Allin
Allin
Version 1.0
27 Agustus 2019
Subiono
Copyright
c 2019 The Author.
Kata Pengantar
Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji hanyalah milikmu ya Allah yang telah meberikan "kebe-
basan bertanggung jawab" kepada manusia untuk suatu kebaikan dalam melaksanakan amanat-
nya di hamparan bumi yang dihuni manusia. Sholawat dan Salam kepadamu ya Nabi Muhammad
beserta para keluarganya dan para pengikutnya sampai nanti di hari akhir.
Buku ini disusun dengan maksud untuk digunakan sebagi buku rujukan mata kuliah Al-
jabar Linear Elementer dan Aljabar Linear pada Jurusan Matematika, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya. Materi disusun untuk kebutuhan struktur dalam Kurikulum tahun 2009-
2014 guna menunjang matakuliah yang ada pada semester yang lebih tinggi. Selain dari pada itu
materi dari buku ini disusun supaya pengguna yang lainnya bisa memanfaatkan buku ini sesuai
dengan yang dibutuhkannya.
Dalam buku ini diberikan beberapa konsep pengertian dari materi yang disajikan setelah itu
diikuti dengan beberapa contoh untuk mempermudah pemahaman, selain itu juga diberikan be-
berapa contoh aplikasi yang mungkin dan beberapa soal sebagai latihan.
Penulis pada kesempatan ini menyampaikan keaktifan pembaca dalam mengkaji buku ini
untuk menyampaikan kritik dan saran guna perbaikan buku ini, sehingga pada versi yang men-
datang "mutu buku" yang baik bisa dicapai. Kritik dan saran ini sangat penting karena selain
alasan yang telah disebutkan tadi, penulis percaya bahwa dalam sajian buku ini masih kurang dari
sempurnah bahkan mungkin ada suatu kesalahan dalam sajian buku ini baik dalam bentuk redak-
sional, pengetikan dan materi yang menyebabkan menjadi suatu bacaan kurang begitu bagus.
Kritik dan saran bisa disampaikan ke alamat email : subiono2008@matematika.its.ac.id
Buku ini dapat diperoleh secara gratis oleh siapapun tanpa harus membayar kepada penulis.
Hal ini berdasarkan pemikiran penulis untuk kebebasan seseorang mendapatkan suatu bacaan
yang tersedia secara bebas dengan maksud "kemanfaatan" dan "kejujuran". Yang dimaksud den-
gan kemanfaatan adalah bergunanya bacaan ini untuk kemudahan pembaca memperoleh infor-
masi penting yang diperlukannya dan untuk pembelajaran. Sedangkan kejujuran adalah ikatan
i
ii
moral dari pembaca untuk tidak memdistribusi buku in dengan tujuaan yang tidak bermanfaat.
Penulis menulis buku ini berdasarkan pemikiran "kebebasan menulis" (tidak harus menggu-
nakan media cetak penerbit) dengan asas "kemanfaatan" menggunakan media yang tersaji masa
kini. Beberapa alat bantu untuk penulisan buku ini juga didapat secara gratis, yaitu perangkat lu-
nak LATEX dan WinEdt sebagai salah satu media LATEX editor. Beberapa gambar yang ada dalam
buku ini menggunakan perangkat lunak LaTexDraw yang juga didapat secara gratis. Begitu juga
beberapa bahan rujukan didapat secara gratis lewat internet. Selain itu untuk menyelesaikan be-
berapa contoh yang dibahas digunakan alat bantu perangkat lunak SAGE versi 6.9, perangkat
lunak ini juga didapat dari internet secara gratis.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis memohon kepada Allah semoga penulisan
ini bisa berlanjut untuk versi mendatang yang tentunya lebih "baik" dari Versi 1 yang tersedia
saat ini dan semoga benar-benar buku yang tersaji ini bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar i
1 Pengenalan Vektor 1
1.1 Vektor dan Kombinasi Linear . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.2 Hasil kali titik dan Panjang vektor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
3 Determinan 79
3.1 Fungsi Determinan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 79
3.2 Sifat-sifat Determinan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 79
3.3 Metode Kofaktor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 79
3.4 Reduksi Baris Untuk Menghitung Determinan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 79
iii
iv
4 Ruang-n Euclide 81
4.1 Vektor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 81
4.2 Perkalian Titik dan Perkalian Silang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 81
4.3 Ruang-n Euclide . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 81
4.4 Transformasi Linear . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 81
4.5 Contoh-contoh Transformasi Linear . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 81
5 Ruang Vektor 83
5.1 Motifasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 83
5.2 Lapangan(Field) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 89
5.3 Ruang Vektor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 90
5.4 Ruang Bagian (Subspace) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98
5.5 Pembentang (Span) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 101
5.6 Bebas Linear . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 105
5.7 Basis dan Dimensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 115
5.8 Perubahan Basis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 133
5.9 Ruang Bagian Fundamental . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 139
5.10 Ruang Hasil Kali Dalam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 139
5.11 Basis Orthonormal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 140
5.12 Kuadrat Terkecil (Least Square) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 140
5.13 Dekomposisi QR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 140
5.14 Matriks Orthogonal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 140
5.15 General Invers . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 140
Dalam bab ini dikenalkan pengertian vektor, khususnya vektor pada bidang R2 dan pada ruang
R3 . Beberapa pengertian dan hasil-hasil pembahasan nantinya digunakan dalam bab berikut-
nya khususnya untuk menyelesaikan sistem persamaan linear. Beberapa contoh yang dibahas
juga dihitung menggunakan perangkat lunak Sage Notebook Version 6.9. Perangkat lunak ini
setara dengan perangkat lunak Matlab, Maple dan Mathematica. Sage Notebook selain mampu
melakukan komputasi secara numerik juga mampu melakukan komputasi secara simbolik. Gam-
bar 1.1 adalah tampilan perangkat lunak Sage Notebook Version 6.9.
1
2
Dalam bagian ini dibahas pengertian suatu kombinasi linier dari vektor-vektor di bidang R2
dan R3 . Pengertian ini bisa diperluas untuk vektor di Rn . Himpunan semua vektor di Rn dina-
makan ruang vektor Rn atas himpunan semua bilangan riil R dan dinamakan ruang-n Euclide
yang akan dibahas di Bab 4. Mengenai pengertian ruang vektor secara umum atas suatu la-
pangan (himpunan skalar) akan dibahas dalam Bab 5. Ruang vektor Rn sangat penting, sebab
dalam pembahasan di Bab 5 ditunjukkan bahwa sebarang ruang vektor V atas suatu lapangan F
berdimensi n isomorpik dengan Rn .
Vektor pada bidang atau ruang dimensi dua R2 disajikan sebagai vektor kolom yang terdiri
dari dua komponen, ditulis sebagai:
v1 w1
v= ,w
w=
v2 w2 .
Dalam hal ini komponen vektor v dan w masing-masing adalah bilangan riil v1 , v2 dan w1 , w2 .
Dua vektor v dan w ini pada R2 digambar sebagai garis berarah dari pangkal pusat koordinat
bidang ke ujung vektor dengan koordinat komponen vektor. Dengan demikian panjang suatu
vektor adalah panjang garis dari pangkal ke ujung vektor dan dua vektor sama bila dua vektor
ini mempunyai arah dan panjang yang sama. Adakalanya vektor v disajikan sebagai v = (v1 , v2 ).
Secara rinci nanti vektor dibahas lagi dalam bab selanjutnya yaitu berkaitan dengan pembahasan
w = (w1 , w2 )
u = (u1 , u2 )
u + 4vv
u
−2w
w
4vv
w = x . Kombinasi linier ini diberikan dalam Gambar 1.4. Masing-masing vektor u ,vv,w
u + 4vv − 2w w
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 5
dan x adalah:
1 1 2 1
0 , 2 , 3 dan 2
3 1 −1 9
yang memenuhi
1 1 1
1uu + 4vv − 2w
w = 1 0 + 4 2 − 2 2
3 1 9
1+4−4 1
= 0 + 8 − 6 = 2 = x .
3+4+2 9
Sebelum mengakhiri bagian ini, perlu diingatkan bahwa pengertian dari kombinasi linier
sangat penting. Sebab istilah ini akan sering digunakan pada hampir keseluruhan pembahasan.
O
u
Perintah untuk menghitung hasil kali titik dan panjang vektor dalam sel SAGE Notebook di-
lakukan sebagai berikut:
u=vector(QQ,[4,-2])
v=vector(QQ,[3,6])
w=vector(QQ,[1,2,3])
pretty_print(html("Vektor : $\pmb{u} = %s$"%latex(u.column())))
print
pretty_print(html("Vektor : $\pmb{v} = %s$"%latex(v.column())))
print
pretty_print(html("Hasil kali titik : $\pmb{u}\\cdot\pmb{u} =
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 7
%s$"%latex(u.dot_product(v))))
print
pretty_print(html("Vektor : $\pmb{w} = %s$"%latex(w.column())))
print
pretty_print(html("Panjang vektor : $|\pmb{w}| = %s$"%latex(w.norm())))
Berikut ini diberikan suatu sifat berkenaan dengan dua vektor tegak lurus.
v
v−u
O
u
Bukti Misalkan vektor u ,vv di R2 dengan u ⊥ v sebagaimana diberikan dalam Gambar 1.6. Se-
lanjutnya, dengan menggunakan dalil Pythagoras didapat
kuuk2 + kvvk2 = kvv −uuk2
atau
(u21 + u22 ) + (v21 + v22 ) = (v1 − u1 )2 + (v2 − u2 )2
= (u21 + u22 ) + (v21 + v22 ) − 2u1 v1 − 2u2 v2 .
Jadi
−2u1 v1 − 2u2 v2 = 0 atau u1 v1 + u2 v2 = 0.
8
Dengan demikian
u ·vv = u1 v1 + u2 v2 = 0.
Untuk vektor
2
u= ∈ R2
5
gambar vektor u diberikan oleh Gambar 1.7. Terlihat bahwa u = u 1 +uu 2 dan u ·uu = 4 + 25 = 29.
u = (2, 5)′
u 2 = (0, 5)′
O u 1 = (2, 0)′
v3 = (0, 0, 6)′ ′
5, 0)
(0, v=(2,5,6)’
v2 =
O v1 + v2
v1 =
(2, 0
, 0) ′
Suatu vektor satuan u adalah vektor yang mempunyai panjang sama dengan satu, yaitu u ·uu =
1. Contoh 1
2
1
u = 21
∈ R4 ,
2
1
2
maka
1 1 1 1
u ·uu =
+ + + =1
4 4 4 4
√
dan kuuk = 1 = 1. Bila suatu vektor tak nol u dibagi dengan kuuk, yaitu
u
w= ,
kuuk
maka w adalah vektor satuan. Sebab
u
kuuk
kw
wk =
kuuk
= kuuk = 1.
Dalam hal ini w dinamakan hasil penormalan dari vektor u . Contoh vektor
1
v = 1 ∈ R3
1
maka
1
v 1
w= =√ 1
kvvk 3 1
10
√
wk = √1 3 = 1. Perintah dalam sel SAGE Notebook untuk melakukan penormalan vektor
dan kw 3
lakukan sebagai berikut:
u=vector(QQ,[1,1,1])
w=u/u.norm()
pretty_print(html("$\pmb{u} = %s$"%latex(u.column())))
print
pretty_print(html("$\pmb{w} = %s$"%latex(w.column())))
print
pretty_print(html("$|\pmb{w}| = %s$"%latex(w.norm())))
maka i , j dan u adalah vektor satuan. Bila θ = 0, maka u = i dan bila θ = π2 , maka u = j .
Gambar 1.9 adalah gambar vektor satuan i , j dan u .
θ
O i = (1, 0)′
(ii.) Karena
cu1
cuu = , maka
cu2
(cuu) ·vv = cu1 v1 + cu2 v2 = c(u1 v1 + u2 v2 ) = c(uu ·vv).
Bukti: untuk sebarang bilangan real x dan menggunakan hasil Teorema 1.2.2 didapat
0 ≤ ax2 + bx + c.
Hal ini berarti bahwa bentuk kuadrat tsb. tidak mempunyai akar-akar real kecuali nol, yaitu
ekivalen dengan
b2 − 4ac ≤ 0 atau b2 ≤ 4ac.
Jadi
4(uu ·vv)2 ≤ 4kuuk2 kvvk2 atau |uu ·vv| ≤ kuukkvvk.
Pertaksamaan Minkowski:
kuu +vvk ≤ kuuk + kvvk.
Bukti: dengan menggunakan pertaksamaan Schwarz dan sifat-sifat sebelumnya didapat
kuu +vvk2 = (uu +vv) · (uu +vv) = kuuk2 + 2(uu ·vv) + kvvk2
≤ kuuk2 + 2kuukkvvk + kvvk2
= (kuuk + kvvk)2 .
Jadi
kuu +vvk ≤ kuuk + kvvk.
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 13
v −u
v
u
θ
Berikut ini diberikan hubungan sudut diantara dua vektor dengan hasil kali titik. Misalkan
vektor u dan v membentuk sudut sebesar θ sebagaimana diberikan oleh Gambar 1.10. Dengan
menggunakan aturan kosinus didapat
atau
Didapat
cos θ = u ·vv
kuu kkvv k .
Hasil sifat-sifat yang telah dibahas berlaku juga untuk vektor di ruang Rn . Contoh-contoh:
x = 2 dan 3 = x + y ⇒ x = 2 dan y = 1.
2. Diberikan vektor
5 1
u = 4 ,vv = −2 ,
1 3
dapatkan u ·vv dan simpulkan hasilnya.
Jawab: u ·vv = 5 − 8 + 3 = 0. Jadi u ⊥ v .
14
3. Untuk vektor
1 2
u= x
dan v = −5 ,
−3 4
tentukan nilai x ∈ R supaya u ⊥ v .
Jawab: u ⊥ v , maka u ·vv = 2 − 5x − 12 = 0. Didapat −5x = 10 ⇒ x = −2.
4. Misalkan
1 3
u = −3 dan v = 4 .
4 7
Bila θ adalah sudut antara u dan v , maka hitung cos θ.
Jawab:
u ·vv 19
cos θ = =√ √ .
kuukkvvk 26 74
Perintah penghitungan sudut diantara dua vektor dalam Maxima dilakukan sebagai berikut:
(%i60) uv:u=columnvector([1,-3,4]); vv:v=columnvector([3,4,7]);
print( cos(theta),"=",dotproduct(rhs(uv),rhs(vv))/
(mat_norm(rhs(uv),frobenius)*mat_norm(rhs(vv),frobenius)))$
1
(%o60) u = −3
4
3
19
(%o61) v = 4 , cos (θ) = √ √
7 26 74
Latihan
Latihan 1.2.1 Tentukan mana vektor-vektor berikut yang sama
1 2 1 2
u = 2 , v = 3 , w = 3 dan x = 3 .
3 1 2 1
Dapatkan
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 15
(a) 3u-5v.
(b) 2u+5v-7w.
−1 8
−7
Hitung kuk.
8
1
2
2 .
(c) w = 3
− 14
Latihan 1.2.9 Hitung cos θ bila θ adalah sudut diantara dua vektor
1 2
(a) u = −2 dan 4 ,
−5 3
1 −1
2 2
−5 dan −3 .
(b) u =
3 6
Bab 2
Sistem Persamaan Linear
Dalam bab ini dibahas Sistem Persamaan Linear (SPL) dan Matriks. Pembahasan dimulai dari
Sistem Persamaan Linear yang disajikan dalam Bagian 2.1. Pembahasan dilajutkan meyelidiki
penyelesaian dari sistem persamaan diberikan dalam Bagian 2.2.
Pengertian mengenai matriks diberikan dalam bagian 2.4 dilajutkan dengan Aritmatika dan
Operasi Matriks yang diberikan dalam Bagian 2.5 diikuti oleh Sifat-sifat Aritmatika Matriks
diberikan dalam Bagian 2.7.
Pengertian Matriks Invers dan Matriks Elementer diberikan dalam Bagian 2.8 sedangkan cara
memperoleh matriks invers dibahas dalam bagian 2.9.
Hal-hal yang berkaitan dengan Matriks-matriks Khusus diberikan dalam Bagian 2.6 dan
pendekomposisian matriks menjadi matriks segitiga atas dan segitiga bawah disajikan dalam
Bagian 2.10. Dalam bab ini diakhiri oleh pembahasan mengenai peninjauan ulang sistem per-
samaan yang diberikan dalam Bagian 2.11.
17
18
Baris dan kolom nantinya erat kaitannya dengan kajian matriks. Sebagai contoh dua persamaan
linear dengan dua peubah :
2x − y = 0
−x + 2y = 3
Disini SPL terdiri dari dua baris. Baris pertama adalah persamaan : 2x − y = 0 dan baris kedua
adalah persamaan −x+2y = 3. Gambar persamaan baris pertama dan kedua diberikan oleh Gam-
bar 2.1 Tampak bahwa titik (1, 2) memenuhi sistem persamaan linear baris pertama 2x − y = 0
Secara geometris hasil ini diberikan oleh Gambar 2.2. Pada Gambar 2.2 tampak bahwa
0 2 −1
= +2 = u + 2vv.
3 −1 2
Dua vektor
2 −1
u= dan v =
−1 2
adalah vektor yang penting di ruang R2 sebab semua vektor di R2 dapat dinyatakan sebagai
kombinasi linear dari u dan v yang mana hal ini sama untuk vektor
1 0
i= dan j =
0 1
bahwa setiap vektor di R2 adalah kombinasi linear dari i dan j , yaitu untuk setiap x, y ∈ R
1 0 x
x +y = .
0 1 y
Selanjutnya dibahas suatu kajian yang sama suatu contoh untuk SPL dengan tiga persamaan dan
tiga peubah, yaitu SPL
x + 2y + 3z = 6
−x + 2y − z = 0
−3y + 4z = 1
Disini sistem persamaan linear terdiri dari tiga baris persamaan bidang.
Gambar 2.3 adalah, gambar tiga persamaan baris tsb. Tiga bidang dalam Gambar 2.3 berpotong-
an di titik (x, y, z) = (1, 1, 1). Berikutnya dibahas gambar kolom dari sistem persamaan linear tsb.
Sistem persamaan linear yang telah dibahas dapat ditulis sebagai kombinasi linear vektor kolom
sebagai berikut:
1 2 3 6
x −1 + y 2 + z −1 = 0 ,
0 −3 4 1
dengan x, y dan z adalah bilangan riil. Dari hasil sebelumnya didapat bahwa yang memenuhi
adalah x = 1, y = 1 dan z = 1. Dengan demikian didapat kombinasi linear vektor kolom berikut:
1 2 3 6
1 −1 + 1 2 + 1 −1 = 0 .
0 −3 4 1
Sebelum membahas penyelesaian SPL secara umum diberikan arti geometri dari apa yang
telah dibahas terutama yang berkenaan dengan gambar baris persamaan SPL. Secara geometri,
Persamaan (2.1) menyatakan persamaan dua garis a1 x + b1 y = c1 dan a2 x + b2 y = c2 . Sehingga
bila dua garis ini berpotongan pada satu titik (x1 , y1 ), maka nilai x = x1 dan y = y1 merupakan
penyelesaian tunggal dari persamaan (2.1). Sedangkan bila dua garis tsb. sejajar, maka tidak
akan ada titik (x, y) yang berpotongan dengan dua garis ini. Jadi sistem Persamaan (2.1) tidak
mempunyai penyelesaian. Tetapi bila salah satu garis merupakan kelipatan dari garis yang lain-
nya (berimpit), maka akan ada banyak takhingga titik yang memenuhi sistem Persamaan (2.1),
yaitu persamaan ini, mempunyai penyelesaian yang tidak tunggal. Masing-masing Gambar 2.4
bagian (i), (ii) dan (iii) menunjukkan bahwa dua garis a1 x + b1 y = c1 dan a2 x + b2 y = c2 adalah
berpotongan, sejajar dan berimpit.
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 21
y a1 x + b1 y = c1
y y
(x1 , y1 ) a1 x + b1 y = c1
0 x 0 x 0 x
a1 x + b1 y = c1
a2 x + b2 y = c2 a2 x + b2 y = c2
a2 x + b2 y = c2
(i) (ii) (iii)
Berikut ini diberikan contoh dari bentuk sistem Persamaan (2.1) untuk tiga kasus yang telah
dibahas, yaitu mempunyai penyelesaian tunggal, tidak mempunyai penyelesaian dan mempunyai
penyelesaian yang tidak tunggal.
Jelas bahwa, sistem Persamaan (2.3) adalah menyatakan persamaan dua garis x + y = 3 dan x +
y = 4 yang sejajar. Kedua garis ini secara geometri, bila digambar dalam bidang dengan sumbu
koordinat x dan y tidak akan berpotongan. Hal ini bisa ditunjukkan secara logika matematik
sebagai berikut; andaikan dua garis x + y = 3 dan x + y = 4 berptongan di titik x = a dan y = b,
jadi b = 3−a dan b = 4−a ⇒ 3−a = 4−a ⇒ 3 = 4. hal ini kontradiksi dengan kenyataan bahwa
3 6= 4. Jadi benar bahwa tidak akan ada titik (a, b) yang terletak pada kedua garis x + y = 3 dan
x + y = 4. Hal ini menunjukkan bahwa sistem Persamaan (2.3) tidak mempunyai penyelesaian.
Untuk kasus yang terakhir, diberikan sistem persamaan
x+y = 3
. (2.4)
2x + 2y = 6
Sistem Persamaan (2.4) menyatakan dua garis x + y = 3 dan 2x + 2y = 6 yang saling berimpit.
Bila persamaan yang pertama y = 3 − x disubstitusi ke persamaan yang kedua didapat 2x + 2(3 −
x) = 6 ⇒ 6 = 6. Hal ini menunjukkan bahwa selalu benar bahwa titik (x, y) dengan y = 3 −x akan
22
selalu memenuhi sistem Persamaan (2.4). Jadi ada banyak x dan y yang memenuhi Persamaan
(2.4). Himpunan semua titik (x, y) yang memenuhi Persamaan (2.4) adalah {(x, y) | y = 3 − x, x ∈
R}, misalnya titik (0, 3), (1, 2) dan (−1, 4) adalah titik-titik yang memenuhi sistem Persamaan
(2.4).
Bahasan berikut adalah berkaitan dengan sistem persamaan linear yang terdiri dari tiga per-
samaan dengan tiga peubah, yaitu
ax + by + cz = p
dx + ey + f z = q (2.5)
gx + hy + iz = r
= r
hy + iz
gx +
z
0
dx
+e
y+
p
+ cz =
fz =
b y
ax +
q
tunggal. Intepretasi geometri dari kasus ini diberikan dalam Gambar 2.5. Contoh berikut menje-
laskan bahwa sistem Persamaan (2.5) mempunyai penyelesaian tunggal.
Untuk menyelesaikan sistem Persamaan (2.6) bisa disubstitusikan persamaan pertama z = 6−x−
y kepersamaan yang kedua sehingga didapat y + 6 − x − y = 5 ⇒ x = 1. Untuk x = 1, persamaan
pertama dan ketiga menjadi sistem persamaan
y+z = 5
.
y − z = −1
Dari sistem persamaan ini, didapat y = 2, z = 3. Jadi penyelesaian sistem Persamaan (2.6) adalah
x = 1, y = 2 dan z = 3. Tafsiran geometri dari kasus ini tiga bidang x + y + z = 6, y + z = 5 dan
x + y − z = 0 berpotongan hanya di satu titik (1, 2, 3).
dx
+
z
ey
gx + h
+
y + iz
=r
fz
=
q
y
x
ax + by + cz = p
g : garis potong
Kasus yang kedua, adalah sistem Persamaan (2.5) mempunyai penyelesaian banyak . Intepretasi
geometri dari kasus ini diberikan dalam Gambar 2.6. Contoh berikut menjelaskan bahwa sistem
Persamaan (2.5) mempunyai penyelesaian banyak.
Contoh 2.1.3 Untuk kasus yang kedua, diberikan sistem persamaan
x+y+z = 6
x+y = 2 . (2.7)
2x + 2y − z = 0
Untuk menyelesaikan sistem Persamaan (2.7) bisa disubstitusikan persamaan kedua x + y = 2
kepersamaan yang pertama x + y + z = 6 sehingga didapat 2 + z = 6 ⇒ z = 4. Untuk z = 4,
semua persamaan dalam sistem Persamaan (2.7) menjadi persamaan x + y = 2. Hal, ini menje-
laskan bahwa ketiga bidang x + y + z = 6, x + y = 2 dan 2x + 2y − z = 0 berpotongan pada satu
garis g yang diberikan oleh persamaan z = 4, x + y = 2. Semua titik yang berada pada garis
ini merupakan penyelesaian sistem Persamaan (2.7). Jadi himpunan penyelesaiannya adalah
{(x, y, z) | z = 4, x + y = 2}. Beberapa penyelesaian sistem Persamaan (2.7) adalah x = 0, y =
2, z = 4; x = 1, y = 1, z = 4 dan x = −1, y = 3, z = 4.
24
dx +
ey +
fz =
q
z
g3 : garis potong
gx +
hy +
y iz =
0 ax r
+ by
+ cz
=p g2 : garis potong
x
g1 : garis potong
Kasus yang Terakhir, adalah sistem Persamaan (2.5) tidak mempunyai penyelesaian. Suatu in-
tepretasi geometri dari kasus ini diberikan dalam Gambar 2.7. Yaitu menyatakan bahwa tiga
bidang berpotongan pada tiga garis yang saling sejajar dalam ruang. Hal ini menjelaskan bahwa
tiga garis ini tidak pernah mempunyai titik potong. Jadi untuk kasus ini, sistem Persamaan
(2.5) tidak akan pernah mempunyai penyelesaian. Contoh berikut menjelaskan bahwa sistem
Persamaan (2.5) tidak mempunyai penyelesaian.
Contoh 2.1.4 Untuk kasus yang terakhir ini, diberikan sistem ersamaan
x+y+z = 6
x+y = 2 . (2.8)
x+y−z = 0
Persamaan (2.8) tidak mempunyai penyelesaian. Hal ini bisa ditunjukkan dengan suatu kon-
trakdiksi sebagai berikut. Andaikan (2.8) mempunyai penyelesaian di x = x0 , y = y0 dan z = z0 ,
sehingga didapat x0 + y0 = 2, z0 = 6 − (x0 + y0 ) = 6 − 2 = 4 dan z0 = (x0 + y0 ) = 2. Terjadi suatu
kontradiksi bahwa 4 = 2. Hal ini menunjukkan bahwa tidak akan ada x, y dan z yang memenuhi
sistem Persamaan (2.8) yaitu sistem persamaan ini tidak mempunyai penyelesaian.
Kajian gambar kolom SPL 2.5 dari tiga kasus yang telah dibahas memberikan gambaran
bahwa,
1. Kasus yang pertama tiga bidang berpotongan di satu titik, maka kombinasi linear berikut
a b c p
x d + y e + z f = q
g h i r
hanya dipenuhi untuk satu nilai tunggal x, y dan z.
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 25
2. Kasus yang kedua tiga bidang berpotongan di satu garis potong g, maka kombinasi linear
berikut
a b c p
x d + y e + z f = q
g h i r
dipenuhi untuk beberapa nilai x, y dan z.
3. Kasus yang ketiga, tiga bidang berpotongan di tiga garis, maka tidak ada nilai x, y dan c
yang memenuhi kombinasi linear berikut
a b c p
x d + y e + z f = q .
g h i r
Sebegitu jauh apa yang telah dibahas dalam bagian ini hanyalah sebagai awal bahasan sis-
tem persamaan linear. Telah diuraikan bahwa dalam awal bagian ini, diberikan contoh-contoh
sistem linear serta menyelesaikan sistem persamaan ini dan memberikan arti geometri dari sis-
tem persamaan linear yang dibahas dalam beberapa kasus yang umum yaitu, sistem persamaan
linear mempunyai penyelesaian tunggal, mempunyai banyak penyelesaian dan tidak mempunyai
penyelesaian. Pembahasan dimulai dengan sistem persamaan linear dengan dua persamaan dan
dua peubah dan dilanjutkan dengan tiga persamaan dengan tiga peubah. Yaitu banyaknya per-
samaan dengan banyaknya yang ditanyakan adalah sama. Cara menyelesaikan sistem linear yang
telah dibahas ini menggunakan substitusi yang banyak dikenal sbelumnya. Untuk contoh-contoh
yang telah dibahas masih memungkinkan menggunakan cara substitusi, tetapai untuk masalah
yang lebih umum dan rumit tentunya hal ini tidak memadai/mudah menggunakan cara substitusi
untuk menyelesaikannya. Untuk itu, dalam Bab 2.2 yang dibahas berikutnya, akan dijelaskan se-
cara rinci cara untuk menyelesiakan sistem persamaan linear yang lebih umum dari pembahasan
sebelumnya.
Sebagai akhir dari bagian ini diberikan beberapa latihan soal. Latihan soal ini diberikan agar
supaya menambah kemampuan dasar menyelesiakan sistem persamaan linear teridiri dari dua
persamaan dengan dua peubah serta tiga persamaan dengan tiga peubah.
Latihan
Latihan 2.1.1 Selesaikan sistem persamaan berikut serta berikan arti geometrinya.
x+y = 7 x + 2y = 3 2x − 5y = −2
a). b). c).
