I. TUJUAN
Memeriksa mutu bahan baku logam ZnO dengan metode titrasi
kompleksometri..
II. PRINSIP
2.1 Pembentukan Kompleks
Reaksi yang terjadi saat adanya ikatan kovalen koordinasi antara
suatu logam transisi dengan suatu ligan yang dapat digunakan untuk
proses identifikasi suatu zat (Sukardja, 1997).
2.2 Titrasi Kompleksometri
Salah satu jenis titrasi yang didasarkan pada reaksi pembentukan
senyawa kompleks antara ion logam target dengan zat pembentuk
kompleks (Taufik, et.al., 2018).
III. REAKSI
3.1. Reaksi Zn-Indikator
5.2. Bahan
1. Amonium hidroksida 5. Dinatrium EDTA
2. Amonium klorida P 6. Eriochrom Black T
3. Aquades 7. Natrium hidroksida
4. Asam sulfat 8. Zink sulfat heptahidrat
VI. PROSEDUR
6.1. Pembuatan Larutan HCl 4 N
Diukur 33,3 mL HCl 36% dan masukkan ke dalam beaker glass
lalu diadd aquades hingga volumenya 100 mL.
3 Pembuatan Eriochrom
Black T 1. Telah ditimbang
1. Timbang 150 mg Hitam 152,8 mg Hitam
Eriokrom T. Eriokrom T.
2. Timbang 1500 mg Kalium
Klorida.
3. Gerus kedua bahan di 2. Telah ditimbang
dalam mortir 1538 mg Kalium
Klorida.
3. Telah digerus
keduanya di dalam
mortir
VIII. PERHITUNGAN
8.1 Pembuatan ZnSO4.7H2O 0,05M
𝑔 1000
M = 𝑀𝑟 𝑥 𝑣
𝑔 1000
0,05 M = 287,54 𝑥 50
g = 0,7189 g = 718,9 mg
g = 9,306 g
𝑣 ZnSO4 .M ZnSO4
M Na2EDTA = 𝑣 Na2EDTA
10 . 0,05
M Na2EDTA = 10,4
M Na2EDTA = 0,0481 M
𝑉 𝑁𝑎2𝐸𝐷𝑇𝐴 . 𝑁 𝑁𝑎2𝐸𝐷𝑇𝐴 . 𝐵𝐸
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑍𝑛𝑂 = 𝑥 𝑓𝑝 𝑥 100%
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
4,43 . (0,0481 𝑥 2) . 81,4
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑍𝑛𝑂 = 𝑥 10,8 𝑥 100%
250,7 . 2
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑍𝑛𝑂 = 74,72 %
IX. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan uji untuk menguji mutu logam ZnO
dengan menggunakan metode titrasi kompleksometri. Pemeriksaan mutu harus
dilakukan agar kita dapat mengetahui kemurnian dan kualitas dari bahan-bahan
yang ingin kita akan digunakan dengan membandingkan persen kemurnian dari
bahan/zat tersebut berdasarkan Farmakope Indonesia. Untuk ZnO berdasarkan
Farmakope Indonesia persen kemurniannya tidak kurang dari 99%.
Titrasi kompleksometri merupakan titrasi yang melibatkan reaksi
pembentukan kompleks, yang biasanya digunakan untuk menguji kesadahan air,
atau pengujian zat yang mengandung logam,menguji obat yang mengandung
logam seperti obat antasida (mengandung logam Mg dan Al). Apapun yang
mengandung logam didalamnya dengan kekuatan atau konsentrasi tertentu pasti
akan terbentuk ion kompleks apabila dilakukan titrasi dengan pentiter penyebab
reaksi kompleks. Titrasi kompleksometri merupakan titrasi berdasarkan pada
reaksi pembentukan senyawa kompleks antara ion logam dengan ligan sehingga
membentuk suatu kompleks. Ligan yaitu gugus yang terikat pada atom pusat
yang umumnya memiliki atom N atau O.
