Anda di halaman 1dari 64

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

Open Fraktur Pada Sistem Muskuloskeletal

OLEH :
1. Diana Puspandari (01.2.16.00532)
2. Dianita Anggraini (01.2.16.00533)
3. Dinda Desi Wijaya (01.2.16.00534)
4. Dwi Crismon Petter (01.2.16.00535)
5. Elisabet Retno Dwisejati (01.2.16.00536)
6. Endro Nopfantiyanto Akas (01.2.16.00537)
7. Erlyana Rahayu Fibriani (01.2.16.00538)
8. Febinda Dwi Arimbi (01.2.16.00539)
9. Febri Tri Hamunangan (01.2.16.00540)
10. Inas Istiqlal Sari nabila (01.2.16.00541)
11. Indra Imanuel Praditya (01.2.16.00542)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS BAPTIS KEDIRI


PRODI KEPERAWATAN SRATA 1
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................I
KATA PENGANTAR...........................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3. Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1. Anatomi Dan Fisiologis.............................................................................3
A. Sistem Muskuloskeletal.............................................................................3
B. Anatomi Dan Fisiologi..............................................................................9
C. Fisiologi Tulang......................................................................................14
2.2. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Open Fraktur....................................14
A. Konsep Teoritis Open Fraktur.................................................................14
B. Anamnesis...............................................................................................20
C. Diagnosis Keperawatan...........................................................................27
D. Intervensi.................................................................................................27
E. Evaluasi...................................................................................................37
2.3. Pendidikan kesehatan terkait pencegahan primer, sekunder dan tersier. 37
A. Pencegahan Primer..................................................................................37
B. Pencegahan Sekunder..............................................................................38
C. Pencegahan Tersier..................................................................................38
2.4. Konsep Prosedur Keperawatan Sistem Muskuloskeletal........................41
A. Body Mechanics / Mekanika Tubuh.......................................................41
B. Ambulasi Dini.........................................................................................47
C. ROM ( Range of Motion)........................................................................48
D. Fiksasi dan Imobilisasi............................................................................53
BAB III...................................................................................................................58
PENUTUP..............................................................................................................58
3.1 kesimpulan...............................................................................................58
3.2 saran.........................................................................................................58

I
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................59
LAMPIRAN...........................................................................................................60

II
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA
sehingga makalah “Makalah Keperawatan Medikal Bedah Open fraktur pada
sistem muskuloskeletal ” ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa juga kami
mengucapkan terimakasih atas masukan dan sumber dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan materi dengan baik.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca, karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman
kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu
kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.Kami mengucapkan terima kasih pada dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingannya selama kami
mengikuti mata kuliah tersebut.
Sekian dan terima kasih.

Kediri, 16 September 2018

Penyusun

III
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, Ratusan orang
meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa ini. Memang di negara ini,
kasus kecelakaan lalu lintas sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas merupakan
pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut
data kepolisian Republik Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan
mencapai 13.399 kejadian, dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang
mengalami luka berat, dan 8.694 mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-
rata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang
meninggal dunia.
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur
(patah tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi
atas fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga
berhubungan dengan udara luar, dan fraktur tertutup, yaitu jika fragmen tulang
tidak berhubungan dengan dunia luar. Secara umum, fraktur terbuka bisa
diketahui dengan melihat adanya tulang yang menusuk kulit dari dalam, biasanya
disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian
yang dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut
yang bisa mengarah ke samping, depan, atau belakang.
1.2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Anatomi fisiologis system muskuloskeletal dan patofisiologi-
nya?
b. Apa saja Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system
muskuloskeletal?
c. Bagaimana Pendidikan kesehatan terkait pencegahan primer, sekunder dan
tersier.
d. Apa saja Konsep prosedur keperawatan open fraktur.?