2x + 4y = 18 3x + 6y = 3 −4x + 10y = 4
Latihan 2.1.3 Selesaikan sistem persamaan berikut serta berikan arti geometrinya.
x + 2y + 2z = 4 x − y + 2z = 1 x + 2y + 3z = 1
a). x + 3y = 5 b). 2x + y + z = 8 c). 4x + 5y + 6z = 2
2x + 6y + 5z = 6 x+y = 5 7x + 8y + 9z = 3
Ada tiga macam himpunan penyelesaian dari sistem persamaan (2.9) yaitu, pertama himpunan
dengan satu anggota yang menyatakan sistem persamaan (2.9) mempunyai penyelesaian tunggal,
kedua himpunan dengan tak-hingga banyak anggota yang menyatakan sistem persamaan (2.9)
mempunyai banyak penyelesaian. Dalam hal sistem persamaan (2.9) mempunyai penyelesaian
dinamakan konsisten. Ketiga, himpunan kosong yang menyatakan sistem persamaan (2.9) tidak
mempunyai penyelesaian. Dalam hal ini sistem persamaan (2.9) disebut tidak konsisten. Dua
sistem persamaan linear dengan banyak persamaan dan banyak peubah sama dikatakan ekivalen
bila kedua sistem persamaan linear tsb. yang satu bisa diperoleh dari persamaan yang lain-
nya dan mempunyai himpunan penyelesian yang sama. Sistem persamaan linier (2.9) dikatakan
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 27
S1 = {(x, y) | y = 1 − x, x ∈ R}
Terlihat bahwa S1 = S2 , jadi persamaan (2.11) ekivalen dengan persamaan (2.12). Begitu juga
dua sistem persamaan berikut adalah ekivalen
x+y = 2
(2.13)
2x − 5y = −3
dan
2x − 5y = −3
(2.14)
x+y = 2
sebab persamaan (2.14) bisa diperoleh dari persamaan (2.13), yaitu menukar persamaan yang
pertama dengan persamaan yang kedua dan sebaliknya dalam persamaan (2.13). Bisa diselidiki
bahwa kedua persamaan mempunyai peyelesaian x = 1 dan y = 1. Selanjutnya, persamaan (2.13)
dan persamaa
x+y = 2
(2.15)
−7y = −7
adalah ekivalen, sebab persamaan (2.15) dapat diperoleh dari persamaan (2.13), yaitu persamaan
kedua dalam persamaan (2.15) diperoleh dari kedua ruas persamaan pertama (2.13) dikalikan
dengan −2 dan hasilnya ditambahkan pada persamaan kedua dari persamaan (2.13). Jelas bahwa
28
persamaan (2.15) mempunyai penyelesaian y = 1 dan x = 1 yang sama dengan penyelesaian dari
persamaan (2.13).
Pengertian sistem persamaan linear ekivelen ini berguna untuk menyelesaikan sistem per-
samaan (2.9) terutama pada saat menggunakan cara eleminasi Gauss. Pada dasarnya metode
eliminasi Gauss adalah suatu cara dari transformasi suatu sistem persamaan linear menjadi suatu
sistem persamaan linear lainya yang lebih sederhana lewat pengeleminasian peubah, tetapi ke-
duanya ekivalen. Cara pengeliminasian ini meliputi tiga operasi sederhana yang mentransformasi
satu sistem persamaan ke sistem persamaan lainnya yang ekivalen.
Untuk menjelaskan operasi ini, misalkan Pk menyatakan persamaan ke-k dalam persamaan
(2.9), yaitu
Pk : ak,1 x1 + ak,2 x2 + · · · + ak,n xn = bk
dengan 1 ≤ k ≤ m dan ditulis sistem persamaan linear (2.9) sebagai
P1
P
2
..
.
S= .
Pk
..
.
Pm
Untuk suatu sistem persamaan linear S, masing-masing tiga operasi elementer menghasilkan
suatu sistem persamaan linear S′ yang ekivalen.
1. Pertukaran persamaan ke-i dan ke- j sedangkan persamaan yang lainnya tetap, yaitu
P1
P1
..
..
.
.
i
P
P
j
.
. ′ .
.
S=
. ⇒ S = . . (2.16)
Pj
Pi
.
.
..
.
.
Pm Pm
2. Kedua ruas persamaan ke-i dikalikan dengan suatu konstata tidak-nol α ∈ R sedangkan
persamaan yang lainnya tetap, yaitu
P1
P1
..
..
.
.
S= Pi ⇒ S′ = αPi , dimana α 6= 0 . (2.17)
.
..
.
..
Pm Pm
Dalam hal ini αPi dinamakan kelipatan dari Pi .
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 29
3. Menambah persamaan ke- j dengan kelipatan dari persamaan ke-i sedangkan persamaan
yang lain tetap, yaitu
P1
P1
..
..
.
.
Pi
Pi
.. ′ ..
S=
. ⇒ S = .
. (2.18)
Pj
Pj + αPi
..
..
.
.
Pm Pm
Tiga operasi elementer, mentransformasi suatu sistem persamaan linear ke bentuks sistem per-
samaan linear lainnya yang yang ekivalen. Tiga operasi yang dilakukan dalam (2.16), (2.17) dan
(2.18) dinamakan Operasi Baris Elementer (OBE). Berikut ini diberikan suatu teorema tentang
OBE.
Teorema 2.2.1 Bila dalam Sistem Persamaan Linier (2.9) S dilakukan OBE sehingga didapat
persamaan S′ dan S mempunyai penyelesaian, maka peyelesaian dalam S′ adalah sama dengan
penyelesaian dalam S.
(r1 , r2 , . . . , rn ) ∈ Rn
yang memenuhi
a1,1 r1 + a1,2 r2 + · · · + a1,n rn = b1
a2,1 r1 + a2,2 r2 + · · · + a2,n rn = b2
..
.
ai,1r1 + ai,2 r2 + · · · + ai,n rn = bi
.. (2.19)
.
a j,1 r1 + a j,2 r2 + · · · + a j,n rn = b j
..
.
am,1 r1 + am,2 r2 + . . . + am,n xn = bm
Bila dalam Sistem Persamaan Linier (2.9) dilakukan OBE (2.16), maka didapat sistem persamaan
30
Tetapi berdasarkan hipotesis ada (r1 , r2 , . . ., rn ) ∈ Rn yang memenuhi Persamaan 2.10, sehingga
didapat
a1,1 r1 + a1,2 r2 + · · · + a1,n rn = b1
a2,1 r1 + a2,2 r2 + · · · + a2,n rn = b2
..
.
a j,1 r1 + a j,2 r2 + · · · + a j,n rn = b j
.. (2.21)
.
ai,1r1 + ai,2 r2 + · · · + ai,n rn = bi
..
.
am,1 r1 + am,2 r2 + . . . + am,n rn = bm
Hal ini menunjukkan bahwa (r1 , r2 , . . . , rn ) ∈ Rn adalah penyelesaian dari Sistem Persamaan 2.20.
Berikutnya, bila dalam Sistem Persamaan Linier (2.9) dilakukan OBE (2.17), maka didapat
sistem persamaan S′ yang diberikan oleh
a1,1 x1 + a1,2 x2 + · · · + a1,n xn = b1
a2,1 x1 + a2,2 x2 + · · · + a2,n xn = b2
..
.
αai,1x1 + αai,2 x2 + · · · + αai,n xn = αbi
.. (2.22)
.
a j,1 x1 + a j,2 x2 + · · · + a j,n xn = b j
..
.
am,1 x1 + am,2 x2 + . . . + am,n xn = bm
Tetapi berdasarkan hipotesis ada (r1 , r2, . . . , rn ) ∈ Rn yang memenuhi Persamaan 2.10, yang
diberikan oleh Persamaan 2.21. Dengan demikian bila persamaan yang ke-i dalam Persamaan 2.21
kedua ruas dikalikan dengan α didapat
sehingga didapat
a1,1 r1 + a1,2 r2 + · · · + a1,n rn = b1
a2,1 r1 + a2,2 r2 + · · · + a2,n rn = b2
..
.
αai,1r1 + αai,2r2 + · · · + αai,n rn = αbi
.. (2.23)
.
a r
j,1 1 + a j,2 2 · · · + a j,n rn = b j
r +
..
.
am,1 r1 + am,2 r2 + . . . + am,n rn = bm
Hal ini menunjukkan bahwa (r1 , r2 , . . . , rn ) ∈ Rn adalah penyelesaian dari Sistem Persamaan 2.22.
Terakhir, bila dalam Sistem Persamaan Linier (2.9) dilakukan OBE (2.18), maka didapat
sistem persamaan S′ yang diberikan oleh
a1,1 x1 + a1,2 x2 + · · · + a1,n xn = b1
a2,1 x1 + a2,2 x2 + · · · + a2,n xn = b2
..
.
ai,1 x1 + αai,2 x2 + · · · + αai,n xn = bi
.. (2.24)
.
(a j,1 + αai,1 )x1 + (a j,2 + αai,2)x2 + · · · + (a j,n + αai,n )xn = b j + αbi
..
.
am,1 x1 + am,2 x2 + . . . + am,n xn = bm
Tetapi berdasarkan hipotesis ada (r1 , r2, . . . , rn ) ∈ Rn yang memenuhi Persamaan 2.10, yang
diberikan oleh Persamaan 2.21. Dengan demikian bila persamaan yang ke- j dalam Persamaan 2.21
ditambah α kali persamaan yang ke-i ruas didapat
Pj : (a j,1 + αai,1 )r1 + (a j,2 + αai,2 )r2 + · · · + (a j,n + αa1,n )rn = bi + αbi
sehingga didapat
a1,1 r1 + a1,2 r2 + · · · + a1,n rn = b1
a2,1 r1 + a2,2 r2 + · · · + a2,n rn = b2
..
.
ai,1 r1 + ai,2 r2 + · · · + ai,n rn = bi
.. (2.25)
.
(a j,1 + αai,1 )r1 + (a j,2 + αai,2 )r2 + · · · + (a j,n + αa1,n )rn = bi + αbi
..
.
am,1 r1 + am,2 r2 + . . . + am,n rn = bm
Hal ini menunjukkan bahwa (r1 , r2 , . . . , rn ) ∈ Rn adalah penyelesaian dari Sistem Persamaan 2.24.
32
Jadi berdasarkan Teorema 2.2.1, tiga operasi baris elementer tidak akan mengubah himpunan
penyelesaian dari sistem persamaan linear aslinya. Berikut ini diberikan suatu contoh sederhana
sistem persamaan linear
2x + y + z = 1
6x + 2y + z = −1 (2.26)
−2x + 2y + z = 7
Pada setiap langkah, cara untuk menyelesaikan persamaan (2.26) difokuskan pada suatu posisi
koefisien tak-nol yang dinamakan pivot dan untuk mengeliminasi semua suku dibawah pivot
menggunakan tiga operasi baris elementer. Bila elemen pivot sama dengan nol, maka persamaan
pivot ditukar dengan persamaan dibawahnya untuk mendapat elemen pivot yang tidak nol. Bila
koefisien dari x pada persamaan tak-nol, maka elemen ini diambil sebagai pivot. Pada contoh ini,
elemen
2 dalam sistem berikut adalah pivot untuk langkah yang pertama
x 2 +y+z = 1
6x + 2y + z = −1
−2x + 2y + z = 7
Langkah 1: Eliminasi semua suku dibawah pivot.
• Persamaan kedua kurangi 3 kali persamaan pertama
x 2 +y+z = 1
−y − 2z = −4 (P2 − 3P1 )
−2x + 2y + z = 7
• Persamaan ketiga ditambah persamaan pertama
x
2 +y+z = 1
−y − 2z = −4
3y + 2z = 8 (P3 + P1 )
Langkah 2: Pilih suatu pivot baru.
• Untuk memilih pivot baru, pindah kebawah dari posisi pivot yang sudah ada dan
kekanannya. Bila koefisien ini tak-nol, maka kpefisien ini adalah pivot. Bila nol,
maka tukar dengan persamaan dibawahnya. Dalam hal ini
-1 adalah pivot yang baru.
2x + y + z = 1
y
-1 − 2z = −4
3y + 2z = 8
Langkah 3: Eliminasi semua suku dibawah pivot yang kedua.
• Persamaan ketiga tambah 3 kali persamaan kedua
2x + y + z = 1
y
-1 − 2z = −4 (2.27)
−4z = −4 (P3 + 3P2 )
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 33
• Umumnya, pada setiap langkah pindahkan kebawah pivot terdahulu dan gerakan
kekanan untuk memperoleh pivot yang berikutnya, kemudian eliminasi semua suku
dibawah pivot ini sampai tidak ada lagi yang bisa diproses untuk pengeliminasian.
Jadi pivot yang ketiga adalah −4 dan tidak ada lagi elemen dibawah pivot ini untuk
dieliminasi. Jadi proses dihentikan.
Pada akhir dari Langkah 3, dikatakan sistem persamaan menjadi bentuk segitiga atas. Su-
atu sistem persamaan berbentuk segi tiga atas mudah diselesaikan dengan menggunakan cara
mensubstitusi mumdur, yaitu persamaan terakhir diselesaikan, kemudian hasilnya substitusikan
kepersamaan yang diatasnya, dst. sampai semua peubah didapatkan. Untuk contoh ini, sele-
saikan persamaan terakhir dari persamaan (2.27), didapat
z = 1.
Substitusikan z = 1 kepersamaan kedua dari persamaan (2.27), didapat
y = 4 − 2z = 4 − 2(1) = 2.
Akhirnya, substitusikan z = 1, y = 2 kepersamaan yang pertama dari persamaan (2.27), didapat
1 1
x = (1 − y − z) = (1 − 2 − 1) = −1.
2 2
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa sistem persamaan (2.26) dan sistem persamaan (2.27)
berdasarkan Teorema 2.2.1 adalah ekivalen, jadi penyelesaian dari sistem persamaan (2.26)
adalah x = −1, y = 2 dan z = 1.
Jelas bahwa tidak ada suatu alasan untuk menuliskan simbol "x", "y" dan "z" serta "=" pada
setiap langkah yang mana hanya memperlakukan koefisien dalam penghitungan. Bila simbol-
simbol tsb. dihilangkan, maka suatu sistem persamaan linear ditampilkan kesuatu susunan dalam
bentuk persegi panjang berisi bilangan-bilangan yang mana setiap baris horizontal menyatakan
satu persamaan. Misalnya, sistem persamaan linear (2.26) bila dituliskan dalam bentuk susunan
persegi panjang adalah:
2 1 1 1
6 2 1 −1 . (Tanda garis tegak menyatakan = .)
−2 2 1 7
Susunan koefien disebalah kiri garis tegak dinamakan matriks koefisien daris sistem per-
samaan. Keseluruhan elemen dalam susunan dinamakan matriks diperbesar (augmented ma-
trix) dari sistem persamaan linear. Bila koefisien matriks dinyatakan oleh A dan elemen disebe-
lah kanan garis tegak oleh b , maka matriks diperbesar dari sistem persamaan linear dinotasikan
A|bb].
oleh [A
Secara formal, suatu skalar dari bilangan real atau kompleks dan matriks adalah suatu
susunan berbentuk persegi panjang dari skalar. Matriks A biasanya ditulis sebagai
a1,1 a1,2 · · · a1,n
a2,1 a2,2 · · · a2,n
A = .. .. .. .. .
. . . .
am,1 am,2 · · · am,n
34
Elemen-elemen dari matriks A dinyatakan oleh ai, j dengan i ∈ m dan j ∈ n, dimana m = {1, 2, · · · , m}
dan n = {1, 2, · · · , n}. Elemen ai, j menyatakan elemen dari matriks A yang terletak pada baris
ke-i kolom ke- j. Suatu contoh
2 1 3 4
A = 8 6 5 −9 , maka a1,1 = 2, a1,2 = 1, · · · , a3,4 = 7. (2.28)
−3 8 3 7
Suatu submatriks dari matriks A adalah suatu susunan yang diperoleh dari menghapus se-
barang kombinasi dari baris dan kolom matriks A . Suatu contoh matriks
2 4
B=
−3 7
adalah suatu submatriks dari matriks A pada (2.28) dengan menghapus baris kedua dan kolom
kedua, dan ketiga dari matriks A .
Matriks A dikatakan berukuran m × n bila A mempunyai baris sebanyak m dan kolom se-
banyak n. Dengan demikian, matriks berukuran 1 × 1 adalah skalar, sebaliknya suatu skalar
adalah matriks yang berukuran 1 × 1. Untuk penekanan bahwa matriks A berukuran m × n juga
ditulis sebagai Am×n . Bila m = n, maka matriks A dikatakan matriks persegi. Suatu matriks
yang hanya terdiri dari satu baris dinamakan vektor baris dan bila hanya terdiri dari satu kolom
dinamkan vektor kolom.
Simbol A i,∗ digunakan untuk menyatakan baris ke-i dan A ∗, j menyatakan kolom ke- j dari
matriks A . Contoh bila A matriks pada (2.28), maka
3
A 3,∗ = −3 8 3 7 dan A ∗,3 = 5 .
3
Untuk persamaan sistem linear (2.9) eliminasi Gauss bisa dilakukan melalui matriks diperbe-
sar (augmented matrix) [A A|bb] dengan menggunakan operasi baris elementer pada [A A|bb]. Operasi
elementer ini meliputi tiga operasi baris elementer yang diberikan pada (2.16), (2.17) dan (2.18).
Untuk matriks berukuran m × n
M 1,∗
..
.
M i,∗
.
M = .. ,
M
j,∗
.
..
M m,∗
tiga macam operasi baris elementer pada M adalah sebagai berikut.
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 35
• Macam III: Tambah baris ke- j dengan kelipatan baris ke-i menghasilkan
M 1,∗
..
.
M i,∗
.
M = .. .
(2.31)
M + αM M
j,∗ i,∗
..
.
M m,∗
Untuk menyelesaikan sistem persamaan linear (2.9) menggunakan operasi baris elementer,
mulai dengan matriks diperbesar [AA|bb] dan jadikan bentuk segitiga atas matriks koefisien A de-
ngan melakukan operasi baris elementer pada [A A|bb]. Kembali pada contoh yang diberikan oleh
sistem persamaan linear (2.26), dengan melakukan operasi baris elementer pada matriks diperbe-
A|bb] didapat
sar [A
2 1 1 1 2 1 1 1
6 2 1 −1 B2 − 3B1 ⇒ 0
-1 −2 −4
−2 2 7 7 B3 + B1 0 3 2 8 B3 + 3B2
2 1 1 1
⇒ 0 −1 −2 −4 .
0 0 −4 −4
36
Matriks diperbesar yang terakhir menyatakan bentuk segitiga atas dari sistem persamaan linear
2x + y + z = 1
−y − 2z = −4
−4z = −4
Dengan substitusi mundur, didapat hasil seperti sebelumnya z = 1, y = 2 dan x = −1. Umumnya,
bila suatu sistem persamaan linear n × n mempunyai bentuk segitiga atas
t1,1 t1,2 · · · t1,n c1
0 t2,2 · · · t2,n c2
. . . (2.32)
· · · .. . . . .. ..
0 0 · · · tn,n cn
dimana masing-masing ti,i 6= 0, maka algoritma umum untuk substitusi mundur diberikan sebagai
berikut.
Suatu cara untuk menaksir effisiensi suatu algorithma adalah menghitung banyaknyanya ope-
rasi aritmatika yang digunakan. Untuk berbagai alasan, tidak dibedakan tambah dan kurang,
dan kali dan bagi. Lagi pula kali/bagi dihitung secara terpisah dari tambah/kurang. Bahkan
bila secara rinci menggunakan suatu algoritma, penting bahwa mengetahui banyaknya operasi
untuk eliminasi Gauss dengan substitusi mundur sehingga akan didapat suatu dasar perbandingan
ketika menggunakan algoritma yang lain. Berikut ini diberikan banyaknya operasi aritmatika
yang digunakan dalam eliminasi Gauss.
Eliminasi Gauss dengan substitsusi mundur untuk sistem persamaan linear n × n membutuhkan
n3 n
+ n2 − , kali/bagi
3 3
dan
n3 n2 5n
+ − , tambah/kurang.
3 2 6
Bila n meningkat, suku n3 /3 mendominasi suku yang lainnya. Oleh karena itu, hal yang penting
Eliminasi Gauss dengan substitusi mundur untuk sistem persamaan linear n × n membutuhkan
sekitar n3 /3 operasi kali/bagi dan membutukan juga sekitar n3 /3 operasi tambah/kurang.
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 37
Contoh 2.2.1 Selesaikan sistem persamaan berikut menggunakan eliminasi Gauss dengan sub-
stitusi mundur:
x2 − x3 = 3
−2x1 + 4x2 − x3 = 1
−2x1 + 5x2 − 4x3 = −2
Penyelesaian : Matriks diperbesar dari sistem persamaan linear adalah
0 1 −1 3
−2 4 −1 1 .
−2 5 −4 −2
Karena pivot pertama adalah
,0 maka tukar baris pertama dengan baris kedua dan sebaliknya,
selanjutnya lakukan eliminasi elemen elemen dibawah pivot yang dipilih sehingga didapat
-2 4 −1 1 −2 4 −1 1 −2 4 −1 1
0 1 −1 3 B−→ 3 −B1 B3 −B2
0
1 −1 3 −→ 0 1 −1 3 .
−2 5 −4 −2 0 1 −3 −3 0 0 −2 −6
Contoh 2.2.2 Misalkan bahwa 100 serangga terdistribusi dalam suatu ruang tertutup terdiri dari
empat ruang dengan jalur-lintas diantaranya sebagaimana dalam Gambar 2.8. Pada akhir satu
#3
#4 #2
#1
menit, serangga terdistribusi kembali dengan sendirinya. Asumsikan bahwa satu menit tidak
cukup waktu untuk suatu serangga pindah ke lebih dari satu ruang dan pada akhir satu menit 40%
serangga disetiap ruang tidak meninggalkan ruangan, mereka tetap pada awal menit. Serangga
yang meninggalkan ruangan secara seragam menyebar diantara ruangan, serangga ini secara
langsung dapat mencapai keadaan semula mereka tinggal., misalnya # 3 separuh bergerak ke # 2
38
dan separuh ke # 4. Bila diakhir satu menit terdapat 12, 25, 26 dan 37 serangga masing-masing
di ruang # 1, # 2, # 3 dan # 4, maka tentukan apa seharusnya distribusi awal.
Jawab Bila xi adalah banyaknya keadaan awal dalam ruangan # i dengan i = 1, 2, 3, 4, didapat
sistem persamaan linear
0.4x1 + 0x2 + 0x3 + 0.2x4 = 12
0x1 + 0.4x2 + 0.3x3 + 0.2x4 = 25
0x1 + 0.3x2 + 0.4x3 + 0.2x4 = 26
0.6x1 + 0.3x2 + 0.3x3 + 0.4x4 = 37
dengan menggunakan eliminasi Gauss dan substitusi mundur didapat x1 = 10, x2 = 20, x3 = 30
dan x4 = 40.
Latihan
Latihan 2.3.1 Gunakan Eliminasi Gauss dengan substitusi mundur pada sistem persamaan lin-
ear berikut
(a)
2x1 − x2 = 0
−x1 + x2 −x3 = 0
−x2 +x3 = 1
(b)
4x2 − 3x3 = 3
−x1 + 7x2 − 5x3 = 4
−x1 + 8x2 − 6x3 = 5
(a) Dapatkan nilai a dan b supaya sistem persamaan linear mempunyai penyelesaian tunggal.
(b) Dapatkan nilai a dan b supaya sistem persamaan punya penyelesaian tidak tunggal.
Latihan 2.3.4 Suatu jaringan dari aliran terdiri dari 4 titik A, B, C dan D yang dihubungkan
oleh garis. Dengan asumsi bahwa
• Total aliran yang masuk ke suatu titik sama dengan total aliran yang keluar dari suatu
titik.
• Total aliran yang masuk kedalam jaringan sama dengan total aliran yang keluar dari
jaringan.
40
Bila gambar dari suatu jaringan aliran diberikan oleh gambar berikut
x1
x2 200
200 b b
A B 300
x3 x4
b
C D b 500
300 x5
400
300
Latihan 2.3.5 Diberikan tiga sistem persamaan linear dimana koefisennya sama untuk setiap
sistem tetapi bagian kanan persamaan berbeda:
4x − 8y + 5z = 1 0 0
4x − 7y + 4z = 0 1 0
3x − 4y + 2z = 0 0 1
Selesaikan semua tiga persamaan sistem linear tsb. dengan menggunakan eliminasi Gauss pada
bentuk matriks yang diperbesar
A |bb1 |bb2 |bb3 ] .
[A
Usahakan menyelesaikan sistem persamaan linear ini menggunakan eliminasi Gauss dan je-
laskan mengapa sistem persamaan linear tsb. tidak mungkin untuk diselesaikan.
Latihan 2.3.9 Gunakan sistem persamaan linear 3 × 3 untuk memperoleh koefisien suatu per-
samaan parabola y = α + βx + γx2 yang melalui tiga titik (1, 1), (2, 2) dan (3, 0).
Latihan 2.3.10 Diketahui seperti Contoh 2.2.2 dan bila distribusi awal adalah 20, 20, 20 dan
40, maka tentukan distribusi akhir pada satu menit.
Latihan 2.3.11 Terangkan mengapa suatu sistem persamaan linear tidak akan pernah mem-
punyai tepat dua penyelesaian yang berbeda. Perluas pernyataan ini, untuk menerangkan fakta
bahwa bila suatu sistem persamaan linear mempunyai lebih dari satu penyelesaian, maka penye-
lesaian itu haruslah banyak takhingga penyelesaian.
Latihan 2.3.12 Misalkan bahwa [A A|bb] adalah matriks diperbesar dari suatu sistem persamaan
linear. Telah diketahui bahwa operasi baris elementer tidak mengubah penyelesaian sistem per-
samaan linear. Bagaimanapun, tidak disebutkan bahwa bila operasi kolom dapat mempen-
garuhi suatu penyelesaian suatu sistem persamaan linear.
(a) Uraikan akibat pada penyelesaian suatu sistem persamaan linear bila kolom A∗, j dan A∗,k
saling dipertukarkan.
(b) Uraikan akibat pada penyelesaian suatu sistem persamaan linear bila kolom A∗, j diganti
oleh αA
A∗, j dengan α 6= 0.
(c) Uraikan akibat pada penyelesaian suatu sistem persamaan linear bila kolom A∗, j diganti
oleh A∗, j + αA
A∗,k .
Petunjuk : Lakukan suatu percobaan dengan matriks berukuran 2 × 2 dan 3 × 3.
Pada akhir bagian ini dibahas metode menyelesaiakna sistem persamaan linear menggunakan
apa yang dinamakan Gauss-Jordan. Metode ini mengenalkan suatu variasi eleminasi Gauss yang
dikenal dengan nama Metode Gauss-Jordan. Walaupun ada beberapa yang membingungkan
ketika Jordan menerima penghargaan untuk algoritma ini, sekarang jelas bahwa faktanya metode
ini dikenalkan oleh seorang geodesi yang bernama Wilhelm Jordan (1842-1899) dan bukan oleh
yang telah banyak dikenal oleh matematikawan yaitu Marie Ennemond Camille Jordan (1838-
1922). Dua keutamaan dari metode Gauss-Jordan yang membedakan dengan Eleminasi Gauss
sebagai berikut.
• Pada setiap langkah, semua suku-suku diatas pivot dan juga dibawahnya dieliminasi.
42
Tampak bahwa penyelesaian diberikan oleh kolom terakhir, yaitu xi = ci , i = 1, 2, · · · , n dan tanpa
melakukan substitusi mundur.
Contoh 2.3.1 Gunakan metode Gauss-Jordan untuk menyelesaikan persamaan linear berikut.
2x1 + 2x2 + 6x3 = 4
2x1 + x2 + 7x3 = 6
−2x1 − 6x2 − 7x3 = −1
Jawab
2 2 6 4
B1 /2
1 1 3 2
2 1 7 6
⇒ 2 1 7 6 B2 − 2B1
−2 −6 −7 −1 −2 −6 −7 −1 B3 + 2B1
1 1 3 2
1 1 3 2
B1 − B2
⇒ 0 −1 1 2 (−B2 ) ⇒ 0
1 −1 −2
0 −4 −1 3 0 −4 −1 3 B3 + 4B2
1 0 4 4 1 0 4 4
B1 − 4B3
⇒ 0
1 −1 −2 ⇒ 0 1 −1 −2
B2 + B3
0 0 −5 −5 (−B3 /5) 0 0
1 1
1 0 0 0
⇒ 0 1 0 −1 .
0 0
1 1
x1 0
Jadi, penyelesaiannya adalah x2 = −1 .
x3 1
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 43
Dari apa yang telah dibahas kelihatannya bahwa ada tidak begitu banyak perbedaan di-
antara metode Gauss-Jordan dan eliminasi Gauss dengan substitusi mundur disebabkan pen-
geliminasian suku-suku diatas pivot dengan metode Gauss-Jordan kelihatnnya ekivalen dengan
melakukan substitusi mundur. Tetapi hal ini tidak benar. Metode Gauss-Jordan membutuhkan
lebih banyak penghitungan dari pada eliminasi Gauss dengan substitusi mundur. Hal ini bisa dil-
ihat dari banyaknya operasi yang digunakan dalam metode Gauss-Jordan sebagaimana berikut.
Ingat dalam pembahasan sebelumnya eliminasi Gauss dengan substitusi mundur hanya mem-
butuhkan sekitar n3 /3 operasi kali/bagi begitu juga hal nya sama untuk operasi tambah/kurang.
Bandingkan dengan n3 /2 operasi kali/bagi begitu juga untuk operasi tambah/kurang yang dibu-
tuhkan ketika melakukan metode Gauss-Jordan, bisa dilihat bahwa metode Gauss-Jordan mem-
butuhkan sekitar lebih 50% upaya dari pada eliminasi Gauss dengan substitusi mundur. Untuk
suatu sistem persamaan linear yang kecil misalnya n = 3, perbedaan ini tidak begitu cukup be-
sar berarti. Tetapi dalam praktis sistem persamaan linear sering muncul dengan n cukup besar.
