Anda di halaman 1dari 35

Penyakit Jantung Koroner:

Merupakan gangguan aliran darah akibat pertumbuhan plak atau proses klasifikasi di
dalam pembuluh darah coroner.

A. Angina Pektoris Stabil (APS)


Definisi:
- Sebagai sensasi tidak nyaman di dada dan struktur di sekitarnya akibat
iskemia miokardium. Sementara itu, angina stabil merupakan angina pektoris
dengan pola transien dan kronik, dicetuskan oleh aktivitas fisik atau emosi,
dan membaik dengan istirahat. Pada angina stabil, hanya ada depresi
sementara segmen ST, tetapi tidak ada kerusakan miokardium permanen.

Epidemiologi:
- Berdasarkan Riskedas 2013, prevalensi pjk di Indonesia sebesar 0.5% atau
mencapai 883.447 orang.

Etiologi dan Patofisiologi:


- Disfungsi endotel merupakan kejadian utama pada aterogenesis, disebabkan
oleh iritan kimia (rokok,kadar lipid yang tinggi dalam sirkulasi, dan DM) dan
gaya fisika. Endotel yang telah aktif mengalami peningkatan permeabilitas
sehingga low-density lipoprotein (LDL) bisa masuk ke lapisan intima. LDL
yang termodifikasi memicu pelepasan sitokin sehingga terjadi peningkatan
ekspresi molekul adhesi yang mengikat leukosit dan molekul kemoatraktan.
Didalam jaringan, monosit dan macrophage colony-stimulating factor (M-CSF)
menyebabkan meningkatnya ekspresi reseptor scavenger yang memediasi
ambilan partikel lipoprotein dan menyebabkan sel busa.

Sel ini melepaskan sitokin-sitokin dan molekul efektor, berlanjut dengan


migrasi sel otot polos dari media ke intima. Sel otot polos didalam intima
memproduksi matriks ekstrasel. Terjadilah akumulasi matriks di dalam plak
aterosklerotik sehingga fatty streak berubah menjadi fibrofatty lesion. Pada
fase lanjut fibrosis dan kalsifikasi terus berlanjut. Bersamaan dengan matinya
sel otot polos, terbentuk kapsul fibrosa aseluler dengan inti kaya lemak dan
mengandung sel mati.

Struktur kapsul fibrosa memengaruhi integritas plak. Ruptur plak


aterosklerotik menyebabkan pajanan prokoagulan di dalam plak kedalam
sirkulasi sehingga terbentuk trombus yang dapat menyumbat pembuluh
darah sehingga terjadi infark organ.

Angina stabil kronik disebabkan oleh plak atheroma obstruktif yang menetap
≥1 arteri coroner. Ketika aterosklerosis menyumbat lumen sebesar 70%,
terjadi penurunan aliran darah yang masih cukup untuk menyuplai kebutuhan
oksigen miokardium saat istirahat, tetapi tidak bisa mengompensasi
peningkatan kebutuhan oksigen, misalnya saat beraktivitas. Besarnya
kebutuhan oksigen dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni wall stress, frekuensi
nadi dan kontraktilitas jantung.

Factor resiko:
- Tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, laki-laki, genetic (memiliki first degree
relative yang mengalami penyakit jantung koroner, untuk laki-laki <55 tahun
dan perempuan <65 tahun). Faktor resiko yang dapat dimodifikasi:
dislipidemia, merokok, hipertensi, diabetes melitus (DM), obesitas, kurangnya
aktivitas fisik.

Gejala dan tanda


- Nyeri dada dengan karakteristik:
o Kualitas: “tertekan”, “tidak nyaman”, “terbakar” atau rasa berat di dada.
Tidak bersifat tajam atau seperti ditusuk. Saat mendeskripsikan nyeri
di dada pasien sering kali mengepalkan tangan dan meletakkannya
diatas sternum, disebut sebagai Levine sign.
o Durasi: berlangsung selama beberapa menit, jarang >5-10 menit.
o Lokasi: difus dan tidak dapat dilokalisasi di satu titik.
o Gejala penyerta: berdebar, diaphoresis,mual,sesak dan lemah.
o Faktor pencetus: hal-hal yang meningkatkan kebutuhan oksigen
miokardium, seperti aktivitas fisik, emosi, makan berat dan udara
dingin.
o Faktor Pereda: biasanya hilang dalam beberapa menit dengan
menghilangkan faktor pencetus, bisa dipercepat dengan pemberian
nitrogliserin sublingual.
- Tanda vital: Takikardia, takipnea
- Jantung: Pemeriksaan biasanya dalam batas normal

