Anda di halaman 1dari 16

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER

MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


DOSEN : MUHYIDIN, S,Ag, M.Ag, MH
WAKTU : 60 MENIT
Sifat : Open Book/ jurnal/ e- book

Nama : Abelia Yunianta Puspa Dewi


NIM : 23020320130060
Kelas : Agribisnis A

1. Setiap agama mengajarkan pokok-pokok ajaran yang meliputi credo, ritus dan tata nilai.
Bagaimana pandangan Saudara tentang pernyataan bahwa semua agama itu
sama? Jelaskan !
➢ Menurut saya, pandangan agama sama dapat dikatakan benar dan dapat dikatakan
salah. Dapat dikatakan benar jika kita melihat dari sisi ajaran agama yang
mengajarkan hidup bermasyarakat. Dalam hal ini, hampir semua agama
mengajarkan untuk berbuat baik antar sesama. Tidak membuat kerusakan di
bumi, menghargai satu sama lain, dan menjaga perdamaian dengan cinta dan
kasih. Akan tetapi, jika telah berhubungan dengan Tuhan, di sinilah letak
perbedaan yang mencolok. Setiap agama memiliki cara untuk beribadah kepada
Tuhan. Tuhan yang disebut pun tidak hanya satu. Ada banyak agama di dunia
yang menganggap Allah bukanlah Tuhan. Juga masih ada yang menganggap
berhala adalah perwujudan Tuhan seperti agama Hindu. Selain itu juga ada agama
yang mempercayai Allah tetapi tidak meyakininya sebagai Tuhan. Perbedaan
Tuhan, beribadah, dan syariat dalam agama inilah yang menunjukkan bahwa
semua agama tidak sama. Walaupun begitu, di tengah perbedaan yang ada, sudah
seharusnya kita saling menghargai dan menyebarkan perdamain.
2. Bagaimana konsep Tuhan menurut Islam dan sejauhmana pengaruh keimanan terhadap
kehidupan dunia ini !
➢ Konsep Tuhan menurut Islam
Dalam konsep Islam, Tuhan disebut Allah dan diyakini sebagai
Zat Maha Tinggi yang nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu,
Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam.
Dalam tinjauan Islam, konsep ke-Tuhan-an tidak dapat
dipisahkan dari pengertian tentang Tuhan yang termuat dalam sumber-Nya. Yaitu
AlQur’an yang oleh umat Islam diyakini sebagai wahyu, dan menurut AlQur’an
ajaran Islam yang terpenting adalah perintah dan seruan kepada manusia untuk
menyembah hanya kepada Allah dan ini merupakan kredo inti. Al-Qur’an
menyatakan bahwa yang Tuhan itu hanyalah Allah. Karena yang Tuhan hanyalah
Allah maka manusia hanya benar kalau menyembah Allah semesta.
➢ Pengaruh Keimanan terhadap Kehidupan Dunia
1. Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen
Iman memberi pengaruh pada seseorang untuk selalu berbuat
dengan ikhlas, tanpa pamrih, kecuali keridhaan Allah. Orang yang beriman
senantiasa konsekuen dengan apa yang telah diikrarkannya, baik dengan
lidahnya maupun dengan hatinya. Ia senantiasa berpedoman pada firman Allah
dalam QS. al-An’am/6:162.

ْ ‫ب‬
َُ‫ُٱل َٰعَلَ ِمين‬ ِ ‫ُر‬ِ َّ ِ ِ‫ُو َم َمات‬
َ ‫ىُّلِل‬ َ ‫اى‬
َ َ‫ىُو َمحْ ي‬ َ ِ‫ص ََلت‬
َ ‫ىُونس ِك‬ َ ُ‫قُ ْلُإِ َّن‬

“Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku


dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”

2. Iman mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan tayyibah)


Kehidupan manusia yang baik adalah kehidupan orang yang
selalu menekankan kepada kebaikan dan mengerjakan perbuatan yang baik.
Hal ini dijelaskan Allah dalam firman-Nya QS. an-Nahl/16:97.

ًُُۖ‫ط ِي َبة‬
َ ًُ‫ُوه َوُمؤْ ُِم ٌنُفَلَنحْ ِي َينَّهۥُ َح َي َٰوة‬ َ ‫اُمنُذَك ٍَرُأَ ْوُأنثَ َٰى‬ َ َٰ َُ‫ع ِمل‬
ِ ‫ص ِل ًح‬ َ ُ‫َم ْن‬
۟ ‫س ِنُ َماُكَان‬
َُ‫واُيَ ْع َملون‬ َ ‫َولَنَجْ ِزيَنَّه ْمُأَجْ َرهمُبِأ َ ْح‬
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah
mereka kerjakan”
3. Iman Melenyapkan Kepercayaan Pada Kekuasaan Benda
Orang yang beriman hanya percaya pada kekuatan dan
kekuasaan Allah. Kalau Allah hendak memberikan pertolongan, maka tidak
ada satu kekuatanpun yang dapat mencegahnya. Sebaliknya, jika Allah hendak
menimpakan bencana, maka tidak ada satu kekuatanpun yang sanggup
menahan dan mencegahnya. Kepercayaan dan keyakinan demikian
menghilangkan sifat mendewa-dewakan manusia yang kebetulan sedang
memegang kekuasaan, menghilangkan kepercayaan pada kesaktian benda-
benda keramat, mengikis kepercayaan pada takhyul, jampi-jampi dan
sebagainya. Pegangan orang yang beriman adalah firman Allah surat al-
Fatihah ayat 1-7 .
4. Iman kepada Allah akan mendatangkan rasa tentram, aman, dan damai dalam
hati seseorang, karena ia telah menyerahkan diri sepenuhhnya kepada allah
SWT untuk melindungi keamanannya dan mencukupi segala kebutuhannya.
5. Menjadi sumber ketenangan dan kedamaian bagi setiap orang, kerana ia
sejalan dengan fitrah dan seiring dengan tabiatnya.
Menjadi sumber kebahagiaan bagi masyarakat, kerana ia
mengukuhkan ikatan-ikatan masyarakat, merapatkan tali kekeluargaan dan
membersihkan perasaan-perasaan dari sifat-sifat tercela. Sebagaimana firman
Allah, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan
boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu;
Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)
6. Bersemangat, giat serta rajin bekerja.
Sesungguhnya orang yang beriman kepada qadha’ Allah dan
qadar-Nya, mengetahui kaitan antara sebab dan akibat, mengerti nilai amal,
kedudukan dan keutamaannya, ia akan mengetahui bahawa di antara taufik
Allah bagi manusia adalah petunjuk-Nya untuk mengupayakan sebab-sebab
yang dapat menghantarkan kepada tujuan. Dan dia tidak akan berputus-asa
apabila ada sesuatu yang tidak dia capai, sebagaimana dia tidak akan lupa diri
dan sombong apabila berhasil meraih keuntungan dunia, sebagai wujud dan
iman kepada firman Allah SWT