Dalam hal ini, eliminasi Gauss dengan substitusi mundur lebif effisien dibandingkan dengan
metode Gauss-Jordan. Misalnya untuk n = 100, maka n3 /3 sekitar 333333 sedangkan n3 /2
adalah 500000 dalam hal ini selisihnya adalah 166667 operasi kali/bagi begitu juga sama untuk
operasi tambah/kurang.
Walaupun metode Gauss-Jordan dalam praktis banyak dihindari untuk menyelesaiakan sis-
tem persamaan linear, metode ini mempunyai kegunaan dalam teori. Kegunaannya adalah masalah
teknik dari pada masalah komputasinya. Selain itu metode Gauss-Jordan dapat digunakan untuk
menentukan invers dari suatu matriks.
Untuk mengakhiri bagian ini, diberikan cara menyelesaiakan sistem persamaan linear menggu-
nakan Maxima untuk Metode Gauss-Jordan. Pada Contoh 2.2.2 diselesaikan dengan cara metode
Gauss-Jordan, dalam Maxima ketik sbb:
A=matrix([[4/10,0,0,2/10],[0,4/10,3/10,2/10],
[0,3/10,4/10,2/10],[6/10,3/10,3/10,4/10]])
b=matrix([[12],[25],[26],[37]])
44
Ab = A.augment(b,subdivide=True)
html("Matrik diperbesar $[A|b]=%s$"%latex(Ab))
print
html("OBE Gauss-Jordan : $%s$"%latex(Ab.rref()))
0 0 0 1 40
Sehingga dengan menggunakan OBE metode Gauss-Jordan, didapat x1 = 10, x2 = 20, x3 = 30
dan x4 = 40. Terlihat hasilnya sama seperti pada hasil penghitungan sebelumnya.
Hasil penghitungan numerik untuk suatu sistem persamaan linear terhadap perubahan nilai
yang kecil bisa mempengaruhi konsistensi hasil hitungan, bila sistem persamaan linear terhadap
suatu perubahan nilai yang sangat kecil merubah hasil yang sangat besar (sangat sensitif) hal ini
membuat kecenderungan hitungan numerik sangat jauh hasilnya dari yang semestinya, bahkan
akan sangat jauh bedanya dengan jawab (solusi) eksaknya. Maxima Toolbox dapat mengatasi
kesensitifan ini. Sebagai contoh diberikan sistem persamaan berikut
.835x + .667y = .168,
(2.33)
.333x + .266y = .067.
Penyelesaian eksaknya adalah x = 1 dan y = −1. Bila diadakan perubahan kecil dari nilai 0.067
menjadi 0.066 sehingga didapat suatu sistem persamaan yang hampir sama yaitu
.835x + .667y = .168,
(2.34)
.333x + .266y = .066.
Penyelesaian eksak dari Persamaan (2.34) adalah x = −666 dan y = 834. Terlihat bahwa hasil
eksak dari Persamaan (2.33) dan (2.34) sangat jauh berbeda, sedangkan Persamaan (2.33) dan
(2.34) hampir sangat sama, hanya ada beda sangat kecil pada satu nilai 0.067 menjadi 0.066. Se-
lanjutnya kedua persamaan tsb. diselesaikan dengan menggunakan Sage NoteBook sbb:
(%i5)
kill(all)$ ab:matrix([0.835,0.667,0.168],[0.333,0.266,0.067])$
ab:echelon(ab)$ ab:rowop(ab,1,2,667/835);
1 0 1
(%o4)
0 1 −1
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 45
Latihan
Latihan 2.3.13 Gunakan metode Gauss-Jordan untuk menyelesaikan sistem persamaan berikut:
(a)
4x2 − 3x3 = 3
−x1 + 7x2 − 5x3 = 4
−x1 + 8x2 − 6x3 = 5
(b)
x1 + x2 + x3 + x4 = 1
x1 + 2x2 + 2x3 + 2x4 = 0
x1 + 2x2 + 3x3 + 3x4 = 0
x1 + 2x2 + 3x3 + 4x4 = 0.
(c)
5x2 + 15x4 = 5
x1 + 4x2 + 7x3 + x5 = 3
x1 + 2x2 + 3x3 = 1
x1 + 2x2 + 4x3 + x4 = 2.
(d)
2x1 + x2 + 3x3 + 2x4 = 5
x1 + 3x2 + 2x3 + 4x4 = 1
3x1 + 2x2 = 2.
Latihan 2.3.14 Gunakan metode Gauss-Jordan untuk menyelesaikan secara bersama sistem
persamaan linear berikut:
2x1 − x2 = 1 0 0
−x1 + 2x2 − x3 = 0 1 0
−x2 + x3 = 0 0 1.
46
Latihan 2.3.17 Selidiki apakah sistem persamaan linear berikut mempunyai jawab atau tidak!
x1 + 2x2 + x3 = 1
2x1 + 4x2 + 2x3 = 3
2.4 Matriks
Disini dikenalkan beberapa ide dasar yang mencakup pengkajian matriks. Dalam bagian se-
belumnya digunakan matriks diperbesar untuk menyatakan sistem persamaan linear. Susunan
bilangan ini sering kita jumpai juga dalam bentuk yang lain, misalnya susunan bilangan de-
ngan tiga baris dan tujuh kolom yang menyatakan berapa jam waktu yang digunakan seorang
mahasiswa setiap hari untuk mempersiapkan tiga mata kuliah yang ditempuhnya sebagaimana
diberikan oleh Tabel 2.1 berikut.
Bila judul matakuliah dan hari dalam Tabel 2.1 dihapus, maka didapat susunan bilangan real
dalam bentuk pesegi panjang dengan tiga baris dan tujuh kolom:
1 3 2 1 4 4 2
2 0 1 3 5 0 2 , (2.35)
4 3 1 1 0 2 0
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 47
Ukuran suatu matriks adalah banyaknya baris dan banyaknya kolom. Bila banyak baris
adalah m dan banyaknya kolom n, maka ukuran matriks ditulis sebagai m × n. Jadi ukuran
matriks pada contoh diatas berturut-turut adalah 5 × 4, 3 × 3, 5 × 1, 1 × 5 dan 1 × 1. Suatu
matriks A ukuran m × n biasanya dinotasikan dengan A = [ai, j ], i = 1, 2, . . ., m, j = 1, 2, . . ., n
atau secara singkat [ai, j ]m×n (bila ukuran matriks penting untuk diketahui). Bila ukuran matriks
tidak penting untuk diketahui cukup ditulis [ai, j ]. Selanjutnya ai, j menyatakan elemen baris ke-i
kolom ke- j dari suatu matriks A dengan ai, j ∈ R atau ai, j ∈ C yang mana R menyatakan him-
48
punan bilangan real dan C menyatakan himpunan bilangan kompleks. Untuk matriks berukuran
1 × 1 yaitu [a] cukup ditulis a.
Suatu matriks yang hanya mempunyai satu kolom dinamakan matriks kolom (vektor kolom)
sedangkan bila hanya mempunyai satu baris dinamakan matriks baris (vektor baris). Suatu
matriks A dengan n baris dan n kolom dinamakan matriks persegi ukuran n
a1,1 a1,2 . . . a1,n
a2,1 a2,2 . . . a2,n
A = .. .. .. .. ,
. . . .
an,1 an,2 . . . an,n
elemen-elemen a1,1 , a2,2 , . . . , an,n dinamakan elemen-elemen di diagonal utama matriks A. Berikut
ini diberikan pengertian dua matriks adalah sama. Diberikan matriks A = [ai, j ] dan B = [bi, j ], ma-
triks A dan B dikatakan sama bila kedua ukuran matriks A dan B sama dan ai, j = bi, j untuk semua
i dan j. Contoh, matriks-matriks berikut
1 2 x 2 1 2 3
A= ,B = dan C =
3 4 3 4 3 4 5
Maka daftar total siswa SMP dan SMA keseluruhan kota diberikan oleh tabel berikut
Tabel 2.3: Daftar total siswa SMP dan SMA seluruh wilayah
Bila daftar keadaan siswa wilayah Utara dan Selatan di tuliskan sebagai matrik, didapat matriks:
2234 2105 2001 2105 1866 1509
U= dan S =
1973 1873 1762 1877 1689 1574
Terlihat bahwa Tabel 2.3 bentuk matriksnya diberikan oleh matriks U + S. Hasil pembahasan ini
menjelaskan penambahan dua matriks. Hal yang serupa bisa dilakukan untuk pengurangan dua
matriks.
Berikut ini diberikan definisi secara umum untuk penambahan dan pengurangan dua matriks.
Penambahan dan pengurangan dua matriks A dan B bisa dilakukan bila kedua matriks mem-
punyai ukuran yang sama dan elemen-elemen dari A + B dan A − B masing-masing diberikan
oleh
[A + B]i, j = ai, j + bi, j dan [A − B]i, j = ai, j − bi, j .
Bila ukuran A dan B tidak sama, maka penambahan dan pengurangan dari A dan B tidak di-
definisikan. Berikut ini diberikan contoh penambahan dan pengurangan matriks. Diberikan
matriks-matriks:
1 −2 0 −2 3 11 1 −2
A= , B= dan C = .
0 7 −3 3 −6 4 3 −4
Maka
−1 1 11 3 −5 −11
A+B = , A−B =
3 1 1 −3 13 −7
sedangkan A +C dan B +C tidak terdefinisi, begitu juga A −C dan B −C tidak terdefinisi. Untuk
melakukan operasi tambah dan kurang bagi matriks dalam Maxima lakukan sebagai berikut:
(%i5) a:A=matrix([1,-2,0],[0,7,-3]);b:B=matrix([-2,3,11],[3,-6,4]);
c:C=matrix([1,-2],[3,-4]);"A+B"= rhs(a)+rhs(b);"A-B"= rhs(a)-rhs(b);
50
1 −2 0
(%o1) A =
0 7 −3
−2 3 11
(%o2) B =
3 −6 4
1 −2
(%o3) C =
3 −4
−1 1 11
(%o4) A + B =
3 1 1
3 −5 −11
(%o5) A − B =
−3 13 −7
Untuk A +C dan B −C tidak terdifinisi, hal ini bisa dilihat hasil output dalam Maxima sebagai
berikut:
(%i9) "A+C"=rhs(a)+rhs(c);"B-C"=rhs(b)+rhs(c);
fullmap: arguments must have same formal structure.
– an error. To debug this try: debugmode(true);
fullmap: arguments must have same formal structure.
– an error. To debug this try: debugmode(true);
Contoh 2.5.1
Diberikan matriks-matriks
0 −1 −3 8 0 6 10 2 −5
A= , B= dan C =
2 4 6 4 14 −2 1 4 3
maka
0 1 3 1 4 0 3 30 6 −15
(−1)A = , B= dan 3C = .
−2 −4 −6 2 2 7 −1 3 12 9
Perkalian skalar dengan matriks dalam Maxima dilakukan sebagai berikut:
(%i6) a: A=matrix([0,-1,-3],[2,4,6]);b:B=matrix([8,0,6],[4,14,-2]);
c: C=matrix([10,2,-5],[1,4,3]);"(-1)A"= -1*rhs(a);
"1/2B"= 1/2*rhs(b);"3C"=3*rhs(c);
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 51
0 −1 −3
(%o1) A=
2 4 6
8 0 6
(%o2) B=
4 14 −2
10 2 −5
(%o3) C=
1 4 3
0 1 3
(%o4) (−1)A =
−2 −4 −6
1 4 0 3
(%o5) B=
2 2 7 −1
30 6 −15
(%o6) 3C =
3 12 9
Untuk lebih praktis, penulisan (−1)A cukup ditulis −A. Bila A1 , A2 , . . . , An matriks-matriks
dengan ukuran yang sama dan k1 , k2 , . . ., kn adalah skalar, maka bentuk
k1 A1 + k2 A2 + . . . + kn An
dan
b1,1 z1 + b1,2 z2 = x1
b2,1 z1 + b2,2 z2 = x2 (2.37)
b3,1 z1 + b3,2 z2 = x3
52
Bila diinginkan y1 dan y2 bergantung pada peubah z1 dan z2 , maka didapat sistem persamaan
(a1,1 b1,1 + a1,2 b2,1 + a1,3 b3,1 )z1 + (a1,1 b1,2 + a1,2 b2,2 + a1,3 b3,2 )z2 = y1
(2.38)
(a2,1 b2,1 + a2,2 b2,1 + a2,3 b3,1 )z1 + (a2,1 b1,2 + a2,2 b2,2 + a2,3 b3,2 )z2 = y2
Selanjutnya bila
c1,1 = a1,1 b1,1 + a1,2 b2,1 + a1,3 b3,1 c1,2 = a1,1 b1,2 + a1,2 b2,2 + a1,3 b3,2
c2,1 = a2,1 b2,1 + a2,2 b2,1 + a2,3 b3,1 c2,2 = a2,1 b1,2 + a2,2 b2,2 + a2,3 b3,2
def
dan didefinisikan perkalian matriks AB = C, dengan elemen-elemen matriks C diberikan oleh
Persamaan (2.39), maka Persamaan (2.38) dapat ditulis sebagai perkalian matriks
z1 y1
CZ = Y, dengan Z = dan Y = .
z2 y2
Perhatikan bahwa Persamaan (2.39) mengisyaratkan banyaknya kolom dari A harus sama de-
ngan banyaknya baris B dalam hal ini keduanya sama dengan 3 dan ukuran matriks hasil kali
adalah 2(banyaknya baris A) × 2(banyaknya kolom B). Jadi syarat dua matriks bisa dikalikan
banyaknya kolom matriks yang pertama sama dengan banyaknya baris matriks yang kedua dan
elemen-elemen matriks hasil kali diberikan seperti dalam Persamaan (2.39). Oleh karena itu bila
matriks Am,p dan matriks B p,n , maka perkalian kedua matriks ini diberikan oleh
p
Am,p B p,n = Cm,n , dengan ci, j = ∑ ai,k bk, j , i = 1, 2, . . ., m dan j = 1, 2, . . ., n.
k=1
Contoh 2.5.2
Diberikan matriks-matriks
2 1
1 2 3
A= ,B = 3 7
5 3 4
5 6
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 53
Elemen baris ke-1 kolom ke-2 dan baris ke-2 kolom ke-1 matriks perkalian AB diberikan sebagai
berikut
2 1
1 2 3 33
AB = 3 7 =
5 3 4 43
5 6
(1 1) + (2 7) + (3 6) = 33
(5 2) + (3 3) + (4 6) = 43
Dengan melakukan hal yang serupa didapat
2 1
1 2 3 23 33
AB = 3 7 =
5 3 4 39 50
5 6
dan perkalian matriks BA diberikan oleh
2 1 7 7 10
1 2 3
BA = 3 7 = 38 27 37
5 3 4
5 6 35 28 39
terlihat bahwa AB 6= BA. Perkalian matriks tsb. dalam Maxima lakukan sebagai berikut:
(%i1) a:A=matrix([1,2,3],[5,3,4]); b:B=matrix([2,1],[3,7],[5,6]);
ab:AB=rhs(a).rhs(b);ba:BA=rhs(b).rhs(a);
1 2 3
(%o1) A=
5 3 4
2 1
(%o2) B = 3 7
5 6
23 33
(%o3) AB =
39 50
7 7 10
(%o4) BA = 38 27 37
35 28 39
Diberikan dua matriks Am,p dan B p,n dan C = Am,pB p,n , maka matriks baris ke-i dari C
diberikan oleh Ci,∗ = Ai,∗ B dan matriks kolom ke- j dari C diberikan oleh C∗, j = AB∗, j .
Contoh 2.5.3
Diberikan matriks-matriks
2 1 1
1 −2 0 7 0 2 2
A= 2 5 0 8 .
3 2 10 , B =
−5 11 1 8
1 12 −9
54
1 12 −9
(%o3) A2,∗ = 2 3 2 10 , C2,∗ = A2,∗ B = 24 128 −66
1
2 −66
(%o5) 8 , C∗,3 = A B∗,3 = −66
B∗,3 =
−47
−9
Perkalian matriks dan kombinasi linear sangat penting bila dihubungkan dengan sistem per-
samaan linear yang diberikan oleh Persamaan (2.9). Persamaan ini dapat ditulis dalam bentuk
perkalian matriks sebagai berikut
a1,1 a1,2 . . . a1,n x1 b1
a2,1 a2,2 . . . a2,n x2 b2
.. .. .. .. .. = .. . (2.40)
. . . . . .
am,1 am,2 . . . am,n xn bm
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 55
Bila
a1,1 a1,2 . . . a1,n x1 b1
a2,1 a2,2 . . . a2,n
x2
b2
A= .. .. .. .. , =
x .. dan =
b .. ,
. . . . . .
am,1 am,2 . . . am,n xn bm
maka Persamaan (2.40) dapat ditulis sebagai Axx = b . Selanjutnya bila
a1, j
a2, j
A∗, j = .. , j = 1, 2, . . ., n,
.
am, j
dan sistem persamaaan linear (2.40) mempunyai penyelesaian, maka matriks b dapat ditulis se-
bagai kombinasi linear berikut
Pembahasan yang lebih mendalam mengenai kombinasi linear akan diberikan pada bagian yang
berikutnya, terutama saat pembahasan ruang vektor.
Suatu matriks transpose adalah matriks yang diperoleh dari matriks yang lain dengan elemen
baris menjadi elemen kolom dan sebaliknya. Matriks transpose dari suatu matriks A ditulis AT ,
jadi bila A = [ai, j ], maka AT = [a j,i ]. Contoh
1 0
1 2 −3 −4 2 −2
A= , AT =
−3 3 .
0 −2 3 5
−4 5
Perintah untuk melakukan matriks transpose dalam Maxima lakukakan sebagai berikut:
(%i2) a:A=matrix([1,2,-3,-4],[0,-2,3,5]);at:A^("T")=transpose(rhs(a));
1 2 −3 −4
(%o2) A=
0 −2 3 5
1 0
2 −2
(%o3) AT = −3 3
−4 5
Suatu matriks persegi A dinamakan matriks simetri bila A = AT . Contoh
0 1 7 0 1 7
A = 1 2 3 , AT = 1 2 3 .
7 3 1 7 3 1
58
Suatu matriks persegi A dinamakan simetri miring (skew symmetry) bila A = −AT . Contoh
0 1 T 0 −1 0 1
A= , −A = − = = A.
−1 0 1 0 −1 0
Perintah mendapatkan trace dari suatu matriks dalam Maxima dilakukan sebagai berikut:
(%i7) load(functs)$ a:A=matrix([1,1,2],[-3,2,0],[2,5,4]);
tra:"trace(A)"=tracematrix(rhs(a));
1 1 2
(%o8) A = −3 2 0
2 5 4
(%o9) trace(A) = 7.
Bila suatu matriks elemen-elemennya adalah bilangan kompleks, maka dikenal suatu matriks
dengan nama konjugate transpose atau transpose konjugate. Hal ini berkenaan dengan suatu
√ dari bilangan kompleks. Misalkan suatu bilangan kompleks z ∈ C dengan z = a +
konjugate
bi, i = −1, maka konjugate dari z ditulis z diberikan oleh z = a − bi. Diberikan suatu matriks
A = [ai, j ], ai, j ∈ C,
maka
2−i 3i
2 + i 5 − 3i 2 + 7i
A= , AT = 5 + 3i 1 + 4i
−3i 1 − 4i 2 − 3i
2 − 7i 2 + 3i
dan
2 + i −3i
(A)T = 5 − 3i 1 − 4i = AT = A∗ .
2 + 7i 2 − 3i
(%i4) ac:conjugate(rhs(a));
i+2 5−3i 7i+2
(%o4)
−3 i 1 − 4 i 2 − 3 i
(%i7) at:transpose(rhs(a));
2−i 3i
(%o7) 3 i + 5 4 i + 1
2−7i 3i+2
(%i6) transpose(ac);
i+2 −3 i
(%o6) 5 − 3 i 1 − 4 i
7i+2 2−3i
(%i8) conjugate(at);
i+2 −3 i
(%o8) 5 − 3 i 1 − 4 i
7i+2 2−3i
(%i12) A^("*")=conjugate(at);
60
i+2 −3 i
(%o12) A∗ = 5 − 3 i 1 − 4 i
7i+2 2−3i
(%i13) A^("*")=transpose(ac);
i+2 −3 i
(%o13) A∗ = 5 − 3 i 1 − 4 i
7i+2 2−3i
Teorema 2.7.1 Bila A, B dan C adalah matriks dengan ukuran yang sama dan elemen-elemennya
adalah bilangan real atau kompleks, maka
(1) A + B = B + A,
(1) didapat
A + B = [ai, j + bi, j ] = [bi, j + ai, j ] = B + A
(2) dan
Teorema 2.7.2 Ada dengan tunggal matriks M berukuran m × n sedemikian hingga untuk setiap
matriks A berukuran m × n berlaku A + M = A.
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 61
Bukti:
Misalkan matriks M = [mi, j ] dengan mi, j = 0 untuk semua i dan j. Maka untuk setiap matriks
A = [ai, j ] didapat
A + M = [ai, j + mi, j ] = [ai, j + 0] = [ai, j ] = A.
Untuk menentukan ketunggalan dari M, misalkan bahwa matriks B = [bi, j ] juga memenuhi A +
B = A untuk setiap A, maka khususnya didapat M + B = M, dilain pihak M + B = B. Jadi B = M.
Teorema 2.7.3 Bila A dan B masing-masing berukuran m × n, maka untuk setiap skalar α dan
β
1. α(A + B) = αA + αB,
2. (α + β)A = αA + βA,
3. α(βA) = (αβ)A,
4. (−1)A = −A
5. 0A = 0m×n .
Bukti:
Misalkan A = [ai, j ] dan B = [bi, j ] didapat
5. 0ai, j = 0 ⇒ 0A = 0m×n .
Bukti:
Elemen ke-(i, j) dari matriks A(BC) adalah
n
[A(BC)]i, j = ∑ ai,r [BC]r, j
r=1
!
n p
= ∑ ai,r ∑ br,scs, j
r=1 s=1
n p
= ∑ ∑ ai,r br,scs, j .
r=1 s=1
p
[(AB)C]i, j = ∑ [AB]i,scs, j
s=1
!
p n
= ∑ ∑ ai,r br,s cs, j
s=1 r=1
p n
= ∑ ∑ ai,r br,scs, j
s=1 r=1
n p
= ∑ ∑ ai,r br,scs, j .
r=1 s=1
Didapat
[A(BC)]i, j = [(AB)C]i, j untuk semua i, j.
Dari hasil Teorema 2.7.4, maka matriks A(BC) dan (AB)C cukup ditulis ABC. Juga matriks
sebanyak n
z }| {
AAA · · · A,
Bukti:
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 63
Hal serupa dapat dibuktikan bahwa bila matriks A, B dan C dengan ukuran yang sesuai, maka
(B +C)A = BA +CA.
Bukti:
Elemen ke-(i, j) dari tiga hasil kali tsb. adalah
!
n n n
λ ∑ ai,k bk, j = ∑ (λai,k)bn, j = ∑ ai,k (λbk, j ).
k=1 k=1 k=1
Teorema 2.7.7 Ada dengan tunggal matriks M berukuran n × n dengan sifat untuk setiap ma-
triks A berukuran n × n, maka
AM = A = MA.
Bukti:
Misalkan matriks berukuran n × n
1 0 ··· 0
0
0
1 · · · 0
0
M = 0
0 · · · 0
1 .
.. .. ....
. . ..
0 0 0 ··· 1
64
Khususnya didapat MP = M = PM, tetapi M juga mempunyai sifat PM = P = MP. Hal ini
menunjukkan bahwa P = M.
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, matriks M adalah matriks identitas (satuan) dan se-
lanjutnya dinotasikan oleh In×n .
Bukti:
Bila A = [ai, j ] dan B = [bi, j ] didapat
Hasil Teorema 2.7.8 memeberikan suatu kesimpulan bahwa untuk sebarang matriks persegi
A, maka matriks A + AT adalah matriks simetri dan matriks A − AT adalah matriks simetri miring
(skew symmstric). Sebab
(A + AT )T = AT + (AT )T = AT + A = A + AT ,
dan
(A − AT )T = AT − (AT )T = AT − A = −(A − AT ).
Definisi 2.8.1 Bila untuk suatu matriks persegi A bisa didapat matriks persegi yang lain B
sedemikian hingga memenuhi
AB = BA = I,
maka B dinamakan invers dari A, dalam hal ini matriks A dinamakan matriks nonsingulir.
Sebaliknya bila tidak ada matriks B tsb., maka matriks A dinamakan matriks singulir.
Perluh diperhatikan bahwa pembahasan disini berkaitan dengan matriks invers hanya untuk ma-
triks persegi. Dalam pengertian matriks invers, maka matriks B juga nonsingulir dan mempunyai
invers A.
Berikut ini diberikan sifat ketunggalan dari matriks invers.
Teorema 2.8.1 Misalkan A nonsingulir dan B begitu juga C masing-masing adalah invers dari
A, maka B = C.
Bukti:
Karena B adalah invers dari A, maka AB = I. Bila kedua ruas dari AB = I dikalikan dengan C
didapat
C(AB) = CI = C.
Tetapi dengan menggunakan sifat assosiatif didapat
C(AB) = (CA)B = IB = B.
dan
−1 −2 1 1 2 1 0
A A= 3 = = I2×2
2 − 21 3 4 0 1
Bila A nonsingulir, maka untuk n bilangan bulat positip A−n didefisikan sebagai
A−n = (A−1 )n = A −1 −1 −1
| A {z· · · A }
sebanyak n
Teorema 2.8.2 Misalkan matriks A dan B masing-masing adalah matriks nosingulir, maka
Bukti:
1.
(AB)(B−1A−1 ) = A(BB−1)A−1 = AIA−1 = AA−1 = I
dan
(B−1A−1 )(AB) = B−1(AA−1 )B = B−1 IB = B−1 B = I
Terlihat bahwa invers dari AB, yaitu (AB)−1 = B−1 A−1 .
Tetapi juga
AA−1 = I = A−1 A
Terlihat bahwa (A−1 )−1 = A.
= AA · · · A} (AA−1 ) A
| {z
−1 −1 −1 −1
| A {z· · · A } , tetapi AA = I
sebanyak n−1 sebanyak n−1
= AA · · · A} |A−1 A−1
| {z
−1
{z· · · A }
sebanyak n−1 sebanyak n−1
..
.
= (AA)(A−1A−1 )
= A(AA−1)A−1 , juga AA−1 = I
= AA−1
= I.
Dengan cara serupa dapat ditunjukkan bahwa A−n An = I, dengan demikian invers dari An
yaitu (An )−1 = A−n .
68
4. Juga, cukup ditunjukkan bahwa (λA)( λ1 A−1 ) = I = ( λ1 A−1 )(λA) sebagai berikut
1 1
(λA)( A−1 ) = (λ )(AA−1) = 1I = I.
λ λ
Juga
1 1
( A−1 )(λA) = ( λ)(A−1A) = 1I = I.
λ λ
Terlihat bahwa invers dari λA yaitu (λA)−1 = λ1 A−1 .
AT (A−1 )T = (A−1A)T = I T = I,
juga
(A−1 )T AT = (AA−1)T = I T = I.
Terlihat bahwa invers dari AT yaitu (AT )−1 = (A−1 )T .
Catatan, hasil (AB)−1 = B−1 A−1 dapat diperluas untuk lebih dari dua matriks, misalnya
(ABC)−1 = C−1 B−1 A−1 .
Sebegitu jauh pembahasan sifat-sifat belum membahas suatu hukum penghapusan atau pem-
faktoran dari suatu matriks nol. Kedua sifat ini diberikan berikut.
Teorema 2.8.3 Misalkan A adalah matriks nonsingulir dan B,C dan D matriks yang berukuran
sama seperti matriks A. Maka
Bukti:
A−1 AB = A−1 AC
IB = IC
B = C.
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 69
A−1AD = A−1 0
ID = 0
D = 0.
Perhatikan bahwa Teorema ini disyaratkan untuk A nonsingulir. Perluh diingat kembali
bahwa perkalian dua matriks tidak komutatif. Oleh karena itu bila AB = CA tidak ada alasan
menyimpulkan B = C bahkan untuk matriks A yang nonsingulir. Hal ini bisa dilihat sebagai
berikut
A−1 AB = A−1CA
B = A−1CA
atau
ABA−1 = CAA−1
ABA−1 = C
Definisi 2.8.2 Suatu matriks persegi dinamakan matriks Elementer bila matriks ini diperoleh
dari matriks identitas dengan melakukan suatu operasi baris elementer pada matriks identitas
tsb.
0 0 0 1 0 0 −4 1
70
Operasi Baris Elementer dari suatu matriks juga khususnya matriks identits ada tiga macam,
yaitu pertukaran antar baris, suatu baris kalikan dengan skalar taknol dan tambahkan suatu baris
dengan hasil dari suatu baris yang lain kali dengan skalar tak nol.
Misalkan A matriks berukuran m ×n dan e menyatakan suatu baris elementer pada A. Matriks
hasil dari OBE e pada A ditulis e(A) dan hasil matriks OBE e pada matriks identitas Im×m ditulis
e(Im×m . Jelas bahwa e(Im×m adalah matriks elementer. Sifat berikut menjelaskan hubungan e(A)
dengan e(Im×m .
Bukti: Misalkan untuk i = 1, 2, · · ·m, Ai,∗ , adalah baris ke-i dari matriks A dan Ii,∗ adalah baris
ke-i dari matriks identitas Im×m , maka Ii,∗ A = Ai,∗ .
1. Misalkan e adalah OBE dari pertukaran antara baris ke-i dengan baris ke- j, didapat
I1,∗ A1,∗
I2,∗ A2,∗
.. ..
. .
I j,∗ A j,∗
E = e(Im×m ) = .. dan e(A) = .. .
. .
I A
i,∗ i,∗
. .
.. ..