1
1.3. Tujuan
a. Mengetahui Anatomi fisiologis system muskuloskeletal dan patofisiologi-
nya
b. Memahami Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system
muskuloskeletal
c. Mengetahui Pendidikan kesehatan terkait pencegahan primer, sekunder
dan tersier.
d. Mengetahui Konsep prosedur keperawatan open fraktur.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Anatomi Dan Fisiologis
A. Sistem Muskuloskeletal
Menurut smeltzer s.c dan bare b.g (2002) tulang manusia saling berhubungan
satu dengan yang yang dalam berbagai bentuk untuk memperoleh fungsi sisrem
muskuloskeletal yang optimal. Jumlah tulang dalam tubuh manusia ada 206 buah,
yang terbagi dalam empat kategori: tulang panjang (misalnya femur, humerus, dan
kalvikula), tulang pendek, (misalnya tulang tarsalia dan karpalia), tulang pipih
(misalnya tulang sternum dan skapula), dan tulang tidak beraturan (misalnya
tulang panggul). Pada tulang panjang batang atau diafisis, terutama tersusun atas
tulang kortikal. Ujung tulang panjang dinamakan epifisis dan terutama tersusun
oleh tulang kanselus dan ditutupi oleh kartilago artikular pada sendi-sendinya.
Tulang pendek merupakan tulang-tulang yang lebih kecil dari tulang panjang dan
tidak ada perbedaan anatomi ukurannya, hanya ada bentuknya seperti kubus,
kapal atau bulat. Tulang pipih berbentuk lempengan-lempengan. Menurut price,
s.a. dan wilson, l.m. (1995) sistem tulang terdiri atas tulang sendi, otot rangka,
tendln, ligamen, bursa dan jaringan khusus penghubungnya.
Sel-sel yang terutama berperan dalam pembentukan dan resopsi tulang
adalah osteoblas dan oateoklas, keduanya berasal dari sumsum tulang. Osteoblas
adalah sel-sel pembentuk tulang yang berasal dari prekusosr sel stroma di sumsum
tulang. Sel-sel ini mengekskresikan sejumlah besar kolagen tipe i, protein matrik
tulang yang lain dan fosfatase alkali, adrenosin trifosfat dan pirofasfat yang
membantu kristalisasi dari garam- garam kalsium serta mineralisasi tulang. Sel-sel
ini berdiferensiasi menjadi osteosit. Osteosit adalah sel dewasa untuk
pemeliharaan fungsi tulang yang terletak pada osteon (matriks
tulang)danpertukarang ion kalsium dengan ion lainnya. Sedangkan osteoklas
adalah sel multinukleus yang mengerosi dan menyerap tulang hang sebelumnnya
telah terbentuk. Osteoklas berperan dalam penghancuran, resopsi dan remodeling.
Pembentukan tulang terbentuk lama sebelum kelahiran. Vitamin d berfungsi
meningkatkan oenyerapan kalsium dari saluran pencernaan. Kekurangan vitamin
D akan menyebabkan defisiensi mineral, deformitas tulang , dan patah tulang.

