Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH HASIL PENELITIAN

KAJIAN KANDUNGAN AMILOSA PADA TEPUNG JAGUNG


YANG DIFERMENTASI MENGGUNAKAN RAGI TEMPE
PADA KONSENTRASI BERBEDA

SKRIPSI

OLEH
PENINA
J1A013100

Hari/Tanggal : Senin, 22 Mei 2017


Waktu : 09.00 WITA-Selesai
Tempat : Ruang Prodi Lantai 2

Pembimbing I: Ir. Abbas Zaini, M.P


Pembimbing II: Ir. Djoko Kisworo, M.Sc., Ph.D

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2017
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang

terpenting, selain gandum dan padi. Di Amerika Tengah dan Selatan, jagung

digunakan sebagai sumber karbohidrat utama, selain itu juga menjadi alternatif

sumber pangan di Amerika Serikat. Di Indonesia, produksi jagung sebagai bahan

pangan pokok berada di urutan ketiga setelah padi dan ubi kayu. Produksi jagung

nasional selama lima tahun terakhir menunjukkan kecenderungan peningkatan,

yaitu sebesar 11,6 juta ton (2006); 13,2 juta ton (2007); 15,8 juta ton (2008);

17,04 juta ton (2009) serta 18,3 juta ton pada tahun 2010 (Badan Pusat Statistik,

2012). Data tersebut menunjukkan bahwa jagung mempunyai potensi yang besar

untuk dikembangkan sebagai pangan pokok alternatif.

Alternatif pengembangan jagung yaitu untuk tepung. Tepung adalah salah

satu cara pengawetan jagung dalam bentuk olahan. Tepung merupakan salah satu

bentuk alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan

disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi),

dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba

praktis (Claudia, 2015). Penelitian menemukan bahwa pembuatan tepung jagung

dengan cara fermentasi ragi berdasarkan pengamatan komposisi kimia, bahkan

sifat fungsional tepung dan kualitas roti dalam aplikasinya lebih baik

dibandingkan tepung jagung biasa. Penambahan enzim pada tepung-tepungan


2

dapat memperbaiki kualitas tepung. Penambahan enzim amilase, bakteri asam

laktat pada tepung akan meningkatkan pengembangan roti (Ryan, 2014).

Penelitian sebelumnya menurut Novianti (2016), Perlakuan fermentasi

memperbaiki kualitas tepung ubi jalar dengan fermentasi kultur campuran

Lactobacillus plantarum, Leuconostoc mesenteroides dan yeast sebanyak 5% (240

mL). Penelitian Richana, (2010) pembuatan tepung jagung dengan cara

fermentasi, berdasarkan pengamatan komposisi kimia, sifat fungsional tepung dan

kualitas rotinya, perlakuan terbaik adalah perendaman dengan ragi tape sebanyak

1 gram. Sifat fungsional yang dimiliki tepung modifikasi adalah mempunyai daya

kental, mempunyai daya untuk menstabilkan emulsi, dan mempunyai daya serap

air yang besar.

Penelitian sebelumnya Menurut Ryan (2014), tepung jagung fermentasi

diketahui memiliki kandungan pati dan amilosa yang lebih tinggi dibandingkan

tepung jagung. Tepung jagung fermentasi mengandung pati 72,17% dan amilosa

24,03%. Sedangkan tepung jagung mengandung pati 71,3% dan amilosa 20,45%.

Dari data tersebut tepung jagung fermentasi memiliki potensi yang lebih besar

untuk dikembangkan menjadi produk olahan pangan.

Tepung jagung fermentasi memiliki kandungan pati yang tinggi. Pati

memegang peranan penting dalam pengolahan pangan, terutama dalam hal

menyediakan kebutuhan energi manusia di dunia dengan porsi yang tinggi.

Kandungan pati juga memiliki peranan penting menjadi salah satu kriteria mutu

tepung. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi

terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak terlarut disebut amilopektin. Pada
3

umumnya pati mengandung amilopektin lebih banyak daripada amilosa.

Perbandingan amilosa dan amilopektin ini mempengaruhi sifat kelarutan dan

derajat gelatinisasi pati. Semakin besar kandungan amilosa, maka pati makin

bersifat kering dan kurang lengket. Penelitian Zubaidah (2011), kandungan

amilosa berpengaruh terhadap tingginya tingkat pengembangan karena amilosa

dapat mengikat air dengan baik sehingga semakin tinggi kandungan amilosa

dalam tepung, maka adonan yang dihasilkan semakin mengembang. Selain itu,

Indeks Glikemik (IG) makanan dipengaruhi jumlah amilosa. Tingginya amilosa

pada makanan dapat menurunkan daya cerna pati in vitro. Kandungan amilosa

yang cukup tinggi merupakan salah satu hal yang diharapkan dalam pembuatan

mie non-terigu karena dapat memiliki daya ikat yang lebih kuat. Untuk itu perlu

diketahui karakteristik dan mutu tepung jagung fermentasi, salah satu karakteristik

yang perlu diketahui adalah kandungan amilosa.

Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui

kandungan amilosa pada produk tepung jagung yang difermentasi menggunakan

ragi tempe dengan konsentrasi berbeda.

1.2 Tujuan dan Kegunaan

1.2.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui kandungan amilosa

pada produk tepung jagung yang difermentasi menggunakan ragi tempe dengan

konsentrasi berbeda.
4

1.2.2 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai informasi tentang konsentrasi ragi tempe yang tepat pada

pembuatan tepung jagung yang dapat diaplikasikan pada berbagai produk

pangan.

2. Sebagai pengembangan produk dari olahan jagung.

1.3 Hipotesis

Untuk mengarahkan jalannya penelitian ini, maka diajukan suatu hipotesis

bahwa penggunaan konsentrasi ragi tempe tertentu pada tepung jagung

memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar amilosa.


5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jagung

2.1.1 Klasifikasi Jagung

2.1.2 Komposisi Kimia Jagung

2.1.3 Manfaat Tanaman Jagung

2.2 Tepung Jagung

2.2.1 Komposisi Kimia Tepung Jagung

2.2.2 Pembuatan Tepung Jagung

2.2.3 Karakteristik Kimia dan Fisik Tepung Jagung

2.3 Fermentasi

2.3.1 Inokulum

2.4 Tepung Jagung Fermentasi

2.4.1 Pembuatan Tepung Jagung Fermentasi

2.4.2 Karakteristik Kimia dan Fisik Tepung Jagung

2.5 SNI Tepung Jagung


6

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental

dengan percobaan di Laboratorium.

3.2 Rancangan Percobaan


Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak

Kelompok (RAK) dengan percobaan faktor tunggal yaitu konsentrasi ragi tempe

yang terdiri dari 6 perlakuan sebagai berikut:

P1 = 0 % (0 gram)

P2 = 0,1 % (1 gram)

P3 = 1 % (10 gram)

P4 = 2 % (20 gram)

P5 = 4 % (40 gram)

P6 = 5 % (50 gram)

Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 18

unit percobaan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan ketelitian data yang

dihasilkan. Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis

keragaman (ANOVA) pada taraf nyata 5%. Apabila terdapat beda nyata, maka

akan diuji lanjut menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5% (Ali,

2004).
7

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Pangan,

Laboratorium Biokimia dan kimia pangan, Laboratorium Bioproses dan

Laboratorium Pengendalian Mutu Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri

Universitas Mataram pada bulan Maret 2017.

3.4 Alat dan Bahan Penelitian

3.4.1 Alat-alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik,

baskom, cabinet dryer, blender, ayakan 80 mesh, sendok pengaduk, kain saring,

panci, loyang, spatula, cawan, oven, alumunium foil, plastik wrap, tabung

sentrifuse, tabung reaksi, rak tabung rekasi, pipet ukur, tisu, label, sentrifuse,

penangas air, labu takar, spektrofotometer, vortex, color solid dan labu tetes.

