Anda di halaman 1dari 7

1/10/2021 Pendidikan Sejarah untuk Masa Depan – Blog Tsabit Azinar Ahmad

Blog Tsabit Azinar Ahmad


Belajar Sejarah dan Maknanya

Pendidikan Sejarah untuk Masa Depan


Beredarnya draf “rahasia” Sosialisasi Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen
Nasional telah memicu keriuhan. Pasalnya, dokumen bertanggal 25 Agustus 2020
ini dinilai mereduksi peran mata pelajaran Sejarah Indonesia. Di balik
perdebatannya, setidaknya kita tahu bahwa banyak pihak peduli terhadap status
sejarah sebagai mata pelajaran. Ini dibuktikan dengan ragam dukungan dari
berbagai kalangan. Menindaklanjuti ini, melalui Instagram (20/9) Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan bahkan membuat klarifikasi khusus. Ia menegaskan
pelajaran sejarah tidak akan dihapus.

Namun, klarifikasi itu tidak membuat perdebatan mereda. Justru beragam


gagasan bertebaran dalam beragam media. Ada pihak yang berargumen tentang
perlunya evaluasi. Kita ambil contoh tulisan Nino Arditomo tentang Polemik
Penyederhanaan Kurikulum (20/9). Tulisannya memang tidak menempatkan
sejarah sebagai sorotan. Tetapi, di dalamnya ada kesan bahwa polemik pelajaran
sejarahlah yang melatarbelakangi tulisan ini dirumuskan. Ia menulis bahwa
peyederhanaan tidak hanya membidik mata pelajaran sejarah sebagai sasaran.
Tulisan ini kemudian menjadi bahan perbincangan di kalangan pendidik sejarah,
setelah seorang kolega membagikannya dalam grup pertemanan.

Di satu sisi, pihak yang menolak isu hilangnya pelajaran sejarah semakin gencar.
Ragam reaksipun bertebaran. Mulai dari petisi, pernyataan sikap, tulisan-tulisan,
hingga pemikiran konspiratif meramaikan lini masa media sosial kita. Webinar
tentang posisi sejarahpun marak dilakukan. Hampir tidak ada yang menyangkal
bahwa sejarah memiliki peran besar dalam kehidupan. Termasuk mata pelajaran
Sejarah Indonesia sebagai turunannya. Peter Carey, sejarawan kondang yang
puluhan tahun meneliti Diponegoro ikut turun gelanggang. Tulisannya bertajuk

blog.unnes.ac.id/tsabitahmad/2020/09/30/pendidikan-sejarah-untuk-masa-depan/ 1/8
1/10/2021 Pendidikan Sejarah untuk Masa Depan – Blog Tsabit Azinar Ahmad

Apa Akibatnya Jika Mapel Sejarah Dihapus dari Kurikulum Nasional? (22/9). Di
dalamnya ia mengilustrasikan sejarah sebagai media diplomasi di masa revolusi.

Namun demikian, sejauh pengamatan penulis, ada hal penting yang justru luput
diperbincangkan. Yakni tentang bagaimana pelajaran sejarah akan disajikan.
Selama ini perdebatan belum menyentuh tentang bagaimana alternatif ketika
pelajaran sejarah diterpa isu penyederhanaan. Apa yang perlu dibenahi dari
pelajaran sejarah? Tampaknya masalah ini belumlah dibahas secara tuntas.

Sisi Terang dan Sisi Remang

Untuk apa belajar sejarah? Secara normatif, sejarah memberikan penguatan


identitas kebangsaan. Inilah yang kemudian mendorong M. Yamin (1958) menulis
6.000 Tahun Sang Merah Putih. Bahwa bendera kebesaran kita memiliki kisah
yang panjang ke belakang. Atau seperti yang ditulisakan oleh Peter Carey tentang
pidato Sjahrir di muka Dewan Keamanan PBB. Syahrir berbicara tentang identitas
bangsa Indonesia yang telah mengakar sejak ratusan tahun silam. Pertanyaan
selanjutnya, apakah pendidikan sejarah kita sudah mampu membuat siswa
sepemikiran dengan Sjahrir tentang identitas kebangsaan? Kemudian, bagaimana
ketika muncul fenomena people without history, orang yang terpinggrikan. Apa
identitas yang mereka miliki? Ini tentu tidak mudah dibahas.

Sejarah tidak semata-mata menuliskan cerita tentang kejayaan dan gegap


gempitanya masa lalu. Tidak pula hanya tentang kisah dan nilai kepahlawanan.
Sejarah tidak sepenuhnya terang. Ia juga memiliki sisi remang. Terkadang, ada
pihak yang dipinggirkan. Ada kalanya pula meninggalkan dendam dan dosa
sejarah. Kisah ini tidaklah mungkin untuk dikubur dalam-dalam dan diabaikan.

