen
1.5 31.5 29.8 28.6 79 142
2 31.4 29.7 28.4 78 128

2.2 Pengolahan Data


1. Menghitung bilangan Reynold
𝜌𝑣𝐷
𝑅𝑒 =
𝜇
8 Universitas Indonesia
9

Tabel 2.2 Perhitungan Bilangan Reynolds


Q mean
v (m/s) Re
(m^3/s)
Laminar 0.000014 0.019815994 1070.064
Transisi 0.000074 0.104741684 5656.051
Turbulen 0.0001355 0.191790517 10356.688

2. Menghitung Harga Koefisien Perpindahan Massa


a. Mencari Tbulk dan Tint
𝑇𝑖𝑛 + 𝑇𝑜𝑢𝑡
𝑇𝑏𝑢𝑙𝑘 =
2
(𝑇𝑏𝑢𝑙𝑘 − 𝑇𝑤𝑒𝑡 )
𝑇𝑖𝑛𝑡 =
𝑇
ln ( 𝑇𝑏𝑢𝑙𝑘 )
𝑤𝑒𝑡

Tabel 2.3 Perhitungan Tbulk dan Tint


Δh Tin Tout Tout Tbulk Tint
Jenis Aliran
(m) (°C) dry (°C) wet (°C) (°C) (°C)
0.005 28.6 28.3 26.6 28.45 27.51
0.010 28.8 28.2 26.6 28.5 27.54
Laminer
0.015 28.9 28.5 27.3 28.7 27.99
0.020 29.4 28.6 27.3 29 28.14
0.005 28 29 28 28.5 28.25
0.001 25.2 29 28 27.1 27.55
Transisi
0.015 24.5 29 27.7 26.75 27.22
0.02 25 28.7 27.7 26.85 27.27
0.005 28 29.3 28.5 28.65 28.57
0.01 25.5 29.1 28.2 27.3 27.75
Turbulen
0.015 24.6 29 28 26.8 27.40
0.02 25 28.9 28 26.95 27.47

b. Menghitung kelembaban absolut aliran udara masuk (HA0),


kelembaban absolut aliran udara keluar (HAL) dan kelembaban
Universitas Indonesia
10

absolut aliran udara pada suhu interface (Hint). Menggunakan


psychrometric chart sebagai berikut:

Gambar 2.1 Psychometric Chart

Tabel 2.4 Perhitungan Kelembaban Absolut Udara Masuk dan Keluar


Jenis
Δh (m) HA0 HAL Hint
Aliran
0.005 0.0193 0.0197 0.0207
0.010 0.0190 0.0199 0.0203
Laminer
0.015 0.0223 0.0235 0.0240
0.020 0.0220 0.0228 0.0230
0.005 0.0240 0.0238 0.0235
0.001 0.0190 0.0190 0.0195
Transisi
0.015 0.0180 0.0160 0.0170
0.02 0.0185 0.0185 0.0190
0.005 0.0235 0.0242 0.0237
0.01 0.0190 0.0170 0.0180
Turbulen
0.015 0.0150 0.0140 0.0160
0.02 0.0190 0.0170 0.0190

c. Menghitung fraksi mol uap air (YA0, YAL, YAi)


Universitas Indonesia
11

𝐻
𝑀𝐴
𝑦=
𝐻 1
𝑀𝐴 + 𝑀𝐵
Dimana,
y : Fraksi mol uap air
H : Kelembaban absolut A (untuk yA0 digunakan HA0, yAL
digunakan HAL, dan yAi digunakan HAi)
𝑀𝐴 : Massa molekul relatif air (18 g/mol)
𝑀𝐵 : Massa molekul relatif udara (29 g/mol)

Tabel 2.5 Perhitungan Fraksi Mol Uap Air


Δh
Jenis Aliran HA0 HAL Hint YA0 YAL YAI
(m)
0.005 0.0193 0.0197 0.0207 0.03016 0.03076 0.03227
0.010 0.0190 0.0199 0.0203 0.02970 0.03107 0.03167
Laminer
0.015 0.0223 0.0235 0.0240 0.03468 0.03648 0.03723
0.020 0.0220 0.0228 0.0230 0.03423 0.03543 0.03573
0.005 0.0240 0.0238 0.0235 0.03723 0.03693 0.03648
0.001 0.0190 0.0190 0.0195 0.02970 0.02970 0.03046
Transisi
0.015 0.0180 0.0160 0.0170 0.02818 0.02513 0.02666
0.02 0.0185 0.0185 0.0190 0.02894 0.02894 0.02970
0.005 0.0235 0.0242 0.0237 0.03648 0.03753 0.03678
0.01 0.0190 0.0170 0.0180 0.02970 0.02666 0.02818
Turbulen
0.015 0.0150 0.0140 0.0160 0.02360 0.02206 0.02513
0.02 0.0190 0.0170 0.0190 0.02970 0.02666 0.02970

d. Menghitung tekanan parsial (PA0, PAL, PAi)