Im,∗ Am,∗
Jadi
I1,∗ A A1,∗
I2,∗ A A2,∗
.. ..
. .
I j,∗ A A j,∗
EA = .. = ..
= e(A).
. .
I A A
i,∗ i,∗
. .
.. ..
Im,∗ A Am,∗
2. Misalkan e adalah OBE dari baris ke-i dikalikan dengan skalar taknol λ, didapat
I1,∗ A1,∗
I2,∗ A2,∗
. .
. .
. .
E = e(Im×m ) = dan e(A) = .
λIi,∗ λAi,∗
. .
.. ..
Im,∗ Am,∗
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 71
Jadi
I1,∗ A A1,∗ A1,∗ I1,∗ A
I2,∗ A
A2,∗ A2,∗
. I2,∗ A
..
.. . ..
.
. . .
EA = = = = = e(A)
(λIi,∗ )A λ(Ii,∗ A) (λIi,∗)A λAi,∗
. .. ... ...
.. .
Im,∗ A Am,∗ Im,∗ A Am,∗
3. Misalkan e adalah OBE dari baris ke- j menjadi λ kali baris ke-i ditambah baris ke- j dengan
λ 6= 0, didapat
I1,∗ A1,∗
I2,∗ A2,∗
.
.. .
..
Ii,∗ Ai,∗
E = e(Im×m ) = . dan e(A) = . .
..
..
λI + I λA + A
i,∗ j,∗ i,∗ j,∗
.
.
.
.
. .
Im,∗ Am,∗
Jadi
I1,∗ A A1,∗ A1,∗
I2,∗ A
A2,∗
A2,∗
.. .. ..
. . .
Ii,∗ A Ai,∗ Ai,∗
EA =
.. =
.
.
=
.
.
= e(A).
. . .
(λI + I ) A λ(I A) + I A λA + A
i,∗ j,∗ i,∗ j,∗ i,∗ j,∗
.. .. ..
. . .
Im,∗ A Am,∗ Am,∗
Hasil penting Teorema 2.8.4 adalah suatu operasi baris elementer dapat diganti oleh matriks
elementer yang sesuai yaitu
e(A) = EA
pada persamaan ini, e menyatakan suatu operasi baris elementer yang dikenakan pada matriks A
sedangkan E adalah matriks elementer yang sesuai dan memberikan hasil matriks E dikalikan
dengan A yaitu EA sama dengan e(A). Hasil-hasil yang telah didapat ini berlaku juga untuk
serangkaian operasi baris elementer, misalnya e(1) , e(2) , · · · , e(k) yang dikenakan pada matriks A
yaitu
e(k) e(k−1) · · · e(1) (A),
72
bila matriks elementer yang sesuai dengan rangakaian operasi baris elementer tsb. adalah
E1 , E2 , · · · , EK ,
maka
e(k) e(k−1) · · · e(1) (A) = (Ek Ek−1 · · · E1 )A.
Sebagaimana telah diketahui bahwa metoda Gauss ataupun Gauss Jordan untuk menyelesaikan
suatu sistem persamaan linear pada dasarnya mengubah sistem persamaan ini kebentuk sistem
persamaan linear lainnya yang ekivalen dengan melakukan serangkaian operasi baris elementer.
Berikut ini dibahas lagi Contoh2.2.1 yaitu
x2 − x3 = 3
−2x1 + 4x2 − x3 = 1 ,
−2x1 + 5x2 − 4x3 = −2
Matriks -matriks elementer yang sesuai sebagaimana telah dilakukan OBE pada Contoh 2.2.1
adalah
0 1 0 1 0 0 1 0 0
E1 = 1
0 0 , E2 = 0 1 0 , E3 = 0 1 0 .
0 0 1 −1 0 1 0 −1 1
Didapat
1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 −1 3
E3 E2 E1 Ab = 0 1 0 0 1 0 1 0 0 −2 4 −1 1
0 −1 1 −1 0 1 0 0 1 −2 5 −4 −2
−2 4 −1 1
= 0 1 −1 3
0 0 −2 −6
Terlihat memberikan hasil yang sama seperti telah dibahas pada Contoh 2.2.1.
Berikut ini diberikan sifat dari matriks elementer yang berkaitan dengan invers matriks.
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 73
Bukti:
Ada tiga macam operasi baris elementer, pertama OBE yang berkenaan dengan pertukaran antara
baris ke-i dengan baris ke- j pada suatu matriks A. Misalkan operasi ini dinotasisikan dengan e
dan bila dilakukan sekali lagi e pada e(A) menghasilakn matriks A lagi. Bila I adalah matriks
identitas ukuran n × n, didapat matriks elementer
I1,∗
I2,∗
..
.
I j,∗
E1 = e(I) =
...
I
i,∗
.
..
In,∗
dan
I1,∗
I2,∗
..
.
Ii,∗
e(E1 ) =
... = I,
I
j,∗
.
..
In,∗
tetapi e(E1 ) = e(I)E1 = E1 E1 . Jadi E1 E1 = I, dengan demikian E1−1 = E1 atau E1 adalah non
singulir. Selanjutnya, misalkan e(1) adalah OBE pada suatu matriks, yaitu mengalikan λ 6= 0
dengan baris ke-i dan e(2) adalah OBE pada suatu matriks, yaitu mengalikan λ1 dengan baris ke-i.
Bila I adalah matriks identitas ukuran n × n, didapat matriks elementer
I1,∗
I2,∗
.
.
.
E1 = e(1) (I) =
λIi,∗
.
..
In,∗
74
dan
I1,∗ I1,∗
I2,∗ I2,∗
.. .
.
(2) . .
e (E1 ) = 1 = = I,
λ (λIi,∗) Ii,∗
. .
.. ..
In,∗ In,∗
tetapi juga
e(2) (E1 ) = e(2) (I)E1.
Bila e(2) (I) = E2 , maka E2 E1 = I, dengan demikian E1−1 = E2 atau E1 adalah non singulir. Ter-
akhir, misalkan e(1) adalah OBE pada suatu matriks, yaitu mengalikan λ 6= 0 dengan baris ke-i
ditambahkan pada baris ke- j dan e(2) adalah OBE pada suatu matriks, mengalikan −λ dengan
baris ke-i ditambahkan pada baris ke- j Bila I adalah matriks identitas ukuran n × n, didapat
matriks elementer
I1,∗
I2,∗
..
.
(1)
Ii,∗
E1 = e (I) = ..
.
λI + I
i,∗ j,∗
..
.
In,∗
dan
I1,∗ I1,∗
I2,∗ I2,∗
.. ..
. .
(2)
Ii,∗ Ii,∗
e (E1 ) =
.. = . = I,
..
.
−λI + λI + I I
i,∗ i,∗ j,∗ j,∗
.
..
.
..
In,∗ In,∗
tetapi juga
e(2) (E1 ) = e(2) (I)E1.
Bila e(2) (I) = E2 , maka E2 E1 = I, dengan demikian E1−1 = E2 atau E1 adalah non singulir.
Contoh 2.8.3 Perluh diperhatikan bahwa OBE dari pertukaran diantara baris i dengan baris j
tidak selalu bahwa i dan j tidak sama. Secara umum boleh sama boleh tidak. Diberikan matriks
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 75
elementer
0 0 1 1 0 0 1 0 5
E1 = 0 1 0 , E2 = 0 −2 0 , dan E3 = 0 1 0 ,
1 0 0 0 0 1 0 0 1
maka
0 0 1 1 0 0 1 0 −5
E1−1 = 0 1 0 , E2−1 = 0 2 0 , dan E3−1 = 0 1 0 .
1 0 0 0 0 1 0 0 1
Telah dibahas bahwa, bila serangkaian OBE dikenakan pada suatu Sistem Persamaan Linear
(SPL) didapat suatu sistem persamaan linear yang ekivalen dengan SPL sebelumnya dan dari
SPL yang terakhir ini didapat penyelesaian (bila ada) dari SPL yang dibahas. Juga, telah dike-
tahui bahwa rangkaian OBE yang dikenakan pada SPL dapat diganti oleh serangkaian matriks
elementer yang sesuai selanjutnya dikalikan dengan matriks diperbesar dari SPL tsb. Hasil
akhirnya adalah suatu matriks yang tepat sama seperti hasil akhir dari bila serangkaian OBE
dikenakan pada SPL yang ada. Oleh karena itu, tidak berlebihann bila didefinisikan hal berikut.
Definisi 2.8.3 Bila A adalah suatu matriks berukuran m × n dan pada A dikenakan serangkaian
matriks elementer E1 , E2 , · · · , Ek , maka dikatakan A ekivalen-baris dengan matriks
E1 E2 · · · Ek A.
A ∼baris B.
Teorema 2.8.5 menjelaskan bahwa, suatu matriks elementer E adalah nonsingulir, artinya ada
E −1 sehingga E −1 E = I = EE −1 , Disini matriks E −1 juga merupakan matriks elementer dengan
tipe yang sama seperti tipe dari matriks elementer E. Berikut ini ditunjukkan bahwa ekivalen-
baris adalah suatu relasi ekivalen.
Bukti:
Misalkan Mm×n (C) adalah himpunan dari semua matriks berukuran m×n dengan elemen-elemen
di C dan ∼baris relasi pada Mm×n (C). Ditunjukkan bahwa ∼baris relasi ekivalen. Misalkan A, B
dan C di Mm×n (C), didapat
1. jelas bahwa matriks identitas I = In×m juga merupakan matriks elementer. Didapat
A = IA dan A = I −1A.
2.10 Dekomposisi LU
disini dibahas suatu cara untuk memfaktorkan suatu matriks bujur sangkar menjadi suatu produk
dari suatu matriks segitiga bawah L dan matriks segitiga atas U . Pemfaktoran yang demikian
bisa digunakan untuk menyelesaikan sistem persamaan.
79
80
Bab 4
Ruang-n Euclide
4.1 Vektor
disisni dikenalkan vektor dalam ruang-2 dan ruang-3 begitu juga beberapa ide penting mengenai
vektor-vektor ini.
81
82
Bab 5
Ruang Vektor
5.1 Motifasi
Dalam bagian ini diberikan motifasi mengenai istilah-istilah kombinasi linier, bebas linier, dan
rank yang telah dikenal dalam begian terdahulu. Istilah-istilah yang telah disebutkan sangat
penting peranannya dalam pembahasan ruang vektor.
Misalkan, diselesaikan sistem persamaan linier dalam tiga peubah x1 , x2 , x3 ∈ R sebgai berikut.
x1 + 2x2 − x3 = 1
2x1 + x2 + x3 = 2
x1 − 2x2 − 2x3 = 3
Satu cara untuk menyelesaikan masalah ini dengan mengenalkan istilah vektor u ,vv,w
w dan b yang
diberikan oleh:
1 2 −1 1
u = 2 , v = 1 , w = 1 , b = 2 .
1 −2 −2 3
Sehingga sistem persamaan linier tersebut dapat ditulis sebagai bentuk berikut.
x1u + x2v + x3w = b . (5.1)
Dalam Persamaan 5.1 secara langsung digunakan fakta bahwa suatu vektor x dapat dikalikan
dengan skalar a ∈ R, yaitu
x1 ax1
axx = a x2 = ax2
x3 ax3
dan dua vektor y dan z dapat ditambahlan, yaitu
y1 z1 y1 + z1
y +zz = y2 + z2 = y2 + z2 .
y3 z3 y3 + z3
83
84
Himpunan semua vektor dengan tiga komponen dinotasikan sebagai R3×1 . Alasan menggunakan
notasi R3×1 dari pada notasi yang biasa digunakan R3 adalah anggota dari R3×1 adalah vektor-
kolom yang terdiri dari tiga baris dan satu kolom. Sedangkan, R3 = R × R × R adalah himpunan
dari semua tiga pasangan terurut yang berbentuk (x1 , x2 , x3 ) dengan x1 , x2 , x3 ∈ R dan hal ini
adalah vektor-baris. Bagaimanapun hal itu, ada suatu pemetaan bijektif dari R3×1 ke R3 oleh
karena itu biasanya R3×1 adalah identik dengan R3 . Oleh karena itu, dalam bagian awal ini,
digunakan Rn×1 untuk menyatakan himpunan semua vektor kolom dengan n komponen.
Ungkapan berikut
x1u + x2v + x3w ,
dinamakan kombinasi linier, dimana u ,vv,w w adalah vektor dan x1 , x2 , x3 adalah skalar biasanya
di R. Dengan menggunakan pengertian kombinasi linier, maka masalah menyelesaikan sistem
persamaan linier yang diberikan oleh Persamaan 5.1 adalah ekivalen dengan menentukan apakah
b dapat diungkapkan sebagai suatu kombinasi linier dari vektor-vektor u ,vv dan w .
Selanjutnya, bila vektor-vektor u ,vv,w w adalah bebas linier, yang berarti bahwa tidak ada tiga
pasangan terurut (x1 , x2 , x3 ) 6= (0, 0, 0) yang memenuhi
x1u + x2v + x3w = 0 3 ,
maka setiap vektor di R3×1 dapat ditulis sebagai suatu kombinasi linier u ,vv,w
w, disini 0 3 adalah
vektor-kolom nol yaitu
0
0 3 = 0 .
0
Faktanya, setiap vektor z ∈ R3×1 d ditulis secara tunggal sebagai kombinasi linier
z = x1u + x2v + x3w .
Hal ini disebabkan, bila
z = x1u + x2v + x3w = y1u + y2v + y3w ,
maka dengan menggunkan operasi linier pada vektor, didapat
w = 03,
(x1 − y1 )uu + (x2 − y2 )vv + (x3 − y3 )w
hal ini berakibat bahwa
x1 = y1 , x2 = y2 x3 = y3 .
Hal ini menunjukkan bahwa z diungkapkan secara tunggal sebagai kombinasi linier dari u ,vv dan
w . Maka persamaan
x1u + x2v + x3w = b
mempunyai suatu penyelesaian tunggal, sungguh hal ini bisa diselidiki bahwa
x1 = 1.4
x2 = −0.4
x3 = −0.4
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 85
maka kombinasi linier x1u + x2v + x3w dapat ditulis dalam bentuk perkalian matriks sebagai
berikut
1 2 −1 x1
x1u + x2v + x3w = 2 1 1 x2 ,
1 −2 −2 x3
sehingga sistem linier yang dibahas diungkapkan sebagai
1 2 −1 x1 1
2 1 1 x2 = 2 ,
1 −2 −2 x3 3
terlihat bahwa
u −vv = w ,
86
suatu kebergantungan linier taktrivial. Dalam hal ini dapat diferifikasi bahwa vektor-vektor u
dan v tetap bebas linier. Dengan demikian masalah
mempunyai suatu penyelesaian, haruslah bahwa b dapat diungkapkan sebagai kombinasi linier
dari u dan v . Bagimanapun hal ini, u ,vv dan b adalah bebas linier (sebab det(uu,vv,bb) = −6),
sehingga b tidak bisa diungkapkan sebagai kombinasi linier dari u dan v , jadi sistem persamaan
tersebut tidak mempunyai penyelesaian.
Bila vektor b diubah menjadi
3
b = 3 ,
0
maka
b = u +vv,
sehingga sistem persamaan
x1u + x2v + x3w = b
mempunyai penyelesaian
x1 = 1, x2 = 1, x3 = 0.
Sesungguhnya, karena w = u −vv, sistem persamaan yang dibahas ini ekivalen dengan
dan karena u dan v adalah bebas linier, maka penyelesaian tunggal dalam x1 + x3 dan x2 − x3
adalah
x1 + x3 = 1
x2 − x3 = 1,
hal ini menghasilkan suatu takhingga banyak penyelesaian dalam parameter x3 ∈ R, yaitu
x1 = 1 − x3 (5.2)
x2 = 1 + x3 . (5.3)
Apa yang baru saja dibahas dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut. Sistem linier 3 × 3
dapat mempunyai suatu penyelesaian tunggal, tidak mempunyai penyelesaian atau mempunyai
takhingga banyak penyelesaian, tergantung pada bebas linier (dan bergantung linier) dari vektor-
w atau b . Situasi ini dapat digeneralisasi pada sebarang m : ×n sistem, dan bahkan
vektor u ,vv,w
pada sebarang n × m sistem (n persamaan dan m peubah).
Dari sudut pandang dimana sistem linier diungkapkan dalam bentuk matriks Axx = b , ditekankan
pada kenyataan bahwa pemetaan x 7→ Axx adalah suatu transformasi linier, yaitu
A(λxx) = λ(Axx),
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 87
untuk semua u ,vv ∈ R3×1 . Disini matriks A dipandang sebagai suatu cara mengungkapkan suatu
pemetaan linier dari R3×1 ke R3×1 dan menyelesaikan sistem persamaan Axx = b adalah menen-
tukan apakah b berada di image dari pemetaan linier tersebut.
Sebagaimana telah dibahas dalam Bab 2, cara lain yang berhasil dengan baik untuk mengin-
tepretasikan penyelesaian dari sistem linier Axx = b adalah secara geometri. Misalnya, masing-
masing persamaan
x1 + 2x2 − x3 = 1
2x1 + x2 + x3 = 2
x1 − 2x2 − 2x3 = 3
mendefinisikan suatu himpunan bagian dari R3 yang mana faktanya adalah suatu bidang. Per-
samaan pertama
x1 + 2x2 − x3 = 1
mendefinisikan suatu bidang H1 yang melalui tiga titik (1, 0, 0), (0, 1/2, 0) dan (0, 0, −1) pada
sumbu-sumbu koordinat, persamaan kedua
2x1 + x2 + x3 = 2
mendefinisikan suatu bidang H2 yang melalui tiga titik (1, 0, 0), (0, 2, 0) dan (0, 0, 2) pada sumbu-
sumbu koordinat dan persamaan ketiga
x1 − 2x2 − 2x3 = 3
mendefinisikan suatu bidang H3 yang melalui tiga titik (3, 0, 0), (0, −3/2, 0) dan (0, 0, −3/2)
pada sumbu-sumbu koordinat. Irisan Hi ∩ H j dari sebarang dua bidang Hi dan H j yang berbeda
adalah suatu garis dan irisan H1 ∩ H2 ∩ H3 dari tiga bidang adalah satu titik (1.4, −0.4, −0.4).
Dalam interpretasi ini, perhatikan bahwa hal ini difokuskan pada baris-baris dari matriks A dari
pada kolom-kolomnya sebagaimana telah dibahas dalam interpretasi sebelumnya.
Contoh lain dari masalah nyata dimana aljabar linier membuktikan sangat efektif dalam
masalah kompresi data, yaitu penyajian suatu data set yang sangat besar menggunakan sebanyak
penyimpanan yang cukup kecil.
Secara khusus, data set disajikan sebagai matriks A berukuran m × n dimana masing-masing
baris berkaitan dengan suatu data point dimensi-n. , Hampir dalam semua aplikasi data adalah
tidak bebas sehingga rank dari A adalah jauh lebih kecil dari pada min{m, n}. Dengan demikian
tujuan membuat dekomposisi rank-rendah dari A adalah memfaktorkan A sebagai produk dari
dua matriks B dan C, dimana B matriks berukuran m × k dan C matriks berukuran k × n dengan
88
Sehingga, secara umum permasalahannya adalah mencari suatu faktorisasi eksak yang mendekati
faktorisasi yang dibahas tersebut. Jadi, dicari suatu matriks A′ dengan rank-rendah sebagai pen-
dekatan yang "baik" dari A. Agar supaya pernyataan ini lebih tepat, diberikan suatu pengertian
apa yang dimaksud dua matriks dekat satu dengan yang lainnya. Hal ini berkaitan dengan istilah
norm matriks. Norm dari suatu matriks A adalah bilangan real taknegatif k A k yang mana mem-
punyai perilaku yang hampir sama dengan harga mutlak |x| dari suatu bilangan real x. Dengan
demikian, tujuannya adalah mendapatkan matriks A dengan rank-rendah yang meminimumkan
k A − A′ k 2 ,
untuk semua matriks A′ yang mempunyai rank tidak melebihi k untuk diberikan beberapa k ≪
min{m, n}.
Beberapa keuntungan dari pendekatan rank-rendah adalah:
1. Lebih sedikit elemen yang diperlukan untuk menyajikan A; yaitu, k(m+n) bukan mn. Den-
gan demikian penyimpanan berkurang dan operasi yang digunakan untuk merekonstruksi
A lebih sedikit.
2. Seringkali, proses untuk memperoleh dekomposisi memaparkan struktur yang mendasari
data. Dengan demikian, memungkinkan bahwa "hampir semua" dari data yang signifikan
terkonsentrasi sepanjang beberapa arah yang dinamakan arah prinsip.
Dekomposisi rank-rendah dari dat set memiliki banyak aplikasi dalam rekayasa, termasuk
ilmu komputer (terutama visi komputer (computer vision)), statistika, dan mesin pembelajaran
(learning mechine). Seperti yang akan terlihat nanti dalam Bagian 7.12, dekomposisi nilai singu-
lar (SVD) menyediakan solusi yang sangat memuaskan untuk masalah pendekatan rank-rendah.
Namun, dalam banyak kasus, data set begitu sangat besar menyangkut bahan lain yang dibu-
tuhkan yaitu randomisasi. Bagaimanapun, sebagai langkah pertama, aljabar linear sering meng-
hasilkan solusi awal yang baik.
Selanjutnya dalam bagian berikut ini akan diberikan secara tepat operasi-operasi apa yang
dikenakan pada vektor. Pada awal tahun 1900, gagasan tentang pengertian ruang vektor muncul
sebagai kerangka kerja yang nyaman dan pemersatu untuk bekerja dengan obyek "linier". Penger-
tian ini dibahas dalam bagian berikut ini.
Ringkasnya suatu ruang vektor (riil) adalah himpunan V bersama dengan dua operasi
+ : V ×V → V
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 89
dan
× : R ×V → V,
masing-masing dinamakan "tambah" dan "perkalian dengan skalar" yang memenuhi sifat seder-
hana. Hal ini kesemuanya adalah V terhadap operasi tambah harus merupakan suatu grup komu-
tatif yang mana akan dijelaskan pada pembahasan berikutnya.
Apapun hal itu, ingat bahwa ruang vektor bukan sekedar obyek-obyek aljabar, ia juga
merupakan obyek-obyek geometri.
Namun sebelunya diberikan suatu pengertian yang mendukung pengertian ruang vektor, yaitu:
lapangan.
5.2 Lapangan(Field)
Suatu lapangan adalah suatu himpunan K 6= 0/ bersama-sama dengan dua operasi tambah (+) dan
kali (.) sehingga untuk semua a, b, c ∈ K memenuhi:
• (a + b) ∈ K (tertutup).
• a + b = b + a (komutatif).
• (a + b) + c = a + (b + c) (assosiatif).
• (a.b) ∈ K (tertutup).
• a.b = ba (komutatif).
Contoh-contoh Lapangan
1. Himpunan bilangan rasional Q, himpunan bilangan riil R dan himpunan bilangan kom-
pleks C.
Contoh 1. adalah lapangan takhingga sedangkan Contoh 2. lapangan hingga. Dalam Contoh 2.,
bila p bukan bilangan prima, maka Z p bukan lapangan. Juga himpunan bilanganbulat Z bukan
lapangan sebab elemen 3 ∈ Z tidak mempunya invers terhadap perkalian 31 ∈/Z .
Contoh lapangan berhingga dalam Sage dilakukan sebagai berikut.
Z5=GF(5)
html("Lapangang berhingga $\mathbb{Z}_5$ : %s"%Z5)
print
html("$\mathbb{Z}_5\ = $ %s"%Set(list(Z5)))
· u +vv = v +uu
· (uu +vv) +w
w = u + (vv +w
w)
· Ada 0 ∈ V sehingga v +00 = v = 0 +vv, ∀vv ∈ V
· Untuk setiap v ∈ V ada w ∈ V sehingga v +w
w = w +vv = 0 (biasanya w ditulis sebagai
−vv).
dan
x1 def ax1 x1
a = , ∀a ∈ K dan ∀ ∈ R2 .
x2 ax2 x2
Juga himpunan Z25 adalah ruang vektor atas lapangan Z5 , dengan
a1 b1 def a1 + b1 a b
+ = , ∀ 1 , 1 ∈ Z25
a2 b2 a2 + b2 a2 b2
dan
a1 def ca1 a
c = , ∀c ∈ Z5 dan ∀ 1 ∈ Z25 .
a2 ca2 a2
Secara umum bila K adalah suatu lapangan, himpunan
n
′
o
n
V = K = (k1 , k2 , . . . , kn ) ki ∈ K
R2=RR^2
Z5=GF(5)
html("Himpunan $\mathbb{R}^2$ : %s"%R2)
print
html("Himpunan $\mathbb{Z}_{5}^2$ : %s"%Z5^2)
Himpunan : Vector space of dimension 2 over Real Field with 53 bits of precision
Himpunan : Vector space of dimension 2 over Finite Field of size 5
u=vector(Z5,[1,2])
v=vector(RR,[1/2,2/3])
show(u);show(v);show(u==v)
(1,2)
(0.500000000000000,0.666666666666667)
False
Berikut ini diberikan gambar vektor dan penjumlahan vektor dalam R2 menggunakan
Sage.
u=vector(RR,[1/2,2/3])
v=-3*u
w = vector([1,-2])
v1=u+w
tk1 = text("$\mathbf{u}$", (0.52,2/3+0.4), color="blue",fontsize=18)
tk2 = text("$\mathbf{v}$", (-3*0.51,-3*(2/3+0.01)), color="green",
fontsize=18)
tk3 = text("$\mathbf{w}$", (1.01,-2.3), color="red",fontsize=18)
tk4 = text("$\mathbf{u}+\mathbf{w}$", (1.52,-1.75), color="purple",
fontsize=18)
p1=plot(u,color="blue",width=4)
p2=plot(v,color="green",width=4)
p3=plot(w,color="red",width=3)
p4=plot(v1,color="purple",width=4)
l1=line([(1/2,2/3), (1.5,-1.288)])
l2=line([(1,-2), (1.5,-1.288)])
(tk1+tk2+tk3+tk4+p1+p2+p3+p4+l1+l2).show(aspect_ratio=1/4,
gridlines=True,figsize=6)
print" u = ",u;print" v = ",v;print" w =", w;print" u+w =",v1
u = (0.500000000000000, 0.666666666666667)
v = (-1.50000000000000, -2.00000000000000)
w = (1, -2)
u+w = (1.50000000000000, -1.33333333333333)
94
Z3=GF(3)
MZ3=MatrixSpace(Z3,2,2)
html("Elemen-elemen dari $M_{2,2}(\mathbb{Z}_3)$ adalah :")
show(MZ3.list());html("Banyaknya elemen $M_{2,2}(\mathbb{Z}_3)
= %s$"%len(MZ3.list()))
Elemen-elemen
dari M 2,2(Z3 ) adalah
:
0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 2 0 1 1
, , , , , , ,
0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0
1 0 1 0 0 2 0 1 0 1 0 0 0 0
, , , , , , ,
1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 2 0 1 1
0 0 2 1 2 0 2 0 1 2 1 0
, , , , , .... , ,
0 2 0 0 1 0 0 1 0 0 2 2
0 2 0 2 0 1 2 2 2 2 2 2 2 1
, , , , , , ,
2 1 1 2 2 2 2 0 1 1 0 2 2 1
2 1 2 0 1 2 1 2 1 1 0 2
, , , , , ,
1 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 1 2 2 2
, , , ,
2 1 1 2 2 2 2 2 2 2
Banyaknya elemen M2,2 (Z3 ) = 81
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 95
V = { f : F → F}
dengan
def
( f + g)(x) = f (x) + g(x), ∀x ∈ F
dan
def
(α f )(x) = α f (x), α ∈ F .
Maka V adalah ruang vektor atas F. Gambar 5.1 adalah gambar dari fungsi hasil f (x) +
g(x).
5. Misalkan F adalah suatu lapangan dan himpunan semua polinomial berderajad kurang atau
sama dengan n yaitu
Pn (F) = {p(x) = a0 + a1 x + . . . + an xn | ai ∈ F}
dengan
def
(p + q)(x) = p(x) + q(x), ∀x ∈ F
dan
def
(αp)(x) = αp(x), α ∈ F .
Maka Pn (F) adalah ruang vektor atas F. Perlu diperhatikan bahwa untuk melakukan op-
n m
erasi tambah pada dua polinomial p(x) = ∑ ai xi dan q(x) = ∑ bi xi di Pn (F) dimana m > n,
i=0 i=0
maka secara sederhana didefinisikan bi = 0 untuk i = n + 1, n + 2, . . ., m.
Berikut dalam Sage diberikan cara menampilkan himpunan polinomial dengan koefisien
atas suatu lapangan F.
P.<x>=GF(5)[]
html("Himpunan polinomial $P(\mathbb{Z}_5) : %s$"%latex(P))
96
q=x^3-2*x^2+x-4
html("$q(x) = %s"%latex(q))
print
html("Apakah $%s\in\mathbb{F}_5[x]\ ?\ \color{red}{%s}$"
%(latex(q),latex(q in P)))
q(x) = x3 + 3x2 + x + 1
Apakah x3 + 3x2 + x + 1 ∈ F5 [x] ? True
6. Himpunan
l∞ = {aa = (a1 , a2 , . . .) | an ∈ R, sup(|an |) < ∞}
dengan
def
a +bb = (a1 + b1 , a2 + b2 , . . .)
dan
def
α a = (αa1 , αa2, . . .), α ∈ R.
Maka l∞ adalah ruang vektor atas lapangan R.
7. Himpunan fungsi terdifferensial tak berhingga kali pada interval [a, b], yaitu C∞ [a, b],
definisi operasi tambah dalam fungsi dan perkalian skalar dengan fungsi seperti dalam
Contoh 4. merupakan ruang vektor atas lapangan riil R.