3.4.2 Bahan-bahan Penelitian


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beras jagung (grits), air

bersih, ragi tempe merk RAPRIMA, air suling, amilosa murni, 1 mL etanol 95%,

9 mL NaOH 1 N, asam asetat 1 N, dan larutan iod.

3.5 Pelaksanaan Penelitian


3.5.1 Proses Pembuatan Tepung Jagung Fermentasi
Beras jagung direndam selama 10 menit dan dicuci kemudian dikukus

selama ±20 menit, lalu didinginkan. Setelah itu ditimbang sebanyak 1 kg. Beras

jagung sebanyak 1 kg ditambahkan ragi (P1, P2, P3, P4, P5 dan P6) lalu

difermentasi selama 1 hari. Setelah 1 hari, beras jagung ditiriskan, dikeringkan

dalam cabinet dryer suhu 58°C selama ± 5 jam, kemudian beras jagung

dihaluskan menggunakan blender dan diayak dengan ayakan 80 mesh.


8

a. Persiapan Bahan Baku

Beras jagung yang digunakan adalah beras jagung yang dibeli di pasar

tradisional Kebon Roek.

b. Sortasi

Sortasi beras jagung dilakukan secara manual dengan cara kering

menggunakan tampah atau dengan pemilihan oleh tangan. Adapun tujuan sortasi

adalah menghilangkan beras jagung yang cacat dan tidak baik, sehingga diperoleh

beras jagung dengan kualitas baik dan tidak cacat.

c. Perendaman dan Pencucian

Beras jagung yang telah disortasi kemudian direndam dengan menggunakan air

bersih suhu 50°C selama 10 menit yang bertujuan untuk melunakkan beras jagung

agar memudahkan dalam proses penghancuran. Setelah direndam, beras jagung

dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan zat asing yang tidak diperlukan

dalam proses selanjutnya.

d. Pengukusan

Pengukusan beras jagung dilakukan menggunakan dandang yang diberi alas

menggunakan kain saring bertujuan untuk menghilangkan bau yang berasal dari

beras jagung tersebut. Pengukusan dilakukan selama ±20 menit dengan tekstur

beras jagung yang tidak terlalu lunak.

e. Penimbangan

Penimbangan beras jagung yang telah dikukus menggunakan timbangan

analitik. Berat masing-masing beras jagung adalah 1 kg. Tujuan penimbangan


9

adalah untuk mendapatkan berat beras jagung yang konstan. Beras jagung

kemudian dipindahkan ke baskom untuk fermentasi.

f. Fermentasi

Fermentasi beras jagung dilakukan dengan menambahkan ragi tempe dengan

berbagai konsentrasi (0%, 0,1%, 1%, 2%, 4% dan 5%) yang dimasukkan dalam

baskom plastik dan ditutup rapat menggunakan plastik wrap, kemudian disimpan

pada suhu ruang selama 24 jam.

g. Pengeringan

Pengeringan beras jagung sesudah fermentasi menggunakan cabinet dryer

dengan suhu 58°C selama ± 5 jam yang bertujuan untuk menurunkan kadar air

dari beras jagung sehingga mudah dihancurkan menjadi tepung.

h. Penggilingan

Beras jagung yang telah kering digiling menggunakan blender. Penggilingan

bertujuan untuk menghaluskan beras jagung hasil pengeringan, sehingga

diperoleh bentuk tepung.

i. Pengayakan

Tepung hasil penggilingan diayak menggunakan ayakan 80 mesh.

pengayakkan dilakukan untuk mendapatkan ukuran tepung yang sama, yaitu 80

mesh.
10

Beras Jagung

Sortasi Kotoran dan biji rusak

Pencucian dan perendaman


Sebagian lembaga,
(t= 10 menit)
tip cap,dan kulit
Pengukusan (t= 20 ari
menit)

Ragi tempe
Fermentasi (t=48jam)
(P1, P2, P3, P4,
P5 dan P6) Pengeringan (T = 58°C,
t= 5 jam)

Penggilingan Tepung kasar dan


sebagian lembaga
Pengayakan (80 mesh)
Tepung kasar

Tepung jagung
fermentasi

Gambar 5. Diagram Alir Pembuatan Tepung Jagung


(Sumber : Modifikasi dari Ryan, 2014)
11

3.6. Parameter dan Cara Pengamatan

3.6.1. Parameter

Adapun parameter-parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah

kadar amilosa, kadar air, rendemen, water absorption capacity (daya serap air),

analisis warna, dan organoleptik (bau dan warna).

3.6.2. Cara Pengamatan

3.6.2.1. Analisa Kimia

a. Kadar Amilosa Metode IRRI (AOAC 1995)

a) Standarisasi Amilosa

Standarisasi amilosa dilakukan untuk mendapatkan kurva standar yang

menunjukkan hubungan antara nilai penyerapan cahaya dengan konsentrasi

amilosa. Amilosa murni ditimbang sebanyak 40 mg kemudian dimasukan ke

dalam labu ukur 100 mL kemudian ditambahkan 1 mL etanol 95% dan 9 mL

NaOH 1N. larutan dibiarkan selama 23 jam pada suhu kamar atau dipanaskan

dalam penangas air bersuhu 100°C selama 10 menit. Larutan selanjutnya dipipet

ke dalam labu ukur 100 mL dengan perlakuan seperti tercantum pada tabel

berikut.

Tabel 6. Cara Pembuatan Standar Amilosa


Larutan (mL) Konsentrasi (ppm) Absorban Absorban 1 ppm
0.5 2.0 a a/2
1.0 4.0 b b/4
1.5 6.0 c c/6
2.0 8.0 d d/8
3.0 12.0 e e/12
4.0 16.0 f f/16
12

Masing-masing larutan kemudian ditambahkan 1 mL asam asetat 1N dan 2 mL I 2

2% lalu diencerkan sampai volume 100 mL. Absorban diukur dengan

menggunakan spektrofotometer pada gelombang 620 nm dengan rumus :

a b c d e f
+ + + + +
Abs rata-rata 1 ppm = 2 4 6 8 12 16
6

b) Pengukuran Kadar Amilosa

Tepung jagung 100 mg dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL kemudian

diberi 1 mL etanol 95% dan 9 mL NaOH 1 N. Larutan dibiarkan selama 23 jam

pada suhu kamar atau dipanaskan dalam penangas air bersuhu 100°C selama 10

menit dan didinginkan selama 1 jam. Larutan kemudian diencerkan dengan air

suling menjadi 100 mL, dipipet sebanyak 5 mL, kemudian dimasukkan ke dalam

labu ukur 100 mL yang berisi 60 mL air, kemudian ditambahkan 1 mL asam

asetat 1 N dan 2 mL dan I2 2% lalu diencerkan sampai volume 100 mL. Larutan

dikocok dan didiamkan selama 20 menit, kemudian diukur absorbannya dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Kadar amilosa dihitung

dengan rumus :

A 620 x fk x 100 x 100%


Kadar Amilosa (%):
100-k.a

Keterangan :
a = konsentrasi amilosa dari kurva standar (mg/ml)
fp = faktor pengenceran
b = berat sampel (mg)
v = volume mula-mula (ml)
13

b. Analisis Kadar Air (AOAC, 1995 dalam Fajar, 2006)

Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit dengan suhu

100°C. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang.