3
Pada anak-anak dikenal dengan rakhitis dan osteomalasia pada dewasa. Menurut
long (1996), fungsi tulang adalah menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk
pada rangka, melindungi organ-organ tubuh seperti kranium melindungi otak,
pergerakan (otot melekat ads tulang untuk kontraksi), gudang menyimpanmineral
seperti kalsium dan hematopoesis.
Kartilago (tulang rawan)terdiri atas serat-serat fleksibel dan tidak memiliki
vaskular. Nutrisi kartilago melalui proses difusi dari kapiler yang berada ada
perikondrium melalui cairan sinovial. Kartilago pada telinga sangat elastis karena
sedikit serat. Ligamen (simai) adalah suatu susunan serabut yang terdiri atas
jaringan ikat, kenyal dan fleksibel. Ligamen memertemukan dus ujung tulang dan
mempertahankan stabilitas. Tendon adalah ikatan jaringan fibrosa yang padat dan
merupakan ujunh dari otot dan menempel pada tulang.
Sedangkan faisa adalah suatu permukaan jaringan penyambung longgar yang
didaatkan langsung di bawah kulit, sebagai fasia superfisial. Fasiadalam jaringan
adalah jaringan penyambung fibrosa yanh membungkus otot, saraf, dan pembuluh
darah. Bursae dadalah kantong kecil dari jaringan ikat di atas bagian yang
bergerak, dibatasi membran sinovial dan mengandung cairan sinovial, yang
merupakan bantalan.
1. Metabolisme tulang
Tulang sebagai organ yang dinamis, dimana fungsi mwtabolisme dapat
merupakan cadangan dan pengatur keseimbangan berbagai mineral dalam tubuh
seperti kalsium, fosfor, magnesium, dan lain-lain. Semuanya itu dipengaruhi oleh
berbagai hormon dan keadaan, antara lain hormon paratiroid, kalsitonin, growth,
tiroid, kadar vitamin d, kalsium atau fosfor dalam darah, dan lain-lain.
Diperkirakan aliran darah ke tulang mencaai 200-400ml/menit, yang berguna
dalam membantu metabolisme tulang. Berbagai kelainan akibat gangguan
metabolisme tulang, seperti osteoklerosis, osteoporosis, dan osteomalasia.
Osteoklerosis meruoakan kelainan tulang akibat eningkatan klasifikasi tulang
karena hipoaratiroid. Osteoporosis terjadi karena penurunan penulangan
(osifikasi) akibat peningkatan resorpsi atau penurunan pembentukan tulang, antara
lain disebabkan karena imobilisasinlama atau akibat kelebihan hormon

4
glukokortikoid. Sedangkan osteomalasia, adalah keadaan di mana terjadi
penurunan mineralisasi tulang.
2. Sistem persendian
Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan tulang-
tulang tersebut dapat bergerak satu sama lain maupun tidak daat bergerak satu
sama lain (noer s., 1996). Hubungan antata dua tulang yang memungkinkan
pergerakan dinamakan sendi (smeltzer, 2002). Sendi menurut price (1995) adalah
tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Jadi daat disimpulkan bahwa sendi
adalah hubungan atau pertemuan dua buah tukangbatau lebih yang
memungkinkan pergerakan satu sama lain maupun yang tidak dapat bergerak satu
sama lain.
Klasifikasi sendi terdiri atas sinartrosis, amfiartrosis, dan diartrosis.
Sinartrosis adalah sendi yang tidak bisa digerakkan. Dikatakan tidak dapat
digerakan karena di antara tulang yang saling berhubungan tersebut terdapat
jaringan yang padat berupa jaringan ikat (sindesmosis), seperti tulang tengkorak,
antara gigi dan rahang, antara radius dengan ulna, atau jaringan tulang rawan
(sonkondrosis), seperti antara kedua ossa publika pada orang dewasa, atau adanya
jaringan tulang (sinartrosis), seperti persambungan antara ossis ilium, ossis
iskium, dan ossis pubikum. Sedangkan sendi amfiartrosis adalah sendi yang
menungkinkan pergerakan terbatas, seperti tukang vertebra, pubis, dan sendi
sakroiliaka. Sedangkan sendi diartrosis adalah sendi uang mampu digerakan
secara bebas.
Sendi diartrosis terbagi menjadi lima bagian seperti berikut ini.
A. Sendi peluru : sendi panggul, bahu ( gerakan bebas penuh)
B. Sendi engsel : gerakan melipat satu arah, mislnya siku, sendi ntata ruas jari
dan lutut.
C. Sendi pelana : memungkinkan gerakan pada dua bidang yang saling lurus,
misalnya ibu jari (metakarpal).
D. Senda pivot : gerakan rotasi, untuk melakukan aktivitas seperti memutar
pegangan pintu, kislnya radius dan ulna
E. Sendi peluncur : gerakan terbatas ke semua arah, misalnya tulang karpalia
di pergelangan tangan.