8. Himpunan fungsi-fungsi
2
d f
V= f : R → R 2 + f = 0
dx
definisi operasi tambah dalam fungsi dan perkalian skalar dengan fungsi seperti dalam
Contoh 4. merupakan ruang vektor atas lapangan riil R.
Himpunan penyelesaian dari persamaan differensial pada Contoh 8. dapat dilakukan dalam
Sage sebagai berikut.
var(’x’)
f = function (’f’,x)
pd = diff (f,x,2)+f == 0
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 97
d2 f
Himpunan penyelesaian dari + f = 0 adalah :
dx2
V = { f (x) = K2 cos (x) + K1 sin (x) | K1 , K2 ∈ R}
Berikut ini diberikan beberapa sifat dari suatu ruang vektor V atas lapangan K.
Misalkan V adalah suatu ruang vektor atas lapangan K, maka
(3). α 0 = 0, dengan α ∈ K.
Bukti
selanjutnya kedua ruas persamaan tambahkan dengan vektor w yang memenuhi w +vv = 0,
sehingga didapat:
w +vv = w +vv + 0vv
atau
0 = 0 + 0vv.
Terlihat bahwa
0vv = 0 .
α 0 = α(0 0 ) = (α · 0)00 = 0 0 = 0 .
98
1. Himpunan
x
B = y x + y + z = 0, x, y, z ∈ R
z
adalah ruang bagian dari ruang vektor R3 atas R.
V = { f : R → R}
dan D ⊂ V , dengan 2
d f
D= f ∈ V 2 + f = 0 ,
dx
maka D adalah ruang bagian dari ruang vektor V atas R.
3. Himpunan P3 (R) adalah ruang bagian dari ruang vektor Pn (R) atas lapangan R dengan
n ≥ 3.
4. Himpunan n o
S = (an ) ∈ l∞ lim an = x, x ∈ R
n→∞
adalah ruang bagian dari ruang vektor l∞ atas lapangan R.
5. Himpunan
S = {x ∈ Rn | Ax = 0 , A ∈ Mm,n (R)}
adalah ruang bagian dari ruang vektor Rn atas lapangan R.
Berikut ini diberikan suatu sifat (pernyataan) yang ekivalen dengan pernyataan dari suatu ruang
bagian.
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 99
Himpunan S adalah suatu ruang bagian dari suatu ruang vektor V atas lapangan K bila dan hanya
bila
x1s 1 + x2s 2 ∈ S
untuk setiap x1 , x2 ∈ K dan s 1 ,ss2 ∈ S.
Bukti
Misalkan S ruang bagian dan
x1 , x2 ∈ K juga s 1 ,ss2 ∈ S,
maka
x1s 1 ∈ S dan x2s 2 ∈ S.
Oleh karena itu,
x1s1 + x2s2
juga di S. Sebaliknya, misalkan
x1s 1 + x2s 2 ∈ S
untuk setiap x1 , x2 ∈ K dan s 1 ,ss2 ∈ S. Akan ditunjukkan bahwa S adalah ruang vektor atas K.
Sifat 2. dari ruang vektor otomatis diwarisi dari V , begitu juga sifat komutatif, assosiatif di sifat
1., diwarisi dari V . Untuk x1 = x2 = 1, didapat
Untuk x1 = x2 = 0 didapat
0 s 1 + 0 s 2 = 0(ss1 +ss2 ) = 0 ∈ S.
Oleh karena itu, untuk x1 = x2 = 1 dan setiap s ∈ S, didapat
1 s + 1 0 = s +00 = s = 0 +ss = 1 0 + 1 s ∈ S.
1 s + (−1)ss = (1 + (−1))ss = 0 s = 0
Catatan Pernyataan x1s 1 + x2s 2 ∈ S untuk setiap x1 , x2 ∈ K dan s 1 ,ss2 ∈ S, dapat diganti oleh
1. Himpunan
x
B = y ∈ R3 x + y + z = 0
z
adalah ruang bagian dari ruang vektor R3 atas R. Sebab, untuk setiap v 1 ,vv2 ∈ B, maka
x1 −y1 − z1 −1 −1
v 1 = y1 = y1 = y1 1 + z1 0 ,
z1 z1 0 1
x2 −y2 − z2 −1 −1
v2 = y2 = y2 = y2 1 + z2 0 .
z2 z2 0 1
Sehingga untuk a, b ∈ R, didapat:
−1 −1
avv1 + bvv2 = (ay1 + by2 ) 1 + (az1 + bz2 ) 0 ∈ B.
| {z } | {z }
∈R 0 ∈R 1
V = { f : R → R}
dan D ⊂ V , dengan 2
d f
D= f ∈V 2 + f =0 ,
dx
maka D adalah ruang bagian dari ruang vektor V atas R. Sebab, misalkan f , g ∈ D dan
a, b ∈ R, maka
d 2 (a f + bg) d2 f d2g
+ (a f + bg) = a + a f + b + bg
dx2 dx2 dx2
d2 f d 2g
= a( 2 + f ) + b( 2 + g) = a · 0 + b · 0 = 0.
dx dx
Jadi a f + bg ∈ D.
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 101
3. Himpunan P3 (R) adalah ruang bagian dari ruang vektor Pn (R) atas lapangan R dengan
n ≥ 3. Sebab, misalkan p(x), q(x) ∈ P3 (R) dan a, b ∈ R, maka
Bukti
Misalkan
v = x1s 1 + . . . + xns n
dan
w = xn+1s n+1 + . . . + xms m
di < S > dan a, b ∈ K, maka
w ∈< S >, oleh karena itu < S > adalah ruang bagian dari V .
Terlihat bahwa avv + bw
Contoh
1. Misalkan V ruang vektor atas K untuk setiap v ∈ V , maka h{vv}i = {kvv | k ∈ K}.
102
2. Misalkan ruang vektor R3 atas R, maka h{ee1 ,ee2 }i = R2 dimana e 1 = (1, 0, 0)′ dan e 2 =
(0, 1, 0)′. Sebab,
x
R2 = y x, y ∈ R
0
1 0
= x 0 + y 1 x, y ∈ R
0 0
= {xee1 + yee2 | x, y ∈ R} = h{ee1 ,ee2 }i .
3. Misalkan V = Rn ruang vektor atas R dan diberikan suatu matriks A ∈ Mn (R). Didefini-
sikan suatu himpunan
S = {xx ∈ V | Axx = 0 },
maka S adalah ruang bagian dari V . Sebab bila untuk sebarang z,yy ∈ S dan sebarang
a, b ∈ R didapat
A(ayy + bzz) = a(Ayy) + b(Azz) = a ·00 + b ·00 = 0 .
Jadi ayy + bzz ∈ S, maka dari itu S merupakan sub ruang dari V .
Ruang bagian hSi dari suatu ruang vektor V juga dinamakan ruang vektor yang dibangun oleh
S. Berikut ini diberikan sifat dari suatu himpunan pembentang.
Misalkan V suatu ruang vektor atas K dan hSi adalah suatu himpunan pembentang dari S dan
v ∈ V , maka
hSi = hS ∪ {vv}i
bila dan hanya bila v ∈ hSi.
Bukti
Misalkan hSi = hS ∪ {vv}i, jelas bahwa v ∈ hS ∪ {vv}i. Jadi juga v ∈ hSi. Sebaliknya misalkan
bahwa v ∈ hSi, akan ditunjukkan bahwa hSi = hS ∪ {vv}i. Jelas bahwa S ⊂ hS ∪ {vv}i. Tinggal
menunjukkan bahwa hS ∪ {vv}i ⊂ hSi.Tulis
v = a0s 0 + . . . + ans n
dan misalkan
w ∈ hS ∪ {vv}i .
Didapat
Didapat v3 = 2vv1 + 3vv2 , jadi v3 ∈ h{vv1 ,vv2 }i. Maka dari itu
Hasil bentangan h{vv1 ,vv2 }i adalah bidang dalam ruang R3 yang diberikan oleh gambar berikut.
z
y B
i da
ng
h{v
1 ,v
2 }i
v
v1 + 3 2
v2 v3 = 2
v1
x
Sifat dari suatu himpunan pembentang (span) yang dibahas sebelumnya, menyatakan bahwa
suatu vektor v di S̄ bisa
dihapus
untuk memperoleh himpunan baru S dengan himpunan pemben-
tang yang sama yaitu S̄ = hSi bila dan hanya bila v adalah kombinasi linear dari vektor-vektor
di S. Jadi dengan pengertian ini, suatu himpuan S ⊂ V adalah minimal bila dan hanya S tidak
memuat vektor-vektor yang merupakan kombinasi linear dari vektor-vektor yang lainnya dalam
himpunan tersebut (vektor-vektor di S yang demikian ini nantinya dinamakan bebas linear). De-
ngan demikian bila hasil bentangan S̄ diinginkan lebih luas dari bentangan S, yaitu
hSi ⊂ hS ∪ {vv}i = S̄ ,
Misalkan v1 , . . .,vvn adalah vektor di suatu ruang vektor atas suatu lapangan K dan misalkan
W = h{vv1 , . . . ,vvn }i. Bila vektor vn adalah suatu kombinasi linier dari v1 , . . . ,vvn−1 , maka
W = h{vv1 , . . .,vvn−1 }i .
Bukti
Bila diberikan sebarang v ∈ h{vv1 , . . . ,vvn−1 }i, maka dapat dipilih skalar k1 , . . ., kn−1 yang memenuhi
v = k1v1 + · · · + kn−1vn−1
sehingga didapat
v = k1v1 + · · · + kn−1vn−1 + 0.vvn .
Terlihat bahwa v ∈ h{vv1 , . . . ,vvn }i. Jadi
Sebaliknya, bila diberikansebarang v ∈ h{vv1 , . . .,vvn }i, maka dapat dipilih skalar a1 , . . . , an di K
yang memenuhi
v = a1v1 + · · · + anvn .
Tetapi karena vn adalah suatu kombinasi linier dari vektor-vektor v1 , . . . ,vvn−1 , maka dapat dipilih
skalar b1 , . . . , bn−1 di K yang memenuhi
vn = b1v1 + · · · + bn−1vn−1 .
Sehingga didapat
Bukti
Misalkan s i ∈ S, i = 1, 2 . . ., n bebas linier dan andaikan x1s 1 + . . . + xns n = 0 tetapi untuk bebe-
rapa i, xi 6= 0. Didapat
x1 xi−1 xi+1 xn
si = − s1 + . . . + − s i−1 + − s i+1 + . . . + − sn.
xi xi xi xi
Terlihat bahwa s i merupakan kombinasi linier dari vektor-vektor s j , j 6= i. Hal ini bertentangan
dengan kenyataan bahwa s i , i = 1, 2, . . ., n bebas linier. Jadi haruslah
x1s 1 + . . . + xns n = 0
x1s 1 + . . . + xns n = 0 , xi ∈ K
s i , i = 1, 2 . . . , n
atau
0 = c1s 1 + . . . + ci−1s i−1 + cis i + ci+1s i+1 + . . . + cns n
Contoh
1. Dalam R4 vektor (1, 4, −2, 6)′ adalah kombinasi linier dari dua vektor (1, 2, 0, 4)′ dan
(1, 1, 1, 3)′, sebab:
(1, 4, −2, 6)′ = 3(1, 2, 0, 4)′ − 2(1, 1, 1, 3)′.
Sedangkan vektor (2, 6, 0, 9)′ bukan kombinasi linier (1, 2, 0, 4) dan (1, 1, 1, 3)′, sebab bila
(2, 6, 0, 9)′ = x1 (1, 2, 0, 4)′ + x2 (1, 1, 1, 3)′
ekivalen dengan sistem persamaan linier
x1 + x2 = 2
2x1 + x2 = 6
x2 = 0
4x1 + 3x2 = 9
mudah diselidiki bahwa sistem persamaan linier ini tidak mempunyai jawab. Apa yang
dibahas dalam contoh ini dapat dilakukan dalam Sage sebagai berikut.
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 107
v1=vector([1,4,-2,6])
v2=vector([1,2,0,4])
v3=vector([1,1,1,3])
pretty_print(html("$\mathbf{v_1} = %s,\ \mathbf{v_2} = %s,\
\mathbf{v_3} = %s$"%(latex(v1.column()),latex(v2.column()),
latex(v2.column()))))
print
pretty_print(html("Apakah $\mathbf{v_1} = 3\mathbf{v_2}-2\mathbf{v_3}? :
\color{red}{%s}$"%latex(v1==3*v2-2*v3)))
Klik evaluate didapat
1 1 1
4
, v2 = 2 , v3 = 2
v1 =
−2 0
0
6 4 4
Apakah v1 = 3v2 − 2v3 ? : True
x1, x2 = var(’x1, x2’)
p=solve([x1+x2==2, 2*x1+x2==6,x2==0,4*x1+3*x2==9], x1, x2)
pretty_print(html("Penyelesaian dari $$\left.\
\begin{eqnarray*}
x_1+x_2&=&2\\\
2x_1+x_2&=& 6\\\
x_2&=& 0\\\
4x_1+3x_2&=& 9
\end{eqnarray*}\\right\}$$
adalah: $%s$"%latex(Set(p))))
Klik evaluate didapat
Penyelesaian dari
x1 + x2 = 2
2x1 + x2 = 6
x2 = 0
4x1 + 3x2 = 9
adalah : {}
2. Misalkan ruang vektor V = { f : R → R} atas R, maka fungsi cos 2x merupakan kombinasi
linier dari fungsi-fungsi cos2 x, sinh2 x dan cosh2 x, sebab
cos 2x = 2 cos2 x + sinh2 x − cosh2 x,
108
ingat bahwa
cos 2x = 2 cos2 x − 1
dan
cosh2 x − sinh2 x = 1.
3. Misalkan tiga vektor v 1 = (1, 2, 3)′,vv2 = (3, 2, 1)′ dan v 3 = (3, 3, 3)′ di R3 . Maka
Tulis (x, y, z)′ = (x1 + 3x2 + 3x3 , 2x1 + 2x2 + 3x3 , 3x1 + x2 + 3x3 )′ . Didapat:
x 1 3 3 x1
y = 2 2 3 x2 ,
z 3 1 3 x3
x 1 3 3 x1
(1 − 2 1) y = (1 − 2 1) 2 2 3 x2 = 0,
z 3 1 3 x3
atau x − 2y + z = 0. Catatan 3vv1 + 3vv2 − 4vv3 = 0 dan juga
1 3 3
det 2 2 3 = 0.
3 1 3
Terlihat bahwa vektor-vektor v1 ,vv2 ,vv3 bergantungan linear. Jadi persamaan homogin :
x1 = 3, x2 = 3 dan x3 = −4.
W=QQ^3
v1=vector([1,2,3])
v2=vector([3,2,1])
v3=vector([3,3,3])
V = span([v1,v2,v3],QQ)
pretty_print(html("$\left<\{\mathbf{v_1},\mathbf{v_2},
\mathbf{v_3}\}\\right>=%s$"%latex(V)))
pretty_print(html("$3\mathbf{v_1}+3\mathbf{v_2}-4\mathbf{v_3}
=%s$"%latex((3*v1+3*v2-4*v3).column())))
v_1=vector([1,0,-1])
v_2=vector([0,1,2])
H=span([v_1,v_2],QQ)
A=matrix([[1,3,3],[2,2,3],[3,1,3]])
pretty_print(html("Apakah $\left<\{\mathbf{v_1},\mathbf{v_2},
\mathbf{v_3}\}\\right>=\left<\{(1\ \ 0\ \ -1)^{’},(0\ \ 1\ \ 2)^{’}\}
\\right> ?: \color{red}{%s}$"%latex(V==H)))
print
pretty_print(html("$A=%s$"%latex(A)))
print
pretty_print(html("$\det %s = %s$"%(latex(A),det(A))))
Selanjutnya dalam Sage dapat ditunjukkan bahwa sistem persamaa homogin Axx = 0 mem-
punyai jawab nontrivial.
b=zero_matrix(3,1)
C=A.augment(b,subdivide=True)
pretty_print(html("Matriks diperbesar $[A|b]=%s$"%latex(C)))
pretty_print(html("Bentuk Echelon Tereduksi dari $[A|b]$ adalah :
$%s$"%latex(C.rref())))
5. Diberikan S ⊂ R3 dengan
1 0 1 0 3
S= 0 , 2 , 2 , −1 , 3
0 0 0 1 0
Hal ini menunjukkan bahwa semua vektor di S saling bergantungan linier. Untuk x3 =
0, x5 = 1, didapat bahwa vektor ke-5 dalam S merupakan kombinasi linier dari dua vektor
pertama. Gunakan sifat yang ada untuk menghapus vektor ke-5 didapat:
1 0 1 0
S1 = 0 , 2 , 2 , −1 , jadi hSi = hS1 i .
0 0 0 1
Vektor ke-3 dalam S1 merupakan kombinasi linier dari dua vektor yang pertama, sehingga
vektor ke-3 ini bisa dihapus dan didapat:
1 0 0
S2 = 0 , 2 , −1 .
0 0 1
Juga, dalam hal ini hS1 i = hS2 i. Jadi hSi = hS2 i. Hasil-hasil ini dikerjakan dalam Sage
sebagai berikut.
112
A=matrix([[1,0,1,0,3],[0,2,2,-1,3],[0,0,0,1,0]])
b=zero_matrix(3,1)
c=A.augment(b,subdivide=True)
pretty_print(html("Matriks diperbesar $[A|b]=%s$"%latex(c)))
print
pretty_print(html("Bentuk Echelon Tereduksi dari $[A|b]$ adalah :
$%s$"%latex(c.rref())))
v1=vector([1,0,0])
v2=vector([0,2,0])
v3=vector([1,2,0])
v4=vector([0,-1,1])
v5=vector([3,3,0])
K = span([v1,v2,v3,v4,v5],QQ)
L = span([v1,v2,v3,v4],QQ)
M = span([v1,v2,v4],QQ)
pretty_print(html("$\left<\{\mathbf{v_1},\mathbf{v_2},\mathbf{v_3},
\mathbf{v_4},\mathbf{v_5}\}\\right>=%s$"%latex(K)))
print
pretty_print(html("$\left<\{\mathbf{v_1},\mathbf{v_2},\mathbf{v_3},
\mathbf{v_4}\}\\right>=%s$"%latex(L)))
print
pretty_print(html("$\left<\{\mathbf{v_1},\mathbf{v_2},\mathbf{v_4}\}
\\right>=%s$"%latex(M)))
V=QQ^3
S = [v1, v2, v3, v4, v5]
S1= [v1,v2,v3,v4]
S2= [v1,v2,v4]
pretty_print(html("Apakah $\mathbf{v_1},\mathbf{v_2},\mathbf{v_3},
\mathbf{v_4},\mathbf{v_5}$ bebas linear? $\color{red}{%s}$"
%latex(V.linear_dependence(S) == [])))
print
pretty_print(html("Apakah $\mathbf{v_1},\mathbf{v_2},\mathbf{v_3},
\mathbf{v_4}$ bebas linear? $\color{red}{%s}$"
%latex(V.linear_dependence(S1) == [])))
print
pretty_print(html("Apakah $\mathbf{v_1},\mathbf{v_2},\mathbf{v_4}$
bebas linear? $\color{red}{%s}$"
%latex(V.linear_dependence(S2) == [])))
6. Misalkan tiga vektor v 1 = (1, 1, 0)′,vv2 = (5, 1, −3)′ dan v 3 = (2, 7, 4)′ di R3 , maka
Tulis (x, y, z)′ = (x1 + 5x2 + 2x3 , x1 + x2 + 7x3 , −3x2 + 4x3 )′ , didapat:
x 1 5 2 x1
y = 1 1 7 x2 .
z 0 −3 4 x3
114
Sehingga diperoleh:
−25 26 −33 x −25 26 −33 1 5 2 x1
4 −4 5 y = 4 −4 5 1 1 7 x2
3 −3 4 z 3 −3 4 0 −3 4 x3
1 0 0 x1 x1
= 0 1 0 x2 = x2 .
0 0 1 x3 x3
Terlihat bahwa, untuk setiap (x, y, z)′ ∈ R3 selalu bisa diperoleh x1 , x2 , x3 ∈ R sehingga
(x, y, z)′ = x1v 1 + x2v 2 + x3v 3 ∈ h{vv1 ,vv2 ,vv3 }i .
Jadi R3 ⊂ h{vv1 ,vv2 ,vv3 }i, dilain pihak h{vv1 ,vv2 ,vv3 }i ⊂ R3 . Maka dari itu R3 = h{vv1 ,vv2 ,vv3 }i .
Hasil yang didapat ini dikerjakan dalam Sage sebagai berikut.
A=matrix([[1,5,2],[1,1,7],[0,-3,4]])
a=A^(-1)
x_1,x_2,x_3=var(’x_1 x_2 x_3’)
X=matrix([[x_1],[x_2],[x_3]])
x,y,z=var(’x y z’)
Y=matrix([[x],[y],[z]])
pretty_print(html(" $%s = %s %s$"%(latex(X),latex(a),latex(Y))))
V=QQ^3
v1=vector([1,1,0])
v2=vector([5,1,-3])
v3=vector([2,7,4])
T=span([v1,v2,v3],RR)==RR^3
pretty_print(html("$S=\{%s^{’},%s^{’},%s^{’}\}$"%(latex(v1),
latex(v2),latex(v3))))
print
pretty_print(html("Apakah $\left< S\\right>=\mathbb{R}^3 :
\color{red}{%s}$"%latex(T)))
print
pretty_print(html("Apakah $\mathbf{v_1},\mathbf{v_2},\mathbf{v_3}$
bebas linear? $\color{red}{%s}$"
%latex(V.linear_dependence([v1,v2,v3]) == [])))
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 115
1. Dalam R2 , B1 = {(2, 4)′, (1, 1)′} adalah suatu basis dari R2 , basis yang lainnya adalah
B2 = {(1, 0)′, (0, 1)′ }. Secara umum B3 = {(a11 , a21 )′ , (a12 , a22 )′ } adalah suatu basis dari
R2 bila
a11 a12
det 6= 0.
a21 a22
Kita lakukan contoh ini dalam Sage sebagai berikut.
v1=vector([2,4])
v2=vector([1,1])
V=span([v1,v2],RR)
pretty_print(html("$\mathbf{v_1} = %s,\ \mathbf{v_2} =%s$"
%(latex(v1.column()),latex(v2.column()))))
print
pretty_print(html("$V = \left< \{\pmb{v}_1,\pmb{v}_2\} \\right> = %s$"
%latex(V)))
print
pretty_print(html("Apakah $\mathbf{v_1},\mathbf{v_2}$ bebas linear?
$\color{red}{%s}$"%latex(V.linear_dependence([v1,v2]) == [])))
print
pretty_print(html("Apakah $V = \mathbb{R}^2\ ?\
\color{red}%s$"%latex(RR^2==V)))
print
pretty_print(html("Apakah $\dim(V) = \dim(\mathbb{R}^2)\ ?\
\color{red}%s$"%latex(dim(V)==dim(RR^2))))
print
pretty_print(html("$\dim(V) = %s$"%latex(dim(V))))
2. Diberikan ruang vektor V = {x1 cos θ + x2 sin θ | x1 , x2 ∈ R} atas R, maka suatu basis dari
V adalah
{cos θ, sin θ}.
Sebab
x1 cos(θ) + x2 sin(θ) = 0
−x1 sin(θ) + x2 cos(θ) = 0
Didapat
x1 cos(θ) − sin(θ) 0 0
= = .
x2 sin(θ) cos(θ) 0 0
Jadi cos(θ), sin(θ) adalah bebas linear dan juga
V = h{cos(θ), sin(θ)}i ,
3. Dalam ruang vektor P3 (x), maka {1, x, x2 , x3 } adalah suatu basis dari P3 (x). Sedangkan
{1, x, x2 , x3 , x4 . . .} adalah suatu basis dari ruang vektor P∞ (x).
4. Dalam ruang vektor M2,2 (R), yaitu himpunan matriks berukuran 2 × 2 dengan elemen-
elemen di R, maka
1 0 0 1 0 0 0 0
, , ,
0 0 0 0 1 0 0 1
didapat
x1 x2 0 0
= .
x3 x4 0 0
Terlihat bahwa x1 = x2 = x3 = x4 = 0. Jadi
1 0 0 1 0 0 0 0
, , ,
0 0 0 0 1 0 0 1
didapat
a1,1 a1,2 1 0 0 1 0 0 0 0
= a1,1 + a1,2 + a2,1 + a2,2 .
a2,1 a2,2 0 0 0 0 1 0 0 1
Terlihat bahwa
a1,1 a1,2 1 0 0 1 0 0 0 0
∈ , , , .
a2,1 a2,2 0 0 0 0 1 0 0 1
M=MatrixSpace(QQ,2,2)
pretty_print(html("$M_{2,2}(\mathbb{Q}) : \color{red}{%s}$"%latex(M)))
print
pretty_print(html("Suatu basis di $M_{2,2}(\mathbb{Q})$ adalah :<p>
$B=%s$"%latex(Set(basis(M)))))
print
pretty_print(html("Dimensi dari $M_{2,2}(\mathbb{Q}) = %s$"
%latex(dim(M))))
Diberikan B = {vv1 , . . . ,vvn } adalah suatu basis dari suatu ruang vektor V atas suatu lapangan K
dan k adalah suatu skalar taknol di K. Maka
Bukti
Bila v sebarang vektor di V , maka karena B adalah suatu basis dari V dengan demikian dapat
dipilih skalar k1 , . . ., kn di K yang memenuhi
a1 k = 0, a2 = 0, . . . , an = 0.
Karena k 6= 0, maka a1 = 0. Dengan demikian Bk adalah bebas linier, jadi Bk adalah suatu basis
dari V .
Contoh.
Misalkan W adalah ruang bagian dari M2×2 (R) yang merupakan himpunan matriks-matriks de-
ngan trace sama dengan nol. Selanjutnya bila
1 0 0 1 0 0
S= , , ,
0 −1 0 0 1 0
maka tunjukkan bahwa S adalah suatu basis dari W . Pertama ditunjukkan bahwa hSi = W .
Diberikan sebarang matriks
a b
A=
c d
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 119
mempunyai trace sama dengan nol bila dan hanya bila a + d = 0, jadi
a b
A=
c −a
Sehingga didapat
a b 1 0 0 1 0 0
A= =a +b +c .
c −a 0 −1 0 0 1 0
Terlihat bahwa sebarang matriks A di W adalah kombinasi linier dari matriks-matriks di S. Jadi
hSi = W . Selanjutnya ditunjukkan bahwa S adalah bebas linier sebagai berikut. Tinjau sistem
persamaan linier berikut
1 0 0 1 0 0 0 0
k1 + k2 + k3 = .
0 −1 0 0 1 0 0 0
Hal ini memberikan penyelesaian trivial k1 = k2 = k3 = 0. Jadi S adalah bebas linier. Karena
hSi = W dan vektor-vektor di S adalah bebas linier, maka S adalah suatu basis dari W .
Sifat Misalkan V suatu ruang vektor atas K dan {vv1 , . . . ,vvn } adalah suatu basis dari V , maka
sebarang elemen v ∈ V dapat diungkapkan secara tunggal sebagai kombinasi linier:
Bukti
Misalkan vektor v dapat diungkapkan sebagai dua kombinasi linier
v = a1v 1 + . . . + anv n
dan
v = x1v 1 + . . . + xnv n ,
didapat:
(x1 − a1 )vv1 + . . . + (xn − an )vvn = 0 ,
karena vektor-vektor v 1 , . . . ,vvn bebas linier, maka haruslah x1 − a1 = 0, . . ., xn − an = 0. De-
ngan demikian didapat x1 = a1 , . . . , xn = an . Jadi pengungkapan sebarang vektor v di V sebagai
kombinasi linier
v = x1v 1 + . . . + xnv n , dimana x1 , . . . , xn ∈ K
adalah tunggal.
120
Komentar:
Pernyataan
v = x1v1 + x2v2 + · · · + xnvn ,
dapat ditulis secara tunggal mempunyai arti yang ekivalen dengan sistem persamaan linear tak-
homogin
v = x1v1 + x2v2 + · · · + xnvn
mempunyai jawab tunggal. Misalnya, pada contoh sebelumnya yaitu dalam R2 ,
′ ′
B = {(2, 4) , (1, 1) }
′
adalah suatu basis dari R2 . Misalkan diberikan sebarang v = (a, b) ∈ R2 ,vv 6= 0, maka dengan
basis B, vektor v dapat ditulis sebagai kombinasi linear
′ ′
v = x1 (2, 4) + x2 (1, 1)
atau dalam bentuk sistem persamaan linear tak-homogin
a 2 1
= x1 + x2
b 4 1
dan dalam bentuk matriks
a 2 1 x1
= .
b 4 1 x2
Didapat 1 1 a b
x1 −2 2 a −2 + 2
= = .
x2 2 −1 b 2a − b
′
Nilai x1 = − 2a + 2b dan x2 = 2a − b adalah tunggal. Jadi, untuk sebarang v = (a, b) 6= 0 ada
dengan tunggal x1 = − a2 + 2b dan x2 = 2a − b yang memenuhi
′ ′
v = x1 (2, 4) + x2 (1, 1) .
Berikut ini, diberikan suatu sifat untuk ruang vektor Rn atas R, yaitu misalkan
v i ∈ Rn , i = 1, 2, . . ., m.
Bila m > n, maka vektor-vektor vi , i = 1, 2, . . ., m bergantungan linier.
Terlihat bahwa, persamaan homogin terdiri dari n persamaan dengan variabel yang takdiketahui
sebanyak m. Karena m > n, maka persamaan mempunyai suatu solusi yang nontrivial, yaitu ada
beberapa xk , k = 1, 2, . . ., m tidak semuanya sama dengan nol yang memenuhi sitem persamaan
homogin tersebut. Jadi v j , j = 1, 2, . . ., m bergantungan linier.
