PENDAHULUAN
1 Universitas Indonesia
2
fasa, waktu kontak antar kedua fasa, serta keadaan system itu sendiri. Koefisien
perpindahan massa adalah besaran empiris yang diciptakan untuk memudahkan
persoalanpersoalan perpindahan massa antar fase, yang akan dibahas disini adalah
koefisien perpindahan. Massa dari fase gas ke fase cair atau sebaliknya dari sifat-
sifat zat untuk menekan. Karakteristik perpindahan massa pada keadaan laminar
akan berbeda dengan perpindahan massa pada keadaan turbulen. Seperti kita
ketahui, aliran pada fluida dapat dikategorikan menjadi tiga, yakni:
• Aliran Laminer
Aliran laminer merupakan aliran dengan fluida yang bergera dalam lapisan
– lapisan, atau lamina – lamina dengan satu lapisan yan bergerak secara sejajar
dalam satu arah alir. Dalam aliran laminar ini viskositas berfungsi untuk meredam
kecendrungan terjadinya gerakan relatif antara lapisan.
• Aliran Transien
Aliran transisi merupakan aliran peralihan dari aliran laminar ke aliran
turbulen.
• Aliran Turbulen
Aliran dimana pergerakan dari partikel – partikel fluida sangat tidak
menentu karena mengalami percampuran serta putaran partikel antar lapisan, yang
mengakibatkan saling tukar momentum dari satu bagian fluida kebagian fluida yang
lain dalam skala yang besar. Dalam keadaan aliran turbulen maka turbulensi yang
terjadi membangkitkan tegangan geser yang merata diseluruh fluida sehingga
menghasilkan kerugian – kerugian aliran.
Pada dasarnya, proses difusi dapat terjadi melalui dua mekanisme, yakni
mekanisme Secara teoritis proses difusi molekular (molecular diffussion) dan
Mekanisme perpindahan massa konveksi (mass transfer convection). Berikut
penjelasan lebih lanjut mengenai keduanya: Mekanisme difusi molekular
(molecular diffussion): Proses ini sering terjadi pada fluida yang tidak mengalir.
Banyak hal yang ada di sekitar kita melibatkan mekanisme difusi jenis ini,
diantaranya adalah gula pasir yang dimasukkan ke dalam air akan melarut dan
berdifusi ke dalam larutan air, begitu juga dengan kasus pakaian basah yang dijemur
akan menjadi kering secara perlahan akibat adanya difusi dari air ke udara.
Universitas Indonesia
3
Universitas Indonesia
5
air yang laminer atau turbulen. Pada percobaan ini divariasikan pula aliran udara
dengan merubah laju alirnya dan variasi laju air dari laminer, transisi, dan turbulen.
Hasil perpindahan massa yang terjadi diukur melalui humiditas (kelembaban) udara
yang telah melakukan kontak dengan air.
1.2.4 Laju Neraca Massa
Laju neraca massa dapat dihitung dengan mengangga NA=0 karena
diasumsikan tidak ada perpindahan massa dari udara ke air sehingga:
𝐷𝐴𝐵 𝑃𝑇
𝑁𝐴 = (𝑃 − 𝑃𝐴1 ) … (4)
𝑅𝑇 𝑧. 𝑃𝐵𝑀 𝐴𝑖
𝑧2
𝐷𝐴𝐵 𝑃𝐴𝑖 𝑑𝑃𝑎
𝑁𝐴 ∫ 𝑑𝑧 = − ∫ … (5)
𝑧1 𝑅𝑇 𝑃𝐴 1 − 𝑃𝑎
𝑃
𝐷𝐴𝐵 𝑃𝑇
𝑁𝐴 = (𝑃 − 𝑃𝐴1 ) = 𝐾𝐺 (𝑃𝐴𝑖 − 𝑃𝐴1 ) … (6)
𝑅𝑇 (𝑧1 − 𝑧𝑖). 𝑃𝐵𝑀 𝐴𝑖
𝐷𝐴𝐵 𝑃𝑇
𝑁𝐴 = (𝑃 − 𝑃𝐴1 ) … (7)
𝑅𝑇 𝑧. 𝑃𝐵𝑀 𝐴𝑖
Persamaan 4 dapat ditulis ulang dengan berdasarkan satuan konstanta perpindahan
massa, seperti NA = ky (yAi-yA1) = kG (PAi-PA1) = kc (cAi – cA1). Dengan ky,
kG, kc adalah koefisien perpindahan massa lokal dengan satuan yang sesuai.