Titrasi kompleksometri biasanya menggunakan zat pembentuk kompleks
(ligan) yaitu Garam Dinatrium Etildiamina Tetraasetat (Dinatrium EDTA).
Dinatrium EDTA digunakan sebagai titran semantara sampel yang akan diuji
berperan sebagai analit. Perubahan warna saat pembentukkan kompleks dapat
ditunjukkan sebagai titik akhir titrasi, maka dapat ditentukan kadar logam
tersebut. Na-EDTA digunakan sebagai titran pada titrasi kompleksometri sebab
Na-EDTA akan membentuk kompleks saat direaksikan dengan ion logam, stabil
dalam membentuk kompleks warna sehingga reaksi sering berjalan sempurna,
mudah diperoleh, serta memerlukan waktu yang singkat untuk dapat bereaksi
dengan semua ion logam maka Na-EDTA dapat disebut sebagai ligan yang tidak
selektif kecuali dengan logam Natrium dan Kalsium.
Namun, Na-EDTA dapat membentuk kompleks yang tidak stabil pada
suasana asam atau pH rendah dengan beberapa logam seperti magnesium,
kalsium dan seng. Oleh karena itu pada penentuan kadar magnesium dan pada
pembakuan Na-EDTA yang menggunakan ZnSO4. Oleh karena itu reaksi
dilakukan pada suasana basa atau pH tinggi yaitu pH 10. Na-EDTA merupakan
ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan ion logam melalui kedua
nitrogen dan keempat gugus karboksil yang terdapat lebih dari 2 atom koordinasi
per molekul Na-EDTA.
Larutan EDTA tidak bisa digunakan sebagai larutan standar karena sifatnya
yang higroskopis dan ketidakmurniannya mencapai 0,02% serta ketika masa
penyimpanan dapat mengalami perubahan struktur. Oleh karena itu, sebelum
digunakan EDTA harus distandarisasi terlebih dahulu karena merupakan larutan
baku sekunder. Larutan baku sekunder adalah larutan yang konsentrasi zatnya
tidak dapat diketahui dengan tepat sehingga perlu dibakukan dengan larutan baku
primer. Larutan baku primer yang digunakan adalah ZnSO4 dan digunakan
indikator EBT atau Eriochrome Black T. EBT adalah indikator yang sering
digunakan dalam titrasi kompleksometri yang akan menunjukkan warna yang
jelas pada pH sekitar 10.
Dalam kehidupan sehari-hari aplikasi titrasi kompleksometri ini yaitu untuk
menguji kesadahan air, dan identifikasi kandungan suatu logam.
Teknik titrasi kompleksometri ini terdapat tiga macam. Ada titrasi langsung,
titrasi balik dan titrasi substitusi. Dikatakan titrasi langsung apabila analit
langsung dititrasi oleh larutan standar EDTA. Dikatakan titrasi balik ketika
sampel membentuk endapan pada ph yang tepat untuk titrasi atau ketika sampel
membentuk komplek dengan EDTA yang inert. Dikatakan titrasi substitusi
apabila kurva titrasinya landau atau ketika sulit untuk mendapatkan indikator
yang cocok atau tepat untuk titrasi. Dalam hal ini yang digunakan yaitu titrasi
kompleksometri langsung.
Indikator yang biasa digunakan untuk titrasi kompleksometri ini memiliki
karakteristik tertentu yaitu indikator tidak boleh lebih stabil dari ikatan EDTA-
logam karena akan mengakibatkan perubahan warna ketika titrasi. Indikator ini
juga tidak boleh terlalu lemah ikatannya karena akan mengakibatkan perubahan
warna titik akhir titrasi yang lebih cepat.