𝐻𝑀𝐵 𝑃𝑡
𝑃=
𝑀𝐴 + 𝐻𝑀𝐵
Dimana,
P : Tekanan parsial
H : Kelembaban absolut A
Universitas Indonesia
12

𝑀𝐴 : Massa molekul relatif air (18 g/mol)


𝑀𝐵 : Massa molekul relatif udara (29 g/mol)
𝑃𝑡 : Tekanan total (atm)

Tabel 2.6 Perhitungan Tekanan Parsial


Δh
Jenis Aliran HA0 HAL Hint ΔP Pt PA0 PAL PAI
(m)
0.005 0.0193 0.0197 0.021 37.534 1.000037 0.030158 0.030764 0.032275

0.010 0.0190 0.0199 0.020 75.068 1.000074 0.029704 0.031067 0.031672


Laminer
0.015 0.0223 0.0235 0.024 112.602 1.000111 0.034686 0.036484 0.037231

0.020 0.0220 0.0228 0.023 150.136 1.000148 0.034236 0.035437 0.035737

0.005 0.0240 0.0238 0.024 37.534 1.000037 0.037229 0.036930 0.036481

0.001 0.0190 0.0190 0.020 7.507 1.000007 0.029702 0.029702 0.030460


Transisi
0.015 0.0180 0.0160 0.017 112.602 1.000111 0.028186 0.025133 0.026662

0.02 0.0185 0.0185 0.019 150.136 1.000148 0.028947 0.028947 0.029706

0.005 0.0235 0.0242 0.024 37.534 1.000037 0.03648 0.03753 0.03678

0.01 0.0190 0.0170 0.018 75.068 1.000074 0.02970 0.02666 0.02818


Turbulen
0.015 0.0150 0.0140 0.016 112.602 1.000111 0.02360 0.02206 0.02513

0.02 0.0190 0.0170 0.019 150.136 1.000148 0.02971 0.02666 0.02971

e. Menghitung densitas udara, laju alir udara, dan laju alir massa
udara (G) dalam satuan gmol/detik untuk Δh yang berbeda pada
masing-masing jenis aliran.
Densitas udara :
𝑃𝑀𝐵
𝜌=
𝑅𝑇
Keterangan:
• Suhu yang digunakan pada perhitungan densitas adalah Tin dry.
• Tekanan yang digunakan pada perhitungan densitas adalah
tekanan total, Pt. Di sini diasumsikan Pt dapat digunakan karena
perubahan tekanan yang terjadi adalah kecil.
Laju alir udara:
𝑄
𝑣=
𝐴

Universitas Indonesia
13

Keterangan:
• Laju alir udara ditentukan dari grafik yang ada di bagian paling
belakang modul WWC di buku panduan praktikum POT.
• Disini diasumsikan bahwa grafik tersebut merupakan hasil
kalibrasi dari zat A dan sudah merupakan laju alir udara ketika
melalui kolom, bukan laju alir udara ketika melewati
manometer.
Laju alir massa udara:
𝜌𝑄
𝐺=
𝑀𝐵
Tabel 2.7 Perhitungan Densitas Udara, Laju Alir Udara, Dan Laju Alir Massa Udara
Jenis ρ
Δh (m) Pt Q (L/s) v (m/s) G (mol/s)
Aliran udara
0.005 1.000037 1.1721 0.02 0.0003769 0.0008083
0.010 1.000074 1.1713 0.01 0.0001884 0.0004039
Laminer
0.015 1.000111 1.1710 0.016 0.0003015 0.0006461
0.020 1.000148 1.1691 0.01 0.0001884 0.0004031
0.005 1.000037 1.1744 0.086 0.0016206 0.0034827
0.001 1.000007 1.1854 0.054 0.0010176 0.0022073
Transisi
0.015 1.000111 1.1883 0.1 0.0018844 0.0040976
0.02 1.000148 1.1864 0.056 0.0010553 0.0022909
0.005 1.000037 1.1744 0.138 0.0026005 0.0055885
0.01 1.000074 1.1843 0.134 0.0025252 0.0054722
Turbulen
0.015 1.000111 1.1879 0.142 0.0026759 0.0058166
0.02 1.000148 1.1864 0.128 0.0024121 0.0052363

