Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Prospek emas Poboya terletak sekitar 12 km ke arah timur laut Kota Palu.
Mineralisasi emas pada prospek ini diuraikan oleh tiga zona vena, yaitu River
Reef Zone (RRZ), Hill Reef 1 Zone (HRZ-1), dan Hill Reef 2 Zone (HRZ-2).
Program pengeboran intensif yang dilakukan di RRZ menghasilkan bijih yang
diperkirakan memiliki 18 juta metrik ton bijih dengan 3,4 g/t Au. Pada eksplorasi
awal yang dilakukan di barat daya RRZ ditemukan keberadaan endapan
mengandung silika yang dikenal sebagai Watuputih Hill (WPH).
Prospek emas Poboya terletak di bagian tengah Provinsi Sulawesi Barat,
yang merupakan bagian dari batas benua Sundaland (Leeuween et.al). Wilayah
dari Palu hingga leher Sulawesi dibangun di atas batuan dasar Palu Metamorphic
Complex (PMC). PMC terdiri dari biotite gneiss, schist biotite, amphibole, dan
schist amphibolitic. Beberapa batuan metamorf tingkat tinggi juga terdapat di
kompleks ini, seperti granulite, eclogite, dan garnet peridotite (Helmers, et.al).
Kompleks metamorf ini berasal dari metagranitoid Permo-Triassic dan
metasedimen dari Australia New Guinea, metabasit afinitas basalt mid-ocean
ridge, dan batuan asal Sundaland.
(a) Peta busur mineral yang dimodifikasi setelah Garwin et.al: setting tektonik dan
keterdapatan deposit emas di Sulawesi (dimodifikasi setelah Van Leeuwen et.al).
Berbeda dengan busur Sulawesi Utara yang vulkaniknya dominan, busur Sulawesi
Barat memiliki lebih sedikit mineralisasi emas; (b) Peta geologis prospek emas
Poboya. Batuan metamorf diterobos oleh granit di bagian timur laut prospek,
bagian barat daya prospek ditutupi oleh deposit molasse.
Diurutkan dari bagian paling atas RRZ, tiga unit batuan primer yang dapat
diidentifikasi, yaitu: granit, biotit gneiss, dan sekis. Unit sekis didominasi oleh
sekis biotit, yang diselingi oleh sekis biotit porphyroblastic feldspar dan sekis
amfibolitik. Dalam WPH, batuan induk hanya terdiri dari granit.
Granit pada dasarnya terdiri dari kuarsa, ortoklas, dan plagioklas. Kuarsa
dan ortoklas lebih dominan daripada plagioklas. Biotit, allanit, zirkon, sphene, dan
apatit muncul sebagai mineral tambahan. Intergrowth myrmekitic,
hollocrystallinity, interlocking, dan tekstur phaneritic diamati pada batu ini.
Komposisi biotite gneiss menyerupai granit dengan penambahan biotit dan
hornblende sebagai mineral penting dan tambahan. Mineral plagioklas dalam
batuan ini lebih banyak daripada di granit. Mirip dengan granit, batu ini juga
memiliki tekstur myrmekitic. Kumpulan terpisah mineral terang dan gelap dapat
dengan mudah diamati pada skala spesimen tangan. Selang-seling yang buruk dari
kumpulan-kumpulan ini menunjukkan struktur gneissose yang mendefinisikan
schistosity yang berkembang buruk.
Sekis biotit terutama terdiri dari kuarsa, ortoklas, plagioklas, dan biotit.
Keterdapatan sphene sebagai mineral pelengkap pada batuan ini. Foliasi batuan
dapat diamati di bawah mikroskop. Shistosity batu ini jauh lebih kuat daripada
biotite gneiss. Krenulasi asimetris dan flattened quartz juga diamati.
Skis biotit porphyroblastic feldspar terutama terdiri dari ortoklas, plagioklas,
dan biotit. Kuarsa, hornblende, sphene, dan apatite diidentifikasi sebagai mineral
tambahan. Foliasi batuan ini dibelokkan oleh pertumbuhan feldspar porphyroblast.
Selain terdapat di dalam foliasi, sphene, zircon, biotite, dan apatite juga terdapat
dalam inklusi di dalam porphyroblast feldspar.
Sekis amfibolitik memiliki kenampakan makroskopis yang mirip dengan
sekis biotit. Batuan ini terutama terdiri dari kuarsa, plagioklas, dan hornblende.