Perpindahan massa terjadi sepanjang kolom seperti terlihat pada gambar 2 dibawah,
maka berkas molar NA dapat dituliskan sebagai berikut:
𝑁𝐴 = 𝑘𝑦,𝑎𝑣 (𝑦𝐴𝑖 − 𝑦𝐴1 )𝑚 = 𝑘𝐺,𝑎𝑣 (𝑃𝐴𝑖 − 𝑃𝐴1 ) … (8)
ky,av dan kG,av adalah koefisien perpindahan massa rata-rata. Di mana
(𝑦𝐴𝐼 − 𝑦𝐴𝑂 ) − (𝑦𝐴𝐼 − 𝑦𝐴𝐿 )
(𝑦𝐴𝑖− 𝑦𝐴1 )𝑚 = … (9)
(𝑦𝐴𝑖 − 𝑦𝐴𝑂 )
𝑙𝑛 [ ⁄(𝑦 − 𝑦 )]
𝐴𝐼 𝐴𝐿
Universitas Indonesia
6
𝑘𝐺𝑃 1 𝑑𝑦
= ∫
𝐺 (1 − 𝑦𝑖 ) (1 − 𝑦)(𝑦𝑖 − 𝑦)
1 𝑦𝑖 − 𝑦𝐴0 1 − 𝑦𝐴𝑙
= 𝑙𝑛 [( )( )] … (16)
(1 − 𝑦𝑖) 𝑦𝑖 − 𝑦𝐴𝑙 1 − 𝑦𝐴0
1.2.5 Bilangan Sherwood, Reynold, dan Schmidt
Sherwood number merupakan bilangan tak berdimensi yang menyatakan
gradient konsentrasi pada permukaan yang dapat digunakan untuk menghitung
konveksi perpindahan massa. Sherwood number menggambarkan besarnya
kemampuan untuk terjadinya perpindahan massa melalui mekanisme difusi. Besar
kecilnya bilangan Sherwood menunjukkan fenomena perpindahan massa yang
terjadi. Bilangan Sherwood merupakan bilangan yang paling berperan dalam
penentuan karakteristik fluida yang diteliti.
Schmidt Number adalah bilangan tak berdimensi yang merupakan
perbandingan antara viskositas kinematik dengan difusivitas massa. Schmidt
Number biasanya digunakan untuk menentukan karakter aliran fluida jika ada
momentum secara simultan dan difusi massa selama proses konveksi.
Reynold Number adalah bilangan tak berdimensi yang paling sering
dijumpai untuk menjelaskan kasus mikrofluida. Meskipun demikian, bilangan
Reynolds merupakan bilangan yang paling tidak menarik, karena hampir di setiap
kasus mikrofluida nilainya sangat kecil-yang berarti bahwa gaya inersia tidak
berpengaruh pada perilaku sistem, yang dominan adalah gaya viskosnya. Jika nilai
bilangan Reynolds rendah, maka aliran yang terjadi bersifat linear dan dapat dengan
mudah diprediksi. Jika nilai bilangan Reynolds bertambah, maka akan mulai
muncul pengaruh gaya inersia pada aliran tersebut. Fenomena aliran laminar
Universitas Indonesia
7
ditandai dengan nilai Re lebih kecil dari 2100. Untuk nilai Re diatas 10.000
termasuk ke dalam aliran turbulen. Aliran turbulen terlihat memiliki aliran yang
bergejolak. Sedangkan nilai Re antara rentang 210010.000 termasuk kedalam
aliran transisi. Dalam percobaan ini, akan diatur alirannya agar menghasilkan
aliran laminar, transisi, dan turbulen.
1.2.6 Dry Bulb & Wet Bulb Temperature Temperatur
Dry bulb adalah temperatur yang terukur dengan termometer terkena udara
bebas namun terlindung dari radiasi dan kelembaban. Temperatur dry bulb sering
kita sebut sebagai temperatur udara. Temperatur dry bulb tidak menunjukkan
jumlah uap air di udara. Sedangkan temperatur wet bulb adalah temperatur dalam
keadaan steady dan tidak setimbang yang dicapai oleh sedikit liquida yang
dimasukkan pada keadaan adiabatis di dalam aliran gas yang kontinu.
1.2.7 Kelembaban Udara
Pada dasarnya, kelembaban merupakan suatu istilah yang digunakan untuk
menggambarkan jumlah kandungan air dalam udara atau bisa disebut juga dengan
persentasi jumlah air dalam udara. Kelembaban berhubungan dengan suhu.
Semakin rendah suhu, umumnya akan meningkatkan nilai kelembaban. Angka
konsentasi ini dapat diekspresikan dalam kelembaban absolut, kelembaban spesifik
atau kelembaban relatif.
• Kelembaban Absolut (Absolute Humidity)
Kelembaban absolute didefinisikan sebagai jumlah kandungan uap air
didalam udara dibanding dengan udara kering. Kelembaban absolute bergantung
volume udara. Meskipun kandungan air sama, kelembaban absolute bisa berbeda.
• Kelembaban Spesifik
Kelembaban Spesifik merupakan masa uap air atau massa total paket udara.
Kelembaban spesifik adalah pengukuran kelembaban yang banyak digunakan
dalam klimatologi.
• Kelembaban Relatif (Relative Humidity)
Pada dasarnya, kelembaban relatif merupakan perbandingan kandungan uap
air aktual dengan keadaan jenuhnya. Kelembaban ini tidak menunjukkan jumlah
uap air yang sebenarnya di udara. Kelembaban relative tergantung pada suhu udara.