Pemeriksaan penunjang:
- Pemeriksaan laboratorium untuk menilai factor risiko, misalnya
hemoglobin,glukosa darah,profil lipid,fungsi ginjal, hingga status tiroid bila
ada kecurigaan.
- EKG saat istirahat : normal pada 50% pasien. Dapat ditemukan perubahan ST-
T tanpa gelombang Q.
- Stress test noninvasif : menggunakan treadmill. Pada pasien yang tidak bisa
melakukan olahraga, dapat dilakukan pharmacological stress testing.
- Stress myocardial perfusion imaging (MPI) : dilakukan pada pasien dengan
EKG istirahat abnormal dan respons ST tidak dapat diinterpretasikan secara
akurat, seperti pasien dengan gangguan repolarisasi, pasien LBBB dan pasien
yang mendapatkan digitalis.
- Stress echocardiography: menilai fungsi ventrikel kiri global dan regional saat
kondisi basal dan saat iskemia, serta mendeteksi hipertrofi ventrikel kiri dan
penyakit katup yang terkait.
- CT angiography (sensitivitas 95-99% dan spesitifitas 64-83%) : dilakukan pada
pasien angina stabil dengan risiko menengah dan hasil stress test yang tidak
konklusif.
Terapi dan pencegahan:
- Kontrol factor risiko dengan modifikasi gaya hidup dan pengobatan
- Meredakan gejala angina:
o Nitrogliserin kerja cepat SL 400 g setiap 5 menit sampai nyeri hilang
atau sudah mencapai dosis maksimum (1.200 g dalam 15 menit)
o Penyekat beta untuk mengontrol laju nadi dan gejala (misalnya
bisoprolol PO 1X5-10 mg)
o Penyekat kanal kalsium nondihidropiridin untuk mengontrol laju nadi
dan gejala (misalnya verapamil PO 1X240-480 mg)
- Mencegah kejadian kardiovaskular:
o Aspirin harian dosis rendah (PO 1X80 mg)
o Jika intoleransi aspirin, berikan clopidogrel.
o Statin direkomendasikan pada setiap pasien
o Penghambat ACE jika terdapat kondisi lain, seperti gagal jantung,
hipertensi, DM
o Hindari OAINS pada pasien banyak factor risiko kardiovaskular. Bila
terpaksa digunakan, pakai dalam waktu singkat dengan dosis
serendah mungkin
- Revaskularisasi : dikerjakan oleh dokter spesialis, percutaneous coronary
intervention (PCI) atau coronary artery bypass grafting (CABG)

Komplikasi:
- Sindrom coroner akut, infark miokardium atau kematian mendadak akibat
thrombosis akut. Presentasenya sesuai dengan stratifikasi risiko.

Prognosis:
- Modalitas untuk menghitung stratifikasi risiko APS, seperti Duke treadmill
score, metabolic equivalent (MET) dan angina yang diinduksi dengan
treadmill

B. Sindrom Koroner Akut (SKA)


Definisi :
- Merupakan kondisi mengancam jiwa yang dapat muncul sewaktu-waktu pada
pasien dengan penyakit arteri coroner. Sindrom ini mencakup pola tidak stabil
dari angina pektoris sampai infark miokardium besar. Terbagi menjadi tiga
kelompok, yakni anginapektoris tidak stabil (unstable angina pectoris [UAP]),
infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) dan infark miokard dengan
elevasi segmen ST (STEMI).

Etiologi dan Patofisiologi:


- SKA adalah manifestasi akut dari plak atheroma pembuluh darah koroner
yang pecah. Pada SKA tanpa elevasi segmen ST (UAP dan NSTEMI),
terbentuk thrombus dengan oklusi parsial. Pada STEMI, thrombus yang
terbentuk mengoklusi lumen pembuluh darah secara total.
Factor risiko:
- Tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, laki-laki, genetic (memiliki first degree
relative yang mengalami penyakit jantung coroner, untuk laki-laki <55 tahun
dan perempuan <65 tahun). Faktor resiko yang dapat dimodifikasi:
dislipidemia, merokok, hipertensi, diabetes melitus (DM), obesitas, kurangnya
aktivitas fisik.

Gejala dan tanda:


- Angina tipikal, berupa rasa tertekan/berat didaerah retrosternal; menjalar ke
lengan kiri, leher, area interscapular, bahu atau epigastrium; berlangsung
sementara atau menetap (> 20 menit); sering disertai
diaphoresis,mual,muntah,nyeri abdomen,sesak nafas dan pingsan (adanya
gejala sistemik menunjukan kemungkinan besar sudah terjadi infark).

Gambaran klinis NSTEMI/UAP: angina tipikal menetap >20 menit, angina


awitan baru kelas III klasifikasi Canadian Cardiovascular Society (CCS) ,
angina stabil yang mengalami destabilisasi minimal kelas III CCS atau angina
pascainfark miokard.

Angina ekuivalen: terutama pada perempuan dan lansia, paling sering


dijumpai sesak napas saat beraktivitas.

- Tanda vital: tekanan darah: hipotensi, terutama pada infark ventrikel kanan
- Jantung: auskultasi: murmur pansistolik di apeks akibat regurgitasi katup
mitral akut (sering terjadi pada infark posterior yang menyebabkan ruptur
muskulus papilaris), gallop S3 (jika terjadi komplikasi berupa gagal jantung)
dan gallop S4 (akibat menurunnya compliance ventrikel kiri)
- Paru: auskultasi: ronki basah halus (jika terjadi komplikasi gagal jantung)

Pemeriksaan penunjang:
- EKG : pada NSTEMI dan UAP, rekaman EKG saat pasien datang dapat berupa
depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T datar, gelombang T
pseudo-normalization atau bahkan normal tanpa perubahan. Pada STEMI,
terdapat elevasi segmen ST.
- Biomarker jantung: UAP dan NSTEMI dibedakan berdasarkan kejadian infark
miokard yang ditandai dengan peningkatan biomarker jantung. paling baik
dilakukan pemeriksaan troponin I atau troponin T, yang akan meningkat
dalam 2-4 jam dan menetap hingga dua minggu. Troponin I memiliki
sensitivitas 85% dan spesitifitas 91% dalam mendiagnosis SKA. Alternatif lain
adalah pemeriksaan CK-MB