Sampel sebanyak 3 gram dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui

beratnya, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C selama 3-4 jam sampai

tercapai berat konstan. Selanjutnya cawan beserta isinya didinginkan dalam

desikator selama 10 menit dan ditimbang. Perhitungan kadar air dilakukan dengan

rumus:

c-(a-b )
Kadar air (%bb) = x 100%
c
Keterangan : a = berat cawan dan sampel akhir (gram)
b = berat cawan (gram)
c = berat sampel awal (gram)
c. Rendemen
Perhitungan rendemen yaitu dengan menggunakan perbandingan antara

hasil dengan bahan awal dikalikan dengan 100 %.

berat tepung jagung


Rendemen = x 100%
berat biji jagung
d. Analisis Warna Menggunakan Metode Hunter (Hutching 1999)

Menurut (Huntching, 1999 dalam Pratama, 2013 dalam Sumarni, 2015) Uji

warna secara fisik dilakukan menggunakan alat Chromameter (MSEZ User

Manual), dengan langkah kerja sebagai berikut:

a. Dipilih “read” pada menu utama MSEZ. Pindahkan kursor ke posisi yang

diinginkan menggunakan tombol atas dan bawah kemudian tekan tombol

tengah.
14

b. Ditekan tombol atas dan bawah untuk memilih setup yang diinginkan lalu

tekan tombol tengah untuk menjalankannya.

c. Disarankan untuk menentukan standar atau sampel mana yang akan dibaca

dari jumlah n (1 dari n atau 2 dari n, dst., jika produk diatur dengan

menggunakan standar pengerjaan tertentu).

d. Ditempatkan standar atau sampel sebanyak 20 g pada wadah sampel

dengan sisi yang diatur kearah wadah.

e. Ditekan tombol tengah untuk membaca, standar atau sampel yang telah

dibaca serta jumlahnya akan ditayangkan pada layar.

f. Tekan save/print (tombol bawah) untuk menyimpan data dalam memori

MSEZ dan mencetaknya (jika USB printer terhubung), tekan tombol

tengah untuk melakukan proses membaca yang selanjutnya pada urutan

rata-rata.

g. Ditampilkan rata-rata dengan menekan “view stdev” (tombol kanan) untuk

menunjukkan standar deviasi dari semua ukuran yang dibuat pada ukuran

rata-rata, setelah standar deviasi ditampilkan, boleh menekan menu utama

(tombol kanan) untuk kembali ke menu utama.

Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan calorimeter.

Pengukuran warna dilakukan dua kali ditempat yang berbeda. Hasil yang didapat

adalah nilai L, a, b dan ˚Hue. Nilai ˚Hue diperoleh dari rumus:

˚Hue = tg-1 (b/a)


15

Gambar 6. Diagram Warna Nilai L, a, b (Huntching, 1999 dalam Hidayati, 2007)

Penentuan warna berdasarkan nilai ˚Hue menggunakan calorimeterdapat

dilihat pada tabel . sebagai berikut:

Tabel 7. Kriteria Warna Berdasarkan ˚Hue.


Warna ˚Hue
Red purple 342-18
Yellow red 54-90
Yellow green 126-162
Green 162-198
Blue green 198-234
Blue 234-270
Blue purple 270-306
Purple 306-342
Sumber: Huntching, 1999 dalam Pratama, 2013 dalam Sumarni, 2015

e. Analisis Daya Serap Air (Water Absorption Capacity)


Daya serap air pada sampel tepung jagung fermentasi menggunakan metode

Beuchat (1977) satu gram tepung dicampur dengan 10 ml air, kemudan

dimasukkan kedalam tabung sentrifuge dan diamkan pada suhu 30°C selama 1

jam. Setelah itu sentrifuge sampel dengan kecepatan 2000 rpm selama 30 menit.

Volume air dalam endapan diukur, kapasitas penyerapan air dihitung sebagai ml

air yang diserap per gram tepung.


16

A-B
Daya serap air (ml/g) =
C
Keterangan :
A = Volume awal (ml)
B = Volume akhir (ml)
C = Berat sampel (gram)

f. Analisis Fisik atau Uji Organoleptik (Lamond, 1977 dalam Yuni, dkk.,
2001)

Pengujian organoleptik parameter warna dan bau dilakukan dengan metode

afektif dengan pengukuran secara hedonik dan metode deskriptif dengan

pengukuran skoring (Koswara, 2006). Adapun langkah-langkah untuk melakukan

metode afektif (uji hedonik) dan metode deskriptif (uji skoring) adalah :

1. Disiapkan sampel (tepung jagung fermentasi) dalam piring atau wadah yang

telah diberi notasi angka tiga digit yang diacak.

2. Sampel diletakkan pada piring atau wadah sesuai dengan notasi.

3. Panelis sebanyak 20 orang dari mahasiswa Ilmu Teknologi Pangan diminta

untuk memberikan penilaian terhadap warna, dan bau dengan mengisi

formulir yang disediakan.

4. Skor metode afektif dan metode deskriptif dinyatakan dalam angka 1-5. Untuk

metode deskriptif panelis diminta memberikan penilaian berdasarkan sifat

bahan pangan.

Tabel 8. Penilaian Organoleptik Aroma dan Rasa Tepung Jagung Fermentasi


Metode Afektif
Parameter Skala Numerik
Warna 1 = Sangat Tidak Suka
Bau 2 = Tidak Suka
3 = Agak Suka
4 = Suka
5 = Sangat Suka
17

Tabel 9. Penilaian Organoleptik Aroma dan Rasa Tepung Jagung Fermentasi


Metode Deskriptif
Parameter Skala Numerik
1 = Kuning kecoklatan
2 = Kuning
Warna 3 = Kuning muda
4 = Putih kekuningan
5 = Putih
1 = Sangat berbau jagung
2 = Tidak berbau jagung
Bau 3 = Agak berbau jagung
4 = Berbau jagung
5 = Sangat berbau jagung
18

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.1.1 Mutu Kimia

Hasil pengamatan dan hasil analisis uji mutu kimia dapat dilihat pada

lampiran 1 sampai 2, sedangkan signifikasi dan uji lanjut pengaruh konsentrasi

ragi tempe pada tepung jagung yang difermentasi dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Signifikasi Pengaruh Konsentrasi Ragi Tempe Terhadap Kadar


Air dan Kadar Amilosa Tepung Jagung Fermentasi
Parameter F Hitung F Tabel Signifikasi
Kadar Amilosa 446,569 3,33 S
Kadar Air 6,189 3,33 S
Keterangan:
S = Signifikan (berbeda nyata)
NS = Non Signifikan (Tidak Berbeda Nyata)

Berdasarkan tabel 10 menunjukkan bahwa konsentrasi ragi tempe

memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter kadar amilosa dan

kadar air tepung jagung yang difermentasi. Parameter yang berbeda nyata tersebut

dilakukan uji lanjut dengan beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%. Hasil uji lanjut

dengan BNJ 5% dapat dilihat pada tabel 11.


19

Tabel 11. Purata dan Uji Lanjut BNJ Hasil Pengamatan Pengaruh
Konsentrasi Ragi Tempe Terhadap Kadar Amilosa dan Kadar
Air Tepung Jagung Fermentasi Pada Taraf Nyata 5%.
Parameter
Perlakuan
Kadar Amilosa (%) Kadar air (%)
P1 (0%) 20,796±0,141a 8,670±0,965a
P2 (0,1%) 21,770±0,116b 8,322±0,697ab
P3 (1%) 22,264±0,323c 7,495±0,721abc
P4 (2%) 23,230±0,259d 6,580±0,352abc
P5 (4%) 24,028±0,331e 6,207±1,139bc
P6 (5%) 24,708±0,368f 5,785±0,844c
BNJ 5% 0,2180 1,4854
Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf-huruf yang sama pada kolom yang
sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada taraf 5%.

Berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa parameter kadar amilosa dengan

perlakuan konsentrasi ragi tempe 5% (P6) berbeda nyata dengan konsentrasi ragi

tempe 0% (P1), 0,1% (P2), 1% (P3), 2% (P4) dan 4% (P5). Konsentrasi ragi

tempe 4% (P5) berbeda nyata dengan konsentrasi ragi tempe 5% (P6), 0% (P1),

0,1% (P2), 1% (P3), dan 2% (P4). Konsentrasi ragi tempe 2% (P4) berbeda nyata

dengan konsentrasi ragi tempe 4% (P5), 5% (P6), 0% (P1), 0,1% (P2), dan 1%

(P3). Konsentrasi ragi tempe 1% (P3) berbeda nyata dengan konsentrasi ragi

tempe 2% (P4), 4% (P5), 5% (P6), 0% (P1), dan 0,1% (P2). Konsentrasi ragi

tempe 0,1% (P2) berbeda nyata dengan konsentrasi ragi tempe 1% (P3), 2% (P4),

4% (P5), 5% (P6), dan 0% (P1). Konsentrasi ragi tempe 0% (P1) berbeda nyata

dengan konsentrasi ragi tempe 0,1% (P2), 1% (P3), 2% (P4), 4% (P5), dan 5%

(P6).