Contoh
Dalam ruang vektor R2 atas R, Misalkan v 1 = (a11 , a21 )′ ,vv2 = (a12 , a22 )′ ∈ R2 . Bila vektor-
vektor v1 ,vv2 , bebas linier, maka persamaan: x1v1 + x2v2 = 0 atau dalam bentuk matriks: Axx = 0
dengan
a11 a12 x1 0
A= ,x= dan 0 =
a21 a22 x2 0
mempunyai jawab trivial hanya bila det(A) 6= 0. Secara geometris, hal ini menyatakan bahwa
luas daerah jajaran genjang yang dibentuk oleh dua vektor v 1 dan v 2 sama dengan | det(A)|.
Sebaliknya bila det(A) = 0, maka luas daerah ini sama dengan 0. Hal ini menunjukkan bahwa
dua vektor v 1 dan v 2 terletak pada satu garis yang sama atau dengan kata lain dua vektor v 1 dan v 2
bergantungan linier. Jadi {vv1 ,vv2 } adalah suatu basis dari R2 dengan dimensi 2. Hal ini dijelaskan
dalam gambar berikut.
y y
v1
v1
v2
v2
0 x 0 x
Sifat berikut adalah generalisasi dari sifat Rn yang telah dibahas sebelumnya. Dimana Rn diganti
dengan sebarang ruang vektor V berdimensi n atas suatu lapangan K.
Sifat. Misalkan V suatu ruang vektor atas K dan {vv1 , . . . ,vvn } suatu basis dari V . Bila vektor-
vektor u 1 , . . . ,uum dengan m > n, maka vektor-vektor u 1 , . . . ,uum bergantungan linier.
Bukti
Karena {vv1 , . . . ,vvn } suatu basis dari V , didapat:
u 1 = a1,1v 1 + . . . + an,1v n
..
.
u m = a1,mv 1 + . . . + an,mv n ,
x1 , . . ., xm ∈ K yang memenuhi:
0 = x1u1 + . . . + xmum
= x1 (a1,1v 1 + . . . + an,1v n ) + . . . + xm (a1,mv 1 + . . . + an,mv n )
= (a1,1 x1 + . . . + a1,m xm )vv1 + . . . + (an,1 x1 + . . . + an,m xm )vvn
dan karena v 1 , . . . ,vvn bebas linier maka didapat a1,1 x1 +. . .+a1,m xm = 0, . . ., an,1 x1 +. . .+an,m xm =
0 atau dengan notasi matriks:
a1,1 . . . a1,m x1 0
.. .. .. = .. .
. . . .
an,1 . . . an,m xm 0
Persamaan homogin diatas mempunyai jawab non-trivial (sebab m > n). Yaitu ada beberapa xk 6=
0 di K yang memenuhi persamaan homogin tersebut. Jadi vektor-vektor u 1 , . . . ,uum bergantungan
linier.
Kesimpulan Misalkan V suatu ruang vektor atas K dengan dimensi hingga. Maka setiap dua
basis yang berbeda dari V harus mempunyai banyak elemen yang sama.
Contoh
1. Dalam ruang vektor P3 (R) atas R, B = {1, x, x2 , x3 } adalah suatu basis baku dari P3 (R).
Basis yang lainnya adalah B2 = {1, 1 + x, 1 + x + x2 , 1 + x + x2 + x3 }.
Sifat
Misalkan V suatu ruang vektor atas K berdimensi hingga. Maka setiap himpunan hingga S ⊂ V
yang terdiri dari vektor-vektor bebas linier di V tetapi S bukan merupakan suatu basis dari V
dapat diperluas sampai merupakan suatu basis dari V .
Bukti. Misalkan S = {vv1 , . . . ,vvm } dengan v i , i = 1, . . ., m adalah vektor-vektor yang bebas linier.
Karena hSi = 6 V , maka pilih vektor v m+1 ∈ V sehingga v m+1 bukan kombinasi linier dari vektor-
vektor v j , j = 1, 2, . . ., m. Selanjutnya namakan T = {vv1 , . . . ,vvm ,vvm+1 }, bila hT i = V , maka T
adalah basis dan sudah tidak bisa lagi diperluas menjadi vektor-vektor yang bebas linier. Bila
hT i =
6 V , lakukan lagi cara perluasan seperti sebelumnya sehingga diperoleh himpunan vektor-
vektor yang bebas linier di U yang memenuhi hU i = V . Proses ini berhenti sebab V berdimensi
hingga
Kesimpulan. Misalkan V ruang vektor atas K berdimensi n, maka setiap himpunan dari n
vektor yang bebas linier adalah suatu basis dari V .
Contoh
Misalkan
S = {(1, 1, 1)′, (0, −1, 0)′} ⊂ R3 ,
jelas bahwa vektor-vektor di S bebas linier dan
hSi = {x(1, 1, 1)′ + y(0, −1, 0)′ = (x, x − y, x)′ | x, y ∈ R},
jelas bahwa bila
(x1 , x2 , x3 )′ ∈ hSi ,
maka x3 = x1 . Oleh karena itu (x, y, z)′ ∈ / hSi bila x 6= z. Pilih vektor (1, 0, 0) sehingga dida-
′ ′ ′
pat T = {(1, 1, 1) , (0, −1, 0) , (1, 0, 0) } dimana vektor-vektor di T bebas linier, maka dari itu T
merupakan suatu basis dari R3 .
Jumlahan Langsung.
Misalkan U dan V adalah ruang bagian dari suatu ruang vektor W atas K dengan
dimensi hingga, maka dim(U + V ) = dim(U) + dim(V ) − dim(U ∩ V ), dimana
U +V = {uu +vv |uu ∈ U,vv ∈ V }.
Bukti. Misalkan {zz1 , . . . ,zzr } suatu basis dari U ∩ V perluas basis ini masing-
masing menjadi
{zz1 , . . . ,zzr ,uu1 , . . . ,uum }
adalah suatu basis dari U dan
{zz1 , . . . ,zzr ,vv1 , . . . ,vvn}
124
dim(U +V ) = r + m + n = (r + m) + (r + n) − r
= dim(U) + dim(V ) − dim(U ∩V ).
w = u +vv
= (a1 + c1 )zz1 + . . . + (ar + cr )zzr + b1u 1 + . . . + bmu m + d1v 1 + . . . + dmv n
terlihat bahwa
w ∈ h{zz1 , . . . ,zzr ,uu1 , . . . ,uum,vv1 , . . . ,vvn}i .
Maka dari itu didapat
Diberikan
didapat
w = −xr+m+1v 1 + . . . − xr+m+nv n.
Terlihat bahwa w ∈ U dan w ∈ V , jadi w ∈ U ∩V . Tetapi {zz1, . . . ,zzr } adalah suatu
basis dari U ∩V , jadi
w = b1z 1 + . . . + brz r
untuk beberapa skalar bi . Sehingga didapat
atau
b1z 1 + . . . + brz r + xr+m+1v 1 + . . . + xr+m+nv n = 0 .
Tetapi
{zz1 , . . . ,zzr ,vv1 , . . . ,vvn}
adalah suatu basis dari V , maka dari itu haruslah
b1 = . . . = br = xr+m+1 = . . . = xr+m+n = 0,
sehingga persamaan
menjadi
x1z 1 + . . . + xrz r + xr+1u 1 + . . . + xr+mu m = 0 .
Tetapi
{zz1 , . . . ,zzr ,uu1 , . . . ,uum }
juga adalah suatu basis dari U. Jadi haruslah
x1 = . . . = xr = xr+1 = . . . = xr+m = 0.
Sehingga didapat
xk = 0, k = 1, 2, . . . , r + m + n.
Jadi vektor-vektor
z 1 , . . . ,zzr ,uu1 , . . . ,uum,vv1, . . . ,vvn
bebas linier.
126
Contoh
Misalkan
W = R4 ,uu1 = (1, 1, 0, 0)′ ,uu2 = (−3, 7, 2, 1)′ ,U = h{uu1 ,uu2 }i
dan
V = {(x1, x2 , x3 , 0)′ | xi ∈ R}.
Vektor-vektor
u 1,uu2
bebas linier, sebab bila
a1u 1 + a2u 2 = 0
atau
a1(1, 1, 0, 0)′ + a2 (−3, 7, 2, 1)′ = 0
didapat a1 = a2 = 0. Jadi dim(U) = 2. Suatu basis dari V adalah
e 1 = (1, 0, 0, 0)′ ,ee2 = (0, 1, 0, 0)′ ,ee3 = (0, 0, 1, 0)′ .
Jadi dim(V ) = 3. Perhatikan bahwa
e 4 = (0, 0, 0, 1)′ = (−3, 7, 2, 1)′ + 3(1, 0, 0, 0)′ − 7(0, 1, 0, 0)′ − 2(0, 0, 1, 0)′
= u 2 + 3ee1 − 7ee2 − 2ee3 .
Jadi e 4 ∈ U +V . Karena
e1 ,ee2 ,ee3
juga di U +V , maka
{ee1,ee2,ee3,ee4}
adalah suatu basis dari U +V . Jadi dim(U +V ) = 4. Sehingga didapat:
dim(U ∩V ) = dim(U) + dim(V ) − dim(U +V ) = 2 + 3 − 4 = 1.
Bisa diselidiki secara langsung bahwa vektor-vektor di U ∩ V adalah vektor-
vektor di U dengan komponen ke-empat sama dengan nol, yaitu vektor
b1u1 + b2u2 = (b1 − 3b2, b1 + 7b2, 2b2 , b2)′
dengan b2 = 0. Jadi
U ∩V = h{uu1 }i .
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 127
Catatan. Bila U,V ruang bagian berdimensi hingga masing-masing dengan ba-
sis {uu1 , . . . ,uum } dan {vv1 , . . . ,vvn}. Misalkan W = U + V dan sebarang w ∈ W .
Didapat
w = u +vv = a1u 1 + . . . + amu m + b1v 1 + . . . + bnv n
atau
W = h{uu1, . . . ,uum ,vv1 , . . . ,vvn }i .
Selanjutnya reduksi vektor-vektor
u 1 , . . . ,uum ,vv1, . . . ,vvn
menjadi vektor-vektor yang bebas linier (sampai minimal) dan himpun kedalam
himpunan S, sehingga didapat W = h{S}i. Jadi dimensi dari W sama dengan
banyaknya vektor-vektor di S.
Bila U dan V adalah ruang bagian berdimensi hingga dengan U ∩V = {00}, maka
U +V dinamakan jumlahan langsung dari U dan V .
Contoh.
Himpunan
U = {(x1 , x2 , 0)′ | x1, x2 ∈ R} ⊂ R3
dan
V = {(0, 0, x3 )′ | x3 ∈ R} ⊂ R3
adalah ruang bagian dari ruang vektor R3 atas R dengan U ∩V = {00}. Jadi U +V
adalah jumlahan langsung dari U dan V , sedangkan
U +V = {(x1 , x2 , 0)′ + (0, 0, x3 )′ = (x1 , x2 , x3 )′ | x1, x2 , x3 ∈ R}
= {x1 (1, 0, 0)′ + x2 (0, 1, 0)′ + x3 (0, 0, 1)′ | x1 , x2 , x3 ∈ R} = R3 ,
terlihat bahwa dim(U +V ) = 3. Perhatikan bahwa
V = {(0, 0, x3 )′ | x3 ∈ R}
= {x3(0, 0, 1)′ | x3 ∈ R}
= {(0, 0, 1)′ }
Hal ini juga bisa dilihat dari pengertian basis yaitu, himpunan {(1, 0, 0)′ , (0, 1, 0)′ }
adalah suatu basis dari U dan himpunan {(0, 0, 1)′ } adalah suatu basis dari V
sedangkan himpunan {(1, 0, 0)′ , (0, 1, 0)′ , (0, 0, 1)′ } sudah bebas linier (tidak bisa
lagi direduksi lagi sehingga bebas linier). Jadi, dari sini juga langsung didapat
bahwa dim(U +V ) = dim(U) + dim(V ).
Kesimpulan. Dimensi dari suatu ruang jumlahan langsung sama dengan jumlah
dari masing-masing dimensi ruang.
Berikut ini diberikan suatu sifat yang lain dari ruang jumlahan langsung.
Bukti
Misalkan
w = u +vv = ū + v̄,
maka
u − ū = v − v̄.
Tetapi
u − ū ∈ U,
v − v̄ ∈ V
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 129
u − ū = 0
dan
v − v̄ = 0
atau
u = ū
dan
v = v̄ .
Koordinat. Misalkan
{vv1 , . . . ,vvn}
adalah suatu basis dari suatu ruang vektor atas K. Jadi setiap v ∈ V dapat ditulis
secara tunggal oleh
v = x1v 1 + . . . + xnv n
untuk beberapa skalar x1 , . . . , xn ∈ K. Dalam hal ini skalar-skalar x1 , . . . , xn dina-
makan koordinat dari vektor v relatif terhadap basis {vv1, . . . ,vvn }.
Contoh.
Misalkan V = R3 dengan basis baku {ee1 = (1, 0, 0)′ ,ee2 = (0, 1, 0)′ ,ee3 = (0, 0, 1)′ }
dan misalkan sebarang v = (x, y, z)′ ∈ V , maka v = xee1 + yee2 + zee3 . Jadi koordi-
nat dari v relatif terhadap basis {ee1 ,ee2 ,ee3 } adalah skalar x, y dan z. Tetapi untuk
basis yang lain dari V , misalkan
maka
−x + y + z x−y+z x+y−z
v= v1 + v2 + v 3.
2 2 2
Koordinat dari vektor v relatif terhadap basis
adalah skalar
−x + y + z x − y + z x+y−z
, dan .
2 2 2
Terlihat bahwa vektor v terhadap dua basis yang berbeda dari ruang vektor V
mempunyai dua koordinat yang berbeda pula.
Basis terurut.
Adalah perlu dijamin bahwa suatu vektor dikaitkan dengan suatu vektor basis
yang sesuai, cara baku untuk melakukan hal ini adalah menggunakan penyajian
terurut untuk koordinat dan vektor basis. Bila urutan dari vektor-vektor dalam
suatu basis dipersoalkan dalam hal ini dinamakan basis terurut dan basis ini
ditulis sebagai suatu barisan. Bila urutan dari vektor basis takdipersoalkan, ba-
sis tersebut ditulis sebagai suatu himpunan, dalam hal ini penekanan mengenai
diskusi dari suatu vektor basis, urutan tidak bergantung pada urutan. Tetapi, bila
koordinat dari suatu vektor disajikan sebagai baris atau kolom dalam suatu ma-
triks, maka secara esensi penyajian bergantung pada urutan vektor-vektor basis.
Begitu juga, bila suatu pemetaan linier disajikan sebagai suatu matriks, maka
sangatlah penting menggunakan vektor basis terurut. Dikaji ulang penulisan ko-
ordinat dari suatu vektor relatif terhadap basis terurut. Diberikan basis teru-
rut B = v1 ,vv2 , . . . ,vvn dari suatu ruang vektor V atas suatu lapangan K. Misal-
kan sebarang vektor v di V , maka dapat dipilih dengan tunggal skalar-skalar
k1 , k2 , . . . , kn di K yang memenuhi
Contoh 1
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 131
Contoh 2
Misalkan V = P2(R) = {a0 + a1x + a2 x2 | a0 , a1 , a2 ∈ R} dan B adalah basis teru-
rut
B = 1, x − 1, (x − 1)2 .
Dapatkan koordinat v = p(x) = 2x2 −2x+1 relatif terhadap basis B. Persoalan ini
dijawab sebagai berikut. Kita harus mendapatkan k1, k2 dan k3 yang memenuhi
Contoh 3
Diberikan ruang bagian W himpunan dari semua matriks simetri dalam ruang
vektor M2×2(R). Misalkan B adalah vektor-vektor terurut
1 0 0 1 0 0
B= , , .
0 0 1 0 0 1
Tunjukkan bahwa B adalah suatu basis untuk W dan dapatkan koordinat dari
2 3
v=
3 5
didapat
1 0 0 1 0 0 a b
a +b +c = =A
0 0 1 0 0 1 b c
Terlihat bahwa sebarang A di W juga di hBi. Jadi hBi = W . Selanjutnya di-
tunjukkan bahwa B adalah bebas linier di W sebagai berikut. Tinjau persamaan
homogin berikut
1 0 0 1 0 0 0 0
k1 + k2 + k3 = .
0 0 1 0 0 1 0 0
didapat
k1 k2 0 0
= .
k2 k3 0 0
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 133
Banyak masalah dalam matematika terapan menjadi lebih mudah melalui pe-
rubahan suatu basis dari suatu ruang vektor ke basis yang lainnya. Sebagai ilus-
trasi yang sederhana ditinjau suatu ruang vektor V berdimensi dua atas suatu
skalar K. Diberikan ruang vektor V berdimensi dua atas suatu lapangan K dan
misalkan
B = v1 ,vv2 dan B′ = u1 ,uu2
adalah dua basis terurut dari V . Misalkan sebarang vektor v di V terhadap basis
B vektor koordinatnya adalah
x
[vv]B = 1 yaitu v = x1v1 + x2v2 .
x2
Untuk menentukan vektor koordinat dari v relatif terhadap basis B′ . Tulis v1 dan
v2 dalam suku-suku u1 dan u2 . Karena B′ adalah suatu basis dari V , maka dapat
diplih skalar a1 , a2, b1 dan b2 di K yang memenuhi
v1 = a1u1 + a2u2
v2 = b1u1 + b2u2 .
b. Karena
′
[vv]B′ = [I]BB [vv]B ,
maka
2 0 3 6
[vv]B′ = = .
3 −1 −2 11
Perhatikan bahwa vektor yang sama relatif terhadap basis yang berbeda
adalah diperoleh dari vektor koordinat [vv ]B dan [vv]B′ . Yaitu
1 1 1 2 −1
3 −2 = =6 + 11 .
1 −1 5 −1 1
Prosedur untuk mendapatkan matriks transisi diantara dua basis dari suatu ruang
vektor V berdimensi dua atas suatu skalar K dapat digeneralisasi ke ruang vektor
Rn atas R. Hal ini dinyatakan sebagai berikut.
Misalkan V adalah suatu ruang vektor berdimensi n atas suatu lapangan K de-
ngan basis terurut
Contoh 2
Misalkan ruang vektor V = P2 (x) dengan basis terurut
B = 1, x, x2 dan B′ = 1, 1 + x, 1 + x + x2 .
′
a. Dapatkan matriks transisi [I]BB .
b. Misalkan p(x) = 3 − x + 2x2 ∈ P2 (x), maka dapatkan [p(x)]B′ .
Jawab
a. Untuk memperoleh vektor kolom yang pertama dari matriks transisi harus
dipilih skalar a1 , a2 dan a3 yang memenuhi
a1(1) + a2 (1 + x) + a3 (1 + x + x2 ) = 1,
didapat a1 = 1, a2 = 0 dan a3 = 0. Jadi
1
[1]B′ = 0 .
0
Vektor kolom kedua dan ketiga dari matriks transisi masing-masing diper-
oleh dengan menyelesaikan persamaan
b1(1) + b2 (1 + x) + b3 (1 + x + x2 ) = x
dan
c1(1) + c2 (1 + x) + c3 (1 + x + x2 ) = x2 .
Penyelesaiannya diberikan oleh b1 = −1, b2 = 1, b3 = 0 dan c1 = 0, c2 =
−1, c3 = 1. Jadi matriks transisi adalah
1 −1 0
′
[I]BB = 0 1 −1 .
0 0 1
b. Basis B adalah basis terurut baku, maka vektor koordinat dari p(x) = 3 − x +
2x2 relatif terhadap B adalah
3
[p(x)]B = −1 .
2
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 137
Jadi
1 −1 0 3 4
[p(x)]B′ = 0 1 −1 −1 = −3 .
0 0 1 2 2
Perhatikan bahwa 3 − x + 2x2 = 4(1) − 3(1 + x) + 2(1 + x + x2 ).
Contoh 3
Diberikan basis baku terurut B = e1 ,ee2 untuk ruang vektor R2 atas R, sedangkan
basis terurut B′ diberikan oleh
−1 1
B′ = u1 ,uu2 = ,
1 1
3
dan misalkan v = .
4
a. Dapatkan matriks transisi dari B ke B′ .
b. Dapatkan [vv]B′ .
c. Tulis vektor v sebagai kombinasi linier dari e1 dan e2 dan juga sebagai kom-
binasi linier dari u1 dan u2 .
d. Tunjukkan hasil dari bagian (c) secara grafik.
Jawab
a. Matriks transisi dari B ke B′ dihitung dengan menyelesaikan peersamaan
−1 1 1 −1 1 0
c1u2 = + c2 = dan d1u2 = + d2 = .
1 1 0 1 1 1
Penyelesaian tunggal persamaan tersebut adalah c1 = − 21 , c2 = 1
2 dan d1 =
1 1
2 , d2 = 2 . Dengan demikian matriks transisi diberikan oleh
1 1
′ −
[I]BB = 12 12 .
2 2
b. Karena B adalahbasis
baku, maka vektor koordinat dari v relatif terhadap B
3
adalah [vv]B = . Jadi vektor koordinat dari v relatif terhadap basis B′
4
adalah 1 1 1
− 3
[vv]B′ = 12 12 = 27
2 2 4 2
138
d. Gambar berikut menunjukkan bahwa lokasi titik akhir (3, 4) dari vektor v
relatif terhadap sumbu e1e2 dan
e2 sumbu u1uu2 .
u1 v 2
e1
Karena B adalah basis, maka vektor vi untuk 1 ≤ i ≤ n adalah bebas linier. Juga
dengan begitu vektor-vektor [vv1 ]B′ , . . . , [vvn ]B′ adalah bebas linier. Jadi x1 = x2 =
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 139
′
· · · = xn = 0. Karena penyelesaian persamaan homogin [I]BB x = 0 hanyalah mem-
′
punyai penyelesaian trivial, maka matriks [I]BB mempunyai invers. Lagi pula,
karena
′ −1
B′
[vv]B = [I]B [vv]B dan bahwa
′ [I]BB [vv]B′ = [vv ]B′ ,
maka
′ −1
[I]BB′ = [I]BB .
Sifat
Misalkan V suatu ruang vektor berdimensi n atas suatu lapangan K dengan basis
terurut
B = v1 ,vv2 , . . . ,vvn dan B′ = u1 ,uu2 , . . . ,uun .
′
Maka matriks transisi [I]BB mempunyai invers dan
′ −1
[I]BB′ = [I]BB .
Diisini dibahas ruang bagian fundamental dari suatu matriks yang mencakup ru-
ang null, Range, ruang baris dan ruang.
disini dibahas suatu ruang vektor khusus dan diberikan pengertian hasil kali
dalam.
140
disini diberikan suatu aplikasi dari beberapa ide yang akan dibahas.
5.13 Dekomposisi QR
disini dibahas eksistensi dari suatu nilai karakteristik dan vektor karakteristik.
141
142
Bab 7
Transformasi Linear
Bila V dan W adalah ruang vektor atas suatu lapangan K, maka suatu pemetaan
T dari V ke W adalah suatu fungsi mengaitkan setiap vektor v ∈ V dengan tung-
gal kesuatu vektor w ∈ W . Dalam hal ini dikatakan T memetakan V kedalam W
dan ditulis T : V → W . Untuk masing-masing v ∈ V , maka vektor w = T (vv ) di
W adalah image dari v oleh pemetaan T .
Contoh 1.
Didefinisikan suatu pemetaan T : R2 → R2 oleh
x x+y
T = .
y x−y
a. Dapatkan image dari vektor koordinat e1 dan e2 oleh pemetaan T .
b. Berikan suatu uraian dari semua vektor di R2 yang dipetakan ke vektor nol.
c. Tunjukkan bahwa T memenuhi
T (uu +vv) = T (uu) + T (vv) (mempertahankan penjumlahan ruang vektor)
dan
T (kvv ) = kT (vv ) (mempertahankan perkalian skalar),
untuk semua vektor u dan v di R2 dan semua skalar k ∈ R.
Jawab.
143
144
1 0
a. Karena e1 = dan e2 = , maka didapat
0 1
1+0 1 0+1 1
T (ee1 ) = = dan T (ee2 ) = = .
1−0 1 0−1 −1
Contoh yang baru saja dibahas adalah suatu pemetaan T dari ruang vektor V ke
ruang vektor W atas suatu lapangan K yang memenuhi dua sifat
untuk semua u ,vv di V dan semua k di K. Dua sifat ini digabung menjadi satu,
maka diperoleh pengertian berikut.
Contoh 2
Diberikan matriks A berukuran m× n dengan elemen-elemen di R. Didefinisikan
pemetaan T : Rn → Rm oleh
Jawab
a. Diskusikan tindakan dari T pada suatu vektor di R3 dan berikan suatu in-
tepretasi geometri dari persamaan
1 0 1 0
T 0 + 1 = T 0 + 1 .
1 1 1 1
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 147
d. Uraikan himpunan
x
S3 = 0 x, z ∈ R
z
dan dapatkan imagenya.
Jawab
z T y
v3
b
v2 b
T (vv3 )
v1
b b
y x
b
x
148
1
3
b. Himpunan S1 adalah suatu bidang dalam ruang R dengan vektor arah 2.
1
Dengan definisi dari T didapat
1
T (S1 ) = k k∈R
2
adalah suatu garis dalam bidang R2 melalui titik asal dengan gradien sama
dengan 2.
c. Himpunan S2 adalah suatu bidang dalam ruang R3 diatas 3 satuan sejajar
dengan bidang-xy. Dalam hal ini
x
T (S2 ) = x, y ∈ R .
y
Jadi image dari S2 adalah seluruh bidang-xy hal ini sesuai uraian T sebagai
suatu proyeksi sebagai mana yang diharapkan.
d. Himpunan S3 adalah bidang-xz dalam ruang R3 . Dalam hal ini didapat
x
T (S3 ) = x∈R
0
yang merukan sumbu-x. Lagi, hal ini sesuai uraian T sebagai suatu proyeksi
sebagai mana yang diharapkan.
Contoh berikut digunakan turunan dari suatu fungsi untuk mendefinisikan suatu
transformasi linier diantara ruang vektor dari polinomial.
Contoh 4
Didefinisikan suatu pemetaan T : P3(R) → P2(R) oleh
d p(x)
T (p(x)) = , ∀p(x) ∈ P3(R).
dx
a. Tunjukkan bahwa T adalah suatu transformasi linier
b. Dapatkan image dari polinomial p(x) = 3x3 + 2x2 − x + 2.
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 149
Jawab
Perhatikan bahwa sebarang p(x) ∈ P3(R) mempunyai bentuk
p(x) = ax3 + bx2 + cx + d,
jadi
d p(x)
T (p(x)) = = 3ax2 + 2bx + c.
dx
d p(x)
Karena dx di P2 (R), maka T adalah suatu pemetaan dari P3(R) ke P2(R).
Proposisi 1
Misalkan suatu transformormasi linier T : V → W , maka T (00V ) = 0W .
Bukti
Karena T adalah transformasi linier didapat
T (00V ) = T (00V +00V ) = T (00V ) + T (00V ).
150
Jawab
Karena 0
0 e 1
T (00R2 ) = T = 0 = ,
0 e 1
maka dengan menggunakan Proposisi 1 pemetaan T bukan suatu transformasi
linier.
Contoh 6
Didefinisikan suatu pemetaan T : Mm×n(R) → Mn×m (R) oleh
T (A) = At , ∀A ∈ Mm×n(R),
Jawab
Sebagai mana diketahui untuk setiap A, B ∈ Mm×n(R), maka (A + B)t = At + Bt .
Dengan demikian didapat
T (A + B) = (A + B)t = At + Bt = T (A) + T (B).
Juga
Contoh 7
Misalkan V adalah suatu ruang vektor atas suatu lapangan K dengan dim(V ) = n
dan
B = v1 ,vv2 , . . . ,vvn
adalah suatu basis terurut untuk V . Misalkan T : V → K n adalah pemetaan yang
memetakan suatu vektor v di V ke vektor koordinatnya di K n relatif terhadap
basis B. Yaitu
T (vv ) = [vv]B .
Pemetaan ini terdefinisi dengan baik sebab vektor koordinat dari v relatif ter-
hadap basis B adalah tunggal. Tunjukkan bahwa pemetaan T adalah suatu peme-
taan linier.
Jawab
Misalkan u dan v sebarang vektor di V dan sebarang k ∈ K. Karena B adalah su-
atu basis terurut, maka dapat dipilih dengan tunggal skalar c1 , . . . , cn dan d1 , . . . , dn
di K yang memenuhi
Fakta bahwa suatu transformasi linier T diantara ruang vektor V dengan ruang
vektor W atas suatu lapangan K mempertahankan kombinasi linier adalah suatu
yang berguna dalam perhitungan ketika T bertindak pada vektor-vektor dari su-
atu basis dari V diketahui. Hal ini dijelaskan dalam contoh berikut.
Contoh 8
Diberikan T : R3 → R2 adalah suatu transformasi linier dan misalkan B adalah
suatu basis terurut baku untuk R3 . Bila
1 −1 0
T (ee1 ) = , T (ee2 ) = dan T (ee3 ) = ,
1 2 1
Jawab
Untuk mendapatkan image dari vektor v tulis vektor tersebut sebagai kombinasi
linier dari vektor-vektor basis terurut B, didapat
v = e1 + 3ee2 + 2ee3 .
Gunakan T pada kombinasi linier tersebut dan gunakan sifat kelinieran dari T ,
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 153
didapat
T (vv) = T (ee1 + 3ee2 + 2ee3 )
= T (ee1 ) + 3T (ee2 ) + 2T (vv3 )
1 −1 0
= +3 +2
1 2 1
−2
= .