Komplikasi:
- Komplikasi listrik:
o Fibrilasi ventrikel, terjadi pada 4,1% pasien
o Takikardia ventrikel, terjadi pada 3,5% pasien
o Fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel, terjadi pada 2,7% pasien
- Komplikasi mekanik:
o Disfungsi sistolik ventrikel kiri, paling sering terjadi
o Aneurisma ventrikel kiri, terjadi pada <5% pasien infark miokard besar
transmural
o Regurgitasi katup mitral sekunder, terjadi pada 14-39% pasien
o Ruptur dinding bebas ventrikel sehingga terjadi tamponade jantung,
terjadi pada <1% pasien pada minggu pertama setelah infark
transmural dan pada 14-26% pasien yang hampir meninggal karena
infark miokardium
o Ruptur septum interventikular, terjadi pada < 0,5% pasien infark
miokardium
Prognosis:
- Prognosis berdasarkan beberapa system skoring, seperti TIMI, GRACE,
CRUSADE, dan Killip

Terapi dan Pencegahan :


- Pada pasien kecurigaan SKA, perlu segera diperlukan penilaian, terutamanya
EKG 12 sadapan. Sambil menunggu ini, pasang monitor bed size periksa
tanda vital dan saturasi oksigen. Berikan obat-obatan untuk SKA untuk terapi
awal bila tidak kontra indikasi, yaitu nitrat dan antiplatelet. Langkah
selanjutnya sesuai dengan interpretasi EKG.
1. SKA tanpa elevasi segmen ST
Terapi medika mentosa yang dapat diberikan :
o Antiplatelet
 Aspirin (dosis loading 150 – 300 mg, pemeliharaan 75 – 100
mg/hari seumur hidup
 Penghambat reseptor adenosine diphostphate (ADP) : diberikan
bersama aspirin sesegera mungkin dan dipertahankan selama
12 bulan (ticagrelor PO loading 180 m, pemeliharaan 2 x 90 mg
atau clopidogrel PO loading 300 mg pemeliharaan 75 mg/hari )
o Antiiskemia
o Antikoagulan
o Statin
o Penghambat ACE
2. SKA dengan elevasi ST
Terapi reperfusi segera baik dengan PCI atau farmakologis, diindikasikan
untuk semua pasien dengan gejala yang timbul kurang 12 jam dengan
elevasi segmen ST yang menetap atau left bundle brench block (LBBB)
yang (terduga) baru. Terapi medikamentosa lainnya sama dengan pada
SKA tanpa elevasi ST diberikan bila tidak ada kontra indikasi .
o Reperfusi PCI
o Reperfusi fibrinolitik
o Terapi jangka Panjang
Diagnosis
o Diagnosis infark miokardium berdasarkan keluhan pasien (klinis),
perubahan
o EKG peningkatan biomarker jantung.

Lokasi infark Lokasi elevasi segmen ST


Anterior V3 dan V4
Anteroseptal V1 V2 V3 dan V4
Anterior ekstensif I, aVL, dan V2-V6
Antero lateral I, aVL, V3,V4,V5,dan V6
Inferior II, III , aVF
Lateral I, avl , V5 dan V6
Septum V1 dan V2
Posterior V7 V8 dan V9
Ventrikel kanan V3R – V4R

Source: Buku Kapita Selekta Kedokteran Edisi 1

Angina Pektoris Stabil


1. Pemeriksaan laboratorium
- Hemoglobin (Hb)

- Hematokrit (Ht)

- Trombosit

- Dan pemeriksaan terhadap faktor risiko koroner seperti gula darah, profil lipid,
dan penanda inflamasi akut bila diperlukan yaitu bila nyeri dada cukup berat
dan lama, seperti enzim creatinine kinase (CK) / creatinine kinasemuscle
brain (CKMB) C-reactive protein (CRP)/high sensitive (hs) CRP, dan troponin

2. Pemeriksaan Penunjang

EKG Waktu Istirahat


Pemeriksaan ini dikerjakan bila belum dapat dipastikan bahwa nyeri dada adalah
non kardiak.Bila angina tidak tipikal, maka pemeriksaan ini hanya positif pada
50% pasien. Kelainan EKG 12 leads yang khas adalah perubahan segmen ST-T
yang sesuai dengan iskemia miokardium. Akan tetapi perubahan-perubahan lain
ke arah faktor risiko seperti LVH dan adanya Q abnormal sangat berarti untuk
diagnostik. Gambaran EKG lainnya tidak khas seperti antmia, bundle branch
block (BBB), bi atau trifasikular blok, dan sebagainya. Pemeriksaan ini yang
dilakukan ketika nyeri dada dapat menambah kemungkinan ditemukannya
kelainan yang sesuai dengan iskemia sampai 50% lagi, walaupun EKG waktu
istirahat ini masih normal. Depresi segmen ST-T 1 mm atau lebih merupakan
pertanda iskemia yang spesifik, sedangkan perubahan-perubahan lainnya seperti
takikardia, BBB, blok fasikular, dan lain-lain, apalagi yang kembali normal pada
waktu nyeri hilang sesuai pula untuk iskemia.
Foto Toraks
Pemeriksaan ini dapat melihat misalnya adanya kalsifkasi koroner maupun katup
jantung, tanda-tanda lain, misalnya pasien juga menderita gagal jantung, penyakit
jantung katup, perikarditis, aneurisma, dan diseksi, serta pasien- passien yang
cenderung nyeri dada karena kelainan paru. EKG Waktu Aktivitas/Latihan
Pemeriksaan ini sangat penting dilakukan pada pasien- pasien yang amat
dicurigai, termasuk kelainan EKG seperti BBB dan depresi ST ringan.Begitu pula
pada pasien-pasien dengan angina vasospastik.Sedangkan pada pasien- pasien
dengan kemungkinan iskemianya rendah, LVH, minum digoksin, dengan depresi
ST kurang dari 1 mm boleh saja dikerjakan, meskipun sebenarnya tak terlalu
diperlukan. Kontraindikasi pemeriksaan ini adalahinfark miokardium akut (MA)
kurang dari 2 hari, aritmia berat dengan hemodinamik terganggu, gagal jantung
simptomatik, emboli paru dan infark paru, perikarditis dan
miokarditis akut, dan diseksi aorta. Kontraindikasi relatif adalah stenosis left
main (LM), stenosis aorta sedang atau obstruksi ~outfiow lainnya, elektrolit
abnormal, HT dengan sistolik >200 mmHg dan diastolik > 100 mm Hg, bradi atau
takiaritmia, kardiomiopati hipertrofik, UAP (kecuali yang berisiko rendah dan
sudah bebas nyer), dan gangguan fisik yang menyulitkan untuk melakukan tes ini.