f. Menentukan koefisien perpindahan massa (kG) masing-masing Δh


dan rata-ratanya serta difusivitas air di udara (DAB) untuk Δh yang
berbeda pada masing-masing jenis aliran.
𝐺 𝑦𝐴𝑖 − 𝑦𝐴𝑜 1 − 𝑦𝐴𝐿
𝑘𝐺 = ln ( )( )
(1 − 𝑦𝐴𝑖 )𝑃𝑡 𝐴𝑠 𝑦𝐴𝑖 − 𝑦𝐴𝐿 1 − 𝑦𝐴0

Universitas Indonesia
14

2.334
−4
𝑇𝑖𝑛𝑡 (𝑃𝐶𝐴 𝑃𝐶𝐵 )0.5 1 1 0.5
𝐷𝐴𝐵 = 3.64𝑥10 [ ] (𝑇𝐶𝐴 𝑇𝐶𝐵 )2.5 [ + ]
√𝑇𝐶𝐴 𝑇𝐶𝐵 𝑃𝑡 𝑀𝐴 𝑀𝐵

Dengan:
TCA = temperatur kritis air = 647.35 K
TCB = temperatur kritis udara = 132.45 K
PCA = tekanan kritis air = 218.29 atm
PCB = tekanan kritis udara = 37.2465 atm
Pt = tekanan total (atm)

Tabel 2.8 Perhitungan kG dan DAB


Jenis Δh
kG(mol/s.atm.cm^2) DAB
Aliran (m)
0.005 0.0000023 2.255E+10
0.010 0.0000013 2.2553E+10
Laminer
0.015 0.0000020 2.2632E+10
0.020 0.0000014 2.2657E+10
0.005 0.0000116 2.2679E+10
0.001 0.0000068 2.2556E+10
Transisi
0.015 0.0000113 2.2497E+10
0.02 0.0000070 2.2505E+10
0.005 0.0000174 2.2736E+10
0.01 0.0000152 2.259E+10
Turbulen
0.015 0.0000143 2.2528E+10
0.02 0.0000130 2.254E+10

3. Menghitung PBM, Sh, Re, dan Sc.


a. Menghitung PBM
𝑃𝐵𝐿 − 𝑃𝐵𝑖
𝑃𝐵𝑀 =
𝑃
ln ( 𝑃𝐵𝐿 )
𝐵𝑖

Dimana,
PBL = (Pt – PAL) dan PBi = (Pt - PAi)
Universitas Indonesia
15

b. Menghitung bilangan Sherwood (Sh)


𝑘𝐺 . 𝑃𝐵𝑀 . 𝑅. 𝑇𝑖𝑛𝑡 . 𝑑
𝑆ℎ =
𝑃𝑡 . 𝐷𝐴𝐵
Dimana,
kG : Koefisien perpindahan massa (gmol/cm2.det.atm)
(𝑃𝑡 − 𝑃𝐴𝐿 ) − (𝑃𝑡 − 𝑃𝐴𝑖 )
𝑃𝐵𝑀 =
𝑃 −𝑃
ln ( 𝑃𝑡 − 𝑃𝐴𝐿 )
𝑡 𝐴𝑖

Tint: Suhu interfacial (K)


d : 4.825 cm
R : 0.08205 L.atm/mol.K
Pt : Tekanan total (atm)
c. Menghitung bilangan Reynold (Re)
𝜌𝑣𝑑
𝑅𝑒 =
𝜇
Dimana,
𝜌 : Massa jenis (g/liter)
v : Laju alir (cm/detik)
d : 4.825 cm
μ : Viskositas (g/cm.det)
d. Menghitung bilangan Schmidt (Sc)
𝜇
𝑆𝑐 =
𝜌𝐷𝐴𝐵
Dimana,
μ : Viskositas (g/cm.det)
𝜌 : Massa jenis (g/liter)
DAB : Difusivitas air di udara