Parameter kadar air dengan perlakuan konsentrasi ragi tempe 0% (P1)

berbeda nyata dengan konsentrasi ragi tempe 4% (P5) dan 5% (P6), tetapi tidak

berbeda nyata dengan konsentrasi ragi tempe 0,1% (P2), 1% (P3) dan 2% (P4).

Konsentrasi ragi tempe 0,1% (P2) berbeda nyata dengan konsentrasi ragi tempe
20

5% (P6), tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 0,1% (P2), 1% (P3), 2%

(P4) dan 4% (P5). Konsentrasi ragi tempe 1% (P3) dan 2% (P4) tidak berbeda

nyata dengan semua perlakuan. Konsentrasi ragi tempe 4% (P5) berbeda nyata

dengan konsentrasi ragi tempe 0% (P1), tetapi tidak berbeda nyata dengan

konsentrasi ragi tempe 0,1% (P2), 1% (P3), 2% (P4) dan 5% (P6). Konsentrasi

ragi tempe 5% (P6) berbeda nyata dengan konsentrasi ragi tempe 0% (P1) dan

0,1% (P2), tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi ragi tempe 1% (P3), 2%

(P4) dan 4% (P5).

4.1.2 Mutu Fisik

Hasil pengamatan dan hasil analisis uji mutu fisik dapat dilihat pada

lampiran 3 sampai 5, sedangkan signifikasi dan uji lanjut pengaruh konsentrasi

ragi tempe terhadap rendemen, daya serap air dan warna tepung jagung fermentasi

pada mutu fisik dapat dilihat pada tabel 12 dan tabel 13.

Tabel 12. Signifikasi Pengaruh Konsentrasi Ragi Tempe Terhadap


Rendemen, Daya Serap Air, Nilai L dan °Hue Tepung Jagung
Fermentasi
Parameter F Hitung F Tabel Signifikasi
Rendemen 4,922 3,33 S
Daya Serap Air 11,619 3,33 S
Nilai L 340,675 3,33 S
°Hue 2.269 3,33 NS
Keterangan:
S = Signifikan (berbeda nyata)
NS = Non Signifikan (Tidak Berbeda Nyata)

Berdasarkan tabel 12 menunjukkan bahwa konsentrasi ragi tempe

memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter rendemen, daya

serap air dan warna (nilai L*) tepung jagung yang difermentasi., tetapi

memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap warna (°Hue) tepung
21

jagung yang difermentasi. Parameter yang berbeda nyata tersebut dilakukan uji

lanjut dengan beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%. Hasil uji lanjut dengan BNJ

5% dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Purata dan Uji Lanjut BNJ Hasil Pengamatan Pengaruh
Konsentrasi Ragi Tempe Terhadap Rendemen, Daya Serap Air,
Warna (Nilai L* dan °Hue) Tepung Jagung Fermentasi Pada
Taraf Nyata 5%.
Perlakua Parameter
n Rendemen Daya Serap Air Nilai L* °Hue
P1 (0%) 48,77±0,0160a 5,913±0,135b 50,440±1,614a 60,586±7,321
P2
36,63±0,044ab 6,043±0,169b 54,573±2,193b 61,920±4,661
(0,1%)
P3 (1%) 36,50±0,097ab 6,053±0,111b 59,500±1,321c 62,637±6,138
P4 (2%) 33,76±0,0250b 6,126±0,155b 61,983±1,409d 65,319±6,848
P5 (4%) 32,25±0,020b 6,374±0,309b 64,727±1,753e 68,546±3,162
P6 (5%) 32,23±0,028b 6,997±0,172a 69,777±1,910f 73,589±1,891
BNJ 5% 8,850 0,366 1,189 -
Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf-huruf yang sama pada kolom yang
sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada taraf 5%.

Berdasarkan tabel 13 menunjukkan bahwa parameter rendemen dengan

perlakuan konsentrasi ragi tempe 0% (P1) berbeda nyata dengan konsentrasi ragi

tempe 2% (P4) dan 4% (P5) dan 5% (P6), tetapi tidak berbeda nyata dengan

konsentrasi ragi tempe 0,1% (P2) dan 1% (P3). Konsentrasi ragi tempe 0,1% (P2)

dan 1% (P3) tidak berbeda nyata dengan konsentrasi ragi tempe 0% (P1), 2%

(P4), 4% (P5) dan 5% (P6). Konsentrasi ragi tempe 2% (P4), 4% (P5) dan 5%

(P6) berbeda nyata dengan konsentrasi ragi tempe 0% (P1), tetapi tidak berbeda

nyata dengan konsentrasi ragi tempe 0,1% (P2), 1% (P3).

Parameter daya serap air dengan konsentrasi ragi tempe 5% (P6) berbeda

nyata dengan konsentrasi ragi tempe 0% (P1), 0,1% (P2), 1% (P3), 2% (P4) dan

4% (P5).
22

Parameter nilai L dengan konsentrasi ragi tempe 5% (P6) berbeda nyata

dengan konsentrasi ragi tempe 0% (P1), 0,1% (P2), 1% (P3), 2% (P4) dan 4%

(P5). Konsentrasi ragi tempe 4% (P5) berbeda nyata dengan konsentrasi ragi

tempe 5% (P6), 0% (P1), 0,1% (P2), 1% (P3), dan 2% (P4). Konsentrasi ragi

tempe 2% (P4) berbeda nyata dengan konsentrasi ragi tempe 4% (P5), 5% (P6),

0% (P1), 0,1% (P2), dan 1% (P3). Konsentrasi ragi tempe 1% (P3) berbeda nyata

dengan konsentrasi ragi tempe 2% (P4), 4% (P5), 5% (P6), 0% (P1), dan 0,1%

(P2). Konsentrasi ragi tempe 0,1% (P2) berbeda nyata dengan konsentrasi ragi

tempe 1% (P3), 2% (P4), 4% (P5), 5% (P6), dan 0% (P1). Konsentrasi ragi tempe

0% (P1) berbeda nyata dengan konsentrasi ragi tempe 0,1% (P2), 1% (P3), 2%

(P4), 4% (P5), dan 5% (P6).

Parameter °Hue dengan konsentrasi ragi tempe 5% (P6) tidak berbeda nyata

dengan konsentrasi ragi tempe 4% (P5), 2% (P4), 1% (P3), 0,1% (P2) dan 0%

(P1)

4.1.3 Mutu Organoleptik

Hasil pengamatan dan hasil analisis uji mutu organoleptik dapat dilihat pada

lampiran 6 sampai 12, sedangkan signifikasi dan uji lanjut pada pengaruh

konsentrasi ragi tempe terhadap mutu organoleptik tepung jagung fermentasi

dapat dilihat pada tabel 14.

Tabel 14. Signifikasi Metode Afektif Dan Deskriptif Pada Uji Mutu
Organoleptik Tepung Jagung Fermentasi
Parameter Afektif Deskriptif
Warna NS S
Bau S S
Keterangan:
S = Signifikan (berbeda nyata)
NS = Non Signifikan (Tidak Berbeda Nyata)
23

Berdasarkan pada tabel 14 menunjukkan bahwa konsentrasi ragi tempe pada

tepung jagung fermentasi memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata

terhadap warna dengan metode afektif, namun berbeda nyata terhadap warna

dengan metode deskriptif dan bau dengan metode afektif dan deskriptif. Parameter

yang berbeda nyata tersebut dilakukan uji lanjut dengan beda nyata jujur (BNJ)

pada taraf 5%. Hasil uji lanjut dengan BNJ 5% dapat dilihat pada tabel 15 dan 16.