3. Jelaskan tauhidullah yang terdiri dari rububiyyah, uluhiyyah dan asma wa shifat bagi
Allah !
➢ 1. Tauhid Rububiyah
Yaitu mengesakan Allah dalam segala perbuatan-Nya dengan menyakini
bahwa Dia sendiri yang meciptakan semua mahluk. Allah berfirman dalam
Surat ath-Thur ayat 35-36 :

َُ‫ُٱل َٰ َخ ِلقون‬
ْ ‫ش ْىءٍُُأَ ْمُهم‬ َ ُ‫ُم ْن‬
َ ُ‫غي ِْر‬ ۟ ‫أََ ْمُخ ِلق‬
ِ ‫وا‬
"Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang
menciptakan (diri mereka sendiri)?”

َُ‫لَُّلُيوقِنون‬ َ ‫ُِو ْٱْل َ ْر‬


َّ َ‫ضُُۚب‬ َ ‫س َٰ َم َٰ َوت‬ ۟ ‫أَ ْمُ َخلَق‬
َّ ‫واُٱل‬
“Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?; sebenarnya
mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).”

Mengesakan Allah dalam Rububiyahny-Nya Maksudnya adalah


kita meyakini keesaan Allah dalam perbuatan-perbuatan yang hanya dapat
dilakukanoleh Allah, seperti mencipta dan mengatur seluruh alam semesta
beserta isinya, memberi riski, memberikan manfaat, menolak mudhlarat dan
lainnya yang merupakan kekhususan bagi Allah. Hal yang seperti ini diakui
oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Orang-
orang yang mengingkari hal ini; seperti kaum atheis, pada kenyataannya
mereka menampakkan keingkarannya hanya karena kesombongan mereka.
Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka, mengakui bahwa tidaklah alam
semesta ini terjadi kecuali ada yang membuat dan mengaturnya. Mereka
hanyalah membohongi kata hati mereka sendiri.

Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah ini


tidaklah menjadikan seseorang beragama Islam karena sesungguhnya orang-
orang musyrikin Quraisy yang diperangi Rosulullah mengakui dan meyakini
jenis tauhid ini.

2. Tauhid Uluhiyah

Yaitu membahas tentang keEsaan Allah dalam dzat-Nya tidak


terdiri dari beberapa unsur atau oknum, tidak sebagaimana dalam teologi
Yahudi dan Masehi. Dia (Allah) sebagai dzat yang wajib disembah dan dipuja
dengan ikhlas, semua pengabdian hamba-Nya semata-mata untuk-Nya seperti
berdoa, nahr (kurban), raja’ (harap), khauf (takut), tawakal (berserah diri),
inabah (pendekatan diri) dan lain-lain. Firman Allah dalam surat an-Nahl ayat
36

ُ‫ىُّٰللا‬ َّ
‫واُالطاغ ۡوتَُُُۚفَ ِم ۡنه ۡمُ َّم ۡنُ َهدَ ه‬ ۡ ‫ُو‬
‫اجتَنِب‬ َ َ‫واُّٰللا‬
‫ُاعب ُد ه‬ ۡ ‫ٍُرس ۡو ًَّلُاَ ِن‬ َّ ‫لُا َّمة‬ ُِ ‫َولَـقَ ۡدُ َب َع ۡثنَاُفِ ۡىُك‬
‫ي‬ ۡ ‫عاقِبَة‬
ُۡ ُِ‫ُالمك َِذب‬ َ ُ َ‫فُ َكان‬ َ ‫ضُفَا ْنظر ۡواُك َۡي‬ ۡ ‫علَ ۡي ِهُالض ََّٰللَ ُةُُفَس ِۡير ۡواُفِ ۡى‬
ِ ‫ُاَّلَ ۡر‬ َ ُ‫َو ِم ۡنه ۡمُ َّم ۡنُ َحقَّ ۡت‬
“ dan sesungguhnya kami telah mengutus rosul pada tiap-tiap
umat (untuk menyerukan) sembahlah Allah semata dan jauhilah berhala itu”.

Mengesakan Allah Dalam uluhiyah-Nya. Maksudnya adalah


kita mengesakan Allah dalam segala macam ibadah yang kita lakukan.
Seperti Shalat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta,
takut dan berbagai macam ibadah lainnya. Dimana kita harus memaksudkan
tujuan dari kesemua ibadah itu hanya kepada Allah semata.

3. Tauhid Asma Wa Sifat

Tauhid Asma Wa Sifat adalah beriman kepada nama-nama


Allah dan sifat-sifatNya, sebagaimana yang telah diterangkan dalam al-
Qur’an dan Sunnah RasulNya menurut apa yang pantas bagi Allah, tanpa
ta’wil dan ta’thil, tanpa takyif, dan tamtsil

Allah berfirman dalam surat al-Kahfi ayat 15:

ِ َّ َ‫عل‬ ْ َ ‫ط ٍنُبَُيِ ٍنُُۖفَ َم ْنُأ‬


َ ُ‫ظلَمُمِ َّم ِنُٱ ْفت ََر َٰى‬ َٰ ْ ۟ ‫َٰ ََٰٓهؤ ََّلَٰٓءِ ُقَ ْومنَاُٱتَّخَذ‬
َ ُ َ‫واُمِ نُدونِِۦهَُٰٓ َءا ِل َهةًُُۖلَّ ْو ََّلُيَأْتون‬
‫ىُٱّلِلُ َك ِذبًا‬ ٍۭ َ ‫علَ ْي ِهمُبِسل‬
“Siapakah yag lebih dhalim kepada orang-orang yang mengada-
adakan kebohongan terhadap Allah.”

Mengesakan Allah Dalam Nama dan Sifat-Nya, Maksudnya


adalah kita beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah yang
diterangkan dalam Al-Qur‟an dan Sunnah Rosulullah. Dan kita juga
meyakini bahwa Allah lah yang pantas untuk memiliki nama-nama terindah
yang disebutkan di Al-Qur‟an dan Hadits tersebut (yang dikenal dengan
Asmaul Husna).