Titrasi Kompleksometri dapat digunakan EBT (Eriochoreme Black-T)
sebagai indikator. Indikator EBT dipilih sebab indikator EBT akan mengalami
perubahan warna dan optimum pada pH tertentu. Selain itu, EBT memberikan
warna yang kontras perubahan warna dari merah anggur menjadi biru pada titik
akhir titrasi dan dapat bereaksi dengan ion logam membentuk kompleks,
sehingga cocok untuk digunakan dalam titrasi ini. Indikator EBT ini mengandung
tiga proton yang bisa terionisasi digunakan di suasana basa sifatnya sama seperti
titrasi asam-basa indikator ini akan terikat dengan logam.
Pada standarisasi larutan EDTA digunakan ZnSO4.7H2O. 0,05 M digunakan
sebagai analit dan Na - EDTA sebagai titran. ZnSO4.7H2O dipipet 10 mL lalu
ditambahkan 3 mL buffer salmiak. Penambahan Buffer bertujuan agar pH tetap
terjaga. Setelah itu ditambahkan indikator EBT, didapatkan perubahan warna
menjadi warna merah anggur yang kemudian dititrasi dengan Na-EDTA dengan
titik akhir titrasi berubah menjadi warna biru muda. Zn 2+ akan bereaksi dengan
HIn2- yang berwarna biru dan akan membentuk senyawa kompleks kuat yaitu
ZnIn2- yang berwarna merah anggur dan melepas ion H+.
Selanjutnya dititrasi dengan Na-EDTA, garam Na-EDTA yang larut dalam
air Na2H2Y akan terionisasi menjadi 2Na+ dan H2Y2- . ZnIn2- akan bereaksi
dengan H2Y2- dan membentuk kompleks ZnY2- dan HIn2- dan pelepasan H+. Jika
semua Zn2+ telah bereaksi dengan Na-EDTA maka warna merah anggur akan
hilang dan kelebihan sedikit Na-EDTA akan menyebabkan terjadinya titik akhir
titrasi yaitu terbentuknya warna biru. Hasil dari Pembakuan didapatkan
Konsentrasi Na-EDTA sebesar 0,0481 M.
Selanjutnya dilakukan prosedur pencarian kadar dari sampel. Sampel yang
digunakan yaitu ZnO . Sampel ditimbang sebanyak 250 mg, apabila pada
kenyatannya sampel ditimbang kurang atau lebih dari 250 mg maka perhitungan
yang akan dilakukan nantinya harus sesuai dengan timbangan. Karena massa dari
sampel ini akan berpengaruh terhadap perhitungan kadar nantinya.
Setelah ditimbang, sampel dimasukan ke dalam labu ukur. Lalu ditambahkan
HCl 4 N sebanyak 5 mL. HCl ini ditambahkan untuk melarutkan sampel karena
sampel tidak larut dalam aquadest, etanol, maupun kloroform sehingga perlu
dilarutkan dengan HCl. Penambahan HCl ini mengakibatkan perubahan suasana
pH pada sampel. Setelah larut barulah sampel di ad 100 mL aquadest. Lalu
dinetralkan hingga pH 7 dengan NH4OH. Cek pH menggunakan pH universal.
Lalu tambah 5 mL dapar salmiak hingga pH 10. Karena reaksi antara EDTA
dengan logam lebih stabil pada kondisi basa karena akan terionisasi lebih
maksimal ketika pH basa. Lalu diambil sebanyak 10 mL dengan menggunakan
volume pipet ke dalam erlenmeyer lain.
Lalu ditambahkam indikator EBT yang akan mengikat logam ketika sebelum
titrasi. Lalu dilakukan titrasi dengan menggunakan EDTA hingga didapatkan
warna akhir titrasi biru.