Treadmill exercise test memiliki sensitivitas dan 17%. Tes ini ternyata
sensitivitasnya lebih rendah dar spesifisitas masing-masing sebesar 68% + 16%
dan 77%
uji latih lainnya. Pasien yang direkomendasikan untuk melakukan
pemeriksaan EKG saat latihan adalah pasien dengan abnormalitas EKG saat
istirahat yang perlu dievaluasi lebih lanjut, seperti pasien dengan penyakit
jantung koroner stabil yang mengalami perburukan pada gejala dan pasien post-
revaskularisasi dengan perburukan gejala. digunakan sebagai perbandingan
waktu latihan, ST Dapat digunakan The Duke treadmill score (DTS) deviasi dan
angina selama latihan dapat digunakan untuk memperhitungkan risiko pasien
Ekokardiografi
Pemeriksaan ini sangat bermanfaat pada pasien dengan murmur sistolik untuk
memperlihatkan ada tidaknya stenosis aorta yang signifikan atau kardiomiopati
hipertrofik. Selain itu dapat pula menentukan luasnya iskemia bila dilakukan
waktu berlangsungnya nyeri dada. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk
menganalisis fungsi miokardium segmental bila hal ini telah terjadi pada pasien
APS kronik atau bila telah pernah infark jantung sebelumnya, walaupun hal ini
tidak dapat memperihatkan adanya iskemia yang baru terjadi. Bila ekokardiografi
dilakukan dalam waktu sampai 30 menit dari serangan angina, sangat mungkin
masih dapat memperlihatkan adanya segmen miokardium yang mengalami
disfungsi karena iskemia ekut. Segmen ini akan
pulih lagi setelah hilangnya iskemia akut. Kuantitas iskemia dapat diperlihatkan
dengan sistem skor. Bila daerah disfungsi iskemik itu sukar terlihat, maka
sensitivitas dapat ditambah dengan memakai alat ekokardiografi yang
menggunakan harmonic imaging atau dapat dipakai juga ekokardiografi kontras
memakai gelembung-gelembung mikro (micro bubbles) yang terjadi waktu
injeksi IV larutan kontras. Pada saat terjadi iskemia dapat timbul mitral
regurgitasi (MR), yang dapat diperlihatkan pula dengan eko doppler.
Ekokardiografi direkomendasikan bagi pasien yang dicurigai mengalami
gangguan katup dan hipertrofi kardiomiopati, pasien dicurigai gagal jantung,
pasien dengan infark miokardium, pasien dengan LBBB, gelombang O, dan LVH.
Uji Latih dengan Farmakologis dan Teknik Penctraan
Uji latih dengan farmakologis dan teknik pencitraan dilakukan sebagai alternatif
bagi pasien yang tidak mampu melakukan pemeriksaan EKG latihan. Obat yang
digunakan antara lain pemberian obat simpatomimetik jangka pendek,
contohnya dobutamin, pemberian obat ini akan meningkatkan konsumsi oksigen
oleh miokardial dan menyerupai efek dari latihan fisik. Selain itu juga dapat
diberikan vasodilator koroner, contohnya : adenosin dan dipiridamol, pemberian
vasodilator ini akan terlihat sebagai peningkatan perfusi (apabila penyebab nyeri
dada bukan berasal dari arteri koroner jantung) dan bagian pembuluh darah yang
mengalami stenosis akan berkurang perfusinya (steal phenomenon). Risiko yang
mungkin terjadi saat tes ini adalah terjadinya ventricle tachycardia (VT) atau
komplikasi lainnya, namun kemungkinannya kecil, yakni 1 dari 1500 tes dengan
menggunakan dipiridamol atau 1 kejadian dari 300 dengan menggunakan
dobutamin. Diperhatikan pasien tidak boleh sedang mengkonsumsi dipiridamol
atau antiplatelet dan tidak mengonsumsi kafein dalam 12-24 jam terakhir.
Pemberian adenosin dapat memicu terjadinya bronkospasme pada pasien asma.
Dobutamin tidak memberikan efek yang besar dibandingkan dengan vasodilator.
Yang paling sering digunakan adalah pemberian dobutamin, pemberian obat ini
dapat diberikan pada pasien yang tidak bisa dilakukan latihan fisik dan
kontraindikasi terhadap ขasodilator.' Pasien yang direkomendasikan untuk
dilakukan tes latihan dengan teknik pencitraan antara lain adalah:
1. Pasien dengan abnormalitas EKG saat istirahat,
LBBB>1 mm ST depresi, pace rhythm, wolf Porkinson weckenbach (WPW)
2. Pasien dengan keraguan diagnosis, normal pada EKG
namun tidak toleransi pada latihan yang berat
3. Pasien dengan revaskularisasi riwayat percutaneous
coronary intervention (PCI) atau coronary arterial bypass graft (CABG)
4.Bertujuan untuk menunjukkan lokasi dar iskemijuga
pasien direncanakan untuk melakukan revaskulansasi
Stress Imaging, dengan Ekokardiografi atau Radionuklir