9
Contoh 9
Misalkan T : R3 → R3 adalah suatu operator linier dan B adalah suatu basis
terurut untuk R3 diberikan oleh
1 1 1
B = 1 , 2 , 1 .
1 3 2
Bila
1 1 1 −1 1 2
T = 1 = 1 , T = 2 = −2 dan T = 1 = 2 ,
1 1 3 −3 2 4
maka dapatkan
2
T= 3 .
6
Jawab
Karena B adalah suatu basis untuk R3 , pilih skalar k1 , k2 dan k3 yang memenuhi
persamaan
1 1 1 2
k1 1 + k2 2 + k3 1 = 3 .
1 3 2 6
Selesaikan persamaan ini, didapat k1 = −1, k2 = 1 dan k3 = 2. Jadi
2 1 1 1
T 3 = T −1 1 + 2 + 2 1 .
6 1 3 2
154
Kemudian didefinisikan
def def
(S + T )(vv ) = S(vv) + T (vv) dan (kT )(vv ) = k(T (vv)), ∀vv ∈ R2 , k ∈ R.
2
Untuk mengilustrasikan definisi ini, misalkan v = , maka
−1
2 + (−1) 2(2) − (−1) 6
(S + T )(vv ) = S(vv ) + T (vv ) = + = .
−2 2 + 3(−1) −3
Teorema 7.0.1 Misalkan V dan W adalah ruang vektor atas suatu skalar K dan
S, T : V → W adalah transformasi linier. Pemetaan S + T yang didefinisikan oleh
def
(S + T )(vv ) = S(vv ) + T (vv ), ∀vv ∈ V
adalah suatu transformasi linier dari V ke W . Bila c adalah sebarang skalar di K,
maka pemetaan cT didefinisikan oleh
def
(cT )(vv ) = cT (vv ), ∀vv ∈ V
adalah transformasi linier dari V ke W .
Teorema 7.0.2 Misalkan U,V dan W adalah ruang vektor atas suatu lapangan
yang sama. Bila T : V → U dan S : U → W adalah transformasi linier, maka
pemetaan komposisi S ◦ T : V → W , didefinisikan oleh
def
(S ◦ T )(vv ) = S(T (vv )), ∀vv ∈ V
S ◦ T (vv )
Bukti
Untuk membuktikan S ◦ T adalah suatu transformasi linier, misalkan sebarang
vektor v1 dan v2 di V dan sebarang skalar k ∈ K. Gunakan S ◦ T pada kvv1 + v2 ,
didapat
Misalkan V dan W adalah ruang vektor atas suatu lapangan K. Untuk suatu trans-
formasi linier T : V → W ruang null dari T atau disebut juga kernel dinotasikan
oleh N(T ) adalah
N(T ) = {vv ∈ V | T (vv) = 0W } ⊆ V.
Sedangkan range dari T dinotasikan oleh R(T ), didefinisikan oleh
R(T ) = {T (vv ) ∈ W |vv ∈ V } ⊆ W.
Ruang null dari suatu pemetaan linier adalah himpunan semua vektor-vektor di V
yang dipetakan ke vektor nol 0W , sedangkan range adalah himpunan dari semua
image dari pemetaan sebagai mana diberikan oleh gambar berikut.
T T
V W V W
0W
N(T ) R(T )
Teorema berikut menyatkan bahwa ruang null dan range adalah ruang bagian.
Teorema 7.1.1 Misalkan V dan W adalah ruang vektor atas suatu lapangan K
dan T : V → W adalah suatu transformasi linier. Maka
(1) Ruang Null N(T ) adalah ruang bagian dari V .
(2) Range R(T ) adalah ruang bagian dari R(T ).
Bukti
(1) Diberikan sebarang v1 dan v2 di N(T ) dan skalar c ∈ K, maka dengan meng-
gunakan kelinieran didapat
T (cvv1 +vv2 ) = cT (vv1 ) + T (vv2 ) = c00W +00W = 0W .
158
Jadi cvv1 +vv2 di N(T ) dengan demikian N(T ) adalah subruang dari V .
(2) Diberikan sebarang w1 dan w2 di R(T ), maka dapat dipilih v1 dan v2 di
V yang memenuhi T (vv1 ) = w1 dan T (vv2 ) = w2 . Sehingga untuk sebarang
c ∈ K didapat
w1 +w
Jadi cw w2 ∈ R(T ) dengan demikian R(T ) adalah ruang bagian dari ru-
ang vektor W .
Jawab
(a) Ruang N(T ) adalah didapat dengan menjadikan komponen dari imagenya
sama dengan nol. Dengan demikian didapat sistem persamaan linier homo-
gin:
a+b = 0
b−c = 0
a+d = 0
Sistem persamaan linier homogin ini mempunyai banyak penyelesaian diberikan
oleh
−t
t
S= t t ∈ R .
t
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 159
Jadi
* −1 +
1
1 .
N(T ) =
1
Suatu basis di N(T ) hanya memuat satu vektor
−1
1
1
1
akibatnya , dim(N(T )) = 1.
(c) Karena R(T ) adalah suatu ruang bagian dari R3 , maka dim(R(T )) ≤ 3. Aki-
batnya, empat vektor yang dihasilkan dalam (b) adalah bergantungan linier
dan tidak membentuk suatu basis dari R(T ). Perhatikan bahwa tiga vektor
pertama dari vektor-vektor tersebut adalah bebas linier. Jadi
1 1 0
B = 0 , 1 , −1
1 0 0
adalah bebas linier. Dengan demikian B adalah suatu basisi dari R(T ) dan
dim(R(T )) = 3. Perhatikan juga B membangun R3 , jadi R(T ) = R3 .
160
Teorema 7.1.2 Bila V dan W adalah ruang vektor berdimensi hingga atas suatu
lapangan K dan
B = {vv1 ,vv2 , . . . ,vvn }
adalah suatu basis untuk V . Bila T : V → W adalah suatu pemetaan linier, maka
Contoh 3 Misalkan T : R3 → R3 adalah suatu operator linier dan B = {vv1 ,vv2 ,vv3 }
adalah suatu basis untuk R3 yang memenuhi
1 1 2
T (vv1 ) = 1 , T (vv2 ) = 0 , T (vv3 ) = 1 .
0 −1 −1
1
a. Apakah 2 di R(T )?
1
b. Dapatkan suatu basis untuk R(T ).
c. Dapatkan ruang null N(T ).
Jawab
1
a. Dari Teorema 7.1.2 vektor w = 2 di R(T ) bila ada skalar k1 , k2 dan k3 di
1
R yang memenuhi
1
k1 T (vv1 ) + k2 T (vv2 ) + k3 T (vv3 ) = 2 ,
1
yaitu
1 1 2 1
k1 1 + k2 0 + k3 1 = 2 .
0 −1 −1 1
Himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linier ini diberikan oleh
S = {(2 − r, −1 − r, r) | r ∈ R}.
Khususnya bila r = 0, maka k1 = 2, k2 = −1 dan k3 = 0. Jadi w ∈ R(T ).
b. Untuk mendapatkan suatu basis dari R(T ), lakukan operasi baris elementer
matriks
1 1 2 1 0 1
1 0 1 untuk memperoleh 0 1 1 .
0 −1 −1 0 0 0
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 163
Karena koefisien pivot dalam kolom ke-1 dan ke-2, maka suatu basis untuk
R(T ) diberikan oleh
*1 1 +
R(T ) = 1 , 0
.
0 −1
Perhatikan bahwa karena R(T ) dibangun oleh dua vektor yang bebas linier,
maka R(T ) adalah suatu bidang dalam R3 (lihat gambar!).
c. Karena B adalah suatu basis untuk R3 , maka ruang null adalah himpunan
semua vektor k1v1 + k2v2 + k3v3 yang memenuhi
0
k1 T (vv1 ) + k2 T (vv2 ) + k3 T (vv3 ) = 0 .
0
R(T )
x N(T ) y x y
164
Teorema 7.1.3 Diberikan V dan W adalah ruang vektor berdimensi hingga atas
suatu lapangan yang sama yaitu K. Bila T : V → W adalah suatu transformasi
linier, maka
dim(V ) = dim(R(T )) + dim(N(T )).
Bukti Misalkan bahwa dim(V ) = n. Untuk pembuktian teorema ditinjau tiga ka-
sus. Pertama, untuk dim N(T ) = dimV = n. Dalam kasus ini, bayangan (image)
dari setiap vektor di V adalah vektor nol 0W ∈ W , dengan demikian R(T ) = {0V }.
Sehingga didapat
Selanjutnya, untuk 1 ≤ r = dim N(T ) < n. Misalkan v 1,vv2, . . . ,vvr adalah suatu
basis untuk N(T ). Perluas basis ini di V sehingga dapat dipilih vektor-vektor di
V
v r+1 ,vvr+2 , . . . ,vvn
yang semuanya bukan di N(T ) dan memenuhi
R(T ) = h{T (vv 1), T (vv2 ), . . . , T (vvr ), T (vvr+1 ), T (vv r+2 ), . . . , T (vvn )}i .
Jadi
S = h{T (vvr+1 ), T (vvr+2 ), . . . , T (vv n)}i = R(T ).
Untuk menunjukkan bahwa S bebas linier, tinjau persamaan
Tetapi {vv1 ,vv2 , . . . ,vvr } adalah suatu basis di N(T ), maka dapat dipilih skalar
k1 , k2 , . . . , kr di K yang memenuhi
Sehingga didapat
Karena {vv1,vv2, . . . ,vvr ,vvr+1 ,vvr+2, . . . ,vvn} adalah suatu basis di V , maka bebas lin-
ier dan
k1 = k2 = · · · = kr = kr+1 = kr+2 = · · · = kn = 0.
Khususnya didapat kr+1 = kr+2 = · · · = kn = 0. Jadi n − r vektor
Terakhir, untuk N(T ) = {0V }, maka dim(N(T )) = 0. Bila {vv1 ,vv2 , . . . ,vvn } adalah
suatu basis di V , maka dengan menggunakan Teorema 7.1.2 didapat
7.2 Isomorpisma
Banyak ruang vektor yang sudah dibahas deri pandangan aljabar adalah sama.
Dalam bagian ini ditunjukkan bahwa suatu isomorpisma yang merupakan su-
atu transformasi linier khusus dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan di-
antara dua ruang vektor. Secara esensi pembahasan berkaitan dengan pemetaan
satu-satu (injektif) dan pada (surjektif).
Definisi 7.2.1 Misalkan U dan V adalah ruang vektor atas suatu lapangan K dan
T : U → V adalah suatu transformasi linier.
Ketika untuk menunjukkan bahwa suatu pemetaan adalah satu-satu, suatu per-
nyataan ekivelen dapat digunakan. Yaitu, T adalah satu-satu bila T (uu) = T (vv )
berakibat bahwa u = v . Untuk menunjukkan bahwa suatu pemetaan pada, harus-
lah ditunjukkan bahwa bila sebarang v di V , maka ada beberapa elemen u ∈ U
yang memenuhi T (uu) = v .
Maka,
1 1 a1 a1 + b1
T (uu1) = =
−1 0 b1 −a1
dan
1 1 a2 a2 + b2
T (uu 2) = = .
−1 0 b2 −a2
Jadi, bila T (uu1 ) = T (uu2 ), maka
a1 + b1 a2 + b2
= .
−a1 −a2
168
Berikut ini diberikan suatu kegunaan dari ruang null untuk menunjukkan bahwa
suatu transformasi linier adalah satu-satu.
Teorema 7.2.1 Suatu transformasi linier T : U → V adalah satu-satu bila dan
hanya bila ruang null terdiri dari hanya vektor nol di U.
adalah juga suatu basis untuk R(T )? Teorema berikut menjawab pertanyaan ini.
Juga, karena T adalah satu-satu, maka berdasarkan Teorema 7.2.1 didapat N(T ) =
{00U }, jadi
c1u 1 + c2u 2 + · · · + cnu n = 0U .
Karena B = {uu1,uu2 , · · · ,uun } adalah bebas linier, maka c1 = c2 = · · · = 0. Dengan
demikian
{T (uu1 ), T (uu 2), . . . , T (uu n)}
adalah bebas linier dan karena
maka
{T (uu1 ), T (uu 2), . . . , T (uu n)}
adalah suatu basis untuk R(T ).
Definisi 7.2.2 Misalkan U dan V adalah ruang vektor atas suatu lapangan K dan
T : U → V adalah suatu transformasi linier dimana T adalah satu-satu dan pada
(bijektif), maka T dinamakan isomorpisma. Dalam hal ini ruang vektor U dan
V adalah isomorpik dan dinotasikan sebagai U ∼= V.
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 171
Teorema berikut merupakan hasil utama bahasan pada bagian ini yang berkaitan
dengan ruang vektor berdimensi hingga.
Teorema 7.2.3 Bila V adalah ruang vektor atas suatu lapangan K berdimensi n,
maka V dan K n adalah isomorpik.
Bukti Misalkan B = {vv1,vv2, . . . ,vvn } adalah suatu basis terurut untuk V . Misalkan
T : V → K n adalah transformasi koordinat didefinisikan oleh T (vv) = [vv]B . Di-
tunjukkan bahwa T adalah isomorpisma. Pertama ditunjukkan bahwa T adalah
satu-satu. Misalkan bahwa T (vv ) = 0 K n . Karena B adalah suatu basis, dapat dipi-
lih secara tunggal skalar c1 , c2 , . . . , cn yang memenuhi
Jadi,
c1 0
c 0
2
T (vv) = [vv ]B = .. = .. ,
. .
cn 0
terlihat bahwa c1 = c2 = · · · = cn = 0. Dengan demikian N(T ) = {00V }, jadi T
172
Definisi 7.2.3 Misalkan U dan V adalah ruang vektor atas suatu lapangan K dan
T : U → V adalah suatu transformasi linier satu-satu. Pemetaan
T −1 : R(T ) → U,
didefinisikan oleh
Proposisi 7.2.2 Misalkan U dan V adalah ruang vektor atas suatu lapangan K
dan T : U → V suatu pemetaan linier satu-satu. Maka pemetaan T −1 : R(T ) → U
adalah juga suatu transformasi linier.
Bukti Misalkan v 1,vv2 ∈ R(T ) dan skalar c ∈ K. Pilih vektor u 1 ,uu2 ∈ U yang
memenuhi v 1 = T (uu1 ) dan v 2 = T (uu2). Karena T adalah suatu pemetaan linier
maka
T (cuu1 +uu2 ) = cT (uu 1) + T (uu2 ) = cvv1 +vv2 .
Jadi
T −1(cvv 1 +vv2 ) = cuu1 +uu2 = cT −1 (vv1 ) + T −1(vv 2).
Akibatnya T −1 adal suatu pemetaan linier.
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 173
Teorema 7.2.4 Bila U dan V adalah ruang vektor berdimensi n atas suatu lapa-
ngan K, maka U dan V adalah isomorpik.
φ
T2
V
Gambar 7.1: φ = T2−1 ◦ T1 : U → V
φ = T2−1 ◦ T1 : U → V.
Untuk menunjukkan bahwa φ adalah pemetaan linier, ingat bahwa T2−1 adalah
pemetaan linier (Proposisi 7.2.2). Dengan menggunakan Teorema 7.0.2, maka
komposisi T2−1 ◦ T1 adalah suatu pemetaan linier. Pemetaan φ adalah satu-satu
dan pada sebab berdasarkan Gambar 7.1 maka φ = T2−1 ◦ T1 . Jadi φ adalah suatu
isomorpisma, akibatnya U ∼= V.
Contoh 7.2.3 Diberikan ruang vektor P2(R) dan ruang vektor mariks simetri
a b
S2×2 (R) = a, b, c ∈ R .
b c
Jawab Misalkan basis terurut baku di P2(R) dan S2×2(R) masing diberikan oleh
3 0 0 0 1 1 0
B1 = {1, x, x } dan B2 = , , .
0 1 1 0 0 0
Misalnya,
Matriks sudah memainkan peranan penting dalam kajian aljabar linier. Dalam
bagian ini dijelaskan keterkaitan diantara matriks dengan transformasi linier. Un-
tuk mengilustrasikan ide ini, misalkan diberikan sebarang matriks A berukuran
m × n, dapat didefinisikan suatu transformasi linier T : Rn → Rm diberikan oleh
T (vv) = Avv, ∀vv ∈ Rn .
Dalam Contoh 87, telah ditunjukkan bahwa suatu transformasi linier T : R3 → R2
adalah secara lengkap ditentuknan oleh image dari vektor-vektorkoordinat
e 1 ,ee2
v1
dan e 3 di R3 . Kuncinya adalah mengenali sebarang vektor v = v2 di R3 bisa
v3
ditulis secara tunggal sebagai
v = v1e1 + v2e2 + v3e3 ,
sehingga didapat
T (vv ) = v1 T (ee 1) + v2 T (ee2 ) + v3 T (ee 3 ).
Dalam contoh ini, T telah didefinisikan, sehingga didapat
1 −1 0
T (ee 1) = , T (ee2 ) = , dan T (ee 3) = .
1 2 1
Selanjutnya,matriks A adalah berukuran 2 × 3 yang mempuyai kolom-kolom
adalah T (ee1 ), T (ee 2) dan T (ee3 ). Maka untuk sebarang v ∈ R3 didapat
1 −1 0
T (vv ) = v = Avv.
1 2 1
Terlihat bahwa transformasi linier T diberikan oleh suatu perkalian matriks.
Umumnya, bila T : Rn → Rm adalah suatu transformasi linier, maka adalah me-
mungkinkan untuk menulis
T (vv) = Avv ,
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 177
Berikut ini secara rinci dibahas representasi matriks dari suatu pemetaan linier.
Misal V dan W adalah ruang vektor masing-masing dengan basis terurut
Misalkan dalam Kesimpulan 7.3.2 ruang vektor V = W , B dan B′ adalah dua basis
terurut yang berbeda untuk V dan T : V → V adalah suatu operator identitas yaitu
′ ′
T (vv) = v , ∀vv ∈ V . Maka [T ]BB adalah suatu matriks perubahan basis [I]BB (matriks
transisi) yang telah dibahas dalam Bagian 5.8.
Jawab
a. Misalkan B = {ee1 ,ee2 ,ee3 } adalah basis baku untuk R3 . Karena
1 0 0
[T (ee1 )]B = 0 , [T (ee 2)]B = −1 dan [T (ee3 )]B = 0 ,
0 0 1
180
maka
1 0 0
[T ]B = 0 −1 0 .
0 0 1
b. Karena B adalah basis baku untuk R3 , maka
1
[vv]B = v = 2 .
3
Sehingga didapat
1 0 0 1 1
T (vv) = [T (vv )]B = 0 −1 0 2 = −2 .
0 0 1 3 3
1. Untuk basis B = {vv1 ,vv2 , . . . ,vvn}, dapatkan T (vv 1), T (vv2 ), . . . , T (vv n).
2. Dapatkan masing-masing koordinat dari T (vv 1), T (vv2 ), . . . , T (vvn ) relatif ter-
hadap basis
B′ = {w
w1 ,w wm }.
w2 , . . . ,w
Yaitu, dapatkan
[T (vv1 )]B′ , [T (vv 2)]B′ , . . . , [T (vvn )]B′ .
3. Hitung [vv]B .
4. Hitung koordinat dari T (vv ) relatif terhadap basis B′ melalui
c1
B ′ c2
[T (vv)]B′ = [T ]B [vv]B = .. .
.
cm
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 181
Jawab
Jawab Karena basis baku untuk P2(R) adalah B = {1, x, x2 }, maka pertama di-
hitung
Karena basis baku untuk P3(R) adalah B′ = {1, x, x2 , x3 }, maka koordinat dari
vektor T (1), T (x), T (x2 ) relatif terhadap basis B′ adalah:
0 −2 0
, [T (x)]B′ = 0 dan [T (x2 )]B′ = −4 .
1
[T (1)]B′ = 0 1 2
0 0 1
0 0 1
Sehingga koordinat dari image dari p(x) oleh pemetaan T relatif terhadap basis
B′ diberikan oleh
0 −2 0 6
1
B′
1 0 −4 −3
[T (p(x))]B = [T ]B [p(x)]B =
′ −3 = .
0 1 2 −1
1
0 0 1 1
Sehingga didapat
T (p(x)) = 6 − 3x − x2 + x3 ,
hasil ini sesuai dengan penghitungan langsung T (p(x)).
Akibat 7.3.1 Misalkan V dan W adalah ruang vektor berdimensi hingga dengan
masing-masing basis terurut B dan B′ . Bila S dan T adalah transformasi linier
′ ′ ′
dari V ke W , maka 1. [S + T ]BB = [S]BB + [T ]BB
′ ′
2. [kT ]BB = k[T ]BB , untuk sebarang skalar k ∈ K.
Akibat 7.3.2 Misalkan U,V dan W adalah ruang vektor berdimensi hingga de-
ngan masing-masing basis terurut B, B′ dan B′′ . Bila T : U → V dan S : V → W
adalah transformasi linier, maka
′′ ′′ ′
[S ◦ T ]BB = [S]BB′ [T ]BB .
[T n ]B = ([T ]B)n .
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 185
Kesimpulan 7.3.4 Misalkan T adalah suatu operator linier yang mempunyai in-
vers pada suatu ruang vektor V berdimensi hingga dan B adalah suatu basis teru-
rut untuk V . Maka
[T −1 ]B = ([T ]B)−1 .
7.4 Similaritas
[vv]B1 [T (vv)]B1
[T ]B1
P P−1
[T ]B2
[vv]B2 [T (vv)]B2
Contoh 7.4.1 Misalkan bahwa T, B1 dan B2 adalah operator linier dan basis-
basis terurut sebagaimana dalam Contoh 7.4.1. Maka
1 1
[T ]B1 = .
−2 4
Gunakan Teorema 7.4.1 untuk menyelidiki bahwa
2 0
[T ]B2 = .
0 3
Jawab Karena B1 adalah basis baku untuk R2 , maka matriks transisi dari B2 ke
B1 adalah
1 1
P = [I]BB12 = ,
1 2
sehingga didapat
−1 2 −1
P = .
−1 1
Jadi,
2 −1 1 1 1 1 2 0
P−1 [T ]B1 P = = = [T ]B2 .
−1 1 −2 4 1 2 0 3
188
Jawab Karena
2 −4 1 −1
T = dan T = ,
−1 5 0 3
didapat
−4 −1 −5 −3
[T ]B1 = = .
5 B 3 B 6 5
1 1
matriks transisi dari B2 ke B1 adalah
1 −1 1 −1
P = [I]BB12 = =
−1 B 3 B −1 2
1 1
Secara umum, bila A dan B matriks persegi adalah representasi untuk opera-
tor linier yang sama, maka kedua matriks tersebut dinamakan similar. De-
ngan menggunakan Teorema 7.4.1 dapat didefinisikan similaritas untuk matriks-
matriks persegi tampa merujuk pada suatu operator linier.
Definisi 7.4.1 Misalkan A dan B matriks berukuran n × n. Dikatakan bahwa A
similar dengan B bila ada suatu matriks P yang punya invers sedemikian hingga
B = P−1AP.
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 189
Pengertian dari similaritas menjelaskan suatu relasi diantara matriks persegi yang
mempunyai sifat:
Misalkan v r+1 , . . . ,vvm adalah suatu basis terurut dari N(T ). Perluas basis ini
sampai diperoleh basis terurut
wr ∈ R(T )
w 1, . . . ,w
yang memenuhi
T (vv 1 ) = w 1 , . . . , T (vvr ) = w r .
Jelas bahwa vektor-vektor w 1 , . . . ,w
wr adalah suatu basis terurut dari R(T ). Se-
lanjutnya perluas basis ini sampai diperoleh basis terurut
B′ = w 1 , . . . ,w
wr ,w
wr+1 , . . . ,w
wn
dari ruang vektor W . Jadi, terhadap basis terurut B dari ruang vektor V dan basis
terurut B′ dari ruang vektor W , pemetaan T didefinisikan oleh
Contoh 7.5.1 Misalkan representasi matriks dari suatu pemetaan linier terhadap
basis baku terurut, diberikan oleh:
1 2 3
A = 2 3 1 .
3 5 4
Dapatkan basis-basis terurut dari V dan W supaya dengan basis-basis ini pemetaan
linier mempunyai representasi matriks berbentuk normal diagonal satuan.
adalah basis terurut dari ruang vektor W . Selanjutnya selidiki dengan basis-
basis terurut B dan B′ , matriks representasi berbentuk normal diagonal satuan
sebagaimana berikut ini. Persamaan-persamaan yang memberikan matriks
P−1 = (I, B, B)
Teorema 7.6.1 Bila T : U → U suatu pemetaan linier dan masing masing matriks
A = (T, B, B) dan Ā = (T, B, B) adalah representasi dari T dengan basis terurut
yang berbeda, maka nilai-eigen dari A sama dengan nilai-eigen dari Ā.
Untuk λ1 = 2 didapat:
2 −1 x1 0 1
= ⇒ x2 = 2x1 ⇒ x 1 = ,
2 −1 x2 0 2
Pendiagonalan matriks persegi merupakan suatu alat yang berguna bagi matriks
yang bisa didiagonalkan dan banyak aplikasinya. Berikut ini diberikan sifat me-
ngenai pendiagonalan suatu matriks persegi.
Jadi matriks
Q = [xx 1 |xx2 | . . . |xxn ]
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 195
dengan
1 1
λ1 = 2, x 1 = dan λ2 = 1, x 2 = .
2 1
Untuk matriks
1 1
Q = [xx1 x 2 ] =
2 1
didapat
−1 −1 1 0 1 1 1 2 0
Ā = Q AQ = = .
2 −1 −2 3 2 1 0 1
atau
p(λ) = λ(λ2 − 6λ) + 11λ − 6 = λ3 − 6λ2 + 11λ − 6 = (λ − 3)(λ − 2)(λ − 1).
Didapat λ1 = 3, λ2 = 2 dan λ3 = 1. Sehingga didapat pasangan eigenvalue-
eigenvektor:
1 1 1
λ1 = 3,xx1 = 3 ; λ2 = 2,xx2 = 2 ; λ3 = 1,xx3 = 1 .
9 4 1
dan
1 1 1 1 − 32 12
Q = [xx1 x 2 x 3] = 3 2 1 ⇒ Q−1 = −3 4 −1 .
9 4 1 3 − 25 12
Matriks Ā = Q−1 AQ adalah matriks diagonal dengan elemen-elemen diagonal
λ1 = 3, λ2 = 2 dan λ3 = 1.
198
MATRIKS INVARIAN
Suatu matriks persegi invarian adalah suatu sifat dari matriks yang tidak berubah
bila matriks ditransformasi dengan suatu cara tertentu. Eigenvalue-eigenvalue
dari suatu matriks adalah invarian dibawah suatu transformasi kesemilaran, be-
gitu juga trace dan determinannya. (Trace suatu matriks A adalah jumlah keselu-
n
ruhan eleme-elemen diagonalnya: tr(A) = ∑ ai,i ).
i=1
Teorema 7.7.3 Bila λ adalah eigenvalue dari matriks A, maka λ juga eigenvalue
dari suatu matriks PAP−1
Bukti Misalkan
Axx = λxx dan y = Pxx
dengan P matriks yang punya invers, jadi x = P−1y . Sehingga didapat
Teorema 7.7.4 Bila ABC adalah hasil kali matriks persegi, maka tr(ABC) =
tr(BCA).
Bukti !
n n
(ABC)i,l = ∑ ∑ ai, j b j,k ck,l .
k=1 j=1
Didapat
!!
n n n n
tr(ABC) = ∑ (ABC)i,i = ∑ ∑ ∑ ai, j b j,k ck,i
i=1 i=1 k=1 j=1
!!
n n n
= ∑ ∑ ∑ b j,k ck,iai, j = tr(BCA).
j=1 i=1 k=1
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 199
Teorema 7.7.5 Trace dan determinan dari suatu matriks persegi adalah invarian
dalam suatu tranformasi similar. Lagi pula bila matriks A dapat didiagonalkan
dengan eigenvalue λi , i = 1, . . . , n, maka
n n
tr(A) = ∑ λi dan det(A) = ∏ λi .
i=1 i=1
Bukti Dari hasil sebelumnya, tr(PAP−1 ) = tr(P−1 PA) = tr(A). Sehingga dida-
pat
det(PAP−1 ) = det(P)det(A)det(P−1)
= det(A)(det(P)det(P−1 ))
= det(A)det(PP−1 )
= det(A)det(I) = det(A).
Jelas bahwa bila PAP−1 = Ā dengan Ā matriks diagonal dengan elemen-elemen
diagonal λi , i = 1, . . . , n, maka
n n
tr(A) = ∑ λi dan det(A) = ∏ λi .
i=1 i=1
Sehingga didapat
* 0 +
2 −1 0
E4 (R3 ) = ker( 0 2 0 ) = 0
0 0 0 1
dan
0 −1 0 * 1 +
E2(R3 ) = ker( 0 0 0 ) = 0 .
0 0 −2 0
Terlihat bahwa untuk λ = 4 multiplisitas geometri = multiplisitas aljabar, tetapi
untuk λ = 2 multiplisitas geometri < multiplisitas aljabar. Dengan demikian
matriks A tidak dapat didiagonalkan.
Bukti Bila PAP−1 = D dimana matriks D adalah matriks diagonal dengan elemen-
elemen diagonal λi , i = 1, . . . , n adalah eigenvalue-eigenvalue dari matriks A.
Maka didapat :
7.8 Orthogonal
Misalkan V suatu ruang vektor atas lapangan riil R. Hasil kali dalam riil (real
inner product) juga dinamakan bilinier adalah fungsi dari V×V ke R dinotasikan
oleh hu, vi yang memenuhi
, huu,uui ≥ 0 untuk semua u ∈ V dan huu,uui = 0 bila dan hanya bila u = 0 (semi
definit positip).