4. Mengagapa dalam alam pikiran Barat terdapat evolusi tentang Tuhan ? Jelaskan evolusi
tersebut dan bagaimana pandangan Islam terhadapnya !
➢ Pikiran Barat Teori Evolusi Tuhan
Menurut pemikiran Barat, yang dimaksud konsep Ketuhanan
adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman
lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun
pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme,
yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat
sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna.
Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori
evolusi yaitu dimulai dari Dinamisme pada zaman primitif. Kemudian Animisme
yang mempercayai roh. Setelah itu, karena Dinamisme dan Animisme tidak
memberi kepuasaan, akhirnya muncul Politeisme yaitu kepercayaan kepada
Dewa. Seiring berjalannya waktu, Politeisme tidak memberikan kepuasan
terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang
diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama.
Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan. Kepercayaan
satu Tuhan untuk satu bangsa itu disebut dengan Henoteisme (Tuhan tingkat
Nasional). Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi
Monoteisme. Dalam Monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh
bangsa dan bersifat internasional. Teori Evolusi tersebut kemudian ditentang oleh
seorang satrawan Inggris. Dia mengemukakan bahwa orang-orang yang
berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Dan
teori evolusi berangsur-angsur reda.

➢ Pandangan Islam Terhadap Teori Evolusi Tuhan


Dalam hal ini, Islam mentoleransi perbedaan yang ada karena
Islam sendiri mengajarkan kedamaian dan kasih sayang antarmanusia. Tidak
peduli bagaimana ras, suku, bahkan keyakinannya. Kita tidak bisa memaksa
mereka untuk mengikuti dan meyakini apa yang kita anut dan dalam islam juga
tidak dianjurkan memkasakan kehendak terhadap orang lain.

5. Makna terminologi Islam mempunyai dimensti karakteristik bagi seorang muslim


sebagai pemeluknya. Jelaskan makna tersebut !
➢ Makna Terminologi Islam
Secara terminologis (istilah, maknawi) dapat dikatakan, Islam adalah agama
wahyu berintikan tauhid atau keesaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah SWT
kepada Nabi Muhammad Saw sebagai utusan-Nya yang terakhir dan berlaku
bagi seluruh manusia, di mana pun dan kapan pun, yang ajarannya meliputi
seluruh aspek kehidupan manusia.
6. Jelaskan kerangka dasar Islam yang merupakan satu kesatuan dan sebagai pondasi bagi
seorang muslim !
➢ Kerangka Dasar Islam
1. Aqidah
Secara etimologis, aqidah berarti ikatan, sangkutan, keyakinan.
Aqidah secara teknis juga berarti keyakinan atau iman. Dengan demikian,
aqidah merupakan asas tempat mendirikan seluruh bangunan (ajaran) Islam
dan menjadi kerangka dasar jaran Islam sangkutan semua
Aqidah atau sistem keyakinan Islam dibangun atas dasar enam
keyakinan atau yang biasa disebut dengan rukun iman yang enam hal dalam
Islam. Aqidah juga merupakan sistem keyakinan Islam yang mendasar seluruh
aktivitas umat Islam dalam kehidupannya.
2. Syariah
Secara etimologis, syariah berarti jalan ke sumber air atau jalan
yang harus diikuti, yakni jalan kearah sumber pokok bagi kehidupan. Orang-
orang Arab menerapkan istilah ini khususnya pada jalan setapak menuju
palung air yang tetap dan diberi tanda yang jelas terlihat mata Adapun secara
terminologis syariah berarti semua peraturan agama yang ditetapkan oleh
Allah untuk kaum Muslim baik yang ditetapkan dengan al-Quran maupun
Sunnah Rasul
3. Akhlak
Secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa Arab al-
akhlaq yang merupakan bentuk jamak dari kata khuluq yang berarti budi
pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Sedangkan secaraterminologis,
akhlak berarti keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan
perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran.
➢ Hubungan Aqidah, Syariat, dan Akhlak
Aqidah, syariah, dan akhlak mempunyai hubungan yang sangat
erat, bahkan merupakan satu kesatuan yang tidak dapt dipisah-pisahkan.
Meskipun demikian, ketiganya dapat dibedakan satu sama lain. Aqidah sebagai
konsep atau sistem keyakinan yang bermuatan elemen-elemen dasar iman,
menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama. Syariah sebagai konsep
atau sistem hukum berisi peraturan yang menggambarkan fungsi agama.
Sedangkan akhlak sebagai sistem nilai etika menggambarkan arah dan tujuan
yang hendak dicapai oleh agama. Oleh karena itu, ketiga kerangka dasar tersebut
harus terintegrasi dalam diri seorang Muslim. Integrasi ketiga komponen tersebut
dalam ajaran Islam ibarat sebuah pohon, akarnya adalah aqidah, sementara
batang, dahan, dan daunya adalah syariah, sedangkan buahnya adalah akhlak.
7. Bagaimana metode pemahaman Islam sehingga dalam memahami doktrin Islam tidak
mengalami kesalahpahaman !
➢ Metode Pemahaman Islam
1. Metode Diakronis
Adalah metode mempelajari Islam yang menonjolkan aspek
sejarah. Metode ini memberi kemungkinan adanya studi komparasi tentang
berbagai penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Metode ini juga menghendaki adanya pengetahuan
,pemahaman dan penguraian ajaran-ajaran Islam dari sumber dasarnya, yakni
Al-qur`an dan As-Sunnah serta latar belakang masyarakat, sejarah, budaya
disamping sirah Nabi SAW dengan segala akal dan pikirannya.
2. Metode Sinkronik-Analitis
Adalah metode mempelajari Islam yang memberikan
kemampuan analisis teoritis yang sangat berguna bagi perkembangan
keimanan dan mental intelek umat Islam. Metode ini lebih mengutamakan
segi aplkatif dan praktis, tetapi juga mengutamakan teoritik.
3. Metode Problem solving (hallu al-musykilat)
Adalah Suatu Metode yang mempelajari Islam dan mengajak
pemeluknya untuk berlatih menghadapi berbagai masalah dari suatu cabang
ilmu pengetahuan dengan menggunakan solusi atau cara penyelesaian
masalah secara bersama sama
4. Metode Emperis (Tajribiyah)
Suatu metode mempelajari Islam yang memungkinkan Umat
Islam mempelajari ajarannya melalui proses aktualisasi dan internalisasi
norma-norma dan kaidah Islam dengan suatu proses aplikasi yang
menimbulkan suatu interaksi sosial, kemudian secara deskriptif proses
interaksi dapat dirumuskan dalam suatu sistem norma baru
5. Metode Emperis (Tajribiyah)
Suatu metode mempelajari Islam yang memungkinkan Umat
Islam mempelajari ajarannya melalui proses aktualisasi dan internalisasi
norma-norma dan kaidah Islam dengan suatu proses aplikasi yang
menimbulkan suatu interaksi sosial, kemudian secara deskriptif proses
interaksi dapat dirumuskan dalam suatu sistem norma baru.
6. Metode Induktif (al - Manhaj al-Istiqraiyah)
Suatu metode memahami Islam dengan cara menyusun kaidah-
kaidah hukum untuk diterapkan kepada masalah-masalah furu` yang
disesuaikan dengan madzhabnya terlebih dahulu.
.
8. Bagaimana makna khalifah dan apa tugas dan fungsi manusia diciptakan Allah di bumi
ini !
➢ Makna Khalifah
Secara bahasa kata khalifah berasal dari kata kholafa, yaitu kaum
yang sebagaiannya mengganti yang lain dari abad demi abad. Sedangkan secara
istilah hal ini dapat disikapi dalam dua pengertian tentang khalifah, yaitu khalifah
dalam arti kepala negara dan khalifah sebagai pengganti dan penghuni bumi
Allah. Khalifah dalam arti secara umum mempunyai perbedaan pengertian
dengan khalifah selaku kepala negara di negara Islam. Khalifah kepala negara
adalah pemimpin tertinggi (Sultan atau Raja)yang agung yang pemimpin tertinggi
(Sultan atau Raja) yang agung menggantikan pimpinan tertinggi sebelumnya
dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.
Pengertian khalifah yang kedua yaitu manusia yang secara silih
berganti sebagai wakil Allah yang memegang kekuasaan di bumi untuk
melaksanakan hukum Allah dan menegakkan keadilan: melalui para Nabi dan
Rasul semenjak dari Nabi pertama: Nabi Adam As.. sampai Nabi terakhir: Nabi
Muhammad SAW Allah telah mempercayakan kebenaran, kemajuan,
kemakmuran pada manusia, dan mempercayai manusia dapat memikul amanat
kebenaran, kemajuan, dan kemakmuran itu, sehingga diberi posisi dan kedudukan
sebagai khalifah.
Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
"Khalifah" ialah manusia yang secara silih berganti sebagai wakil Allah, dan
sebagai pengganti Allah di dalam memegang kekuasaan, menjalankan tugas dan
fungsinya untuk mengaktifkan hukum Allah dan menegakkan keadilan.