Pemeriksaan stres ekokardiografi ini bermanfaat dikerjakan pada pasien yang
dicurigai menderita APSsedangkan EKG istirahatnya menunjukkan ST depresi 1
mm atau lebih atau memperlihatkan adanya sindrom WPW. Kedua tes ini
berguna juga pada pasien pre revaskularisasi atau pasien-pasien dengan pacu
jantung atau LBBB. Ekokardiograf stres dengan memakai obat-obatan
bermanfaat sekali dilakukan pada pasien- pasien yang tak dapat melakukan stres
dengan latihan ataupun yang akan dilakukan revaskularisasi (dengan PCI atau
CABG), Tes-tes ini kurang bermanfaat bila dikerjakan pada pasien-pasien yang
sudah hampir pasti atau sama sekali belum jelas menderita iskemia miokardium.
Pemeriksaan-pemeriks aan stres tes ini dapat diterapkan juga bagi pasien-pasien
asimptomatik, terutama pada pasien-pasien asimptomatik yang berisiko tinggi.
Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan stres ekokardiografi berkisar pada 60-
85%, sedangkan pemeriksaan dengan radionuklir diperkirakan berkisar antara 80-
90%.Selain untuk diagnostik, tes-tes ini dapat dimanfaatkan juga untuk
stratifikasi prognostik serta evaluasi pasien-pasien yang telah dilakukan
revaskularisasi
dengan PCI atau CABG.Sampai dengan dilakukannya pemeriksaan noninvasif ini
dapatlah digolongkan pasien-pasien ke dalam risiko ringan, sedang, dan tinggi.
Angiografi Koroner
Pemeriksaan ini diperlukan pada pasien-pasien yang tetap pada APS kelas 1II-IV
meskipun telah mendapat terapi yang cukup, atau pasien-pasien dengan risiko
tinggi tanpa mempertimbangkan beratnya angina, serta pasien-pasien yang pulih
dari serangan aritmia ventrikel yangberat sampai cardiac arrest, yang telah
berhasil diatasi. Begitu pula perlunya pemeriksaan ini pada pasien-pasien yang
mengalami gagal jantung dan pasien-pasien yang karakteristik klinisnya
tergolong risiko tinggi. Pemeriksaan ini diperlukan juga bagi pasien-pasien yang
diketahui mempunyai disfungsi ventrikel kiri dengan ejection fraction (EF) kurang
dari 45% walaupun dengan angina kelas 1-1I dan pemeriksaan noninvasif tidak
menunjukkan risiko tinggi, serta pasien-pasien yang tidak dapat ditentukan
status koronernya dengan pemeriksaan noninvasif.
Keterbatasan angiografi koroner misalnya adalah tak dapat menentukan
perubahan fungsi miokardium berdasarkan stenosis koroner yang ada dan
insensitif dalam menentukan adanya trombus, Lagipula juga tak dapat
menunjukkan plak sklerosis yang akan menyebabkan berkembangnya menjadi
UAP, yang tergantung pada isi dan kapsul plak tersebut. Tidak jarang plak yang
demikian biasanya hanyalah menunjukkan stenosis 50%.Dengan tambahan
beratnya disfungsi LV, angiografi koroner sangat bermanfaat untuk stratifikasi
prognostik, yang berkorelasi dengan jumlah pembuluh darah yang mengalami
stenosis, yaitu 1, 2, 3 pembuluh atau LM Surviva[12 tahun untuk pasien dengan
0,1,2, dan 3 pembuluh adalah masing- masing 91%, 74%, 59% dan 40%,
sedangkan LV fungsi sistolik dengan EF 50-100%, 35-49% dan <35% berturut-
turut adalah 73%, 54% dan 21%. Pemilihan kandidat pasien untuk dilakukan
berbagai pemeriksaan dalam rangka menegakkan diagnosis APS dapat
menggunakan "Probabilitas pre-test"(PTP), dengan menggunakan acuan PTP,
pasien dapat dibedakan menjadi pasien yang berisiko rendah dan tinggi untuk
dilakukan pemeriksaan. Pasien dengan skor PTP yang rendah yakni <15%
diasumsikan sebagai pasien yang sehat dan diperbolehkan untuk melakukan tes.?
Dengan pemeriksaan-pemeriksaan noninvasif dan invasif didapatkan klasifikasi
pasien menjadipasien yang asimPtomatik diberlakukan menyerupai APS juga,
hanya dengan skala yang lebih ringan misalnya bila EKG istirahatnya normal,
tidak memerlukan stres ekokardiografi lagi, apalagi adanya PJK sudah dibuktikan
sebelumnya. Apabila pasien termasukhigh risk pada pemeriksaan-pemeriksaaan
noninvasif, maka pemeriksaan invasif mungkin diperlukan juga.Apabila hasil dari
pemeriksaan penjunjang tersebut dalam batas normal, namun nyeri dada tetap
dirasa, terdapat 3 kemungkinan yang mungkin terjadi, antara lain, nyeri
muskuloskeletal, spasme vasospastik koroner (biasanya dirasakan saat istirahat)
atau sindrom X kardial (biasanya terlihat abnormal pada EKG latihan).
3. Penatalaksanaan

