Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I


DI RUANG ASTER
RSUD Dr. HARYOTO LUMAJANG
PERIODE TANGGAL 1 FEBRUARI – 7 FEBRUARI 2021

Oleh :

NAMA : FARIN EKA MEILINDA


NIM : 192303101057

PRODI D3 KEPERAWATAN KAMPUS LUMAJANG


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
LAPORAN PENDAHULUAN
(Hari Pertama Praktik)

1. Konsep Penyakit
A. Definisi

Efusi pleura adalah penumpukan cairan pada rongga pleura. Cairan pleura
normalnya merembes secara terus menerus ke dalam rongga dada dari kapiler –
kapiler yang membatasi pleura parietalis dan diserap ulang oleh kapiler dan
sistem limfatik pleura vise ralis. Kondisi apapun yang mengganggu sekresi atau
drainase dari cairan ini akan menyebabkan efusi pleura. (Black &
Hawks, 2014).
Efusi pleura adalah akumulasi jumlah kelebihan cairan di dalam ruang pleura
(dari ruang interstisial paru-paru, parietal pleura, atau rongga peritoneum) atau ketika
ada penurunan cairan oleh limfatik (Duta et al, 2015).
Umumnya, di dalam rongga pleura terisi cairan sekitar 10-20 ml yang berfungsi
sebagai pelumas agar paru-paaru dapat bergerak dengan lancer saat bernafas.

B. Etiologi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan produksi
cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini disebabkan oleh
satu dari lima mekanisme berikut (Morton 2012) :
a. Peningkatan tekanan pada kapiler sub pleura atau limfatik
b. Peningkatan permeabilitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
d. Peningkatan tekakanan negative intrapleura
e. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Penyebab efusi pleura:
a) Infeksi
1. Tuberkulosis
2. Pneumonitis
3. Abses paru
4. Perforasi esophagus
5. Abses sufrenik
b) Non infeksi
1. Karsinoma paru
2. Karsinoma pleura: primer, sekunder
3. Karsinoma mediastinum
4. Tumor ovarium
5. Bendungan jantung: gagal jantung, perikarditiskonstriktiva 9
6. Gagal hati
7. Gagal ginjal
8. Hipotiroidisme
9. Kilotoraks
10. Emboli paru.
Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat,
eksudat dan hemoragis :
1. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung
kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava
superior, tumor, sindroma meig.
2. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya,     tumor, ifark
paru, radiasi, penyakit kolagen.
3. Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma,     infark paru,
tuberkulosis.
4. Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan
penyakit penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-
penyakit dibawah ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites,
infark paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.

C. Tanda dan Gejala/Manifestasi Klinis, Klasifikasi


Efusi pleura dibagi menjadi dua yaitu unilateral dan bilateral berdasarkan
lokasi cairan. Efusi unilateral tidak mempunyai kaitan yang khusus dengan penyakit
penyebabnya, sedangkan efusi pleura bilateral seringkali ditemukan pada penyakit
kegagalan jantung kongestif, tuberkulosos, asites infark paru, lupus eritmatosis
sistemik, sindroma nefrotik, dan tumor. Di Indonesia, kasus efusi pleura sebesar 80%
disebabkan oleh penyakit tuberkulosis (TBC).

Manifestasi Klinis :
Manifestasi efusi pleura yang paling sering adalah :
 timbulnya sesak nafas terutama saat berbaring
 timbulnya nyeri dada pleuritis ketika benafas (pneumonia)
 demam menggigil
 panas tinggi (kokus).
Kondisi ini antara lain disebabkan paru-paru tidak bisa mengembang sempurna saat
menarik nafas. Di samping sesak nafas, kebanyakan penderita efusi pleura mengalami
batuk kering dan tidak berdahak maupun batuk berdahak (banyak riak).

D. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen dada
Dilakukan untuk memastikan adanya efusi pleura, dimana hasil pemeriksaan akan
menunjukkan adanya cairan yang ditandai dengan warna transparan.

b. CT scan dada.
CT scan bisa memperlihatkan paru-paru dan cairan efusi dengan lebih jelas, serta
bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.

c. USG dada
Membantu mengidentifikasi adanya akumulasi cairan dalam jumlah kecil.

d. Torakosentesis
Tindakan untuk mengambil contoh cairan untuk diperiksa menggunakan jarum.
Pemeriksaan analisa cairan pleura bisa membantu untuk menentukan penyebab
terjadinya efusi pleura.

e. Biopsi.
Apabila dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk
dianalisa.
f. Bronkoskopi
Pemeriksaan untuk melihat jalan nafas secara langsung untuk membantu
menemukan penyebab efusi pleura.
g. Torakotomi
Dilakukan untuk membantu menemukan penyebab efusi pleura, yaitu dengan
pembedahan untuk membuka rongga dada. Namun, pada sekitar 20% penderita,
meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura
tetap tidak dapat ditentukan.

h. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada efusi pleura yaitu: (Nurarif et al, 2015)
a. Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena peningkatan
aktifitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dispneu akan semakin
meningkat pula.
b. Thoraksentesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri,
dispneu, dan lain lain. Cairan efusi sebanyak 1 - 1,5 liter perlu dikeluarkan untuk
mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah cairan efusi pleura lebih banyak
maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dikalkukan 1 jam kemudian.
c. Antibiotic
Pemberian antibiotik dilakukan apabila terbukti terdapat adanya infeksi. Antibiotik
diberi sesuai hasil kultur kuman.
d. Pleurodesis 17 Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberi obat
melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah
cairan terakumulasi kembali.
e. Water seal drainage (WSD) Water seal drainage (WSD) adalah suatu system
drainase yang menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari
cavum pleura atau rongga pleura.

i. Komplikasi
a. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik
akan mengakibatkan perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis.
Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks yang mana apabila fibrotoraks meluas
dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan - jaringan yang
berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk
memisahkan membran - membran pleura tersebut.
b. Atalektasis lektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna disebabkan
oleh penekanan akibat efusi pleura.
c. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru
dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan
sebagai kelanjutan dari suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan.
Pada efusi pleura, atalektasis yang 19 berkepanjangan dapat menyebabkan
penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
d. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada
sebagian atau semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan
mengakibatkan kolaps paru.
e. Empiema
Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang
mengelilinginya (rongga pleura). Empiema disebabkan oleh infeksi yang
menyebar dari paru-paru dan menyebabkan akumulasi nanah dalam rongga pleura.
Cairan yang terinfeksi dapat mencapai satu gelas bir atau lebih, yang menyebabkan
tekanan pada paru-paru, sesak napas dan rasa sakit (Morton, 2012).

j. Patofisiologi
Peradangan pada efusi, eksudat menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh
darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat dan terjadi
pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Peradangan ini disebabkan adanya
penurunan fungsi pada sillia. Sillia terpapar oleh pemaparan kronis yang mengiritasi
saluran pernafasan seperti asap rokok, debu dan lainnya. Diketahui bahwa cairan
masuk ke dalam rongga pleura melalui pleura parietal dan selanjutnya keluar dalam
jumlah yang sama melalui membrane pleura viseralis via sistem limfatik dan vascular.
Pergerakan cairan dari pleura parietal ke pleura viseralis dapat terjadi karena adanya
perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid. Cairan kebanyakan
diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan
pada pleura viseralis adalah terdapatnya mikropilli di sekitar selsel mesotelial
(Suryono,2011).
Cairan di rongga pleura jumlahnya tetap karena adanya keseimbangan antara
produksi oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis. Keadaan ini dapat
dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura
parietalis. Di dalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi
seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh
kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan koloid dan daya
tarikelastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis,
dan sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir ke dalam pembuluh limfe sehingga
cairan disini mencapai 1 liter seharinya. Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut
efusi pleura, hal ini terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu,
misalnya pada hiperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic
(hipoalbuminemia), dan peningkatan tekanan vena (gagal jantung).
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila :
a. Tekanan osmotik koloid menurun dalam darah pada penderita hipoalbuminemia
dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau
neoplasma.
b. Terjadi peningkatan: Permeabilitas kapiler (keradangan, neoplasma), tekanan
hidrostatis di pembuluh darah ke jantung atau yang disebut vena pulmonalis
(kegagalan jantung kiri) dan tekanan negatif intra pleura (atelektasis)
(Alsagaf, 2010).
c. Nyeri pleuritis mengacu pada imflamasi kedua lapisan pleura: pleura parietalis dan
pleura viseralis. Ketika kedua membran yang mengalami imflamasi ini bergesekan
selama respirasi terutama pada saat inspirasi, akibatnya adalah nyeri hebat, terasa
tajam seperti ditusuk pisau. Nyeri dapat menjadi minimal atau tidak terasa ketika
nafas di tahan. Selain menimbulkan nyeri, efusi pleura juga menyebabkan
obstruksi bronkus yang ditimbulkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah oleh
jaringan parut paru akibat dari hiperkavitas dari proses tuberculosis paru.
Obstruksi tersebut dapat menghambat udara masuk ke zona alveolus dan
menyebabkan atelektasis. Udara yang berada dalam alveolus menjadi sulit untuk
keluar dari alveolus dan akan terabsorpsi sedikit demi sedikit ke dalam aliran
darah yang menyebabkan alveolus kolaps (Corwin, Elizabeth J. 2009)
Pathway