5
Sementara tipe sendi menurut price (1995) adalah sendi fibrosa, sendi
kartilagosa, dan sendi sinovial. Sendi fibrosa, tidak memiliki lapisan tulang
rawang dan dihubungkan oelh jarinhan penyambung, misalnya sutura pada
kranium. Sendi fibrosa terdiri atas membran interoseus atau ligamen di antara
tulang. Sehingga memungkinkan gerakan tetapi bukan gerak sejati (sindesmosis),
mislnya erlekatan tibia dan fibula. Sendi kartilago adalah sendi dimana ujung
tulngnya dibungkus oleh tulang rawan hialin, disokong oleh ligamen dan hanya
bisa bergerak sedikit.
Sendi-sendi tubuh yang daat digerakan dinamakan sendi sinovial. Sendi ini
mekiliki rongga sendi dan permukaan sendi dilapisi tulang rawan hialin. Kapsul
sendi terdiri atas suatu selaput penutup fibrosa adat, dan lapisan dalam yang
terbentuk dari jaringan penyambung bervaskular lebih banyak, serta sinovium
yang membentuk kantung yang melapisi seluruh sendi dan membungkus tendon-
tendon yang melintasi sendi. Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental
yang membasahi sendi.
Pada sendi yang normal, cairan sendk sangat sedikit, sehingga sulit diaspirasi
dan dipelajari. Cairan sendi merupakan ultrafiltrasi atau dialisat plasma. Ada
umumnya kadar molekul dan ion kecil adalah sama dengan plasma tetapi kadar
proteinnya lebih rendah. Jaringan yang melapisi permukaan sendi tetapi tidak
melapisi permukaan kapsul sendi adalah membran sinovial. Membran sinovial
merupakan jaringan avaskular. Membran ini licin dan lunak, berlipat-lipat
sehingga dapat menyesuaikan diri pada setiap gerakan sendi atau perubahan
tekanan intra-artikular.
3. Sistem otot
Otot skelet merupakan organ yang berkontraksi dengan tujuan memperoleh
tenaga dan geraka ke arah tertentu. Sebabgian otot skelet dihubungkn dengan
tulang oleh tendon. Otot skelet terdiri atas sel-sel yang disebut sebagai serabut
(fibers) yang mempunyai struktur tertentu. Kumpulan serabut disebut fasikula,
setiap serabut dalam fasikula dipersyarafi oleh motor neuron yang berbeda (noer
s,1996).
Adantiga jenis ototbutama pada tubuh manusia yaitu otot dalam (otot polos),
otot skeletal (otot lurik), dan otot jantung. Otot akan berkembang bila sersbut-

6
serabut otot mengalami pembesaran. Kekuatan dan ukuran otot dipengaruhi oleh
latihan, gizi, jenis kelamin, dan genetika (priharjo, r., 1996). Otot merupakan
kelompok jatingan terbesar dalam tubuh dan membentuk sekitar separuh berat
tubuh. Otot rangka itu sendiri membentuk sekitar 40% dari berat tubuh pada pria
dan 32% pada wanita, sementara otot polos dan otot jantung membentuk sampai
sekitar 10% sisanya dari berat tubuh total (sherwood, 2001).
Otot skelet adalah otot lurik karena terbentuk dari serabut-serabut hamg
terdiri atas beberapa miofibril yang tertutup dalam jaringan retikulum
endoplasmik. Otot skelet (otot lurik) berperan dalam gerakan tubuh, postur, dan
fungsi produksi panas. Otot dihubungkn oleh tendon atau oponeorosis ke tulang,
jaringan ikat atau kulit. Otot bervariasi ukuran dan bentuknya bergantung ada
aktivitas yang dilakukan. Mioglobin (pigmen protein serupa hemoglobin) untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme dari kapiler darah ke mitokondria. Otot merah
banyak mioglobin, kontraksi lebih lambat dan kuat, sedangkan otot putih
sebaliknya. Jenis-jenis kontraksi otot adalah isotonik dan isometrik.
Isometrik, panjang otot tetap tetapi trnaga yang dihasilkan meningkat,
misalnya mendorong dinding yang tidak dapat digerakan. Sedangkan isotonik
adalah pemendekan otot tanpa peningkatan trgangan, misalnya fleksi lengan atas.
Bila keduanya panjang dan letegangannya berubah serentak, kontraksinya disebut
auskotonik. Menurut silbernagl (2007), bila kontraksi isometrik diikuti kontraksi
isotonik atau auksotonik, disebut sebagai kontriksi afterload.
Otot harus selalu dilatih untuj menjaga fungsi dan kekuatannya. Hipertropi
adalah ertambhana ukuran otot tanpa peningkatan serat otot dan sebaliknya disuse
atropi. Pada klien tirah baring dan imobilisasi untuk mengurangi efeknya lakukan
latihan isometrik.
4. Penyembuhan tulang
Umumnya patah tukang sembuh melalui osifikasi endokondral. Ketika tulang
mengalami cedera, fragmen tulang tidak hanyak ditambal dengan jaringan parut,
namun secara alamiah tulang akan mengalami regenerasi sendiri. Menguntip
pendaat smeltzer (2002), tahapan penyembuhan tulang terdiri atas inflamasi,
proliferasi sel, pembentukan kalus, penulangan kalus (osifikasi) dan remodeling.