Universitas Indonesia
16

Tabel 2.9 Perhitungan Bilangan Sherwood, Reynolds, dan Schmidt


Jenis
Δh (m) PBM Sh Re Sc
Aliran
0.005 0.96851759 1.2884E-18 6.18983385 7.0204E-12
0.010 0.9687043 7.3424E-19 3.09298157 7.0237E-12
Laminer
0.015 0.96325344 1.1387E-18 4.94731542 7.0013E-12
0.020 0.96456128 7.9995E-19 3.08707649 7.0049E-12
0.005 0.96333149 6.5604E-18 26.6693148 6.9666E-12
0.001 0.96992633 3.8896E-18 16.9025068 6.9395E-12
Transisi
0.015 0.97421373 6.5243E-18 31.3778058 6.9407E-12
0.02 0.97082142 4.041E-18 17.5427535 6.9497E-12
0.005 0.96288324 9.8172E-18 42.7949471 6.9491E-12
0.01 0.97265116 8.6969E-18 41.9039194 6.9357E-12
Turbulen
0.015 0.97651373 8.2664E-18 44.5415198 6.9337E-12
0.02 0.97196293 7.4492E-18 40.0977223 6.939E-12

Universitas Indonesia
17

e. Menentukan konstanta k, a, dan b yang menyatakan hubungan


antar Sh, Re, dan Sc
Tabel 2.10 Perhitungan log Sh, log Re, dan log SC

Jenis Aliran Δh (m) log Sh log Re log Sc

0.005 -17.889948 0.79167899 -11.153639


0.010 -18.134162 0.49037733 -11.153433
Laminer
0.015 -17.943574 0.6943696 -11.154822
0.020 -18.096937 0.48954739 -11.1546
0.005 -17.183068 1.42601186 -11.156977
0.001 -17.410091 1.22795112 -11.158671
Transisi
0.015 -17.185465 1.49662257 -11.158594
0.02 -17.393509 1.24409776 -11.158035
0.005 -17.008014 1.63139249 -11.158071
0.01 -17.060636 1.62225465 -11.158908
Turbulen
0.015 -17.082683 1.64876503 -11.159033
0.02 -17.127888 1.6031197 -11.158706

4. Profil Kelembaban Relatif Terhadap Laju Alir Udara


Aliran Laminar

Profil Laju Alir Udara terhadap Kelembaban


Relatif Pada Aliran Laminar
79,2

79
Kelembaban Relatif(%)

78,8

78,6

78,4

78,2

78

77,8
0 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025
Laju Alir Volumetrik Udara (L/s)

Universitas Indonesia
18

Aliran Transisi

Profil Laju Alir Udara terhadap Kelembaban Relatif


Pada Aliran Transisi
79,2

79
Kelembaban Relatif(%)

78,8

78,6

78,4

78,2

78

77,8
0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12
Laju Alir Volumetrik Udara (L/s)

Aliran Turbulen

Profil Laju Alir Udara terhadap Kelembaban Relatif


Pada Aliran Turbulen
79,2

79
Kelembaban Relatif(%)

78,8

78,6

78,4

78,2

78

77,8
0,126 0,128 0,13 0,132 0,134 0,136 0,138 0,14 0,142 0,144
Laju Alir Volumetrik Udara (L/s)

Universitas Indonesia
19

5. Profil Kelembaban Absolut Terhadap Laju Alir Udara


Aliran Laminar

Profil Kelembapan Absolute terhadap Laju Alir


Udara saat Laminar
0,0300
Kelembapan Absolut(%)

0,0250
0,0200
0,0150 Ao
0,0100 Al
Ai
0,0050
0,0000
0 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025
Laju Alir Udara(L/s)

Aliran Transisi

Profil Kelembapan Absolute terhadap Laju Alir


Udara saat Transisi
0,0300
Kelembapan Absolut(%)

0,0250
0,0200
0,0150 Ao
0,0100 Al
Ai
0,0050
0,0000
0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12
Laju Alir Udara(L/s)

Universitas Indonesia
20

Aliran Turbulen

Profil Kelembapan Absolute terhadap Laju Alir


Udara saat Turbulen
0,0300
Kelembapan Absolut(%)

0,0250
0,0200
0,0150 Ao
0,0100 Al
Ai
0,0050
0,0000
0,125 0,13 0,135 0,14 0,145
Laju Alir Udara(L/s)

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai