Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh :
Nama : NIRMAYANTI
NIM : 194110301
Tingkat : 2 A
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karna rahmat dan hidayah-Nya, penyusunan makalah
ini bisa diselesaikan. Untaian Sholawat dan salampun tidak lupa dituturkan tertuju kepada
junjungan kita, Baginda Nabi Muhammad SAW.
Kami membuat makalah ini bertujuan untuk menyelasaikan tugas yang diberikan oleh
dosen. Dari pembuatan makalah ini tidak hanya menyelesaikan tugas, tetapi bertujuan
menambah pengetahuan dan wawasan kita bersama.
Dan semoga sekiranya makalah ini bisa menambah pengetahuan bagi pembaca. Meski
begitu, penulis sadar bahwa makalah ini perlu untuk dilakukan perbaikan dan penyempurnaan.
Untuk itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca akan kami terima dengan senang hati.
Penulis
i
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................3
A. Berobat Jalan................................................................................................3
B. Persiapan Rujukan........................................................................................3
C. Medikamentosa.............................................................................................4
E. Evaluasi Pengobatan...................................................................................10
A. Kesimpulan.................................................................................................12
B. Saran...........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 2010 di Indonesia terdapat 65% kabupaten endemis dimana hanya sekitar 45%
penduduk di kabupaten tersebut berisiko tertular malaria. Berdasarkan hasil survei komunitas
selama 2007 – 2010, prevalensi malaria di Indonesia menurun dari 1,39 % (Riskesdas 2007)
menjadi 0,6% (Riskesdas 2010). Sementara itu berdasarkan laporan yang diterima selama tahun
2000- 2009, angka kesakitan malaria cenderung menurun yaitu sebesar 3,62 per 1.000 penduduk
pada tahun 2000 menjadi 1,85 per 1.000 penduduk pada tahun 2009 dan 1,96 tahun 2010.
Sementara itu, tingkat kematian akibat malaria mencapai 1,3%.
Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat
menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi, yaitu bayi, anak balita, dan ibu
hamil. Selain itu, malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan
produktivitas kerja.
Walaupun telah terjadi penurunan Annual Parasite Incidence (API) secara nasional, di
daerah dengan kasus malaria tinggi angka API masih sangat tinggi dibandingkan angka nasional,
sedangkan pada daerah dengan kasus malaria yang rendah sering terjadi kejadian Luar Biasa
(KLB) sebagai akibat adanya kasus impor. Pada tahun 2011 jumlah kematian malaria yang
dilaporkan adalah 388 kasus.
Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program
pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat
dan tepat, serta surveilans dan pengendalian vektor dalam hal pendidikan masyarakat dan
pengertian tentang kesehatan lingkungan, yang kesemuanya ditujukan untuk memutus mata
rantai penularan malaria. Kasus resistensi parasit malaria terhadap klorokuin ditemukan pertama
kali di Kalimantan Timur pada tahun 1973 untuk P. falcifarum, dan tahun 1991 untuk P. vivax di
Nias. Sejak tahun 1990, kasus resistensi tersebut dilaporkan makin meluas di seluruh provinsi di
Indonesia. Selain itu, dilaporkan juga adanya resistensi terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP)
1
di beberapa tempat di Indonesia. Keadaan ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas
penyakit malaria. Oleh sebab itu, untuk menanggulangi masalah resistensi tersebut (multiple
drugs resistance) dan adanya obat anti malaria baru yang lebih paten, maka pemerintah telah
merekomendasikan obat pilihan pengganti klorokuin dan SP, yaitu kombinasi derivate
artemisinin dengan obat anti malaria lainnya yang biasa disebut dengan Artemisinin based
Combination Therapy (ACT).
B. Rumusan Masalah
C.Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Berobat Jalan
Pasien malaria nonfalciparum tanpa gejala berat dan dapat mengonsumsi obat oral dapat
berobat jalan. Evaluasi pengobatan dilakukan pada hari ke-3, -7, -14, -21, dan -28 berdasarkan
gejala klinis dan pemeriksaan darah mikroskopis. Edukasi pasien untuk segera memeriksakan
diri jika ada pemburukan klinis tanpa menunggu jadwal tersebut
Pasien rawat inap dengan keadaan umum dan kesadaran baik, telah bebas demam 3 hari tanpa
obat penurun demam dan pemeriksaan parasit negatif 3 kali berturut-turut dengan jarak waktu
12-24 jam, dapat dipulangkan dan berobat jalan.
B. Persiapan Rujukan
Setiap kasus malaria berat harus dirawat inap atau dirujuk ke fasilitas kesehatan dengan
fasilitas yang memadai. Risiko kematian tertinggi pada malaria berat atau malaria serebral terjadi
pada 24 jam pertama. Untuk itu, pasien dengan waktu rujukan >6 jam perlu diberikan antimalaria
sebelum dirujuk.
Pasien yang gagal diterapi dengan antimalaria lini pertama memerlukan rujukan ke fasilitas
kesehatan yang memiliki antimalaria lini kedua.
3
C. Medikamentosa
DHP diberikan 1 kali sehari selama 3 hari. Dosis primaquine yang digunakan adalah 0,25
mg/kgBB/hari. Obat antimalaria dikonsumsi sehabis makan (tidak dalam keadaan perut kosong).
1. Malaria Falciparum
Medikamentosa yang diberikan untuk malaria falciparum adalah DHP selama 3 hari +
primaquine selama 1 hari dengan dosis sebagai berikut:
DHP
primaquine - - ¼ ¼ ½ ¾ 1 1 1
4
Hari 1
Dosis target DHP adalah dihidroartemisin dengan dosis 2,5–10 mg/kgBB/hari dan
piperakuin 20–32 mg/kgBB/hari. Pada kasus malaria falciparum campuran dengan malaria vivax
atau ovale, primaquine diberikan selama 14 hari. Pada kasus malaria falciparum campuran
dengan malaria malariae, primaquine diberikan 1 hari.
Kina + doxycycline, tetracycline, atau clindamycin selama 7 hari (di Asia Tenggara), mefloquine
(hanya jika tidak ada terapi lain yang tersedia). Pada pasien anak, kuinin sulfat dapat diberikan
tunggal tanpa antibiotik selama 7 hari
5
(Hari 1–7) badan
primaquine
(Hari 1) - - ¼ ¼ ½ ¾ 1 1
Keterangan:
Dosis Doxycycline
Keterangan:
Dosis Tetracycline
<8 tahun 8–14 tahun ≥15 tahun ≥15 tahun ≥15 tahun
2. Malaria Vivax
6
Medikamentosa yang diberikan untuk malaria vivax adalah DHP selama 3 hari + primaquine
selama 14 hari dengan dosis sebagai berikut:
DHP
primaquine
(Hari 1–14) - - ¼ ¼ ½ ¾ 1 1 1
Pada kasus relaps malaria vivax, dosis primaquine dinaikkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.
primaquine perlu diberikan pada pasien relaps malaria vivax dengan defisiensi enzim G6PD
dengan dosis mingguan 0,75 mg/kgBB selama 8–12 minggu.
Sebuah studi menyatakan bahwa tafenokuin dosis tunggal dapat mencegah relaps malaria
vivax karena memberikan tingkat kepatuhan yang lebih tinggi daripada primaquine yang harus
dikonsumsi selama 14 hari.
Medikamentosa lini kedua malaria vivax adalah kina (dosis dan durasi pemberian sama dengan
malaria falciparum) + primaquine (14 hari).
3. Malaria Ovale
7
Medikamentosa untuk malaria ovale sama dengan malaria vivax.
4. Malaria Malariae
Medikamentosa yang diberikan untuk malaria malariae adalah DHP selama 3 hari dengan dosis
yang sama dengan malaria lainnya.
5. Malaria Knowlesi
Malaria pada wanita hamil diobati hanya menggunakan DHP selama 3 hari.
Medikamentosa berupa primaquine, tetracycline, dan doxycycline tidak boleh diberikan untuk
wanita hamil.
Di Amerika Serikat, terapi pilihan untuk malaria falciparum tanpa komplikasi pada kehamilan
adalah artemether-lumefantrine (Coartem) atau bila tidak tersedia, alternatifnya adalah
mefloquine atau kina + clindamycin. Pada kasus malaria vivax, obat yang dapat diberikan adalah
artemether-lumefantrine (trimester kedua atau ketiga) atau mefloquine.
Di Indonesia, terapi lini kedua trimester pertama dapat diberikan kombinasi kina (dosis dewasa)
+ clindamycin 10 mg/kgBB/kali diberikan 2 kali sehari. Dosis maksimal clindamycin adalah 300
mg/hari.
Malaria Berat
Malaria serebral merupakan salah satu bentuk malaria berat yang disebabkan oleh kerusakan
sawar otak akibat parasit Plasmodium.
Dosis artesunate dewasa (termasuk wanita hamil) adalah 2,4 mg/kgBB secara intravena yang
diberikan sebanyak 3 kali pada jam ke-0, -12, dan -24. Kemudian, pemberian dilanjutkan setiap
24 jam sekali hingga pasien mampu minum obat oral.
8
Dosis artesunate untuk anak dengan berat badan ≤20 kg adalah 3 mg/kgBB. Anak dengan berat
badan >20 kg menggunakan dosis artesunate.
Artesunate intravena minimal diberikan 3 kali. Jika pasien sudah mampu minum obat
oral maka dapat dilanjutkan dengan pemberian DHP + primaquine sesuai jenis plasmodiumnya.
Artesunate intravena juga dapat diberikan pada pasien malaria tanpa komplikasi yang tidak bisa
minum obat oral atau pada pasien yang mengalami pemburukan klinis dalam 3 hari setelah
mengonsumsi antimalaria oral dengan tepat.
Jika tidak tersedia artesunate intravena, alternatif medikamentosa lini pertama lainnya
adalah artemether intramuskular dengan dosis 3,2 mg/kgBB diikuti dengan dosis 1,6 mg/kgBB
pada hari berikutnya, sampai pasien bisa minum obat oral atau maksimal pemberian 5 hari
Medikamentosa lini kedua untuk malaria berat adalah kina HCl 25% dengan dosis
pertama 20 mg/kgBB diencerkan dalam dextrose 5% atau NaCl 0,9%, diberikan selama 4 jam
secara drip dengan kecepatan maksimal 5 mg/kgBB/jam. Kemudian, dilanjutkan dengan kina
HCl 10 mg/kgBB drip selama 4 jam yang diulang setiap 8 jam hingga pasien sadar dan mampu
minum obat oral.
Untuk pasien anak-anak, dosis kina HCl 25% yang digunakan adalah 10 mg/kgBB (usia <2
bulan menggunakan dosis 6–8 mg/kgBB) diencerkan dengan dextrose 5% atau NaCl 0,9%
sebanyak 5–10 cc/kgBB dan di-drip selama 4 jam, kemudian diulang setiap 8 jam hingga pasien
sadar dan dapat minum obat oral.
E. Evaluasi Pengobatan
Setelah pemberian antimalaria, evaluasi terhadap keadaan klinis dan status parasitemia
pasien dengan pemeriksaan apusan darah tepi harus dilakukan. Pasien yang telah diberikan
antimalaria diharapkan memberikan respons penurunan kepadatan parasit.
Pasien rawat inap dievaluasi dengan pemeriksaan mikroskopis darah secara kuantitatif setiap hari
hingga tidak ditemukan parasit pada sampel darah selama 3 hari berturut-turut. Evaluasi
selanjutnya sama seperti pasien rawat jalan.
9
1. Terapi Suportif
Terapi suportif yang dapat diberikan untuk pasien malaria adalah terapi cairan, transfusi
darah, terapi simtomatik, koreksi kondisi asidosis dan hipoglikemia. WHO menyarankan agar
pasien dewasa dengan malaria berat dirawat di ruang perawatan intensif.
2. Terapi Cairan
Terapi cairan pada malaria berat harus dinilai secara individual. Orang dewasa dengan
malaria berat rentan mengalami kelebihan cairan, sedangkan anak-anak cenderung dehidrasi.
Untuk itu, diperlukan evaluasi tekanan vena jugularis, perfusi perifer, turgor kulit, capillary refill
time, dan urine output.
3. Transfusi Darah
4. Terapi Simtomatik
Antipiretik harus diberikan jika suhu tubuh >38,5oC. Antipiretik yang banyak digunakan
adalah paracetamol yang dapat diberikan setiap 4 jam. Penggunaan obat antiinflamasi
nonsteroid, seperti diklofenak dan asam mefenamat tidak lagi direkomendasikan karena
meningkatkan risiko perdarahan gastrointestinal, gangguan ginjal, dan sindrom Reye.
Antiemetik parenteral dapat diberikan untuk mengurangi mual dan muntah sampai toleransi oral
pasien baik. Jika terjadi kejang, penatalaksanaan kejang dapat diberikan berdasarkan algoritma
kejang pada dewasa atau anak.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penderita mengalami malaria ringan yang belum mencapai cerebral malaria / tahap
malaria berat. Oleh karena itu, dibutuhkan pengobatan dan perawatan sesegera mungkin
untukmencegah terjadinya perkembangan penyakit ke arah yang lebh buruk dan juga
timbulnyakomplikasi-komplikasi pada pasien. Karena pasien belum mencapai ahap malaria
berat, jadikemungkinannya penyakit ini tidak membahayakan jiwa pasien jika ditangani dengan
seriusdan baik
B. Saran
11
Diharapkan mahasiswa mampu memahami tentang bagaimana tatalaksana penyakit
malaria,ddan diharapkan makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam memahami penyakit
mallaria
DAFTAR PUSTAKA
https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/malaria/penatalaksanaan
Epidemiologi Malaria Di Indonesia. Dalam: Depkes RI. eds. Buletin Jendela Data Dan Informasi
Kesehatan Epidemiologi Malaria Di Indonesia; 2011.
http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/buletin/BULETIN%20MALAR IA.pdf , 12
Januari 2017.
Arsin AA. Malaria Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi. Makasar: Masagena Press; 2012.
3. WHO. World Malaria Report 2015. 2015. http://www.who.int/malaria/publications/world-
malaria-report2015/report/en/, 30 Januari 2017.
12
13