7
Tahan inflamasi. Tahan inflamasi berlangsung beberapa hari dan akan hilang
dengan berkurangnya pembengkakakn dan nyeri. Saat tulang mengalami cedera,
terjadi pendarahan dalam jaringan yang cedera dan pembentukan hematoma di
tempat tulang yang patah. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena
terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasu oleh
makrofag (sel darah putih besar), yang akan membersihkan daerah tersebut. Pada
saat itu terjadi inflamasi, pembengkakan, dan nyeri.
Tahan proliferasi sel. Kira-kira lima hari hematoma akan mengalamuli
organisasi, terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk
jaringan untuk revaskularisasi, dn invasi fibroblas dan osteoblas. Fibroblas dan
osteoklas (berkembang dari osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan
menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan
tulang. Terbentuk jatingan ikat fibrosa dan tulang rawan (osteoid). Dari
periosteum, tampak ertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut
dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang, tetapi gerakan
yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh
menunjukan potensial elektronegatif.
Tahap pembentukan kalus. Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran
tulang rawan tumbuh mencapao sisi lain sampai celah sudah terhubungkan.
Ragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrosa, tulang rawan, dan
tukang serat matur. Bentuk kalus dan volume dibutuhkan untuk menghubungkan
defek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergrseran
tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung
dalam tulang rawan atau jatingan fibrosa. Sexara klinis fragmen tulang tidak bisa
lagi digerakan.
Tahap penulangan kalus (osifikasi). Pembentukan kalus mulai mengalami
penulangan dalam dua samai tiga minggu patah tulang, melalii proses penulangan
endokondral. Patah yulang panjang orang dewasa normal, penulngan memerlukan
waktu tiga sampai empat bulan. Mineral terus-menerus ditimbun sampai tulang
benar-benar telah bersatu denhan kerasa. Permukaan kalus tetap bersifat
elektronegatif.

8
Tahap menjadi tulang dewasa (remodeling). Tahap akhir erbaikan atah tulng
meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulng baru ke susunan
meliputi pengambikan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan
sttuktural sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan smpai
bertahun-tahun bergantung pada beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan,
fungsi tulang, dan kasus yang melibatkannya (apakah tulang kompak dan
kanselus) stres fungsional pada tulang. Tulang kanselus mengalami penyembuhan
dan remodeling lebih cepat daripada tulang kortikal kompak, khususnya pada titik
kontak langsung.
Selama pertumbuhan memanjang tulang, daerah metafisis mengalami
remodeling (pembentukan) dan ada saat yang bersamaan epifisis menjauhi batang
tulang secara progresif. Remodeling tulang terjadi sebagai hasil proses antara
deposisi dan resopsi osteoblastiktukang secara bersamaan. Ketika tukang tumbuh,
bagian pusatnya dikikis dan diabsorpsi oleh osteoklas dan pada saat bersamaan
osteoblas pada permukaan lain melanjutkan prmbentukan tulang baru (bajpai,
1991). Proses remodelinh tulang berlangsung sepanjang hidup, di mana pada
anak-anak dalam mas pertumbuhan tetjadi keseimbangan (balance) yang positif,
sedangkan pada orang dewasa terjadi keseimbangan yang negatif. Remodeling
juga terjadi setelah penyembuhan suatu fraktur.
B. Anatomi Dan Fisiologi.
1. Anatomi tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada bagian instraseluler. Tulang
berasal dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses
"osteogenesis" menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut
"osteoblas". Proses mengerasnya tukang akibat penimbunan garam kalium.
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, tulang dapat diklasifikasi dalam
lima kelompok berdasarkan bentuknya:
a) Tulang panjang (femur, humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal
dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat
daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau
lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang

9
rawan dj lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang
yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batangdibentuk
oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone
(cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun remaja tulang rawan habis,
lempeng epifisis berfungsi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon
pertumbuhan, estrogen, dan terstoteron merangsang pertumbuhan tulang
panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsng fusi lempeng
epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis
medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang.
b) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
c) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat
dengan lapisan luar adalah tulang concellous.
d) Tukang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang
pendek.
e) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak disekitar tulang
yang terletak di sekitar tulang yang berdekatan dengan persendian dan
didukung oleh tendon dan jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-sel
terdiri atas tiga jenis dasar ostroblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas
berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang.
Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansu dasar
(glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan proteoglikan). Matriks
merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun.
Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tukang). Osteoklas adalah sel
multinuclear (berinti banyak) hang berperan dalam penghancuran, resopsi dan
remosdeling tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah
osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang
yang dinamakan lamella. Di dalam lamella terdapat osteosit, yang
memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang

10
halus (kanal yang menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak
sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan
periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya
tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum
mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat
dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel pembentuk
tulang.
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum
tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast, yang
melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat
endosteum dan dalam lacuna howship (cekungan pada permukaan tulang).
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30% bahan organik ( hidup ) dan 70 %
endapan garam . Bahan organik disebut matriks , dan terdiri dari lebih dari 90
% serat kolagen dan kurang dari 10% % proteoglikan ( protein plus sakarida).
Deposit garam terutama adalah kalsium dan fosfat, dengan sedikit natrium,
kalium karbonat, dan ion magnesium. Garam-garam menutupi matriks dan
berikatan dengan serat kolagen melalui proteoglikan. Adanya bahan organik
menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan
yang meregangkan). Sedangkan garam-garaam menyebabkan tulang memiliki
kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah
selama hidup. Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangan hormon,
faktor makanan, dan jumlah stress yang dibebankan pada suatu tulang, dan
terjadi akibat aktivitas sel-sel pembentuk tulang yaitu osteoblas.
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas
berespon terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks
tulang. Sewaktu pertama kali dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam
beberapa hari garam-garam kalsium mulai mengendap pada osteoid dan
mengeras selama beberapa minggu atau bulan berikutnya. Sebagian
osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid, dan disebut osteosit atau sel

11
tulang sejati. Seiring dengan terbentuknya tulang, osteosit dimatriks
membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan
osteosit lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang.
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang,
sebagian ion kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi. Garam nonkristal
ini dianggap sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat
dipindahkan dengan cepat antara tulang, cairan interstisium, dan darah.
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi, terjadi secara bersamaan
dengan pembentukan tulang. Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-
sel yang disebut osteoklas. Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar
yang berasal dari sel-sel mirip-monosit yang terdapat di tulang. Osteoklas
tampaknya mengeluarkan berbagai asam dan enzim yang mencerna tulang
dan memudahkan fagositosis. Osteoklas biasanya terdapat pada hanya
sebagian kecil dari potongan tulang, dan memfagosit tulang sedikit demi
sedikit. Setelah selesai di suatu daerah, osteoklas menghilang dan muncul
osteoblas. Osteoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru. Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti
dengan tulang baru yang lebih kuat.
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan
tulang terus menerus diperbarui atau mengalami remodeling. Pada anak dan
remaja, aktivitas osteoblas melebihi aktivitas osteoklas, sehingga kerangka
menjadi lebih panjang dan menebal. Aktivitas osteoblas juga melebihi
aktivitas osteoklas pada tulang yang pulih dari fraktur. Pada orang dewasa
muda, aktivitas osteoblas dan osteoklas biasanya setara, sehingga jumlah total
massa tulang konstan. Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas melebihi
aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai berkurang. Aktivitas osteoklas
juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami imobilisasi. Pada usia
dekade ketujuh atau kedelapan, dominansi aktivitas osteoklas dapat
menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah. Aktivitas
osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon.
Faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoblas dirangsang oleh
olahraga dan stress beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stress