Farmakologis
Penatalaksanan angina pektoris stabil sebagai berikut:
 Pada paisen yang menagalami serangan angina pada APS, dapat
diberikan nitogliserin sublingual (0,3 – 0,6 mg) setiap 5 menit hingga nyeri
menghilang atau hingga dosis maksimal 1,2 mg dalam 15 menit, pasien
didudukkan (karena berdiri memicu pingsan, sedangkan berbaring dapat
meningkatkan aliran balik dan kerja jantung)

 Nitrat jangka panjang dapat digunakan seagai profilaksis angin, antara lain,
ISDN, mononitrat dan transdermal nitroglicerin patch, namun belum dapat
dibuktikan secara langsung pengaruhnya.

 Penggunaan nitrat jangka panjang dapat memicu terjadinya sakit kepala


dan hipotensi

 Aspirin: penggunaan aspirin merupakan epncegahan terjadinya trombosis


arteri tetapi dapat berefek samping pada saluran cerna

 Beta Blocker: bekerja langsung pada jantung untuk menurunkan denyut


jantung, kontraktilitas, konduksi atrioventrikular dan aktivitas ektopik.
Pada pasien yang telah mengalami infark mikoradium, emberian beta
blocker dapat menurunkan angka kematian sebesar 30% akibat
kardiovaskular dan infark mikoardium.

 Angiotensin converting enzyme, terutama bila disertai hipertensi atau


disfungsi LV

 Pemakaian obat-obatan untuk penurunan low density lipoprotein (LDL)


pada pasien-pasien dengan LDL>130 mg/dl (target <100 mg/dl)

 Nitrogliserin semprot untuk mengontrol angina

 Antagonis kalsium atau nitrat jangka panjang

 Antagonis kalsium nondihidropiridin long acting, sebagai pengganti


penyekat beta untuk terapi permulaan, co: verapamil dan diltiazem

 Antagonis kalsium dihidropiridin, co: long acting nifedipin, amiodipin

 Ivabradin, obat ini merupakan obat yang menurunkan denyut jantung


dengan cara menginhibisi nodus sinu, sehingga dapat menurunkan
kebutuhan oksigen dari miokardium tanpa memberikan efek terhadap
inotropik dan tekanan darah

 Nicorandil, nicorandil merupakan obat turunan dari nitrat yang dapat


digunakan sebagai pencegahan dan pengobatan jangka panjang dari
angina, dapat ditambahkan setelah pemberian bet blocker dan penyekat
kalsium.

 Trimetazidin, antiiskemik modulator metabolik, kegunaannya menyerupai


pemberian propranolol 20 mg

 Ranolazin, inhibitor selektif terhadap sodium. Dosisnya sebesar 500-2000


mg per hari, efketif untuk mencegah terjadinya angina dan meningkatkan
kapasitas latihan fisik tanpa memberikan perubahan pada denyut jantung
dan tekanan darah

 Alopurinol, allopurinol 600 mg merupakan xantin oksidase inhibitor yang


emreduksi asam urat pada pasien gout dan memiliki kegunaan lain
sebagai antiangina

 Molsidomine: molsidomine merupakan donor NO langsung yang dapat


berfungsi sebagai antiiskemik, efek yang ditimbulkan menyerupai
pemberian isosorbid dinitrat

 Obat-obatan anti angina harus lebih hati-hati pemberian nya pada pasien
dengan tekanan darah rendah dan harus dimulai dengan dosis yang
rendah

 Pemberian obar-obatan yang dapat menurunkan denyut jantung (sseperti


beta bloker, ivabradin, penghambat kanal kalsium) harus dimulai dengan
dosis paling kecil

Non farmakologis
 Disamping pemberian oksigen dan istirahat pada wkatu datangnya
serangan angina, perlu juga dilakukan perubahan pada gaya hidup
(berhenti merokok dll), penurunan BB, penyesuaian diet, olahraga teratur,
dll

 Diet Pengaturan diet yang sehat akan menurunkan risiko terjadinya infark
miokardium. Energi dari asupan makanan yang dikonsumsi biasanya
disesuaikan dan ditargetkan dengan body mass index (BMDyang
ditargetkan yakni <25 kg/m2. Disarankan untuk mengkonsumsi :

 Buah-buahan 200 gram per minggu (dalam 2-3 penyajian)

 Asupan sayur-sayuran 200 gram per minggu (dalam 2-3 penyajian)

 Asam lemak tak jenuh (PUFA) yang bisa didapat dari minyak ikan, minyak
ikan tidak selalu didapatkan dari suplemen, saat ini disarankan untuk
mengkonsumsi ikan itu sendiri daripada suplemen.

 Asupan energi asam lemak jenuh dibatasi hanya < 1% dari total asupan
energi.

 Asupan garam <5 gram per hari.

 Asupan serat 30-45 gram per hari (bisa didapatkan dari produk gandum,
buah atau sayur)

 Asupan Asupan ikan setidaknya 2x per minggu

 Konsumsi alkohol dibatasi 2 gelas per hari (20 gram/ hari) untuk pria dan
1 gelas per hari (1O gram per hari pada wanita yang sedang tidak hamil.

