Merupakan gangguan aliran darah akibat pertumbuhan plak atau proses klasifikasi di
dalam pembuluh darah coroner.
Epidemiologi:
- Berdasarkan Riskedas 2013, prevalensi pjk di Indonesia sebesar 0.5% atau
mencapai 883.447 orang.
Angina stabil kronik disebabkan oleh plak atheroma obstruktif yang menetap
≥1 arteri coroner. Ketika aterosklerosis menyumbat lumen sebesar 70%,
terjadi penurunan aliran darah yang masih cukup untuk menyuplai kebutuhan
oksigen miokardium saat istirahat, tetapi tidak bisa mengompensasi
peningkatan kebutuhan oksigen, misalnya saat beraktivitas. Besarnya
kebutuhan oksigen dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni wall stress, frekuensi
nadi dan kontraktilitas jantung.
Factor resiko:
- Tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, laki-laki, genetic (memiliki first degree
relative yang mengalami penyakit jantung koroner, untuk laki-laki <55 tahun
dan perempuan <65 tahun). Faktor resiko yang dapat dimodifikasi:
dislipidemia, merokok, hipertensi, diabetes melitus (DM), obesitas, kurangnya
aktivitas fisik.
Pemeriksaan penunjang:
- Pemeriksaan laboratorium untuk menilai factor risiko, misalnya
hemoglobin,glukosa darah,profil lipid,fungsi ginjal, hingga status tiroid bila
ada kecurigaan.
- EKG saat istirahat : normal pada 50% pasien. Dapat ditemukan perubahan ST-
T tanpa gelombang Q.
- Stress test noninvasif : menggunakan treadmill. Pada pasien yang tidak bisa
melakukan olahraga, dapat dilakukan pharmacological stress testing.
- Stress myocardial perfusion imaging (MPI) : dilakukan pada pasien dengan
EKG istirahat abnormal dan respons ST tidak dapat diinterpretasikan secara
akurat, seperti pasien dengan gangguan repolarisasi, pasien LBBB dan pasien
yang mendapatkan digitalis.
- Stress echocardiography: menilai fungsi ventrikel kiri global dan regional saat
kondisi basal dan saat iskemia, serta mendeteksi hipertrofi ventrikel kiri dan
penyakit katup yang terkait.
- CT angiography (sensitivitas 95-99% dan spesitifitas 64-83%) : dilakukan pada
pasien angina stabil dengan risiko menengah dan hasil stress test yang tidak
konklusif.
Terapi dan pencegahan:
- Kontrol factor risiko dengan modifikasi gaya hidup dan pengobatan
- Meredakan gejala angina:
o Nitrogliserin kerja cepat SL 400 g setiap 5 menit sampai nyeri hilang
atau sudah mencapai dosis maksimum (1.200 g dalam 15 menit)
o Penyekat beta untuk mengontrol laju nadi dan gejala (misalnya
bisoprolol PO 1X5-10 mg)
o Penyekat kanal kalsium nondihidropiridin untuk mengontrol laju nadi
dan gejala (misalnya verapamil PO 1X240-480 mg)
- Mencegah kejadian kardiovaskular:
o Aspirin harian dosis rendah (PO 1X80 mg)
o Jika intoleransi aspirin, berikan clopidogrel.
o Statin direkomendasikan pada setiap pasien
o Penghambat ACE jika terdapat kondisi lain, seperti gagal jantung,
hipertensi, DM
o Hindari OAINS pada pasien banyak factor risiko kardiovaskular. Bila
terpaksa digunakan, pakai dalam waktu singkat dengan dosis
serendah mungkin
- Revaskularisasi : dikerjakan oleh dokter spesialis, percutaneous coronary
intervention (PCI) atau coronary artery bypass grafting (CABG)
Komplikasi:
- Sindrom coroner akut, infark miokardium atau kematian mendadak akibat
thrombosis akut. Presentasenya sesuai dengan stratifikasi risiko.