➢ Fungsi Manusia Diciptakan Allah di Bumi


Manusia dilahirkan di tengah eksistensi alam semesta ini menyandang tugas dan
kewajiban yang berat dalam fungsinya yang ganda, yakni sebagai hamba Allah
dan sebagai khalifah Allah.
a. Fungsi Manusia Sebagai Hamba Allah
Hamba Allah adalah orang yang taat dan patuh kepada perintah
Allah. Hakikat kehambaan kepada Allah adalah ketaatan, ketundukan dan
kepatuhan. Ketaatan, ketundukan dan kepatuhan manusia itu hanya layak
diberikan kepada Allah. Dalam hubungannya dengan Tuhan, manusia
menempati posisi sebagai ciptaan dan Tuhan sebagai Pencipta. Posisi ini
memiliki konsekuensi adanya keharusan manusia untuk taat dan patuh kepada
Pencipta-Nya. Hal itu sudah termaktub dalam Al-Quran tentang tujuan Allah
menciptakan manusia, yakni untuk menyembah kepada-Nya
b. Fungsi Manusia Sebagai Khalifah Allah
Al-Quran banyak memperkenalkan ayat tentang hakikat dan
sifat-sifat manusia sebagai makhluk yang menempati posisi unggul. Jauh
sebelum manusia diciptakan, Tuhan telah menyampaikan kepada malaikat
bahwa Dia akan menciptakan khalifah (wakil) di muka bumi. Manusia adalah
khalifah Allah di muka bumi. Dia yang bertugas mengurus bumi dengan
seluruh isinya, dan memakmurkannya sebagai amanah dari Allah. Sebagai
penguasa di bumi, manusia berkewajiban membudayakan alam semesta ini
guna menyiapkan kehidupan yang bahagia dan sejahtera. Tugas dan kewajiban
ini merupakan ujian dari Allah kepada manusia, siapa di antaranya yang paling
baik menunaikan amanah itu

9. Jelaskan secara lengkap tujuan, prinsip dasar dan ruang lingkup hukum Islam !
➢ Tujuan hukum islam
Menurut Abu Ishaq ash-Shabiti, tujuan hukum islam dapat dirumuskan ke
dalam tujuan, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Berikut
ini penjelasan dari masing-masing poin tujuan :

1. Pemeliharaan agama
Pemeliharaan agama merupakan tujuan utama hukum islam.
Sebabnya adalah karena agama merupakan pedoman hidup manusia, dan di
dalam agama Islam selain komponen-komponen akidah yang merupakan
pegangan hidup setiap Muslim serta akhlak yang merupakan sikap hidup
seorang muslim, terdapat juga syari‟at yang merupakan jalan hidup seorang
muslim baik dalam berhubungan dengan Tuhannya maupun dalam
berhubungan dengn manusia lain dan benda dalam masyarakat. Karena itulah
maka hukum Islam wajib melindungi agama yang dianut oleh seseorang dan
menjamin kemerdekaan setiap orang untuk beribadah menurut keyakinan
(agamanya).
2. Pemeliharaan jiwa
Pemeliharaan jiwa merupakan tujuan kedua dalam hukum Islam.
Karena itu hukum Islam wajib memelihara hak manusia untuk hidup dan
mempertahankan kehidupannya. Untuk itu hukum Islam melarang membunuh,
hal tersebut termaktub dalam firman Allah SWT Q.S. al-Isra‟ ayat 33,
ُُۖ‫ِىُٱلقَتْ ِل‬ َ َٰ ‫ظلو ًماُفَقَدُْ َج َع ْلنَاُل َِول ِِي ِهۦُس ْل‬
ْ ‫طنًاُفَ ََلُيُس ِْرفُف‬ ْ ‫ُۗو َمنُقتِلَُ َم‬
َ ُ‫ق‬ِ ‫ُٱّلِلُ ِإ ََّّلُ ِب ْٱل َح‬
َّ ‫سُٱلَّتِىُ َح َّر َم‬ ۟ ‫َو ََّلُتَ ْقتل‬
َ ‫واُٱلنَّ ْف‬
ً ‫إِنَّهُۥُ َكانَ ُ َمنص‬
‫ورا‬
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan
barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi
kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui
batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat
pertolongan.” ) Q.S. al-Isra‟: 33)
Sebagai upaya menghilangkan jiwa manusia dan melindungi berbagai sarana
yang dipergunakan oleh manusia untuk mempertahankan kemaslahatan
hidupnya
3. Pemeliharaan akal
Pemeliharaan akal sangan dipentingkan oleh hukum
Islam, karena dengan mempergunakan akalnya, manusia dapat
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa akal, manusia tidak
mungkin pula menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam. Oleh karena itu,
pemeliharaan akal menjadi salah satu tujuan hukum Islam. Penggunaan akal
itu harus diarahkan pada hal-hal atau sesuatu yang bermanfaat bagi
kepentingan hidup manusia, tidak untuk hal-hal yang merugikan kehidupan
manusia. Dan untuk memelihara akal itulah maka hukum Islam melarang
orang meminum setiap minuman yang memabukkan yang disebut dengan
istilah khamr dalam Q.S. al-Maidah ayat 90