 Saat ini diterapkan juga pola makanan Mediteranian yang banyak


mengandung minyak zaitun (extra-virgin olive oil) atau kacang dapat
menurunkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular pada pasien yang
berisiko tinggi tanpa penyakit penyerta kardiovaskular.
 Aktivitas Seksual

Aktivitas seksual dapat memicu terjadinya angina, dapat digunakan


nitrogliserin pada saat melakuan hubungan seksual, dan hindari
pemberian Sildenafilbersamaan dengan nitrat
 Pengelolaan Berat Badan

Penurunan berat badan disarankan bagi pasien overweight dan obesitas,


hal ini juga dapat membantu untuk mencapai target tekanan darah,
dislipidemia dan metabolisme glukosa. Munculnya apnea saat tidur
perludiperhatikan pada pasien obesitas karena berhubungan dengan
angka morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular

Sindrom Koroner Akut


1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima sebagai


petanda paling penting dalam diagnosis SKA.Menurut European Society of
Cardiology (ESC) dan ACC dianggap ada mionekrosis bila troponin T atau I positif
dalam 24 jam. Troponin tetap positif sampai kenaikan troponin 2 minggu.Risiko
kematian bertambah dengan tingkat CK-MB kurang spesifik untuk diagnosis
karena juga diketemukan di otot ske letal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut
dan akan meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam.
Kenaikan CRP dalam SKA berhubungan dengan mortalitas jangka panjang. Marker
yang lain seperti amioid A, interleukin-6 belum secara rutin dipakai dalam
diagnosis SKA.
2. Pemeriksaan penunjang

Elektrokardiografi (EKG)
pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun stratifikasi risiko
pasien angina tak stabil.Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan
kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda
iskemia atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti
depresi segmen ST kurang dari 0.5 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2
mm, tidak spesifik untuk iskemia, dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada
angina tak stabil 4% mempunyai EKG normal, dan pada NSTEMI 1-6% EKG juga
normal.
Uji Latih
Pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan menunjukkan tanda
risiko tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan alat treadmill. Bila hasilnya
negatif maka prognosis baik. Sedangkan bila hasilnya positif, lebih-lebih bila
didapatkan depresi segmen ST yang dalam, dianjurkan untuk dilakukan
pemeriksaan angiografi koroner, untuk menilai keadaan pembuluh koronernya
apakah perlu tindakan revaskularisasi (PCI atau CABG) karena risiko terjadinya
komplikasi kardiovaskular dalam waktu mendatang cukup besar.
Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data\ untuk diagnosis angina tak
stabil secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri,
adanya insufisiensi mitral dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung,
menandakan prognosis kurang baik. Ekokardiografi stres juga dapat membantu
menegakkan adanya iskemia miokard
Rontgen Toraks
Rontgen dada sangat berperan untuk mengidentifikasi adanya kongesti pulmonal
atau oedem, yang biasanya terjadi pada pasien UA/NSTEMI luas yang melibatkan
ventrikel kiri sehingga terjadi disfungsi ventrikel kiri.
3. Penatalaksanaan

Terapi Medikamentosa

Obat Anti Iskemia

- Nitrat

Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer dengan
efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengulangi wall stress dan
kebutuhan oksigen (oxygen demand).

- Penyekat beta

Penyekat beta dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokadium melalui efek


penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium.

- Antagonis kalsium

Antagonis kalsium dibagi dalam 2 golongan besar:


Golongan dihidropiridin seperti nifedipine dan golongan nondihidropiridin seperti
diltiazem dan verapamil. Kedua golongan dapat menyebabkan vasodilatasi
coroner dan menurunkan tekanan darah.

Obat Antiagregasi Trombosit

- Aspirin

Banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi kematian


jantung dan mengurangi infark fatal maupun non fatal dari 51% sampai 72% pada
pasien dengan angina tak stabil. Oleh karena itu aspirin dianjurkan untuk diberikan
seumur hidup dengan dosis awal 160 mg per hari dan dosis selanjutnya 80 sampai
325 mg per hari.
- Tiklopidin

Tiklopidin suatu derivate tienopiridin merupakan obat lini kedua dalam pengobatan
angina tak stabil bila pasien tidak tahan aspirin.

- Klopidogrel

Klopidogrel juga merupakan derivate tienopiridin, yang dapat menghambat agresi


platelet.

- Prasugrel

Prasugrel merupakan derivate tienopiridine lain selain tiklopidin dan klopidogrel


juga merupakan suatu prodrug.

- Ticagrelor

Berbeda dengan golongan tienopiridine (tiklopidin,klopidogrel dan prasugrel)


dimana aktivitas metabolitnya merupakan penghambat trombosit yang irreversible,
ticagrelor adalah penghambat reseptor P2Y12 yang reversible dan bekerja secara
langsung pada trombosit.

- Inhibitor Glikoprotein IIb/IIIa

Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet adalah ikatan terakhir
pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb.IIIa menduduki reseptor tadi
makai katan platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet tidak
terjadi.

Obat Antitrombin

- Unfractionated Heparin

Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari berbagai rantai polisakarida
yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagulan yang berbeda-beda.

- Low Molecular Weight Heparin (LMWH)

Low molecular weight heparin dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai


polisakarida heparin.

- Fondaparinux

Fondaparinux adalah sintesis pentasaccharide, yang merupakan penghambat tidak


langsung factor Xa dan memerlukan antithrombin untuk kerjanya.
DIRECT THROMBIN INHIBITORS
Directtrombin inhibitor secara teoritis mempunyai kelebihan karena bekerja
langsung mencegah pembentukan bekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma
protein maupun let faktor 4. Activated partial thromboplastin time dipakai untuk
memonitor aktivitas antikoagulasi, tetapi biasanya tidak perlu.Hirudin dapat
menurunkan angka kematian dan infark miokard, tetapi komplikasi perdarahan
bertambah. Bivalirudin juga menunjukkan efektivitas yang sama dengan efek
samping perdarahan kurang dari heparin. Bivalirudin telah disetujui untuk
menggantikan heparin pada pasien angina tak stabil yang menjalani PCI. Hirudin
maupun bivalirudin dapat menggantikan heparin bila ada efek samping
trombositopenia akibat heparin (HIT).