Plagioklas jauh lebih banyak di sekis amphibolit daripada pada batuan yang
dijelaskan sebelumnya. Mineral aksesori batu ini terdiri dari ortoklas dan sphene.
Schistosity ini mirip dengan sekis biotit. Flattened Plagioklas dan kuarsa serta
hornblende yang berjajar adalah karakteristik utama dari batuan ini.
Representatif fotomikrograf dan sampel host rock skala spesimen tangan. (a) Granit
didominasi oleh kuarsa, plagioklas, dan ortoklas; tekstur myrmekitic terjadi pada batuan
ini; (B) Penyelarasan biotit dan tekstur myrmekitic muncul dalam biotit gneiss; (C)
schistosity yang kuat ditunjukkan oleh penyelarasan biotit dalam schist biotit; (D)
schistosity membelokkan porphyroblast feldspar. Inklusi biotit dan apatit diamati pada
porfiriblast feldspar; dan (e) penyelarasan Hornblende terdapat pada sekis amfibiolitik.
Sosok kiri dan tengah adalah photomicrographs. Sampel spesimen tangan ditunjukkan
pada gambar di sebelah kanan. Photomicrographs diambil di bawah nikol silang.
Singkatan: Ap (apatit), Bt (Biotit), Chl (klorit), Hbl (hornblend), Atau (orthoklas), Pl
(plagioclas), Qz (kuarsa), dan Spn (sphene).
Altrasi Hidrotermal
Terdapat 5 struktur geologi pada lokasi penelitian, yaitu NW-SE dan NE-
SW kekar tensional (tension fracture), yang diisi oleh vein kuarsa bertekstur
comb, crustiform, colloform, saccharoidal, granular, drusy cavity, dog teeth,
tower-like, reniform-saccharoidal, tekstur masif, barit bertekstur lattice blade dan
urat breksi hidrotermal. Tekstur khusus tersebut berasosiasi dengan sesar sinistral
NE-SW dan sesar normal (diprediksi sebagai dilational jog) NNW-SSE. Struktur
geologi tersebut merupakan hasil dari gaya kompresional NNE-SSW. Pada fase
ekstensional, dijumpai sesar normal obliq WNW-ESE, dan sesar normal NW-SE
pada bagian timurlaut lokasi penelitian.
Lokasi penelitian termasuk dalam jenis endapan epitermal sulfidasi
rendah. Daerah Sangon, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan lokasi penelitian memiliki tiga
jenis alterasi hidrotermal, yaitu silika – clay (yang ditandai dengan himpunan
mineral kuarsa-ilit-kaolinit-kaolinit/smektit), argilik (yang ditandai dengan
himpunan mineral smektit-ilit/smektit) dan propilitik (yang ditandai dengan
himpunan mineral klorit-kalsit+-epidot). Variabilitas dan sejumlah mineral bijih
pada vein kuarsa (yang ditandai dengan himpunan mineral kuarsa-adularia-serisit)
(yang ditandai dengan himpunan mineral pirit-sfalerit+-kalkopirit-galena-
markasit-arsenopirit) dijumpai lebih tinggi daripada zona alterasi (yang ditandai
dengan himpunan mineral silika-clay: pirit+-markasit-kalkopirit, argilik dan
propilitik: pirit). Endapan ini juga menghasilkan gutit dan anatase yang
merupakan hasil proses supergen (oksidasi). Yang dapat diidentifikasi baik dalam
vein maupun zona alterasi, sedangkan kovelit dijumpai sedikit pada vein, dan
begitu juga hematit pada zona alterasi silika-clay.
Tipe endapan epitermal sulfidasi rendah pada lokasi penelitian (kotak merah) dibandingkan
dengan klasifikasi endapan epitermal berdasarkan Hedenquist, dkk (2000); Silitoe dan Hedenquist
(2003).