Universitas Indonesia
BAB II
PENGOLAHAN DATA
𝐻
𝑀𝐴
𝑦=
𝐻 1
𝑀𝐴 + 𝑀𝐵
Dimana,
y : Fraksi mol uap air
H : Kelembaban absolut A (untuk yA0 digunakan HA0, yAL
digunakan HAL, dan yAi digunakan HAi)
𝑀𝐴 : Massa molekul relatif air (18 g/mol)
𝑀𝐵 : Massa molekul relatif udara (29 g/mol)
e. Menghitung densitas udara, laju alir udara, dan laju alir massa
udara (G) dalam satuan gmol/detik untuk Δh yang berbeda pada
masing-masing jenis aliran.
Densitas udara :
𝑃𝑀𝐵
𝜌=
𝑅𝑇
Keterangan:
• Suhu yang digunakan pada perhitungan densitas adalah Tin dry.
• Tekanan yang digunakan pada perhitungan densitas adalah
tekanan total, Pt. Di sini diasumsikan Pt dapat digunakan karena
perubahan tekanan yang terjadi adalah kecil.
Laju alir udara:
𝑄
𝑣=
𝐴
Universitas Indonesia
13
Keterangan:
• Laju alir udara ditentukan dari grafik yang ada di bagian paling
belakang modul WWC di buku panduan praktikum POT.
• Disini diasumsikan bahwa grafik tersebut merupakan hasil
kalibrasi dari zat A dan sudah merupakan laju alir udara ketika
melalui kolom, bukan laju alir udara ketika melewati
manometer.
Laju alir massa udara:
𝜌𝑄
𝐺=
𝑀𝐵
Tabel 2.7 Perhitungan Densitas Udara, Laju Alir Udara, Dan Laju Alir Massa Udara
Jenis ρ
Δh (m) Pt Q (L/s) v (m/s) G (mol/s)
Aliran udara
0.005 1.000037 1.1721 0.02 0.0003769 0.0008083
0.010 1.000074 1.1713 0.01 0.0001884 0.0004039
Laminer
0.015 1.000111 1.1710 0.016 0.0003015 0.0006461
0.020 1.000148 1.1691 0.01 0.0001884 0.0004031
0.005 1.000037 1.1744 0.086 0.0016206 0.0034827
0.001 1.000007 1.1854 0.054 0.0010176 0.0022073
Transisi
0.015 1.000111 1.1883 0.1 0.0018844 0.0040976
0.02 1.000148 1.1864 0.056 0.0010553 0.0022909
0.005 1.000037 1.1744 0.138 0.0026005 0.0055885
0.01 1.000074 1.1843 0.134 0.0025252 0.0054722
Turbulen
0.015 1.000111 1.1879 0.142 0.0026759 0.0058166
0.02 1.000148 1.1864 0.128 0.0024121 0.0052363
Universitas Indonesia
14
2.334
−4
𝑇𝑖𝑛𝑡 (𝑃𝐶𝐴 𝑃𝐶𝐵 )0.5 1 1 0.5
𝐷𝐴𝐵 = 3.64𝑥10 [ ] (𝑇𝐶𝐴 𝑇𝐶𝐵 )2.5 [ + ]
√𝑇𝐶𝐴 𝑇𝐶𝐵 𝑃𝑡 𝑀𝐴 𝑀𝐵
Dengan:
TCA = temperatur kritis air = 647.35 K
TCB = temperatur kritis udara = 132.45 K
PCA = tekanan kritis air = 218.29 atm
PCB = tekanan kritis udara = 37.2465 atm
Pt = tekanan total (atm)
Dimana,
PBL = (Pt – PAL) dan PBi = (Pt - PAi)
Universitas Indonesia
15
Universitas Indonesia
16
Universitas Indonesia
17
79
Kelembaban Relatif(%)
78,8
78,6
78,4
78,2
78
77,8
0 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025
Laju Alir Volumetrik Udara (L/s)
Universitas Indonesia
18
Aliran Transisi
79
Kelembaban Relatif(%)
78,8
78,6
78,4
78,2
78
77,8
0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12
Laju Alir Volumetrik Udara (L/s)
Aliran Turbulen
79
Kelembaban Relatif(%)
78,8
78,6
78,4
78,2
78
77,8
0,126 0,128 0,13 0,132 0,134 0,136 0,138 0,14 0,142 0,144
Laju Alir Volumetrik Udara (L/s)
Universitas Indonesia
19
0,0250
0,0200
0,0150 Ao
0,0100 Al
Ai
0,0050
0,0000
0 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025
Laju Alir Udara(L/s)
Aliran Transisi
0,0250
0,0200
0,0150 Ao
0,0100 Al
Ai
0,0050
0,0000
0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12
Laju Alir Udara(L/s)
Universitas Indonesia
20
Aliran Turbulen
0,0250
0,0200
0,0150 Ao
0,0100 Al
Ai
0,0050
0,0000
0,125 0,13 0,135 0,14 0,145
Laju Alir Udara(L/s)
Universitas Indonesia