Saya sepenuhnya sepakat dengan pemikiran Harari dalam Homo Deus (2016).
Bahwa alasan terbaik belajar sejarah “not in order to predict the future, but to free
yourself of the past and imagine alternative destinies.” Belajar sejarah bukanlah
untuk meramal masa depan. Untuk alasan tertentu, belajar sejarah untuk
berdamai dengan masa lalu. Melepaskan belenggu sejarah dan mencari jalan-
jalan takdir alternatif lainnya. Ini karena tiap generasi berhak untuk tidak
dihantui masa lalu. Mereka juga berhak menuliskan sejarahnya sendiri.

Karena dua sisi yang dimiliki sejarah, pendidikan sangatlah dibutuhkan.


Pendidikan digunakan dalam memaknai masa lalu secara kontekstual untuk
pengembangan kemampuan peserta didik. Termasuk kemampuan berpikir kritis.
Dengan demikian, pendidikan sejarah hakikatnya memberikan suatu arahan.

blog.unnes.ac.id/tsabitahmad/2020/09/30/pendidikan-sejarah-untuk-masa-depan/ 2/8
1/10/2021 Pendidikan Sejarah untuk Masa Depan – Blog Tsabit Azinar Ahmad

Sehingga, tanpa pendidikan sejarah, pemahaman menjadi tidak terarah.


Sementara itu, ketiadaan arah bisa menjadikan bangsa terpecah.

Mengapa demikian? Karena jika disalahgunakan, sejarah dapat menjadi senjata


yang membahayakan. Sejarah merupakan media yang ampuh untuk
menjustifikasi pernyataan sekaligus menjadi argumentasi pembenaran. Bukan
tidak mungkin masa lalu akan disalahgunakan hingga menciptakan hoaks
kesejarahan. Apalagi jika dikemas secara meyakinkan, serta mengusik sisi
primordial dan emosional masyarakat. Bisa saja masyarakat akan mudah terbawa
suasana karena isu yang berkembang dipercayai begitu saja. Sudah tidak
terhitung beragam gerakan menggunakan sejarah sebagai alat. Sunda empire
salah satunya. Contoh lainnya adalah tentang jejak khilafah di nusantara atau
tentang muslimnya seorang Gajah Mada. Perumpamaan lain misalnya, setiap
bulan September, wacana tentang komunisme mendadak bermunculan. Hal-hal
ini memaksa kita untuk berhati-hati dalam memaknai masa lalu.

Dua Sisi Sejarah

Oleh karena itu, kita perlu menghadirkan masa silam secara jernih untuk melihat
permasalahan dengan jelas. Hal ini dilakukan melalui pendidikan sejarah.
Dengan demikian, masa lalu bisa hadir dengan humanis dan advokatif. Di sini
pula bisa diulas beragam kebenaran masa lalu secara bijak.

Kontribusi Sejarah

blog.unnes.ac.id/tsabitahmad/2020/09/30/pendidikan-sejarah-untuk-masa-depan/ 3/8
1/10/2021 Pendidikan Sejarah untuk Masa Depan – Blog Tsabit Azinar Ahmad

Sejarah memberikan satu sumbangan besar dalam dunia pendidikan. Kontribusi


itu adalah perspektif. Bagaimana masa lalu menjadi perspektif dalam memahami
realitas saat ini. Untuk melihat pentingnya perspektif, film Ratatouille (2007)
berhasil mengilustrasikannya dengan sangat baik.

Di film itu, Remy, tikus yang terobsesi menjadi koki, harus mampu
“mengalahkan” Anton Ego. Ego adalah seorang kritikus makanan kenamaan. Saat
Ego datang, ia tidak memesan makanan. Yang justru ia minta adalah perspektif.
Lalu apa yang Remy sajikan? Ia hanya membuat masakan rumahan sederhana:
ratatouille. Namun, masakan itu melemparkan Ego ke memori masa kecilnya.
Saat ia pulang dan melahap ratatouille buatan ibunya. Inilah kekuatan perspektif.
Sesuatu yang sederhana menjadi sarat makna.

Relasi Sejarah dan Pendidikan

Di dalam sejarah, ragam perspektif disajikan. Melalui sejarah, kita tahu bahwa
perubahan adalah suatu keniscayaan. Bahwa tidak ada peristiwa yang kekal.
Misalnya tentang bagaimana kerajaan-kerajaan atau pemerintahan muncul,
berkembang, dan kemudian tumbang.