Prognosis:
- Modalitas untuk menghitung stratifikasi risiko APS, seperti Duke treadmill
score, metabolic equivalent (MET) dan angina yang diinduksi dengan
treadmill
- Tanda vital: tekanan darah: hipotensi, terutama pada infark ventrikel kanan
- Jantung: auskultasi: murmur pansistolik di apeks akibat regurgitasi katup
mitral akut (sering terjadi pada infark posterior yang menyebabkan ruptur
muskulus papilaris), gallop S3 (jika terjadi komplikasi berupa gagal jantung)
dan gallop S4 (akibat menurunnya compliance ventrikel kiri)
- Paru: auskultasi: ronki basah halus (jika terjadi komplikasi gagal jantung)
Pemeriksaan penunjang:
- EKG : pada NSTEMI dan UAP, rekaman EKG saat pasien datang dapat berupa
depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T datar, gelombang T
pseudo-normalization atau bahkan normal tanpa perubahan. Pada STEMI,
terdapat elevasi segmen ST.
- Biomarker jantung: UAP dan NSTEMI dibedakan berdasarkan kejadian infark
miokard yang ditandai dengan peningkatan biomarker jantung. paling baik
dilakukan pemeriksaan troponin I atau troponin T, yang akan meningkat
dalam 2-4 jam dan menetap hingga dua minggu. Troponin I memiliki
sensitivitas 85% dan spesitifitas 91% dalam mendiagnosis SKA. Alternatif lain
adalah pemeriksaan CK-MB
Komplikasi:
- Komplikasi listrik:
o Fibrilasi ventrikel, terjadi pada 4,1% pasien
o Takikardia ventrikel, terjadi pada 3,5% pasien
o Fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel, terjadi pada 2,7% pasien
- Komplikasi mekanik:
o Disfungsi sistolik ventrikel kiri, paling sering terjadi
o Aneurisma ventrikel kiri, terjadi pada <5% pasien infark miokard besar
transmural
o Regurgitasi katup mitral sekunder, terjadi pada 14-39% pasien
o Ruptur dinding bebas ventrikel sehingga terjadi tamponade jantung,
terjadi pada <1% pasien pada minggu pertama setelah infark
transmural dan pada 14-26% pasien yang hampir meninggal karena
infark miokardium
o Ruptur septum interventikular, terjadi pada < 0,5% pasien infark
miokardium
Prognosis:
- Prognosis berdasarkan beberapa system skoring, seperti TIMI, GRACE,
CRUSADE, dan Killip
- Hematokrit (Ht)
- Trombosit
- Dan pemeriksaan terhadap faktor risiko koroner seperti gula darah, profil lipid,
dan penanda inflamasi akut bila diperlukan yaitu bila nyeri dada cukup berat
dan lama, seperti enzim creatinine kinase (CK) / creatinine kinasemuscle
brain (CKMB) C-reactive protein (CRP)/high sensitive (hs) CRP, dan troponin
2. Pemeriksaan Penunjang
Farmakologis
Penatalaksanan angina pektoris stabil sebagai berikut:
Pada paisen yang menagalami serangan angina pada APS, dapat
diberikan nitogliserin sublingual (0,3 – 0,6 mg) setiap 5 menit hingga nyeri
menghilang atau hingga dosis maksimal 1,2 mg dalam 15 menit, pasien
didudukkan (karena berdiri memicu pingsan, sedangkan berbaring dapat
meningkatkan aliran balik dan kerja jantung)
Nitrat jangka panjang dapat digunakan seagai profilaksis angin, antara lain,
ISDN, mononitrat dan transdermal nitroglicerin patch, namun belum dapat
dibuktikan secara langsung pengaruhnya.
Obat-obatan anti angina harus lebih hati-hati pemberian nya pada pasien
dengan tekanan darah rendah dan harus dimulai dengan dosis yang
rendah
Non farmakologis
Disamping pemberian oksigen dan istirahat pada wkatu datangnya
serangan angina, perlu juga dilakukan perubahan pada gaya hidup
(berhenti merokok dll), penurunan BB, penyesuaian diet, olahraga teratur,
dll
Diet Pengaturan diet yang sehat akan menurunkan risiko terjadinya infark
miokardium. Energi dari asupan makanan yang dikonsumsi biasanya
disesuaikan dan ditargetkan dengan body mass index (BMDyang
ditargetkan yakni <25 kg/m2. Disarankan untuk mengkonsumsi :
Asam lemak tak jenuh (PUFA) yang bisa didapat dari minyak ikan, minyak
ikan tidak selalu didapatkan dari suplemen, saat ini disarankan untuk
mengkonsumsi ikan itu sendiri daripada suplemen.
Asupan energi asam lemak jenuh dibatasi hanya < 1% dari total asupan
energi.