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 203
Bila
x = (x1 , . . . , xn )′ , y = (y1 , . . . , yn )′ ∈ Rn ,
maka hasil kali dalam baku diberikan oleh
n
∑ xiyi
def
hxx,yyi =
i=1
(juga dinamakan dot product dalam geometri Euclide). Bila vektor-vektor x dan
y disajikan dalam vektor kolom, maka
hxx,yyi = x′y.
Suatu norm dari ruang vektor V ke lapangan riil R adalah suatu fungsi dino-
tasikan oleh k · k yang memenuhi
kvvk ≥ 0 untuk semua v ∈ V dan kvvk = 0 bila dan hanya bila u = 0 (Definit
2
positip).
krvvk = |r| kvvk untuk semua v ∈ V, r ∈ R
2
kuu +vvk ≤ kuuk + kvvk untuk semua u ,vv ∈ V (Pertaksamaan segitiga).
2
NORM EUCLIDE
∑ |ui|
def p
kuuk p =
i=1
kuuk = ∑ |ui| 2
i=1
- Suatu himpunan dari vektor-vektor adalah orthogonal bila setiap dua pasang
vektor orthogonal.
u
Setiap vektor u ∈ V bisa dinormalisir kedalam bentuk .
kuuk
adalah orthogonal. Himpunan yang terakhir ini dapat dijadikan orthonormal se-
bagai mana himpunan berikut ini
1 1 ′ 1 1 ′
√ ,√ , −√ , √ .
2 2 2 2
dimana x∗ adalah konjuget dari x bila x adalah bilangan kompleks. Suatu basis
orthonormal dari suatu ruang vektor mempunyai beberapa kemanfaatan dan basis
baku dari ruang vektor Rn adalah orthonormal, yaitu basis baku dari ruang vektor
R3 adalah himpunan
(1, 0, 0)′ , (0, 1, 0)′ , (0, 0, 1)′ .
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 205
Teorema 7.8.1 Bila matriks A simetri dengan elemen-elemen riil dan berlaku
Axx = λxx
MATRIKS ORTHOGONAL
A−1 = A′ .
Teorema 7.8.3 Bila Bi dan K j masing-masing menyatakan baris ke-i dan kolom
ke- j dari suatu matriks orthogonal A berukuran n × n, maka
{Bi , i = 1, . . . , n} dan {K j , j = 1, . . . , n}
maka
0 1 0 0 0 1 1 0 0
AA′ = 0 0 1 1 0 0 = 0 1 0 = I
1 0 0 0 1 0 0 0 1
. Juga dapat dicek bahwa A′ A = I. Jadi A adalah matriks orthogonal.
208
maka
0 − √1 √1
0 1 0 1 0 0
2 2 1
′
0 − √2 0
√1
AA = 1 0 2 = 0 1 0 =I .
0 √1 √1 √1 0 √1 0 0 1
2 2 2 2
Teorema 7.8.4 Suatu pemetaan linier yang direpresentasikan oleh suatu matriks
orthogonal adalah mempertahankan jarak dari suatu vektor, yaitu bila A suatu
matriks orthogonal, maka kAxxk = kxxk untuk semua x ∈ Rn .
didapat
kxxk2 = x ′x .
Oleh karena itu
maka dapat ditunjukkan bahwa kAxx k = kxxk sebagai mana berikut ini:
1
0 − √ √ 1
1 1
− √ x2 + √ x3
x1
2 2 2 2
x2 =
1 0 0 x1 =
1 1 x3 1 1
0 √ √ √ x2 + √ x3
2 2 2 2
r
1 1 1 1
(− √ x2 + √ x3 )2 + x21 + ( √ x2 + √ x3)2 =
2 2 2 2
r
1 2 1 1 1
x2 − x2x3 + x23 + x21 + x22 + x2 x3 + x23
2 2 2 2
q
x21 + x22 + x23 = kxx k.
KOMENTAR:
√ √ √
λ 0 λ−1 − 2
√1 2 1 2
A= ⇒ − √ = √ .
2 2 0 λ 2 2 − 2 λ−2
√
− 2 1
√ .
x1 = dan x2 =
1 2
Sehingga diperoleh
√
2 1
√
−√ 3
x1 3 x2
= dan = .
kxx1 k kxx2k √
1 2
√ √
3 3
Bila matriks
x1 x2
P= ,
kxx1 k kxx2 k
berikut
√ √
2 1 2 1
− √3 √3 √ − √3 √3
1 2
√
√ =
√ 2 2
1 2 1 2
√ √ √ √
3 3 3 3
√ √ √
2 2 2 2 2 1
− √3 + √3 − √3 + √3 − √3 √3
=
√ √ √
1 2 2 2 2 1 2
√ +√ √ + √ √ √
3 3 3 3 3 3
√
2 1
0 0 − √3 √3
√
0 0
√ = 0 3
3 3 2
√ √ 1 2
3 3 √ √
3 3
CATATAN:
Terlihat bahwa hxx1 ,xx3 i = hxx 2,xx3 i = 0 tetapi hxx1,xx2 i = 1 6= 0. Penormalan dari x 2
dan x 3 didapat :
1√
0
√ 3 √3
x2 x 3
p2 = = 12 √2 dan p 3 = = 13 √3 .
kx 2 k
x kx 3 k
x
− 12 2 1
3 3
Untuk memperoleh suatu vektor x̄1 supaya hx̄x̄1 ,xx2 i = 0, sebagai berikut. Misal-
kan x̄1 + axx2 = x1, didapat
atau
hxx1 ,xx2 i
hx̄x̄1 ,xx2 i + a hxx2 ,xx2 i = hxx1,xx2 i ⇒ a = .
hxx2 ,xx2 i
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 213
Sehingga didapat
hxx1 ,xx2i
x̄1 = x 1 − x 2.
hxx2 ,xx2i
Jadi
1 0 1
1
x̄1 = 0 − 1 = − 12 .
2
−1 −1 − 12
Dengan menormalkan vektor x̄1 didapat:
q
1 3
3 2
x̄1 1 q3
−3 q2
p1 = = .
kx̄x̄1 k 1
3
−
3 2
Jadi matriks P = [pp1 | p2 | p3] diberikan oleh:
2
q
3 1
√
0 3
3 q2 3
1 3 1√ √
P = − 3 2 2 2 31 3 ⇒ P′ P = I = PP′ (P matriks orthogonal).
1
q
3 1
√ 1√
−3 2 −2 2 3 3
Sehingga didapat :
q
q √
2 3 1 q3 1
q
3
2 3
0 1
3
3 2 − 1 −1 −1 3 q2 √
3
√
3√ 2 3
√ 3
P′ AP =
0 1
− 12√ 2 −1 1 −1 − 13 32 1
2 1
3
√ 2 √2 q 2
√
3
√
1
3 1
3 1
3 −1 −1 1 1 3
3 3 3 3 2 − 21 2 1
3 3
2 0 0
= 0 2 0
0 0 −1
Jawab eksak dari persamaan ini tidak ada. Dalam hal ini, selalu bisa dida-
pat penyelesaian pendekatan x melalui penggantian y dengan vektor ŷ di ruang
kolom dalam A yang dekat dengan y dan sebagi penggantinya selesaikan per-
samaan Axx = ŷ .
Untuk kasus yang diberikan dalam Persamaan 7.13 ruang kolom dari A adalah
span
3
W= r r∈R .
1
3
Dengan demikian dipilih ŷ = r sehingga panjang
1
2 3
kyy − ŷ k = −r
2 1
sekecil mungkin. Gambar berikut secara geometri menjelaskan pilihan dari
vektor ŷ .
216
PEMBAHASAN MASALAH :
y ∈ Rn = W ⊕W ⊥
sebagai
y = y 1 +yy2 ,
dengan y 1 ∈ W dan y 2 ∈ W ⊥ , maka y 1 dinamakan proyeksi dari y pada W dan
dinotasikan oleh y 1 = Proyw(yy ). Selanjutnya diselesaikan masalah persamaan
linier
6 3 x1 2
= .
2 1 x2 2
3
Berikutnya pilih ruang bagian W = sehingga didapat ruang bagian
1
orthogonal
−1
W⊥ = .
3
Jadi
2 4 3 2 −1
= + .
2 5 1 5 3
Untuk meminimumkan panjang
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 217
2 3
kyy − ŷ k =
2 − r
1
4 3 2 −1 3
=
5 1 + − r
5 3 1
4 3 2 −1
,
=
( − r) +
5 1 5 3
3 −1 4
dan karena dan orthogonal, maka haruslah r = . Dengan demikian
1 3 5
didapat
2 4 3 6 4 3
y ′ = Proyw = =0 + .
2 5 1 2 5 1
4
Terlihat bahwa penyelesaian pendekatan adalah x1 = 0 dan x2 = .
5
Teorema 7.9.1 Misalkan W suatu ruang bagian dari Rn , maka vektor ŷ ∈ W yang
dekat ke y ∈ Rn adalah y ′ = Proyw (yy ).
Suatu cara singkat untuk menentukan proyeksi dari suatu rauang bagian W yang
dibangun hanya oleh satu vektor w , dengan V = W ⊕W ⊥ diberikan oleh
< y ,w
w>
Proyw (yy) = w. (7.14)
< w ,w
w>
Dalam hal ini adalah:
218
< y ,w
w>
1. w ∈ W.
< w ,ww>
< y ,ww>
2. y − w ∈ W⊥
< w ,w w>
< y ,w
w> < y ,w
w>
3. y = w+ y− w
< w ,ww> < w ,w
w>
Persoalan sebelumnya dapat diselesaikan menggunakan hasil dalam (7.14) dida-
pat
2 2.3 + 2.1 3 4 3
Proyw = = .
2 3.3 + 1.1 1 5 1
Teorema 7.9.2 Misalkan W suatu ruang bagian dari Rn dibangun oleh basis or-
thogonal
w 1, . . . ,w
wk
dan misalkan y ∈ Rn , maka
hyy,w
w1 i hyy,w
wk i
Proyw (yy) = w1 + . . . + w . (7.15)
hw
w1 ,ww1 i hw wk i k
wk ,w
Bukti Misalkan
hyy,w
w1i hyy,w
wk i
y1 = w1 + . . . + w .
hw
w1 ,ww1 i hw wk i k
wk ,w
Maka untuk 1 ≤ i ≤ k didapat
hyy,w
wi i
hyy −yy1 ,w
wi i = hyy,w
wi i − hw wi i = 0.
wi ,w
hw wi i
wi ,w
Jadi
y −yy1 ∈ W ⊥ dan y 1 = Proyw (yy ).
Bila W suatu ruang bagian dari Rn dengan basis orthonormal
w 1 , . . . ,w
wk ,
maka Persamaan (7.15) menjadi
Proyw (yy ) =< y ,w
w1 > w 1 + . . . + < y ,w
wk > w k . (7.16)
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 219
Contoh 7.9.2 Dapatkan elemen dari ruang bagian W yang dekat dengan vek-
tor (1, 2, 3)′ , yang mana W dibangun oleh vektor-vektor (1, 2, −1)′ , (−1, 4, 1)′ .
Dari gambar diatas, vektor p di bidang W = h{(1, 2, −1)′ , (−1, 4, 1)′ }i adalah
proyeksi vektor (1, 2, 3)′ pada bidang W = h{(1, 2, −1)′ , (−1, 4, 1)′ }i. Dengan
menggunakan proses Gram-Schmidt, didapat basis orthonormal:
1 1
√ (1, 2, −1)′ , √ (−1, 1, 1)′ .
6 3
Sehingga proyeksi dari (1, 2, 3)′ pada W adalah:
1 1 −1
1 1 1 1
Proyw 2 = √ (1 + 4 − 3) √ 2 + √ (−1 + 2 + 3) √ 1
3 6 6 −1 3 3 1
1 −1 −1
1 4
= 2 + 1 = 2 .
3 3
−1 1 1
Sehingga didapat vektor
1 −1 2
2 = 2 + 0 ∈ W ⊕W ⊥ ,
3 1 2
1 1 −1
elemen dari W dekat ke 2 adalah Proyw 2 = 2 .
3 3 1
220
Contoh 7.9.3 Misalkan dipunyai suatu supply dari 5000 unit S, 4000 unit T dan
2000 unit U. Bahan digunakan dalam pabrik untuk memproduksi P dan Q. Bila
setiap unit dari P menggunakan 2 unit S, 0 unit T dan 0 unit U; dan setiap unit
dari Q menggunakan 3 unit S , 4 unit T dan 1 unit U. Berapa banyak unit p dari
P dan q dari Q yang harus dibuat supaya keseluruhan supply digunakan?
Jawab Model matematika dari persoalan yang ada diberikan oleh persamaan:
2 3 5000
0 4 p = 4000 .
q
0 1 2000
Persamaan dari model tidak mempunyai jawab eksak (analitik) sebab vektor
5000
4000
2000
bukan merupakan kombinasi linier dari vektor- vektor
2
0
0
dan
3
4 .
1
Untuk meyelesaikan persamaan secara pendekatan, dilakukan hal berikut: Cari
vektor didalam ruang bagian W yang merupakan bentuk kombinasi linier
2 3
p 0 +q 4
0 1
yang dekat dengan vektor
5000
4000
2000
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 221
Sehingga diperoleh:
5000 1 0
16000 2000 1
Proyw 4000 = 5000 0 + ( √ + √ )√ 4
2000 0 17 17 17 1
1 0
18000
= 5000 0 + 4
17
0 1
2 3
3 18000 18000
= (2500 − ( )( )) 0 + 4 .
2 17 17
0 1
3 18000 18000
Terlihat bahwa p = 2500 − ( )( ) = 911.76 dan q = = 1058.82.
2 17 17
dan hitung
5000
A− 4000 .
2000
Jawab Ruang kolom orthonormal dari matriks A adalah span dari vektor-vektor:
1 0
1
w 1 = 0 ,w
w2 = √ 4 .
0 17 1
Sehingga didapat
1 1 0 0 0 0
Proyw 0 = 0 , Proyw 1 = 16 , Proyw 0 = 4 .
17 17
0 0 0 4 1 1
17 17
diberikan oleh
5000 1 6 3
5000
p − − 911.76
= A− 4000 = 2 417 134 4000 = .
q 0 17 17 1058.82
2000 2000
Contoh 7.9.5 Dengan general invers cari garis lurus y = ax + b yang paling
mendekati titik
(1, 2), (2, 3) dan (3, 1).
Jawab
1 1 −1
1 1 2
2 1 a = 3 ⇒ A− =
1 2 3
2 1
1 2 3
b 1 1 1 1 1 1
3 1 1 3 1
2 1 2 1 1
2
− 2 −1 1 2 3 − 2 0 2
A 3 = 7
3 = 4 1 2
3
−1 3 1 1 1 3 3 − 3
1 1 1
Didapat a = −1 + 12 = − 21 dan b = 83 + 1 − 32 = 3.
9a + 3b + c = 0, 4a + 2a + c = 0, a + b + c = 2, a − b + c = 12
224
- Psedo invers dan General Invers secara umum berbeda. Umumnya Psedo
invers matrix berukuran m × n, sedangkan General invers matriks persegi.
- Misalkan matriks A berukuran m × n. Bila kolom-kolom dari A bebas linear,
maka dijamin matriks (A′ A)−1 jadi matriks A dijamin mempunyai General
Invers yang diberikan oleh A− = (A′ A)−1 A′ .
- Sebaliknya bila kolom-kolom matriks A tidak bebas linear, maka (A′ A)−1
tidak ada. Jadi persoalan Axx = y tidak bisa diselesaiakan dengan cara ge-
neral invers x = (A′ A)−1 A′y . Hal ini bisa diselesaikan dengan cara psedo
invers sebagaimana pada Contoh 7.9.4.
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 225
Nilai eigen dari A didapat dari polininomial karakteristik matriks A yatitu p(λ)
dengan menyelesaikan det(λ I − A) = 0, didapat
p(λ) = λ3 − 17 λ2 + 90 λ − 144
= (λ − 8) (λ − 6) (λ − 3) .
226
maka dapat ditunjukkan bahwa proyeksi x pada huu1 i adalah (uu1u ′1)xx sebagai
berikut 1 1
1
2 − 2 0 1 −2
′
(uu 1u 1 )xx = − 21 12 0 2 = 12
0 0 0 3 0
Sedangkan proyeksi dari x pada huu1i diberikan oleh
(hxx,uu1 i / huu1,uu1 i)uu 1,
yaitu:
1
−√ − √1
− 21
1 2 1 2
(hxx,uu1 i / huu1 ,uu1 i)uu 1 = 1 2 3 √ √ = 12
2 2
0
0 0
Terlihat bahwa
(uu 1u ′1 )xx = (hxx,uu1 i / huu1 ,uu1i)uu1 .
Juga bisa ditunjukkan bahwa vektor
x − (uu 1u ′1 )xx
orthogonal dengan vektor u 1 dan
x = (uu1u ′1 )xx + (xx − (uu1u ′1 )xx ).
Vektor x − (uu1u ′1 )xx dan u 1 adalah
− √1
3
2 2
x − (uu1u ′1 )xx = 32 dan u1 = √1 .
2
3 0
Latihan:
BENTUK KUADRAT
Bentuk kuadrat memainkan suatu peranan penting dalam masalah optimasi. Se-
bagai motifasi dan ide bentuk kuadrat, diberikan contoh berikut. misalkan fungsi
dari R2 ke R diberikan oleh
q((x1 , x2 )′ ) = 8x21 − 4x1x2 + 5x22
Tentukan apakah q((0, 0)′ ) = 0 adalah maksimum global atau minimum global
atau tidak kedua-duanya. Ingat bahwa q((0, 0)′ ) adalah minimum global bila
q((0, 0)′ ) ≤ q((x1 , x2 )′ )
untuk semua (x1 , x2 )′ ∈ R2 . Maksimum global didefinisikan dengan cara analogi
(mengganti ≤ dengan ≥).
Ada beberapa cara untuk menyelesaikan masalah pada contoh yang diberikan.
Disini akan digunakan matriks untuk menyelesaikannya. Dalam hal ini, dapat
ditulis
x
q 1 = 8x21 − 4x1x2 + 5x22
x2
8x1 − 2x2
= x1 x2
−2x1 + 5x2
8 −2 x1
= x1 x2
−2 5 x2
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 229
Selanjutnya dari ide yang telah dibahas disajikan lebih general sebagai berikut.
Suatu fungsi dari Rn ke R yaitu
q((x1 , x2 , . . . , xn )′ )
230
dinamakan suatu bentuk kuadrat bila ia adalah suatu kombinasi linear dari bentuk
xi x j dengan i mungkin sama dengan j. Suatu bentuk kuadrat dapat ditulis sebagai
q(xx ) = hxx , Axx i = x′ Axx ,
untuk suatu matrik simetri A tunggal yang dinamakan matriks dari q. Himpunan
Qn dari bentuk kuadrat
q((x1 , x2 , . . . , xn )′ )
adalah suatu ruang bagian dari ruang linear dari semua pemetaan linear dari Rn
ke R.
Contoh 7.10.2 Diberikan bentuk kuadrat
q((x1 , x2 , x3 )) = 9x21 + 7x22 + 3x33 − 2x1 x2 + 4x1x3 − 6x2x3 .
Dapatkan matriks dari q.
Pembahasan yang telah dibuat pada Contoh 7.10.2 dapat digeneralisasi sebagai
berikut.
Diberikan suatu bentuk kuadrat q(xx ) = x′ Axx, dengan matriks A berukuran n ×
n. Misalkan B adalah suatu basis-eigen orthonormal yang bersesuaian dengan
nilai-eigen λ1, λ2 . . . , λn. Maka
q(xx) = x′ Axx,
q(xx ) = kAxxk2
adalah suatu bentuk kuadrat, dapatkan matriks dari q dan tentukan kedefinitan-
nya.
Teorema 7.10.1 Suatu matriks simetri A adalah definit positip bila dan hanya
bila semua nilai-eigen dari matriks A positip, Matriks A adalah semidefinit posi-
tip bila dan hanya bila nilai-eigen dari A positip atau nol.
Contoh 7.10.4 Diberikan suatu transformasi linear L(xx ) = Axx dengan matriks
6 2
A= .
−7 6
(a) Dapatkan suatu basis orthonormal v1 , v2 di R2 sedemikian hingga L(vv1 ) dan
L(vv2 ) orthogonal.
(b) Tunjukkan bahwa image dari lingkaran satuan oleh transformasi L dijadikan
ellips. Dapatkan sumbu-sumbu ellips dalam nilai-eigen matriks A′ A.
Jawab
(a) Menggunakan ide contoh pertama, basis-eigen orthonormal dari A′ A diper-
oleh sebagai berikut.
6 −7 6 −7 85 −30
A′ A = = .
2 6 2 6 −30 40
Polinomial karakteristik dari A′ A adalah
p(λ) = λ2 − 125λ + 2500 = (λ − 100)(λ − 25),
jadi nilai-eigen dari A adalah λ1 = 100 dan λ2 = 25 dan vektor-eigen yang
bersesuaian adalah
2 1
x1 = dan x2 = .
−1 2
Penormalan dari x1 dan x2 didapat
" 2 # " #
√ √1
v1 = 5 dan v2 = 5 .
− √1 √2
5 5
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 233
7.11 Faktorisasi QR
234
0
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 235
− 12
1
w2,vv1i / hvv1 ,vv1i)vv1 =
v 2 = w 2 − (hw 1
2
0
Untuk menghindari pecahan v 2 kalikan dengan 2, didapat
−1
2
v2 =
1
0
Selanjutnya dihitung
w3,vv1i / hvv1,vv1i)vv1 − (hw
v 3 = w 3 − (hw w3 ,vv2 i / hvv2,vv2 i)vv2
1
3
1
= 3
− 1
3
1
Juga, untuk menghindari pecahan v 3 kalikan dengan 3, didapat
1
1
v3 = −1
3
Normalisasi v 1,vv2 dan v 3 didapat
1 1
1 √
√ − √
2 3
2 6
√2 √ 1
0 2
3 .
u 1 = 1 ,uu2 = 6 dan u 3 =
√1 − √ 1
√2 6 √2 3
0 0 3
2
Dengan demikian matriks Q = [uu1 u 2 u 3] adalah:
1
√ − √1 1
√
2 √2 6 2 √ 3
1
0
Q = [uu1 u 2 u 3 ] = 6 2 3 .
√1 1 1
2 √6 −√2 √3
3
0 0 2
236
0 0 1
diberikan oleh
x = R−1Q′b
yang mana matriks Q dan R memenuhi A = QR.
Bukti
Axx = b ⇒ (A′ A)xx = A′b .
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 237
R′ Rxx = R′ Q′b
atau Rxx = Q′b , tetapi R matriks yang selalu mempunyai invers. Jadi
x = R−1 Q′b .
Selanjutnya, dapat dilihat seberapa dekat nilai Axx dengan b sebagai berikut
3.125000000000008 3
9.125 dan b = 9 .
Axx =
7.375000000000014 7.5
4.874999999999994 5
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 239
Latihan
p(δ) = δ2 − 6 δ + 8 = (δ − 4) (δ − 2) ,
240
Telah dibahas bahwa semua nilai-eigen dari matriks A′ A adalah nonnegatif. Di-
difinisikan hal berikut. Misalkan A adalah matriks berukuran m × n dan
δ1 ≥ δ2 ≥ · · · ≥ δk > δk+1 = · · · = δn = 0
√
adalah nilai eigen dari A′ A ditulis dengan urutan menurun. Bila σi = δi ,maka
σ1 ≥ σ2 ≥ · · · ≥ σk > σk+1 = · · · = σn = 0
v 1 ,vv2 , . . . ,vvn
Bukti
L : Rn → Rm
δ1 ≥ δ2 ≥ · · · ≥ δk > δk+1 = · · · = δn = 0,
Avvk+1 = · · · = Avvn = 0 Rm
242
dan merupakan suatu basis dari image L. Suatu peranan penting dari basis image
L sebagai mana diberikan dalam difinisi dan teorema berikut.
δ1 ≥ δ2 ≥ · · · ≥ δk > δk+1 = · · · = δn = 0,
δ1 ≥ δ2 ≥ · · · ≥ δk > δk+1 = · · · = δn = 0,
1. rank(A) = k.
2. Vektor u i untuk i = 1, 2, . . . , k adalah suatu basis orthonormal dari L.
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 243
Jawab Dihitung dulu A′ A, sehingga didapat nilai-nilai singular dari A dan vektor-
vektor singular kanan dari A.
3 1
A′ A =
1 3
Polinomial karakteristik dari matriks A′ A adalah
p(δ) = δ2 − 6 δ + 8 = (δ − 4) (δ − 2)
didapat nilai eigen δ1 = 4 dan δ2 = 2. Vektor-eigen yang bersesuaian adalah
1 −1
v1 = dan v 2 =
1 1
Penormalan vektor-vektor eigen didapat matriks orthogonal V
1 1 −1
V=√
2 1 1
244
√ √ √ √
Nilai singular dari A adalah σ1 = δ1 = 4 = 2 dan σ2 = δ2 = 2. Didapat
matriks
σ1 0 2 √0
Σ = 0 σ2 = 0 2 .
0 0 0 0
dan
1 −1 "− √1 # −1
1 1 2
u2 = Avv2 = √ 1 1 1 = 0 .
σ2 2 −1 −1 √
2 0
Perluas vektor-vektor u 1 ,uu2 menjadi u 1 ,uu2 ,uu3 sehingga vektor vektor ini adalah
suatu basis dari R3 . Dalam kasus ini vektor u 3 bisa dipilih sebagai
0
u 3 = 1
0
LATIHAN
Lakukan langkah-langkah pembahasan Contoh Dekomposisi Nilai Singular meng-
gunakan SAGE. Perintah dalam sel SAGE sebagai berikut:
A=matrix(RDF,[[1,-1],[1,1],[-1,-1]])
U,S,V=A.SVD()
html("Matriks $A=%s$"%latex(A))
print
html("$U=%s$<p>$S=%s$<p>$V=%s$"%(latex(U),latex(S),latex(V)))
print
html("$U\Sigma V’=%s$"%latex(U*S*transpose(V)))
print
html("$A-U\Sigma V’=%s$"%latex(A-U*S*transpose(V)))
Timbul pertanyaan bagaimana bila matriks A tidak simetri atau secara umum
matriks A berukuran m×n apakah A bisa didekomposisi seperti cara dekomposisi
spektral. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan hasil-hasil dekomposisi
nilai singular sebagai berikut.
Sebagaimana telah dibahas bila A mempunyai rank sama dengan k , maka A
dapat didekomposisi sebagai A = U Σ V ′ , dengan U adalah vektor singular kiri
dan V vektor singular kanan dan v i , i = 1, 2, . . . , n adalah suatu basis orthormal
dari Rn , maka untuk 1 ≤ i ≤ k didapat
!
k
∑ σi ui v′i vi = 0 + · · · + σiui + · · · + 0
i=1
1
= σi Avvi = Avvi .
σi
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 247
k
Jadi ∑ σi u i v ′i = A. Pada Contoh sebelumnya matriks
i=1
1 −1
A= 1 1
−1 −1
√
dan rank(A) = k = 2. Juga σ1 = 2 dan σ1 = 2, didapat vektor singular kiri
0 −1
√1
u 1 = 2 ,uu2 = 0
− √1 0
2
sedangkan vektor singular kanan adalah
"1 # " #
√ − √1
v1 = 2 ,vv2 = 2 .
√1 √1
2 2
Sehingga didapat
0
√1 √1 √1 √ −1 h 1 1 i
h i
σ1u 1v ′1 + σ2u 2v ′2 = 2 2 2 2 + 2 0 − √2 √2
− √1 0
2
0 0 1 −1 1 −1
= 1 1 + 0 0 = 1 1 = A.
−1 −1 0 0 −1 −1
LATIHAN
Lakukan langkah-langkah yang dibahas dalam Contoh ini dengan menggunakan
SAGE.
dan
0.96899318184247
v2 =
−0.24708746132252
Nilai singular dari A adalah
p
σ1 = δ1 = 5.246900426551058
dan p
σ2 = δ2 = 1.571634790229057
Matriks V dan Σ p adalah
0.24708746132252 0.96899318184247
V=
0.96899318184247 −0.24708746132252
dan
" #
1
σ1 0 0 0.19058871308853 0 0
Σp = = .
0 σ12 0 0 0.63628013722848 0
dan
Σ U
p ′
Ap = V
0.5 −0.35294117647059 −0.088235294117646
= .
5.9813265451680317 10−15 0.23529411764707 0.058823529411767
Sehingga didapat
x = A pb
5000
0.5 −0.35294117647059 −0.088235294117646
= 4000
5.9813265451680324 10 −15 0.23529411764707 0.058823529411767
2000
911.764705882348
= .
1058.823529411844
Hasil yang didapat sama dengan hasil yang telah dibahas pada Contoh sebelum-
nya.
Latihan
Lakukan langkah-langkah yang telah dibahas dalam Contoh menggunakan SAGE.
Jawab Matriks
1 1 1 1 2 2
A′ A = = .
1 1 1 1 2 2
Perhatikan bahwa matriks A′ A tidak mempunyai invers, dengan demikian seti-
daknya ada satu nilai eigen dari A′ A sama dengan nol. Polinomial karakteristik
dari matriks A′ A adalah
p(δ) = δ2 − 4 δ = (δ − 4)δ
didapat
p 1 1
δ1 = 4 dan δ2 = 0 ⇒ σ1 = δ1 = 2, = .
σ1 2
c 2019 Subiono : Aljabar Linear Sebagai Pintu Masuk Memahami Matematika dan Aplikasinya 251
Bandingkan nilai
1 1
5
4 4 2
Axx = 1 1 = 45
4 4 3 4
dengan
2
b= .
3
252
255