Tabel 15. Purata Dan Uji Lanjut BNJ Hasil Pengamatan Pengaruh
Konsentrasi Ragi Tempe Terhadap Uji Organoleptik Tepung
Jagung Fermentasi Pada Taraf Nyata 5% Dengan Metode
Afektif.
Afektif
Perlakuan
Warna Bau
P1 (0%) 3,6 2a
P2 (0,1%) 3,35 2,65ab
P3 (1%) 3,45 2,9ab
P4 ( 2%) 3,2 3ab
P5 (4%) 3,55 3,15b
P6 (5%) 3,35 3,4c
BNJ 5% - 0,437
Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf-huruf yang sama pada kolom yang
sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada taraf 5%.

Berdasarkan tabel 15 menunjukkan bahwa parameter warna metode afektif

dengan perlakuan konsentrasi ragi tempe 0% (P1) tidak berbeda nyata dengan

konsentrasi ragi tempe 0,1% (P2), 1% (P3), 2% (P4), 4% (P5) dan 5% (P6) .

Parameter bau metode afektif dengan perlakuan konsentrasi ragi tempe 5%

(P6) berbeda nyata dengan 0% (P1), 0,1% (P2), 1% (P3), 2% (P4) dan 4% (P5).

Konsentrasi ragi tempe 4% (P5) berbeda nyata dengan konsentrasi ragi tempe 5%

(P6) dan 0% (P1), tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi ragi tempe 0,1%

(P2), 1% (P3) dan 2% (P4). Konsentrasi ragi tempe 0,1% (P2), 1% (P3) dan 2%

(P4) berbeda nyata dengan 5% (P6), tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi
24

ragi tempe 0% (P1) dan 4% (P5). Konsentrasi ragi tempe 0% (P1) berbeda nyata

dengan konsentrasi ragi tempe 4% (P5) dan 5% (P6), tetapi tidak berbeda nyata

dengan konsentrasi ragi tempe 0,1% (P2), 1% (P3) dan 2% (P4).

Tabel 16. Purata Dan Uji Lanjut BNJ Hasil Pengamatan Pengaruh
Konsentrasi Ragi Tempe Terhadap Uji Organoleptik Tepung
Jagung Fermentasi Pada Taraf Nyata 5% Dengan Metode
Deskriptif
Skoring
Perlakuan
Warna Bau
P1 (0%) 3,3 a 2,3 b
P2 (0,1%) 1,95 b 2,5 ab
P3 (1%) 2,25b 2,6 ab
P4 (2%) 2,2 b 2,75 ab
P5 (4%) 2,9 a 2,8 ab
P6 (5%) 2,8 a 3,15 a
BNJ 5% 0,3584 0,4668
Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf-huruf yang sama pada kolom yang
sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada taraf 5%.

Berdasarkan tabel 16 menunjukkan bahwa parameter warna metode

deskriptif dengan perlakuan konsentrasi ragi tempe 0% (P1) berbeda nyata dengan

0,1% (P2) dan 1% (P3), tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi ragi tempe

4% (P5) dan 5% (P6). Perlakuan konsentrasi ragi tempe 0,1% (P2) berbeda nyata

dengan 0% (P1), 4% (P5) dan 5% (P6), tetapi tidak berbeda nyata dengan 1% (P3)

dan 2% (P4). Konsentrasi ragi tempe 1% (P3) berbeda nyata dengan konsentrasi

ragi tempe 2% (P4) dan 0,1% (P1), tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi

ragi tempe 4% (P5), 5% (P6) dan 0% (P1). Konsentrasi ragi tempe 2% (P4)

berbeda nyata dengan konsentrasi ragi tempe 0,1% (P2) dan 1% (P3), tetapi tidak

berbeda nyata dengan konsentrasi ragi tempe 2% (P4), 4% (P5) dan 0% (P1).

Konsentrasi ragi tempe 4% (P5) dan 5% (P6) berbeda nyata dengan konsentrasi
25

ragi tempe 0,1% (P2) 1% (P3) dan 2% (P4), tetapi tidak berbeda nyata dengan

konsentrasi ragi tempe 0% (P1).

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis yang terbatas pada ruang

lingkup penelitian ini serta didukung dengan teori yang ada, maka dikemukakan

pembahasan sebagai berikut:

4.2.1 Mutu Kimia

4.2.1.1 Kadar Amilosa

Perlakuan dengan pengaruh konsentrasi ragi tempe memberikan

pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar amilosa (Tabel 10). Hubungan

konsentrasi ragi tempe dengan kadar amilosa tepung jagung fermentasi yang

dihasilkan dapat dilihat pada gambar 7.

26.0000

25.0000 24.7076
24.0283
24.0000
23.2301
Kadar Amilosa (%)

23.0000
22.2636
22.0000 21.7705

21.0000 20.7960 kadar amilosa

20.0000

19.0000

18.0000
p1 p2 p3 p4 p5 p6
Konsentrasi Ragi (gram)

Gambar 7. Grafik Pengaruh Konsentrasi Ragi Tempe Terhadap Kadar Amilosa


Tepung Jagung Fermentasi

Berdasarkan gambar 7 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi

ragi tempe yang diberikan, maka kadar amilosa tepung jagung fermentasi semakin
26

meningkat. Hal ini disebabkan karena pada proses fermentasi terjadi proses

perombakan pati oleh mikroba menjadi gula yang lebih sederhana. Enzim

pullulanase dan glukoamilase yang dihasilkan oleh mikroba Aspergillus spp,

Rhizopus oryzae, dan Rhizopus niveus (Rahmawati, 2015) selama proses

fermentasi menghidrolisis ikatan α-1,6 glikosida yang ada pada rantai cabang

amilopektin menjadi amilosa sehingga kadar amilosa meningkat. Peningkatan

jumlah amilosa juga dikarenakan akibat putusnya rantai cabang amilopektin pada

ikatan α-1,6 dan secara otomatis jumlah rantai cabang amilopektin menurun dan

meningkatnya jumlah rantai lurus amilosa sebagai hasil pemutusan ikatan cabang

(Akbar, 2014).

Kadar amilosa memiliki hubungan dengan daya serap air pada tepung

jagung fermentasi, yaitu semakin tinggi kadar amilosa, maka daya serap air

semakin tinggi yang dinyatakan dalam persamaan y= 3,2111x+ 2,7275 dengan

nilai R2 sebesar 0,7562 dan koefisien korelasinya sebesar 0,870. Nilai koefisien

korelasi positif menunjukkan hubungan linear membentuk garis lurus yang berarti

bahwa apabila nilai x (daya serap air) naik, maka nilai y (kadar amilosa) juga

naik.

4.2.1.2 Kadar Air

Perlakuan dengan pengaruh konsentrasi ragi tempe memberikan

pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air tepung jagung fermentasi (Tabel

10). Hubungan konsentrasi ragi tempe dengan kadar air tepung jagung fermentasi

yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 8.


27

10.0000
9.0000 8.6702 8.3218
8.0000 7.4949
7.0000 6.5798
6.2067
Kadar Air (%)

5.7850
6.0000
5.0000
4.0000
kadar air
3.0000
2.0000
1.0000
0.0000
p1 p2 p3 p4 p5 p6
Konsentrasi Ragi (gram)

Gambar 8. Grafik Pengaruh Konsentrasi Ragi Tempe Terhadap Kadar Air Tepung
Jagung Fermentasi

Berdasarkan gambar 8 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ragi

tempe yang diberikan, maka kadar air tepung jagung fermentasi semakin

menurun. Hal ini dikarenakan semakin banyak jumlah mikroba ragi tempe

semakin besar komponen bahan yang terpecah, mengakibatkan banyaknya jumlah

air terikat yang terbebaskan sehingga tekstur bahan semakin lunak dan berpori.