‫ن‬ َُٰ ‫ش ۡي‬


َُ ‫ط ِنُفَاجۡ تَنِب ۡوهُلَ َعلَّك ۡمُت ۡفلِح ۡو‬ َ ۡ ‫صاب َُو‬
ٌ ‫اَّل ۡز ََّلم ُِر ۡج‬
َ ُ‫س ُِم ۡن‬
َّ ‫ع َم ِلُال‬ َ ‫اَّل ۡن‬ ۡ ‫َٰٰۤياَيُّ َهاُالَّذ ِۡينَ َُٰا َمن ٰۡۤواُاِنَّ َم‬
َ ۡ ‫اُالخَمۡ ر َُو ۡال َم ۡيسِر َُو‬
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.” (Q.S. al-Maidah : 90)
4. Pemeliharaan keturunan
Pemeliharaan keturunan, agar kemudian darah dapat
dijaga dan kelanjutan umat manusia dapat diteruskan, merupakan tujuan
keempat hukum Islam. Hal ini tercermin dalam hubungan darah yang menjadi
syarat untuk mendapat saling mewarisi. Q.S. an-Nisa’ : ayat 11,

ُ‫َت‬ ُۡ ‫ِنُكَان‬ ُۡ ‫ُاثنَتَُۡي ِنُفَلَه َّنُثلثَاُ َماُت ََركَُُُۚ َوا‬ ُۡ َ‫سُا َٰٓ ًءُفَوُۡق‬
َ ِ‫ِنُك َّنُن‬ ُ ۡ ‫ِىُاَوُۡ ََّلدِك ُۡمُُۖلِلذَّك َِرُمِ ۡثُلُ َح ِظ‬
ُِ ‫ُاَّلُۡنثَيَُۡي‬
ُۡ ‫نُُۚفَا‬ ُٰۤۡ ‫ُّٰللاُف‬
ُ‫صُۡيكم ه‬ ِ ُۡ‫يو‬
ُٰۤ‫نُلَّهُُولَد ٌَُّوو ِرث َ ُه‬
َ َ ُۡ ‫ِنُلَّ ُۡمُيَك‬ ُۡ ‫ِنُكَانَ ُلَهُُ َولَدٌُُۚفَا‬ ُۡ ‫ٍُمُۡنه َماُالسُّدُسُمِ َّماُت ََُركَ ُا‬ َ ‫َّلُبَ َوُۡيهُِلِك ِل‬
ِ ‫ُواحِ د‬ َ ِ ‫فُُ َو‬ُ ُۡ‫َواحِ دَةًُفَلَ َهاُالنِص‬
َٰ
ُ‫نُُُابَُا َٰٓؤك ُۡمُ َواَُۡبنَُا َٰٓؤك ُۡمُُۚ ََّل‬ ٰۤ
ٍُ ‫ىُ ِب َهُاُاَوُُۡدَُۡي‬
ُۡ ‫ص‬ ِ ُۡ‫صيَّةٍُيُّو‬ ِ ‫ُِو‬ ُۡ ِ‫ِخ َوةٌُفَ َِل ِمهُِالسُّدسُم‬ ٰۤ
ُۡ ‫ِنُ َكانَ ُلَ ُهُا‬ ُۡ ‫اَبَوَُٰهُفَ َِل ِمهُِالثُّلثُُُفَا‬
َ ‫نُبَعُۡد‬
ُ‫علُِۡي ًماُ َحكُِۡي ًما‬ َُ‫ُّٰللاُُا َِّن ه‬
َ ُ َ‫ُّٰللاُ َكان‬ ُِ‫ُمنَ ه‬ِ ً ‫ضة‬َ ُ‫ت َُۡدروُۡنَ ُاَيُّهُ ُۡمُا َُۡق َربُلَـك ُۡمُنَُفعًاُُفَ ِر ۡي‬
ۡ

“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.


Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak
perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi
mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu
seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa,
bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang
meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai
anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga;
jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat
seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat
yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan
anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat
(banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. an-Nisa‟ : 11)
Hukum kekeluargaan kewarisan Islam adalah hukum-hukum
yang secara khusus diciptakan Allah SWT untuk memelihara kemurnian darah
dan kemaslahatan keturunan. Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa dalam al-
Qur‟an, ayat-ayat hukum mengenai kedua bagian hukum Islam ini diatur lebih
rinci dan pasti dibandingkan dengan ayat-ayat hukum lainna. Maksudnya adalah
agar pemeliharaan dan kelanjutan keturunan dapat berlangsung dengan sebaik-
baiknya.