Infeksi Penghambatan Tekanan Osmotik


Drainase Limfatik koloid plasma

Peradangan Tekanan kapiler Transudasi cairan


Permukanaan pleura paru meningkat intravaskuler

Permiabilitas Tekanan edema


vasculer hidrostatik

Transudati Cavum pleura

EFUSI PLEURA

Penumpukan cairan dalam rongga pleura

Ekspansi paru menurun

Pola nafas tidak Sesak nafas


efektif

Nyeri dada Nafsu makan


menurun

Gangguan pola tidur Gangguan pemenuhan


kebutuhan nutrisi

II.
III. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Kebutuhan Dasar
A. Pengkajian

a. Identitas Pasien
Pada tahap ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau
kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan
pasien.
b. Keluhan Utama
Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak nafas,
rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan
terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda -tanda seperti
batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan
sebagainya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya.Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakitpenyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca
paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
f. Riwayat Psikososial Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan
terhadap dirinya.
g. Pengkajian Pola Fungsi :
1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
2. Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan
persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah
terhadap pemeliharaan kesehatan.
3. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan penggunaan
obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
4. Pola nutrisi dan metabolisme
5. Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran
tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien.
6. Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien
dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak
nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
7. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi
pleura keadaan umumnyalemah. 35
h. Pola eliminasi Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah,
pasien akan lebih banyak bedrest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat
pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot
tractus digestivus.
i. Pola aktivitas dan latihan
1. Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi.
2. Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
3. Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada.
4. Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh
perawat dan keluarganya.
j. Pola tidur dan istirahat
1. Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
2. Selain itu, akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang
tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar - mandir,
berisik dan lain sebagainya.
k. Pemeriksaan Fisik
1. Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan pengkajian, sikap dan perilaku
pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien.
2. Sistem Respirasi
a) Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung,
iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun.
Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui
dari posisi trakhea dan ictus kordis. Pernapasan cenderung meningkat dan
pasien biasanya dyspneu. Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi
pleura yang jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga
ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
b) Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila
cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas
cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita
dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis EllisDamoisseaux. Garis ini paling
jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
c) Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk
cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari
parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari
atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
3. Sistem Cardiovasculer
a. Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS-5
pada linea medio klavikula kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
b. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) harus diperhatikan
kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya
thrill yaitu getaran ictuscordis.
c. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar
pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau
ventrikel kiri.
d. Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan
adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah
murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
4. Sistem Pencernaan
a. Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu
di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
b. Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya
5-35 kali per menit. 38
c. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi
pasien, apakah hepar teraba.
d. Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
5. Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping itu juga diperlukan
pemeriksaan GCS, apakah composmentis atau somnolen atau comma.
Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi
sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan
dan pengecapan.
6. Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial. Selain itu, palpasi pada
kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaan capillary refiltime. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
7. Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya
kegagalan sistem transport 39 oksigen. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai
kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian tekstur kulit (halus-
lunakkasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang,

B.
C. Diagnosa Keperawatan Utama
1. Ketidakefektifan pola napas
2. Gangguan pola tidur
3. Kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
1. Definisi/Pengertian
Diagnosa : Ketidakefektifan pola napas
Domain : 4 Aktivitas/istirahat
Kelas : 4 Respons kardiovaskular/pulmonal
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memeberi ventilasi adekuat

2. Batasan Karakteristik
- Pola napas abnormal - Pernapasan cuping hidung
- Perubahan ekskursi dada - Ortopnea
- Bradipnea - Fase ekspirasi memanjang
- Penurunan tekanan ekspirasi - Pernapasan
- Penurunan tekanan inspirasi - Takipnea
- Penurunan ventilasi semenit - Penggunaan otot bantu pernapasan
- Penurunan kapasitas vital - Penggunaan posisi tiga-titik bibir
- Dispnea
- Peningkatan diameter anterior-
posterior