Selain itu, terjadi penguapan air selama proses pengeringan sehingga menurunkan

kadar air tepung. Hal tersebut didukung oleh pernyataan yang menyatakan bahwa

penurunan kadar air disebabkan karena penguapan air terikat. Selama proses

fermentasi berlangsung, enzim – enzim mikroba memecah karbohidrat dan

senyawa – senyawa makromolekul lainnya, sehingga air yang terikat berubah

menjadi air bebas (Armanda, 2016).

Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan karena dapat

mempengaruhi cita rasa, tekstur, aroma dan keawetan dari bahan pangan tersebut.

Hal ini merupakan salah satu sebab mengapa dalam pengolahan pangan, air

tersebut sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan dan


28

pengentalan atau pengeringan. Pengurangan kadar air dalam bahan pangan

tersebut bertujuan agar bahan pangan lebih awet dan tahan lama (Safitri Frahma,

2012).

Menurut Meyer (1996) penurunan kadar air disebabkan karena penguapan

air bebas. Sebelum fermentasi sebagian molekul air membentuk hidrat dengan

molekul-molekul lain yang mengandung atom oksigen, nitrogen, karbohidrat,

protein, garam-garam dan senyawa-senyawa organik lainnya sehingga sukar

diuapkan dan selama proses fermentasi berlangsung enzim-enzim mikroba

memecahkan karbohidrat dan senyawa-senyawa tersebut, sehingga air yang terikat

berubah menjadi air bebas. Pada umumnya bahan dasar yang mengandung

senyawa organik terutama glukosa dan pati dapat digunakan sebagai substrat

dalam proses fermentasi.

Hasil uji kadar air pada tepung jagung fermentasi dengan variasi konsentrasi

ragi telah memenuhi standar yang telah ditentukan SNI tepung (SNI 01-3727-

1995), yaitu maksimal 10%.

Kadar air memiliki hubungan dengan rendemen pada tepung jagung

fermentasi, yaitu semakin tinggi kadar air, maka rendemen semakin tinggi yang

dinyatakan dalam persamaan y= 4,3878x+ 5,2015 dengan nilai R 2 sebesar 0,6819

dan koefisien korelasinya sebesar 0,826. Nilai koefisien korelasi positif

menunjukkan hubungan linear membentuk garis lurus yang berarti bahwa apabila

nilai x (kadar air) naik, maka nilai y (rendemen) juga naik.

Kadar air memiliki hubungan dengan kadar amilosa pada tepung jagung

fermentasi, yaitu semakin menurunnya kadar air, maka kadar amilosa semakin
29

tinggi yang dinyatakan dalam persamaan y= -1,2281x+ 31,612 dengan nilai R 2

sebesar 0,9697 dan koefisien korelasinya sebesar 0,985. Nilai koefisien korelasi

negatif menunjukkan hubungan linear tidak membentuk garis lurus yang berarti

bahwa apabila nilai x (kadar air) turun, maka nilai y (amilosa) akan naik.

4.2.2 Mutu Fisik

4.2.2.1 Rendemen

Perlakuan dengan konsentrasi ragi tempe memberikan pengaruh yang

berbeda nyata terhadap rendemen tepung jagung fermentasi (Tabel 12). Hubungan

konsentrasi ragi tempe dengan rendemen tepung jagung fermentasi yang

dihasilkan dapat dilihat pada gambar 9.

60
48.77
50
36.63 36.5
Rendemen (%)

40 33.76 32.25 32.23


30

20
rendemen
10

0
p1 p2 p3 p4 p5 p6
Konsentrasi Ragi (gram)
Gambar 9. Grafik Pengaruh Konsentrasi Ragi Tempe terhadap Rendemen Tepung
Jagung Fermentasi

Menurut Sukardi, (2008) nilai rendemen dipengaruhi oleh kadar air

bahan. Nilai rendemen merupakan salah satu peubah yang dapat digunakan

sebagai acuan untuk menentukan efektifitas dan efesiensi suatu proses

pengeringan. Semakin tinggi nilai rendemen dari suatu perlakuan menunjukkan

bahwa proses yang dilakukan akan semakin efektif dan efisien. Gambar 9

menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ragi tempe yang diberikan, maka
30

rendemen yang dihasilkan semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh karena

adanya proses fermentasi oleh ragi yang menghilangkan glukosa, sehingga akan

mengurangi berat dari tepung yang dihasilkan, oleh karena itu semakin tinggi

level ragi yang digunakan maka semakin banyak glukosa yang hilang. Selain itu

proses pengeringan yang dilakukan dapat menyebabkan terjadinya penguapan

karbondioksida (CO2) sehingga persentase rendemen akan berkurang (Said Irfan,

2007). Rendemen dipengaruhi oleh kadar air bahan, semakin rendah kadar air

bahan, maka semakin rendah juga rendemen bahan tersebut. Hal ini disebabkan

karena pada bahan mengandung kadar air, semakin banyak kadar air yang

menguap dari bahan, maka bobot bahan (rendemen) juga akan berkurang (Hafiz,

2008).

4.2.2.2. Daya Serap Air

Perlakuan dengan konsentrasi ragi tempe pada tepung jagung fermentasi

memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap daya serap air tepung jagung

fermentasi (Tabel 12). Hubungan konsentrasi ragi tempe dengan daya serap air

tepung jagung fermentasi yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 10.

7.2000 6.9970
7.0000
6.8000
Daya serap air (%)

6.6000 6.3740
6.4000
6.2000 6.0428 6.0526 6.1258
6.0000 5.9128
daya serap air
5.8000
5.6000
5.4000
5.2000
p1 p2 p3 p4 p5 p6
Konsentrasi Ragi (gram)

Gambar 10. Grafik Pengaruh Konsentrasi Ragi Tempe Terhadap Daya Serap Air
Tepung Jagung Fermentasi
31

Gambar 10 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ragi tempe,

maka daya serap air juga meningkat. Hal ini disebabkan karena pada saat

fermentasi granula pati menjadi pecah sehingga ketika dikeringkan tepung bersifat

porous dan mudah menyerap air dan minyak. Struktur pati yang porous setelah

pengeringan memudahkan air untuk meresap kedalam bahan pada waktu

rehidrasi. Sehingga semakin tinggi konsentrasi ragi maka akan semakin

meningkatkan porousitas tepung. Selain itu daya serap uap air juga dipengaruhi

oleh kadar amilosa. Kadar amilosa yang tinggi akan meningkatkan absorbsi air.

4.2.2.3 Warna

Perlakuan dengan konsentrasi ragi tempe pada tepung jagung fermentasi

memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna (nilai L) tepung jagung

fermentasi dan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap °Hue

(Tabel 12). Hubungan konsentrasi ragi tempe terhadap warna (nilai L dan °Hue)

tepung jagung fermentasi dapat dilihat pada gambar 11 (Nilai L) dan Gambar 12

(°Hue).

80.000
69.777
70.000 64.727
59.500 61.983
60.000 54.573
50.440
50.000
nilai L*

40.000
30.000 nilai L*
20.000
10.000
0.000
p1 p2 p3 p4 p5 p6
konsentrasi ragi (gram)

Gambar 11. Grafik Pengaruh Konsentrasi Ragi Tempe Terhadap Nilai L* Tepung
Jagung Fermentasi
32

Gambar 11 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ragi tempe

yang diberikan, maka nilai L* semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena

aktivitas mikroorganisme pada fermentasi tepung jagung menghasilkan enzim

selulase. Enzim itu berperan mendegradasi selulosa yang membungkus pati

jagung (Gusti, 2010).

Menurut Andarwulan (2011), sistem notasi hunter L* menunjukkan

cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam. Hal

ini sesuai dengan hasil pengamatan dan analisis bahwa penambahan konsentrasi

ragi tempe terhadap nilai L* secara signifikan mengalami kenaikan yang

mengarah pada warna terang. Perubahan nilai L*cenderung meningkat

menunjukan perubahan warna menjadi terang, dimana nilai 0 berarti gelap atau

hitam dan nilai 100 berarti warna terang atau putih.