TINDAKAN REVASKULARISASI PEMBULUH KORONER


Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemia berat,
dan refrakter dengan terapi medikamentosa. ada pasien dengan penyempitan di
left main penyempitan pada 3 pembuluh darah, bila disertai faal ventrikel kiri yang
kurang tindakan operasi bypass (CABG) dapat memperbaiki harapan hidup,
kualitas hidup dan mengurangi masuknya kembali ke rumah sakit. Pada tindakan
bedah darurat mortalitas dan morbiditas lebih buruk dari pada bedah elektif.
Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan penyempitan pada satu
pembuluh darah atau 2 pembuluh darah atau bila ada kontra-indikasi Tindakan
pembedahan PCI merupakan pilihan utama.Pada angina tak stabil apa perlu
tindakan invasif dini atau konservatif tergantung dari stratifikasi risiko pasien;
risiko tinggi, seperti angina terus-menerus, adanya depresi segmen ST, kadar
troponin yang meningkat, faal ventrikel kiri yang buruk, adanya gangguan irama
jantung yang maligna seperti takikardia ventrikel, perlu Tindakan invasif dini

Source: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI

Chronic Coronary Syndrome = Stable Coronary Artery disease


Acute Coronary syndrome
Unstable Angina
Non-ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI)
ST elevation Myocardian Infarction (STEMI)
Eksentrik: belum di lumen, belum terdeteksi, belum ada keluhan
Pada stable angina: secara klinis tidak ada keluhan, jika di test terlihat, plaque nyatidak
rupture
Chronic Coronary Syndrome: proses patologis karena akumulasi plak aterosklerosis
bisa obstruktif/ tidak
Klasfikasi Angina:
Typical: ada 3 kriteria:
1) Nyeri dada seperti di cengkram leher, rahang, lengan, bahu, kadang dipunggung
2) Dipicu aktivitas

3) Hilang jika istirahat/ dgn nitrat

Atypical: 2 karakter
Non angina chest pain: 1 kriteria/ tidak ada

Canandian Cardiovascular Society (derajat)


Untuk evaluasi obat yang didapatkan

I. Angina muncul jka melakukan aktivitas berat

II. Aktivitas sedang, naik tangga 2 lantai

III. Aktivitas ringan

IV. Saat istirahat

Pemeriksaan dasar
ECG: iskemi
Lab: HbA1C, profil lipid(kolestrol, HDL, LDL)
Foto rontgen
Ekokardiografi: melihat katup, dimensi ruang jantung (apakah ada pelebarakn V & AT
kiri kanan) fungsi sistolik dan diastolic, gerakan jantung (simetris/tidak),
LVEF <50% : kemungkinan penyempitan
Pemeriksaan non invasive:
- CT angiografi coroner (CT scan):

- Treadmil

- Cardiac MR

Pemeriksaan invasive
- Angiografi coroner invasive (bila LVEF < 50%)

Kemungkinan rendah CAD


Treadmil normal
Calsium score CT normal (agatson scor=0)

Faktor

Tatalaksana non farmakologi


1) Berhenti merokok: rokok mengganggu sel endotel pemb. darah

2) Diet sehat: sayur, buah, wholegrain, saturated fat<10%

3) Aktifitas fiisik: 30-60 menit moderate 3-5x/minggu

4) Rutin obat: penderita angina mengonsumsi obat seumur hidup

5) Aktivitas sex dibolehkan untuk pasien yang tidak simtomatik di level low-
moderate

6) Target IMT < 25 kg/m2

7) TDS<140 mmHG, TDD<90 mmHg

8) Target HbA1C<7%

9) Faktor psikososial

10)External Counterpulsation (ECP)

Tatalksana farmakologi
1) Aspirin 75-10mg/hari (I/A)  menghambat COX-1

2) Clopidogrel 75mg/hari bila tdk toleran aspirin (I/B)  menghambat ADP

3) Beta blocker  menurunkan laju jantung, kontraktilitas, konduksi AV, aktivitas


ektopik, meningkatkan perfusi area iskemia dengan memperpanjang fase
diastolic, menurnkan risiko kematian kardiovaskuler 30%

Tdk boleh: pasien asma, gagal jantung akut, AV block > derajat 2
4) Calcium Channel Blocker (I/A)

- Non dihidropiridin: verapamil, diltiazem  menurunkan laju jantung dan anti


angina

- Dihiropiridin: amlodioine

- Nitrat jangka panjang (II a/b) -> vasodilatasi arteri dan vena, menurunkan preload
- Ivabradine: menurunkan laju jantung dengan selektif menghambat nodus sinus

- Statin (simple/ fast) 20 mg menurunkan kolestrol, stabilisasi plak, anti


inflamasi

Gambar
Gambar
Patofisiologi
AC  rupture plaque
NYeri dada kardiak
Mekanikal hipotesis  pelepasan mediator kimia
Penyebab meningkatnya troponin
1. Hipotiroid

2. Gagal ginjal

3. Rhabdomyolysis

4. Sepsis

5. Pulmonary embolism

Management
Dirujuk agar tida
NON-STE-ACS
Grace score
Algoritma
STEMI
Initial diagnosis
1. ECG

- 12 sandapan (max 10 menit)

- ECG posterior (v7-v9) pada pasien dengan kecurigaan tinggi MI posterior

- ECK precordial kanan pada pasien dengan

2. Sampel darah

-
Tatalaksana
Menghilangkan nyeri,
Kegagalan fibrinolitik:
1. Rasa nyeri tidak hilang

2. ST elevasi tidak menurun


Kontraindikasi terapi fibrinolitik
Source: PPT dr. Yusra Chronic Coronary Syndrome

Anda mungkin juga menyukai