5. Pemeliharaan harta

Pemeliharaan harta adalah tujuan kelima hukum Islam. Menurut


ajaran Islam, harta adalah pemberian Tuhan kepada manusia, agar manusia
dapat mempertahankan hidup dan melangsungkan kehidupannya. Oleh karena
itu, hukum Islam melindungi hak manusia untuk memperoleh harta dengan cara-
cara yang halal dan sah serta melindungi kepentingan harta seseorang,
masyarakat dan Negara, misalnya dari penipuan Q.S. an-Nisa’ ayat 29,

َ ‫ُمُۡنكُ ُۡمُُۚ َو ََّلُتَُۡقتل ٰۡۤ ُواُاَُۡنـف‬


ُُ‫سك ۡم‬ ِ ‫اض‬ ُۡ ‫ع‬
ٍ ‫نُت ََر‬ َ ًُ‫ارة‬ ُۡ َ ‫َِّلُا‬
َ ‫نُتَكوُۡنَ ُتِ َج‬ َ ُۡ‫َُٰٰۤيـاَيُّ َهاُالَّذُِۡينَ َُُٰا َمنو‬
ُٰۤ َّ ‫اَُّلُت َۡاُكل ٰۡۤ ُواُاَمُۡ َوالَـك ُۡمُ َبُۡينَك ُۡمُ ِب ُۡال َباطِ ِلُا‬
ُ‫ُّٰللاُ َكانَ ُ ِبك ُۡمُ َرحِ ُۡي ًما‬
َُ‫ا َِّن ه‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta


sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S. an-Nisa‟ : 29)

Dan kejahatan lain terhadap harta orang lain. Peralihan harta


seseorang setelah meninggal dunia pun diatur secara rinci oleh hukum Islam agar
peralihan itu dapat berlangsung dengan baik dan adil berdasarkan fungsi dan
tanggung jawab seseorang dalam kehidupan rumah tangga dan masyarakat.

➢ Prinsip-Prinsip Hukum Islam


1. Prinsip Tauhid
Tauhid adalah prinsip umum hukum Islam. Prinsip ini
menyatakan bahwa semua manusia ada di bawah satu ketetapan yang sama,
yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam kalimat :laa ilaha illa Allah”
(Tidak ada tuhan selain Allah). Prinsip ini ditarik dari firman Allah SWT di
dalam Q.S. ali „Imran ayat 64

َ ُ‫ُو ََّلُن ْش ِركَ ُبِ ِهۦ‬


ُ‫شيْـًٔا‬ َ َّ ‫َاُوبَ ْينَك ْمُأ َ ََّّلُنَ ْعبدَُإِ ََّّل‬
َ ‫ُٱّلِل‬ َ ٍُ‫بُتَعَالَ ْو ۟اُإِلَ َٰىُ َك ِل َمة‬
َ ‫س َوآَٰ ٍۭءٍ ُبَ ْينَن‬ ْ ‫ق ْلُ َٰيََٰٓأ َ ْهل‬
ِ َ ‫َُٱل ِك َٰت‬
َُ‫واُبِأَنَّاُم ْسلِمون‬ ۟ ‫واُٱ ْش َهد‬ ۟ ‫ُٱّلِلُُۚفَإِنُت ََولَّ ْو ۟اُفَقول‬
َُِّ ‫ون‬ ِ ‫ًاُمنُد‬ ِ ‫َّلُيَتَّخِ ذَُبَ ْعضنَاُبَ ْعضًاُأ َ ْربَاب‬ ُ َ ‫َو‬

“Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu


kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa
tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan
sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain
sebagai tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada
mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri
(kepada Allah)". ) Q.S. ali „Imran : 64)

Prinsip tauhid ini, maka lahirlah prinsip khusus yang merupakan


kelanjutan dari prinsip tauhid ini, umpamanya yang berlaku dalam fiqih ibadah
sebagai berikut:

a. prinsip pertama. Berhubungan langsung dengan Allah SWT tanpa perantara,


artinya bahwa tidak seorangpun manusia dapat menjadikan dirinya sebagai
dzat yang waib disembah.

b. Prinsip kedua. Beban hukum (ta’lifi) ditujukan untuk memelihara akidah dan
iman, penyucian jiwa (takjiyat al-nafs) dan pembetukan pribadi yang luhur,
artinya hamba Allah SWT dibebani ibadah sebagai bentuk/aktualisasi dari
syukur atas nikmat Allah SWT

2. Prinsip Keadilan

Keadilan dalam bahasa Salaf adalah sinonim al-mizan


(keseimbangan/modrasi). Kata keadilan dalam al-Qur‟an kadang
diekuifalensikan dengan al-qist. Al-mizaan yang berarti keadilan di dalam al-
Qur‟an terdapat dalam Q.S. asy-Syura’ ayat 17 dan al-Hadid ayat 25.

َ ‫ُو ْٱلمِ يزَ انَ ُُۗ َو َماُيد ِْريكَ ُلَعَلَُّٱلسَّا‬


ٌُ‫عةَُقَ ِريب‬ َ ‫ق‬ َ َ ‫َُٱل ِك َٰت‬
ِ ‫بُبِ ْٱل َح‬ ْ ‫ِىُأَنزَ ل‬
َٰٓ ‫ٱّلِلُٱلَّذ‬
َّ

“Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa)


kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan). Dan tahukah kamu, boleh jadi
hari kiamat itu (sudah) dekat?” )Q.S. asySyura‟ : 17)

ٌُ‫ش ِد ْيد‬ ٌ ْ‫َاُال َح ِد ْيدَُفِ ْيهُِ َبأ‬


َ ُ‫س‬ ْ ‫ُو ْالمِ يْزَ انَ ُ ِل َيق ْو َمُالنَّاسُ ِب ْال ِقسْطِ ُُۚ َواَ ْنزَ ْلن‬
َ ‫ب‬ ْ ‫ُِوا َ ْنزَ ْلنَاُ َم َعهم‬
َ ُ‫ُال ِك َٰت‬ َ ‫س ْلنَاُرسلَنَاُ ِبا ْل َب ِيَُٰنت‬
َ ‫لَقَدُْا َ ْر‬
﴾ُ ۲۵ُ:ُ‫ع ِزُْي ٌزُُࣖ﴿الحديد‬ ٌّ ‫ُّٰللاُقَ ِو‬
َ ُ‫ي‬ َُ‫بُُۗا َِّن ه‬ ِ ‫ُّٰللاُ َم ْنُيَّ ْنصرهُُ َورسلَهُُ ِب ْالغَ ْي‬ ُ‫ُو ِل َي ْعلَ َم ه‬ ِ َّ‫َّو َمنَافِعُلِلن‬
َ ‫اس‬
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan
membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al
Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan
Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai
manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya
Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya
padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha
Perkasa.” )Q.S. al-Hadid : 25)
Perintah kepada manusia agar berlaku adil dalam segala hal
terutama kepada mereka yang mempuyai kekuasaan atau yang berhubunagn
dengan kekuasaan dan dalam bermuamalah (berdagang).
Kedilan yang berarti keseimbangan antara kewajiban yang harus
dipenuhi manusia (mukalaf) dengan kemampuan manusia untuk menunaikan
kewajiban tersebut. Dari prinsip keadilan ini lahir kaidah yang menyatakan
hukum Islam dalam praktiknya dapat berbuat sesuai dengan ruang dan waktu,
yakni suatu kaidah yang menyatakan elastisitas hulum Islam dan kemudahan
dalam melaksanakannya sebagai kelanjutan dari prinsip keadilan. Artinya,
perkara-perkara dalam hukum Islam apabila telah menyempit maka menjadi
luas, dan apabila perkara-perkara itu telah meluas maka kembali menyempit.