Kondisi pada awal titrasi dalam sampel akan terdapat logam bebas, sebagian
logam yang terikat pada indikator. Ketika berlangsung titrasi akan terdapat
beberapa ikatan diantaranya ikatana antara Zn 2+ dengan EDTA, Zn2+ dengan
indikator dan Zn2+ bebas. Ketika Zn2+ berikatan dengan indikator maka warna
larutan sampel akan berwarna merah maka warna ketika awal titrasi dan
berlangsung titrasi warna sampel berwarna merah. Ketika titik akhir titrasi Zn 2+
seluruhnya akan berikatan dengan EDTA, indikator pun akan bebas dan ada sisa
EDTA yang bebas. Karena indikator EBT ini sudah tidak berikatan dengan logam
maka dia akan melepaskan warna biru. Sehingga warna titik akhir titrasi nya itu
biru.
EDTA akan lebih cepat mengikat logam yang KMY nya lebih besar. KMY
ini yaitu konstanta pembentukan kompleks. Didapatlah kadar dari sampel yaitu
74,72%. Hasilnya itu belum memenuhi persyaratan kadar logam seharusnya
yaitu tidak kurang dari 99%. Hal ini bisa dikarenakan ketika penambahan
aquades ketika mencuci pH indikator dengan aquadest ada aquadest yang masuk
ke dalam sampel sehingga kandungan aquadest yang terdapat dalam sampel itu
berlebih. Sehingga kandungan logamnya pun kurang dari seharusnya karena
aquadest ini mengandung logam lain sehingga hasil perhitungan kadar logam
yang terkandungannya tidak sesuai.
X. KESIMPULAN
Pada praktikum kali ini, dapat dilakukan pemeriksaan mutu bahan baku zinc
oxide (ZnO) dengan metode kompleksometri. Hasil kadar ZnO yang didapat
sebesar 74,72%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar yang didapat pada
praktikum belum memenuhi syarat yang tertera pada literatur yaitu sebesar
tidak kurang dari 99%.
DAFTAR PUSTAKA
Ahn, C. H., Kim, Y. Y., Kim, D. C., Mohanta, S. K., dan Cho, H. K. 2009. A
Comparative Analysis of Deep Level Emission in ZnO Layers Deposited by
Various Methods. Journal of Applied Physics. Vol 105(1).
Basset J. dan Mendham. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Jakarta : Buku kedokteran EGC.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Depkes RI.
IU Southeast, 2017. How Eriochrome Black-T Works. Tersedia online di
http://homepages.ius.edu/DSPURLOC/c121/week13.html [Diakses pada
tanggal 14 Oktober 2019].
Khopkar. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia.
Pustaka Arsip Kampar. 2014. Kompleksometri titrasi kompleksometri. Available at
http://kamparkab.go.id/pustaka/berita-kompleksometri-titrasi-
kompleksometri.html [Diakses pada 14 Oktober 2019]
Rival, H., 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI Press.
Roth, H. J. 1988. Analisis Farmasi. Yogyakarta : UI Press.
Septiana, Arkie, Frans Arienata, dan Andri Cahyo Kumoro, 2013. Potensi Jus Jeruk
Nipis (Citrus aurantifolia) Sebagai Bahan Pengkelat dalam Proses
Pemurnian Minyak Nilam (Patchouli oil) dengan Metode Kompleksometri.
Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. Vol. 2(2): 257-261.
Sowbhagya and S. Ananda. 2013. Synthesis of Erichrome Black T-Zn2+ complex by
electrochemical method, Characterization and Kinetic study of the formation of
complex. International Journal of Chemistry and Applications. Vol 5(3) :169-178
Sukardja. 1997. Kimia Anorganik. Yogyakarta: Bina Aksara
Taufik. M., Seveline, S., Saputri, E. R. 2018. Analisis Kadar Kalsium pada Susu Segar
secara Titrasi Kompleksometri. Agritech. 38 (2)
Yusrin dan Endang. 2008. Penggunaan Metode Kompleksometri pada Penetapan
Kadar Seng Sulfat dalam Campuran Seng Sulfat dengan Vitamin C. Jurnal
Unimus. Vol.1(1): 336-345.