3. Faktor Yang Berhubungan


- Ansietas - Hiperventilasi
- Posisi tubuh yang menghambat - Obesitas
ekspansi paru - Nyeri
- Keletihan - Keletihan otot pernapasan

D. Planning/Rencana Tindakan Keperawatan


1. Tujuan dan Kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, pola pernafasan klien tidak terganggu dan tidak
menyimpang dari rentang normal
Kriteria hasil :
- Frekuensi pernafasan tidak melebihi 16-20x/mnt (dewasa), 14-16 x.mnt (lansia)
- Irama pernafasan teratur
- Suara perkusi nafas sonor
- Hasil rotgen dada tidak terlihat adanya cairan
- Tidak ada suara nafas tambahan ronchi
- Tidak ada retraksi dinding
- Pengembangan dinding dada simetris
2. Intervensi dan Rasional
- Posisikan klien dalam posisi semi fowler untuk meringankan sesak nafas
- Motivasi klien untuk bernafas pelan dan rileks
- Auskultasi suara nafas klien dengan mencatat area yang ventilasinya menurun dan
ada tidaknya suara nafas tambahan
- Pantau adanya pucat atau sianosis
- Pantau efek obat pada status pernafasan
- Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan upaya pernafasan
- Amati kesimetrisan dada
- Pantau peningkatan kegelisahan, ansietas, dan lapar udara
- Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang Teknik relaksasi untuk
memperbaiki pola pernafasan
- Kolaborasi pemberian obat sesuai dengan program atau protocol
- Kolaborasi pemberian oksigen
- Dokumentasikan semua data hasi l pengkajian seperti suara nafas, pola pernafasan,
dan efek obat pada pasien

E. Masalah Keperawatan Lain Yang Bisa Terjadi (Disertai Rencana Tindakan


Keperawatan sampai intervensi lengkap untuk 1 diagnosa keperawatan
tambahan)

1. Definisi / pengertian
Diagnosa : Gangguan pola tidur
Domain : 4 Aktivitas/istirahat
Kelas : 1 Tidur/istirahat
Interupsi jumlah waktu dan kualitas tidur akibat faktor eksternal

2. Batasan Karakteristik
- Kesulitan berfungsi sehari-hari - Ketidakpuasan tidur
- Kesulitan memulai tidur - Tidak merasa cukup istirahat
- Kesulitan mempertahankan tetap tidur - Terjaga tanpa jelas penyebabnya

3. Faktor Yang Berhubungan


- Gangguan karena cara tidur pasangan - Kurang privasi
tidur - Pola tidur tidak mneyehatkan
- Kendala lingkungan

4. Tujuan dan kriteria hasil


Setelah dilakukan tindakan keperawatan, gangguan pola tidur klien dapat teratasi,
dengan kriteria hasil :
 Jam tidur tidak terganggu
 pola tidur tidak terganggu
 kualitas tidur baik
 perasaan segar setelah bangun
 Tidak ada kesulitan memulai tidur
 Melaporkan tidur yang cukup di malam hari

5. Intervensi dan Rasional


- Kaji adanya gejala insomnia
- Identifikasi factor lingkungan yang dapat mengganggu tidur
- Tentukan pola tidur/aktivitas pasien
- Pantau/catat pola tidur pasien dan jumlah waktu tidur
- Bantu klien untuk menghilangkan rasa tidak nyaman sebelum tidur
- Anjurkan pasien dan keluarga untuk melakukan tindakan sebagai pengantar tidur
seperti mendengarkan musik.

DAFTAR PUSTAKA

Anggarsari, Yunita Devi, Yuyun Setyorini, and Akhmad Rifai. "Studi Kasus Gangguan Pola Napas
Tidak Efektif Pada Pasien Efusi Pleura." Interest: Jurnal Ilmu Kesehatan 7.2 (2018): 168-179.

Fridrich, Peter, et al. "The effects of long-term prone positioning in patients with trauma-induced adult
respiratory distress syndrome." Anesthesia & Analgesia 83.6 (1996): 1206-1211.

Dwianggita, Priscilla. "Etiologi Efusi Pleura pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah, Denpasar, Bali Tahun 2013." Intisari Sains Medis 7.1 (2016): 57-66.

Anda mungkin juga menyukai