3. Prinsip Amar Ma‟ruf Nahii Mungkar (Memerintah kepada Kebaikan dan


Mencegah Kejahatan)

Hukum Islam digerakkan untuk merekayasa umat manusia untuk


menuju tujuan yang baik dan benar yang dikehendaki dan diridhai Allah SWT,
dalam filsafat hukum Barat diartikan sebagai fungsi social engineering hukum.
Pengkategorian amar ma’ruf nahi mungkar dinyatakan berdasarkan wahyu dan
akal. Prinsip amar ma’ruf nahi mungkar didasarkan pada Q.S. ali-Imran ayat
110

ُ‫ب‬ ُۡ ‫اّلِلُُ َُولَوَُُُٰۡا َمنَ ُا َ ُۡهل‬


ِ ‫ُال ِكَُٰت‬ ُۡ ‫ع ِن‬
َ ‫ُالمُۡنك َِر‬
ِ ‫ُوت ۡؤُمِ نوُۡنَ ُبِ ه‬ َ ِ‫اسُت َۡاُمروُۡنَ ُبِ ُۡال َمعُۡروُۡف‬
َ ُ َ‫ُوتَُۡن َهوُۡن‬ ِ َّ‫تُلِلن‬ ُۡ ‫كُۡنت ُۡمُخَُۡي َرُا َّمةٍُا‬
ُۡ ‫خ ِر َج‬
ُۡ ‫ُوا َ ُۡكثَرهم‬
َُ‫ُالَُٰفسِقوُۡن‬ ُۡ ‫ڪانَ ُخَُۡي ًراُلَّه ُۡمُمِ ُۡنهم‬
َ َ‫ُالم ُۡؤمِ نوُۡن‬ َُ َ‫ُل‬

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,


menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi
mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik. (Q.S. ali - Imran : 110).

4. Prinsip Kebebasan/Kemerdekaan

Prinsip kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar


agama/hukum Islam disiarkan tidak berdasarkan paksaan, tetapi berdasarkan
penjelasan, demontrasi, argumentasi. Kebebasan yang menjadi prinsip hukum
Islam adalah kebebasan dalam arti luas yang mencakup berbagai macamnya,
baik kebebasan indivisu maupun kebebasan komunal. Kebebasan beragama
dalam Islam dijamin berdasarkan prinsip tidak ada paksaan dalam beragama,
Q.S. al-Baqarah ayat 256
ۡ ِ‫سكَ ُبِ ۡالع ۡر َوة‬
ُ‫ُالو ۡث َٰقى‬ ِ ‫ُِوي ۡؤمِ ۡنُبِ ه‬
َ ‫اّلِلُفَقَ ِدُاسۡ ت َۡم‬ ۡ َ‫ُالر ۡشدُمِ ن‬
َّ ‫ُالغ َِىُُۚفَ َم ۡنُي َّۡكف ۡرُبِال‬
َ ‫طاغ ۡوت‬ ُّ َ‫نُقَدُتَّبَيَّن‬ُِۙ ‫َ َّٰۤلُا ِۡك َراهَُفِىُالد ِۡي‬
‫عل ِۡي ٌُم‬َ ُ‫سمِ ۡي ٌع‬
َ ُ‫ّٰللا‬
‫ُو ه‬ َ ُ‫امُلَ َها‬
َ ‫ص‬َ ‫ََّلُا ْن ِف‬
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu
barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak
akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-
Baqarah : 256)

5. Prinsip Persamaan/Egalite

Prinsip persamaan ii merupakan bagian penting dalam


pembinaan dan pengembangan hukum Islam dalam menggerakkan dan
mengontrol social, tapi bukan berarti tidak pula mengenal stratifikasi social
seperti komunis. Kemuliaan manusia bukanlah karena ras dan wara kulit.
Kemuliaan manusia adalah karena dzat manusia itu. Islam memiliki
kecenderungan pada persamaan, tetapi tidak menghendaki penyamarataan.

Contohnya, Islam membolehkan pemilikan pribadi dan


perbedaan dalam ekonomi dengan batas-batas yang wajar di dalam masyarakat,
agar tersedia kesempatan bagi individu untuk mengembangkan dan
memanfaatkan sifat-sifatnya yang mulia. Tidak boleh ada perbedaan yang
berlebihan di antara konsumen yang satu dengan lainnya Dalam tanggung jawab
pelaku usaha, ia harus menghargai hak-hak konsumen dengan berlaku jujur dan
adil.

6. Prinsip Ta’awun (Tolong-menolong)

Prinsip ini memiliki makna saling membantu antara sesame


manusia yang diarahkan sesuai prinsip tauhid, terutama dalam peningkatan
kebaikan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Prinsip ini menghendaki kaum
Muslim berada saling tolong dalam kebaikan dan ketakwaan Q.S. al-Maidah
ayat 2.

ُ‫ى‬ ۡ َ ‫ام‬
َ ‫ُو ََّلُال َه ۡد‬ َ ‫ـر‬ ۡ ‫شهۡ َر‬
َ ‫ُال َح‬ َّ ‫ُو ََّلُال‬ ِ ‫شعَا َٰٓ ِٕٮ َر ه‬
َ ‫ُّٰللا‬ َ ‫اُالَّذ ِۡينَ َُٰا َمن ۡو‬
َ ُ‫اَُّلُتحِ لُّ ۡوا‬ ُ ‫َٰٰۤيـاَيُّ َه‬
ُ‫ُواِذَاُ َحلَ ۡلت ۡم‬
َ ُُ‫ض َوانًا‬ۡ ‫ُو ِر‬ َّ ‫ُم ۡن‬
َ ‫ُربِ ِه ۡم‬ ِ ‫ض ًَل‬ۡ َ‫امُيَ ۡبـتَغ ۡونَ ُف‬ ۡ َ‫ُالبَ ۡيت‬ۡ َ‫ُو َ َّٰۤل َُٰآَٰمُِ ۡين‬ ۡ ‫َو ََّل‬
َ َ‫ُالقَ َََٰٓل ِٕٮد‬
َ ‫ـر‬
َ ‫ُال َح‬
َ ُۘ‫ـر ِامُاَ ۡنُت َعۡ تَد ۡوا‬
ُ‫ُوتَعَ َاون ۡوا‬ َ ‫ُِال َح‬ۡ ‫ُال َمسۡ ِجد‬ ۡ ‫ع ِن‬ َ ُ‫صد ُّۡوك ۡم‬َ ُ‫شن ََٰانُقَ ۡو ٍمُا َ ۡن‬ َ ُ‫ُو ََّلُيَجۡ ِر َمنَّك ۡم‬ َ ُ‫طاد ۡوُا‬ َ ۡ‫فَاص‬
ِ ‫شد ِۡيدُُ ۡال ِعقَا‬
ُ‫ب‬ َ ‫ُواتَّق ه‬
َ ‫واُّٰللاُُا َِّن ه‬
َ ُ‫ُّٰللا‬ ُِ ‫ُو ۡالع ۡد َو‬
َ ُۖ‫ان‬ َ ‫ىُاَّل ۡث ِم‬
ِ ۡ َ‫عل‬ َ ُ‫ُو ََّلُتَعَ َاون ۡوا‬ َ ُۖ‫ُوُالتَّ ۡق َٰوى‬ َ ‫ىُالبِ ِر‬ ۡ َ‫عل‬ َ