80.000 73.589
68.546
70.000 65.319
60.586 61.920 62.637
60.000
50.000
°Hue

40.000
30.000 °Hue

20.000
10.000
0.000
p1 p2 p3 p4 p5 p6
konsentrasi ragi (gram)

Gambar 12. Grafik Pengaruh Konsentrasi Ragi Tempe Terhadap °Hue Tepung
Jagung Fermentasi

Gambar 12 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ragi tempe

yang diberikan, maka °Hue semakin meningkat. °Hue menunjukkan warna berada

pada rentang 54-90, yaitu masuk kelompok warna Yellow Red (YR). Terjadinya
33

peningkatan °Hue menunjukkan terjadinya pergeseran warna dari Yellow Red

(YR) menuju ke warna Yellow (Y). Pada tepung jagung fermentasi warna yang

nampak adalah kuning. Hal ini disebabkan karena ragi tempe memiliki warna

dasar putih sehingga ketika ditambahkan pada biji jagung, warna putih dari ragi

tempe tertutupi oleh warna kuning dari biji jagung, yaitu pigmen xantofil.

Menurut Muhandri, 2009 warna kuning pada tepung jagung disebabkan adanya

pigmen xantofil yang termaasuk dalam pigmen karotenoid pada biji jagung.

Hal ini disebabkan pada saat fermentasi pigmen xantofil pada jagung

tetap terikat karena selama proses fermentasi, wadah yang digunakan tertutup

rapat dan disimpan dalam ruangan gelap. Menurut Yulianto, 2013 pigmen xantofil

bebas yang tidak larut dalam air tersebut bersifat sangat sensitif terhadap adanya

oksigen, cahaya dan asam. Oleh karena itu, xantofil pada umumnya disimpan

dalam ruangan gelap (tidak ada cahaya), sehingga pada penambahan konsentrasi

ragi tempe, warna kuning pada tepung jagung fermentasi tidak tertutupi oleh

warna putih pada ragi tempe dikarenakan pigmen xantofil masih terikat.

4.2.3 Mutu Organoleptik

Berdasarkan hasil pengamatan dan uji lanjut pada beberapa parameter

yang diamati, maka dapat dikemukakan pembahasan sebagai berikut:

4.2.3.1. Warna

Perlakuan konsentrasi ragi tempe memberikan pengaruh yang tidak

berbeda nyata pada tingkat kesukaan (afektif) namun memberikan pengaruh yang

berbeda nyata terhadap tingkat penerimaan panelis (deskriptif) terhadap warna


34

tepung jagung fermentasi (Tabel 14). Rerata nilai warna dapat dilihat pada gambar

13.

4 3.6 3.55
3.3 3.35 3.45 3.35
3.5 3.2
2.9 2.8
3
2.5 2.25 2.2
1.95
Warna

2
deskriptif
1.5
afektif
1
0.5
0
p1 p2 p3 p4 p5 p6
Konsentrasi Ragi (gram)
Gambar 13. Grafik Pengaruh Konsentrasi Ragi Tempe Terhadap Uji Organoleptik
Parameter Warna pada Tepung Jagung Fermentasi

Berdasarkan gambar 13 menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi

ragi tempe memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna metode

deskriptif. Purata tertinggi pada konsentrasi ragi tempe 0% (P1) yaitu dengan

warna tepung kuning muda. Hasil purata menunjukkan warna pada perlakuan P2,

P3, P4, P5 dan P6 berbeda seiring dengan meningkatnya konsentrasi ragi tempe.

Hal ini disebabkan oleh semakin tinggi konsentrasi ragi tempe, warna tepung yang

dihasilkan semakin putih. Menurut Muhandri, 2009 warna kuning pada tepung

jagung disebabkan adanya pigmen xantofil yang termaasuk dalam pigmen

karotenoid pada biji jagung. Sedangkan untuk uji hedonik warna tertinggi

terdapat pada perlakuan konsentrasi ragi tempe 0% (P1).

4.2.3.2. Bau

Perlakuan konsentrasi ragi tempe memberikan pengaruh yang berbeda

nyata pada tingkat kesukaan dan tingkat penerimaan panelis (Tabel 14) terhadap

bau tepung jagung fermenetasi, Rerata nilai bau dapat dilihat pada gambar 14
35

4
3.5 3.4
3.15 3.15
2.9 3
3 2.75 2.8
2.65 2.6
2.5
2.5 2.3
2
2
bau

Bau
1.5 deskriptif
Bau afektif
1
0.5
0
p1 p2 p3 p4 p5 p6
Konsentrasi Ragi (gram)

Gambar 14. Grafik Pengaruh Konsentrasi Ragi Tempe Terhadap Uji Organoleptik
Parameter Bau Pada Tepung Jagung Fermentasi

Berdasarkan gambar 14 menunjukkan bahwa purata tertinggi terdapat

pada konsentrasi ragi tempe 5% (P6) dengan metode deskriptif dan metode

afektif. Tingkat penerimaan panelis pada metode deskriptif terhadap bau tepung

jagung fermentasi mendekati agak berbau jagung. Hal ini dikarenakan semakin

tinggi konsentrasi ragi tempe, tepung jagung akan semakin tahan lama (awet) dan

mengeluarkan bau khas jagung, sedangkan pada tepung jagung dengan

konsentrasi ragi tempe 0% (P1) mengalami kerusakan sehingga menimbulkan bau

tidak sedap. Menurut Astawan, 2004 menyatakan bahwa jika produk pangan tidak

mengalami proses fermentasi, akan mengalami kerusakan dan menghasilkan bau

tidak sedap.
36

BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang terbatas pada lingkup

penelitian ini maka ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Perlakuan dengan konsentrasi ragi tempe memberikan pengaruh yang

nyata terhadap kadar amilosa, kadar air, rendemen, daya serap air, warna

(nilai L*), warna dan bau secara deskriptif serta bau secara afektif, tetapi

memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap warna (°Hue) dan warna

secara afektif.

2. Semakin tinggi konsentrasi ragi tempe maka kadar amilosa, daya serap air

dan warna (nilai L* dan °Hue) semakin meningkat, sedangkan kadar air

dan rendemen semakin menurun.

3. Tingkat kesukaan panelis tertinggi pada parameter warna, dan bau adalah

perlakuan dengan konsentrasi ragi tempe 0% (P1) dan 5% (P6) yaitu

dengan penilaian agak suka.

4. Perlakuan konsentrasi ragi tempe 0% (P1) memiliki warna kuning muda

dan 5% (P6) memiliki aroma agak berbau jagung merupakan perlakuan

terbaik dengan metode deskriptif.

5. Perlakuan konsentrasi ragi tempe 4% direkomendasikan sebagai perlakuan

terbaik terhadap kadar air (6,207%), kadar amilosa (24,028%), rendemen

(32,25%), daya serap air (6,374%), warna (nilai L*) (64,727), °Hue

(68,546), warna afektif dengan kriteria mendekati suka (3,55), bau afektif
37

dengan kriteria agak suka (3,15), warna deskriptif dengan kriteria

mendekati warna kuning muda (2,9) dan bau deksriptif dengan kriteria

mendekati agak berbau jagung (2,8).

5.2. Saran
Terbatas pada cakupan penelitian ini, maka dikemukakan saran sebagai

berikut:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk pengaplikasian tepung jagung

fermentasi pada produk pangan.

2. Perlu dilakukan analisa lebih lanjut terhadap parameter lainnya seperti uji

total mikroba.

3. Perlu dilakukan penambahan bahan lain untuk memperbaiki aroma dari

tepung jagung fermentasi.


DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] The Association Official Analytical Chemists. 1995. Official Methods of


Analysis. Washington DC: AOAC

Aini, Nur. 2013. Teknologi Fermentasi Pada Tepung Jagung. Graha Ilmu.
Jogjakarta

Aini, Nur., Purwiyatno Hariyadi., Tien R. Muchtadi dan Nuri Andarwulan. 2009.
Hubungan Sifat Kimia dan Rheologi Tepung Jagung Putih Dengan
Fermentasi Spontan Butiran Jagung. Forum Pascasarjana Vol. 32 No. 1:33-
43

Anonim, 2011. Gizi Jagung. www.scribd.com. [Diakses tanggal 21 Agustus


2016].