Di daerah penelitian terdapat tiga zona alterasi yaitu zona alterasi potasik,
propilitik, dan filik. Pada setiap zona alterasi tersebut menandakan adanya
perbedaan temperatur dan pH larutan hidrotermal yang mempengaruhi dalam
proses alterasi hidrotermal. Berdasarkan adanya kenampakan overprint pada 2
sayatan petrografi yakni pada LP 6 dan LP 12 maka dapat ditentukan paragenesis
alterasi yang terjadi pada daerah penelitian
Kesimpulan
1. Mineralisasi emas di RRZ berupa host batuan granit, biotit gneiss, dan sekis
yang terdiri dari sekis biotit yang diselingi oleh sekis sekat biotit
porphyroblastic dan sekis amfibolitik. Batuan menempati setting busur
vulkanik. Mineral pembentuk batuan mengalami perubahan dan membentuk
zona alterasi hidrotermal yang dikategorikan terdiri dari zona propilitik
dalam high-T dan low-T. Cairan hidrotermal yang hampir netral
bertanggung jawab atas proses altrasi pada RRZ. Altrasi granit dalam WPH
sangat dipengaruhi oleh zona alterasi argilik lanjutan yang terbentuk dalam
lingkungan asam. Zona alterasi argilik terjadi di bagian bawah bukit, yang
menunjukkan netralisasi larutan. Kehadiran zona ini menandakan posisi
tabel paleowater (paleowater position) dan proses oksidasi setelah aktivitas
hidrotermal. Posisi WPH yang jauh dari RRZ menunjukkan kemungkinan
perbedaan sistem mineralisasi di bawah bukit. Selain itu, alterasi
hidrotermal pada RRZ hingga ke WPH, selaras dengan karakteristik zona
alterasi hidrotermal dalam endapan epitermal sulfidasi rendah.
2. Altrasi dan mineralisasi bijih setelah uplifting di Kulon Progo (dengan
compressional stress NNE-SSW), yang menyebabkan pembukaan sehingga
terjadi intrusi unit andesit 1. compressional stress juga bertanggung jawab
pada NE-SW strike-slip sinistral. Hal ini juga diasumsikan menghasilkan
sesar normal NNE-SSW, yang kemudian menjadi saluran untuk magma
mengalir dan membentuk intrusi unit andesit 2, intrusi unit andesit 2, dan
intrusi unit batuan andesit dacit. Fraktur tegangan (tensiol fracture) (NW-SE
dan NE-SW) terjadi sebagai akibat dari pelepasan compressional stress
sebelumnya. Jog dilational dan fraktur tegangan (tensional fracture)
memiliki peran penting sebagai saluran larutan hidrotermal mengalir dan
menghasilkan zona alterasi dan mineralisasi bijih. Struktur sesar juga
memiliki kontribusi besar bagi keberadaan alterasi dan mineralisasi bijih di
daerah penelitian, meskipun dalam intensitas yang lebih rendah. Endapan
epitermal di daerah penelitian diklasifikasikan sebagai endapan epitermal
sulfidasi rendah dalam. Hal ini dicirikan dengan andesit kalk-alkalin
sebagai batuan host, pembentukan mineral bijih pada vein dan diseminasi
pada batuan host yang teralterasi, kuarsa dan serisit sebagai mineral gangue
yang dominan, vein barit yang kadang – kadang berasosiasi dengan vein
kuarsa, vein kalsit crustiform sebagai vein pembawa bijih, kumpulan
mineral bijih seperti pirit, sfalerit, galena, dan kalkopirit, serta nilai kadar
tinggi dari beberapa unsur logam seperti Cu, Zn, dan Pb.
3. Terdapat tiga zona alterasi berupa zona alterasi potasik dengan himpunan
mineral K-feldsparmagnetit±biotit yang memiliki temperatur stabil
pembentukan mineral alterasi antara 300º–390º C pada kondisi pH netral-
alkalin, zona alterasi propilitik dengan himpunan mineral kloritkalsit±epidot
yang memiliki temperatur stabil pembentukan mineral alterasi hidrotermal
antara 225º–320º C pada kondisi pH netral-alkalin, dan zona alterasi filik
dengan himpunan mineral kuarsa-pirit-serisit yang memiliki temperatur
stabil pembentukan mineral alterasi antara 210º–260º C pada kondisi pH 4-
5. Kehadiran mineral alterasi secara diseminasi, konkresi, dan pada vein.
Penyebaran zona alterasi berpola barat-timur dan utara-selatan dikontrol
oleh pola sesar yang ada pada daerah penelitian.
4. Alterasi hidrotermal dicirikan oleh alterasi argilik (kaolinit-illit-smektit),
alterasi argilik lanjut (alunit-kuarsa-andalusit), propilitik(kloritepidot-kalsit)
dan potasik(kuarsa-biotitaktinolit-magnetit), sedangkan mineralisasi
dicirikan oleh kehadiran dari mineral sulfida; pirit (FeS2), kalkopirit
(CuFeS2), kalkosit (Cu2S), dan mineral oksida magnetit (Fe3O4), dan
hematit (Fe2O3). Aktivitas vulkanisme dan magmatisme menjadi sumber
mineralisasi pada beberapa daerah penelitian sehingga berpotensial untuk
cebakan emas.