“……Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)


kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat
berat siksa-Nya.” (Q.S. al-Maidah : 2)

Kelanjutan prinsip ta‟awun, dikenal prinsip khusus asas


tabaadulul manaafi‟, yang berarti segala bentuk kegiatan muamalah harus
memberikan keuntunan dan manfaat bersama bagi pihak-pihak yang terlibat.
Asas ini bertujuan menciptakan kerjasama antar individu atau pihak-pihak
dalam masyarakat dalam rangka saling memenuhi keperluannya masing-masing
dalam kesejahteraan bersama.

7. Prinsip Toleransi dan Larangan Menzalimi Sesama

Prinsip toleransi yang dikehendaki Islam adalah toleransi


yang menjamin tidak terlanggarnya hakhak Islam dan umatnya, tegasnya
toleransi hanya dapat diterima apabila tidak merugikan sesama agama Islam.
Wabbah Al-Zuhaili, memaknai prinsip toleransi tersebut
pada tataran penerpan ketentuan al-Qur‟an dan al-Hadits yang menghindari
kesempitan dan kesulitan, sehingga seseorang tidak mempunyai alasan dan jalan
untuk meninggalkan syariat ketentuan hukum Islam. Dan lingkup toleransi
tersebut tidak hanya pada persoalan ibadah saja. Tetapi mencakup seluruh
ketentuan hukum Ilam, baik muamalah sipil, hukum pidana, ketetapan peradilan
dan lain sebagainya

➢ Ruang Lingkup Hukum Islam


Para ulama membagi ruang lingkup Hukum Islam (fiqh) menjadi dua yaitu
a. Ahkam Al-Ibadat Ahkam al-Ibadat, yaitu ketentuan-ketentuan atau hukum yang
mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya. Ahkam Al-Ibadat ini dibedakan
kepada Ibadat Mahdlah dan Ibadat Ghair Mahdlah.
b. Ahkam Al-Mu‟amalat Ahkam Al-Mu‟amalat, yaitu ketentuan-ketentuan atau
hukum yang mengatur hubungan antar manusia (makhluk), yang terdiri dari:
(1) Ahkam Al-Ahwal Al-Syahsiyat (Hukum orang dan keluarga), yaitu hukum
tentang orang (subyek umum) dan hukum keluarga, seperti hukum
perkawinan;
(2) Ahkam Al-Madaniyat (Hukum Benda), yaitu hukum yang mengatur masalah
yang berkaitan dengan benda, seperti jual-beli, sewa-menyewa, pinjam-
meminjam, penyelesaian harta warisan atau hukum warisan;
(3) Al-Ahkam Al-Jinayat (Hukum Pidana Islam), yaitu hukum yang berhubungan
dengan perbuatan yang dilarang atau tindak pidana (delict, jarimah) dan
ancaman atau sanksi hukuman bagi yang melanggarnya (uqubat);
(4) Al-Ahkam Al-Qadla wa Al-Marafa‟at (Hukum acara), yaitu hukum yang
berkaitan dengan acara di peradilan (hukum formil), umpama aturan yang
berkaitan dengan alat-alat butti, seperti saksi, pengakuan dan sumpah.
(5) Ahkam Al-Dusturiyah (Hukum Tata Negara dan Perundangundangan), yaitu
hukum yang berkaitan dengan masalah politik, seperti mengenai pengaturan
dasar dan sistem Negara
10. Sejauhmana kontribusi umat Islam terhadap perkembangan hukum Islam di Indonesia ?
➢ Kontribusi Umat Islam terhadap Perkembangan Hukum Islam di Indonesia
Meskipun hukum Islam di Indonesia belum sepenuhnya
bersifat mandiri, namun hukum Islam telah banyak memberikan kontribusi bagi
pembentukan hukum nasional. Baik secara tekstual maupun secara substansial.
1. Pertama, kontribusi melalui peraturan perundang-undangan. Karena peraturan
perundang-undangan dapat beraneka ragam, maka kontribusi hukum Islam
dapat terjadi setiap macam peraturan perundang-undangan mulai dari Undang-
undang Dasar sampai pada peraturan tingkat daerah.
2. Kedua, kontribusi melaui yurisprudens. Yurisprudensi merupakan instrumen
lain dalam pembentukan hukum. Peraturan perundang-undangan di bidang
kekuasaan kehakiman, mewajibkan hakim untuk menemukan hukum yang
tepat dalam menetapkan putusan. Hal ini diperlukan agar hakim dapat
memberikan keadilan sebagaimana mestinya. Dalam kesempatan semacam itu,
hakim dapat mempergunakan asas atau kaidah hukum Islam yang dipandang
dapat memenuhi rasa keadilan dari para pencari keadilan. Dan tugas ini ada
pada semua hakim, tidak terbatas pada hakim peradilan agama semata.
3. Ketiga, kontribusi melalui pengembangan hukum kebiasaan. Hal ini
merupakan tantangan tersendiri bagi umat Islam untuk menjadikan setiap
hukum Islam sebagai “way of life-nya”. Apabila hukum Islam telah menjadi
satu kenyataan yang berakar dalam kehidupan masyarakat, maka hukum
tersebut akan berlaku dan dijalankan tanpa harus menunggu pengukuhan oleh
peraturan perundang-undangan

Anda mungkin juga menyukai