Melalui sejarah, kita belajar tentang konsep kesinambungan. Bahwa selalu ada
keterhubungan di dalam garis waktu. Ada keterhubungan antara peristiwa
sejarah satu dengan lainnya yang sezaman. Misalnya, pesatnya organisasi
pergerakan Islam di Indonesia di awal abad ke-20 berkorelasi erat dengan
dibukanya terusan Suez. Ketika belajar tentang kesinambungan, kita menjadi
paham bahwa apa yang terjadi saat ini memiliki kisahnya sendiri di masa lalu.
Misalnya, di dalam semangkuk soto, ternyata terdapat sejarah tentang interaksi
antara masyarakat lokal dan Tionghoa. Dalam Nusa Jawa: Silang Budaya jilid II,
Denys Lombard (2005) mengulas bahwa soto adalah masakan masyarakat
Tionghoa. Berakar dari kata caudo, rebusan jeroan berempah. Melalui sejarah,

blog.unnes.ac.id/tsabitahmad/2020/09/30/pendidikan-sejarah-untuk-masa-depan/ 4/8
1/10/2021 Pendidikan Sejarah untuk Masa Depan – Blog Tsabit Azinar Ahmad

kita juga belajar kronologi, yakni tentang bagaimana urutan suatu kejadian. Juga
tentang berbagai pemikiran yang mengubah sejarah kemanusiaan.

Dan yang tidak kalah penting, melalui sejarah, kita melihat bahwa kebenaran
tidaklah bersifat tunggal. Bahwa munculnya versi-versi dari suatu peristiwa
adalah sebuah kebiasaan. Misalnya, dalam melihat tragedi 1965, ada beragam
pendapat yang masing-masing memiliki dasar pemikiran. Karena itu, tidak dapat
dengan mudah kita memberi penilaian, apalagi penghakiman.

Gagasan ke Depan

Untuk mewujudkan kontribusi sejarah bagi pendidikan tidaklah mudah.


Setidaknya ada tiga tahapan agar sejarah benar-benar memberikan sumbangan.
Pertama, mempelajari fakta-fakta kesejarahan. Tahap ini disebut “belajar tentang
sejarah.” Kedua, mengambil nilai-nilai dari masa lalu. Di tahap ini, kita “belajar
dari sejarah.” Ketiga, mengasah kemampuan berpikir. Tahapan ini termasuk
dalam “belajar untuk (ditulis oleh) sejarah.” Karena dengan kemampuan berpikir
dan memecahkan masalah inilah, seseorang akan dituliskan oleh sejarah. Atau
bahkan menuliskan sejarahnya sendiri.

Tingkatan dan Aspek Belajar Sejarah

Tahapan-tahapan ini juga menunjukkan bahwa pendidikan sejarah sejalan


dengan critical pedagogy. Tahap pertama, naming. Bagaimana kita
mengidentifikasi permasalahan. Tahapan kedua, reflecting. Bagaimana kita
merefleksikan secara kritis suatu permasalahan dan mencari maknanya. Tahapan

blog.unnes.ac.id/tsabitahmad/2020/09/30/pendidikan-sejarah-untuk-masa-depan/ 5/8
1/10/2021 Pendidikan Sejarah untuk Masa Depan – Blog Tsabit Azinar Ahmad

ketiga, acting. Bagaimana kita menerapkan pengetahuan dalam realitas


keseharian.

Pertanyaan yang perlu dijawab adalah, pendidikan sejarah kita berada pada level
apa? Jika selama ini kita hanya melihat sejarah sebagai sederetan peristiwa,
angka, dan nama, mungkin inilah saatnya kita berbenah.

Seorang guru sejarah pernah mengirimkan pesan pribadi kepada penulis. Intinya
kebosanan siswa bukan karena pendidiknya tidak kompeten. Tetapi materinya
yang kurang relevan dengan kondisi kekinian dan kebutuhan siswa.

Untuk mencari jawaban dari perspektif siswa, beberapa anak sempat penulis
tanya. Dari segi isi, terdapat kesan bahwa sejarah adalah pelajaran yang padat
materi. Bayangkan saja, kehidupan selama ribuan tahun hanya dijelaskan dalam
waktu sekian jam pelajaran. Kadangkala, siswa juga mengalami kebingungan.
Materi yang ada di kelas berbeda dengan yang berkembang di masyarakat.
Bahkan ada fakta yanga saling bertentangan.

Dari fakta ini, evaluasi kurikulum menjadi relevan dilakukan. Pembenahan


sebaiknya difokuskan pada aspek kontekstualisasi. Tugas utama kita adalah
bagaimana menghadirkan masa lalu secara kontekstual. Namun kita juga harus
hati-hati. Jangan sampai terjebak pada anakronisme sejarah. Menilai masa lalu
dengan parameter saat ini.