Asupan serat 30-45 gram per hari (bisa didapatkan dari produk gandum,
buah atau sayur)
Konsumsi alkohol dibatasi 2 gelas per hari (20 gram/ hari) untuk pria dan
1 gelas per hari (1O gram per hari pada wanita yang sedang tidak hamil.
Elektrokardiografi (EKG)
pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun stratifikasi risiko
pasien angina tak stabil.Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan
kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda
iskemia atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti
depresi segmen ST kurang dari 0.5 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2
mm, tidak spesifik untuk iskemia, dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada
angina tak stabil 4% mempunyai EKG normal, dan pada NSTEMI 1-6% EKG juga
normal.
Uji Latih
Pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan menunjukkan tanda
risiko tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan alat treadmill. Bila hasilnya
negatif maka prognosis baik. Sedangkan bila hasilnya positif, lebih-lebih bila
didapatkan depresi segmen ST yang dalam, dianjurkan untuk dilakukan
pemeriksaan angiografi koroner, untuk menilai keadaan pembuluh koronernya
apakah perlu tindakan revaskularisasi (PCI atau CABG) karena risiko terjadinya
komplikasi kardiovaskular dalam waktu mendatang cukup besar.
Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data\ untuk diagnosis angina tak
stabil secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri,
adanya insufisiensi mitral dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung,
menandakan prognosis kurang baik. Ekokardiografi stres juga dapat membantu
menegakkan adanya iskemia miokard
Rontgen Toraks
Rontgen dada sangat berperan untuk mengidentifikasi adanya kongesti pulmonal
atau oedem, yang biasanya terjadi pada pasien UA/NSTEMI luas yang melibatkan
ventrikel kiri sehingga terjadi disfungsi ventrikel kiri.
3. Penatalaksanaan
Terapi Medikamentosa
- Nitrat
Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer dengan
efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengulangi wall stress dan
kebutuhan oksigen (oxygen demand).
- Penyekat beta
- Antagonis kalsium
- Aspirin
Tiklopidin suatu derivate tienopiridin merupakan obat lini kedua dalam pengobatan
angina tak stabil bila pasien tidak tahan aspirin.
- Klopidogrel
- Prasugrel
- Ticagrelor
Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet adalah ikatan terakhir
pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb.IIIa menduduki reseptor tadi
makai katan platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet tidak
terjadi.
Obat Antitrombin
- Unfractionated Heparin
Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari berbagai rantai polisakarida
yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagulan yang berbeda-beda.
- Fondaparinux
Atypical: 2 karakter
Non angina chest pain: 1 kriteria/ tidak ada
Pemeriksaan dasar
ECG: iskemi
Lab: HbA1C, profil lipid(kolestrol, HDL, LDL)
Foto rontgen
Ekokardiografi: melihat katup, dimensi ruang jantung (apakah ada pelebarakn V & AT
kiri kanan) fungsi sistolik dan diastolic, gerakan jantung (simetris/tidak),
LVEF <50% : kemungkinan penyempitan
Pemeriksaan non invasive:
- CT angiografi coroner (CT scan):
- Treadmil
- Cardiac MR
Pemeriksaan invasive
- Angiografi coroner invasive (bila LVEF < 50%)
Faktor
5) Aktivitas sex dibolehkan untuk pasien yang tidak simtomatik di level low-
moderate
8) Target HbA1C<7%
9) Faktor psikososial
Tatalksana farmakologi
1) Aspirin 75-10mg/hari (I/A) menghambat COX-1
Tdk boleh: pasien asma, gagal jantung akut, AV block > derajat 2
4) Calcium Channel Blocker (I/A)
- Dihiropiridin: amlodioine
- Nitrat jangka panjang (II a/b) -> vasodilatasi arteri dan vena, menurunkan preload
- Ivabradine: menurunkan laju jantung dengan selektif menghambat nodus sinus
Gambar
Gambar
Patofisiologi
AC rupture plaque
NYeri dada kardiak
Mekanikal hipotesis pelepasan mediator kimia
Penyebab meningkatnya troponin
1. Hipotiroid
2. Gagal ginjal
3. Rhabdomyolysis
4. Sepsis
5. Pulmonary embolism
Management
Dirujuk agar tida
NON-STE-ACS
Grace score
Algoritma
STEMI
Initial diagnosis
1. ECG
2. Sampel darah
-
Tatalaksana
Menghilangkan nyeri,
Kegagalan fibrinolitik:
1. Rasa nyeri tidak hilang