Anonim, 2016a. Jagung. www.wikipedia.com. [Diakses tanggal 18 Agustus


2016].

Anonim. 2016b. Tabel Kandungan Nutrisi Jagung. www.wikipedia.com. [Diakses


tanggal 14 Agustus 2016].

Armanda, Yoga dan Widya Dwi Rukmi Putri. 2016. Karakteristik Fisikokimia
Tepung Sorgum Coklat Utuh (Whole Grain Brown Sorghum Flour)
Terfermentasi Ragi Tape. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 4 No 2 :
458-467

BPS NTB, 2012. Nusa Tenggara Barat Dalam Angka 2012 (Nusa Tenggara
Barat in Figures 2012). Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Barat,
Mataram.

Celina. 2010. Pembuatan Tempe Dengan Variasi Rempah-Rempah.


http://celinzaquisha.blogspot.co.id/2012/03/pembuatan-tempe-dengan-
variasi-rempah.html. [Diakses tanggal 18 Agustus 2016]
Claudia, Ricca., Teti Estiasih., Dian Widya Ningtyas dan Endrika Widyastuti.
2015. Pengembangan Biskuit dari Tepung Ubi Jalar Oranye (Ipomoea
Batatas L.) dan Tepung Jagung (Zea Mays) Fermentasi: Kajian
Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1589-1595

Departemen Kesehatan RI. 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhantara:


Jakarta

Dila, Nastri Saniati. 2013. Kajian Sifat Organoleptik Mie Berbahan Dasar
Tepung Jagung (Zea Mays L.) Ternikstamalisasi. Skripsi. Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

Dwi, Rohana Kurniawati. 2006. Penentuan Desain Proses Dan Formulasi


Optimal Pembuatan Mi Jagung Basah Berbahan Dasar Pati Jagung Dan
Corn Gluten Meal (CGM). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Bogor

Ekafitri, Riyanti. 2009. Karakterisasi Tepung Lima Varietas Jagung Kuning


Hibrida dan Potensinya untuk Dibuat Mie Jagung. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor

Fajar, Bobby Rianto. 2006. Desain Proses Pembuatan Dan Formulasi Mi Basah
Berbahan Baku Tepung Jagung. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Bogor

Febrina, Erick. 2007. Pengaruh Perlakuan Konsentrasi NaCl, Kadar Air dan
Passing Terhadap Mutu Fisik Mi Basah Jagung yang Diproduksi Dengan
Menggunakan Ekstruder Ulir Pemasak dan Pencetak. (Skripsi). Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Gusti, Setiavani. 2010. Kajian Pembuatan Tepung Cassava Modifikasi. Skripsi:


Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Medan. Medan
Indrianti, Novita., Rima Kumalasari., Riyanti Ekafitri dan Doddy Andy
Darmajana. 2013. Pengaruh Penggunaan Pati Ganyong, Tapioka, Dan
Mocaf Sebagai Bahan Substitusi Terhadap Sifat Fisik Mie Jagung Instan.
AGRITECH, Vol. 33, No. 4

Iskandar, Angelia Putri. 2011. Produksi Bioetanol Oleh Saccharomyces


cerevisiae Dari Biji Durian (Durio zibethinus Murr.) Dengan Variasi Jenis
Jamur dan Kadar Pati. Skripsi. Fakultas Teknobiologi, Program Studi
Biologi Yogyakarta. Yogyakarta

Merdiyanti, Angelia. 2008. Paket Teknologi Pembuatan Mi Kering Dengan


Memanfaatkan Bahan Baku Tepung Jagung. Skripsi. Departemen Ilmu Dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Bogor

Meyer, L.H. 1996. Food Chemistry. Connecticud the AVI Publishing Company.

Midlanda, Hirda Mega., Linda Masniary Lubis. dan Zulkifli Lubis. 2014.
Pengaruh Metode Pembuatan Tepung Jagung dan Perbandingan Tepung
Jagung dan Tepung Beras Terhadap Mutu Cookies. J.Rekayasa Pangan dan
Pert., Vol.2 No.4

Rahmawati, Alifia Yunika dan Aji Sutrisno. 2015. Hidrolisis Tepung Ubi Jalar
Ungu (Ipomea Batatas L.) Secara Enzimatis Menjadi Sirup Glukosa
Fungsional: Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3
p.1152-1159

Rasper, V., F., dan De Man, J., M. 1980. Effect of Granule Size of Substituted
Straches on the Rheological Character of Composite Doughs. Cereal
Chemists. 57: 331-340

Richana, N., Budiyanto, A dan Mulyawati, I. 2010. Pembuatan Tepung Jagung


Termodifikasi dan Pemanfaatannya untuk Roti. Prosiding Pekan Serealia
Nasional, 1-9.
Rika. 2012. Peran Jamur Rhizopus oligosporus dalam Proses Fermentasi Kedelai.
http://rikavert.blogspot.co.id/2012/12/peran-jamur-rhizopus-oligosporus-
dalam-8728.html. [Diakses tanggal 18 Agustus 2016].

Ryan, Akbar dan Yunianta. 2014. Pengaruh Lama Perendaman Na2S2O5 dan
Fermentasi Ragi Tape Terhadap Sifat Fisik Kimia Tepung Jagung. Jurnal
Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.2 p.91-102

Safitri, Frahma dan Sri Hartini. 2012. Substitusi Buah Sukun (Artocapus altilis
Forst) Dalam Pembuatan Mie Basah Berbahan Dasar Tepung Gaplek
Berprotein. Skripsi. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga

Safitri, M. 2005. Pembuatan Mie Kering dengan Formulasi Tepung Gandum,


Tepung Jagung Kuning dan Tepung Tapioka dengan Penambahan CMC,
STTP dan Gum Xanthan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Jember. Jember
Said, Irfan., Johana C Likadja dan Asteria. 2007. Karakteristik Tepung Telur
Ayam Ras Yang Difermentasi Dengan Ragi Tape Secara Aerob. Skripsi.
Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin. Makassar

Samin, Adi Ahmad (2014) Penentuan Kandungan Fenolik Total Dan Aktivitas


Antioksidan Dari Rambut Jagung (Zea Mays L.) Yang Tumbuh Di Daerah
Gorontalo. Other Thesis, Universitas Negeri Gorontalo.

Santika, Gumilar Atmadja. 2006. Pengembangan Produk Pangan Berbahan


Dasar Jagung Quality Protein Maize (Zea Mays L.) Dengan Menggunakan
Teknologi Ekstrusi. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Setiawati, Denik. 2015. Perubahan Karakteristik Mie Mojang (Mocaf-Jagung)


yang Dibuat Dengan Perbedaan Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengikat.
Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Jember.

Setyani, Sri., Noventi Riana Sari., Eni Kuswandari dan Neti Yuliana. 2012.
Pengaruh Ragi Tempe Dan Fermentasi Jagung Terhadap Sifat Organoleptik
Dan Fisikokimia Formula Mp-Asi Dengan Tepung Tempe. Jurnal
Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.1

Singarimbun, Alemina. 2008. Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu Dengan


Tepung Jagung dan Konsentrasi Kalium Sorbat Terhadap Mutu Mie Basah
(Boiled Noodle). Skripsi. Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.

SNI 01-3727-1995. 1995. Syarat Mutu Tepung Jagung

Sudarmadji, Slamet et al. 1996. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan


Pertanian. Liberti. Yogyakarta

Sutrisno, Koswara. 2009. Teknologi Pengolahan Jagung (Teori Dan Praktek).


ebookpangan.com. [Diakses tanggal 21 Agustus 2016].

Yulianto, Aton. 2013. Perbaikan Proses Produksi Tepung Jagung Secara


Enzimatis Menggunakan Papain. Disertasi. Program Studi Teknologi
Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

Anda mungkin juga menyukai