Yang harusnya kita lakukan adalah mencari relevansi masa lalu dengan kondisi
sekarang. Pada tiap periode kita bisa mengambil tema-tema besar yang sejalan
dengan isu kekinian. Oleh karena itu, pendekatan tematik menjadi satu pilihan.
Melalui pendekatan ini tumpang tindihnya materi sejarah pada jenjang SD dan
SMP bisa dihindari. Di sekolah dasar, pendidikan sejarah dapat mengambil tema
tentang sejarah keluarga. Juga tentang bagaimana kebesaran kita di masa
sebelumnya. Di tingkat menengah pertama, mulai dikenalkan sejarah yang ada di
sekitar siswa. Harapannya agar siswa tidak gagap dengan lingkungan dan
kehidupan di sekelilingnya. Meminjam istilah Kuntowijoyo (2001), pada tingkat
dasar, sejarah diajarkan melalui pendekatan estetis. Sementara itu, pendekatan
etis diterapkan di tingkat selanjutnya.

Pada jenjang SMA dan yang setara, tema bisa lebih kaya. Saat mempelajari masa
praaksara misalnya, tema-tema lingkungan sangatlah relevan disampaikan. Akan
tetapi, yang difokuskan bukanlah tentang kondisi lingkungan masa praaksara.
Yang lebih ditekankan adalah tentang bagaimana relevansi etika lingkungan

blog.unnes.ac.id/tsabitahmad/2020/09/30/pendidikan-sejarah-untuk-masa-depan/ 6/8
1/10/2021 Pendidikan Sejarah untuk Masa Depan – Blog Tsabit Azinar Ahmad

masyarakat praaksara dengan saat ini. Apa hal-hal yang bisa kita ambil dari
kehidupan mereka. Serta sejauh mana cara mereka mengatasi permasalahan
lingkungan bisa kita adaptasi saat ini.

Contoh lainnya, saat mengulas tentang pelayaran bangsa barat dan kolonialisasi,
diangkatlah tema tentang ekonomi global. Kemudian, saat membahas tentang
masa pergerakan nasional. Hal yang perlu dikuatkan adalah tema tentang
identitas kebangsaan. Bahwa perjuangan untuk mencari identitas kebangsaan
ditempuh dengan proses yang panjang. Lain lagi saat kita membahas periode
1950-an. Tema yang cocok diajukan adalah tentang demokratisasi dan
desentralisasi. Ada pula tema tentang rekonsiliasi saat membahas kisah kelam
kita di masa silam. Cara yang paling sederhana adalah dengan menghadirkan
realitas yang beragam. Bahwa tidak ada kebenaran yang tunggal. Dengan
pendekatan tematik ini, masa lalu menjadi cermin untuk melihat realitas saat ini.

Upaya kontekstualisasi dilakukan pula dengan mengawinkan materi di kelas


dengan sejarah publik. Sejarah perlu terkait dengan memori kolektif masyarakat
setempat. Juga peninggalan kesejarahan yang ada di sekitar mereka. Hal yang
juga tidak kalah penting adalah menghadirkan aspek lokal dalam pembelajaran.
Bisa meliputi peristiwa dan tokoh-tokoh lokal. Dengan demikian, sejarah menjadi
dekat dengan keseharian.

Di jenjang ini, siswa dapat mulai dikenakan dengan ragam historiografi. Sehingga
dunia pendidikan sejalan dengan perkembangan keilmuan.

Untuk sekolah kejuruan, tema yang dikembangkan mencakup dua hal. Pertama,
tema-tema umum, seperti tentang lingkungan, nasionalisme, atau
multikulturalisme. Kedua, tema-tema fakultatif. Misalnya pada program kuliner,
maka lebih ditekankan tentang sejarah kuliner. Pada program pelayaran, maka
lebih ditekankan pada sejarah maritim. Di program pertanian, maka penekanan
pada sejarah agraria.

Di luar aspek konten, hal lain yang kita perlu perhatikan adalah dari strategi
pengemasan. Bagaimana menghadirkan media baru sebagai bahan ajar juga
perlu untuk dilakukan. Dengan demikian, sejarah bisa tampil lebih dekat dan
bersifat kekinian. Tentu ini bukan pekerjaan mudah. Butuh waktu dan upaya
ekstra untuk mewujudkan semuanya. Namun, penulis yakin, hasil yang dicapai
akan memuaskan dan relevan dengan minat belajar siswa. Sekaligus
menumbuhkan rasa cinta pada sejarah, sehingga mereka akan membaca dan
belajar tanpa dipaksa.

blog.unnes.ac.id/tsabitahmad/2020/09/30/pendidikan-sejarah-untuk-masa-depan/ 7/8

Anda mungkin juga menyukai