12
mengenai tulang. Fraktur tulang secara drastis merangsang aktivitas
osteoblas, tetapi mekanisme pastinya belum jelas. Estrogen, testosteron, dan
hormon pertumbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan
pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas akibat
melonjaknya kadar hormon- hormon tersebut. Estrogen dan testosteron
akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifsis (ujung pertumbuhan tulang). Sewaktu
kadar estrogen turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas berkurang.
Defisiensi hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang.
Vitamin d dalam jumlah kecil merangsang klasifkasi tulang secara
langsung dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan
merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi
kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi tulang. Namun, vitamin d dalam
jumlah besar meningkatkan kadar kalsium serum dengan meningkatkan
penguraian tulang. Dengan demikian vitamin d dalam jumlah besar tanpa
diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi
tulang.
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama
dikontrol oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar
paratiroid yang terletak tepat di belakang kelenjar tiroid. Pelepasan hormon
paratiroid meningkat sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium
serum. Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang
pemecahan tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam darah. Peningkatan
kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan
pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya mengurangi
efek hormon paratiroid pada osteoklas.
Efek lain hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid meningkatkan
ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah.
Pengaktifan vitamin d di ginjal bergantung pada hormon paratiroid.
Sedangkan kalsitonin adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar
tiroid sebagai respons terhadap peningkatan kadar kalsium serum. Kalsitonin

13
memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan pembentukan osteoklas.
Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga menurunkan kadar
kalsium serum.
C. Fisiologi Tulang.
Fungsi tulang adalah sebagai berikut:
a. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
b. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan
jaringan lunak.
c. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan).
d. Membentuk sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang belakang (hema
topoiesis).
e. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.
2.2. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Open Fraktur
A. Konsep Teoritis Open Fraktur
1. Definisi
Fraktur menurut Smeltzer (2002) adalah terputusnya kontinuitas tulang
dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.Demikian pula menurut
Sjamsuhidayat (2005), fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jarian tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa.Sementara Doenges (2000) memberikan batasan, fraktur adalah
pemisahan atau patahnya tualang.Fraktur adalah patah tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 1995).Sedangkan fraktur
menurut Reeves (2001), adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Berdasarkan batasan di atas dapat disimpulkan bahwa, fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh,yang
biasanya disesbabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang
ditentukan jenis dan luasnya trauma.
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia
luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within
(dari dalam), atau from without (dari luar).

14
Fraktur Compound (terbuka) adalah fraktur yang menyebabkan robeknya
kulit (Corwin,2001).
Fraktur terbuka karena itegritas kulit robek atau terbuka dan ujung tulang
menonjol sampai menembus kulit ( Reeves,2001).
2. Etiologi
Fraktur disesbabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Smeltzer, 2002).
Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung terjadi pada laki-laki, biasanya
frekuensi terjadi pada umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan
dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan
kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering
mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan
meningkatnya insisden osteoporosis yang terkait degan perubahan hormone
pada menepouse (Reeves, 2001).
3. Klasifikasi
Pada fraktur terbuka terdapat klasifikasi berdasarkan derajat luka antara
lain :
Derajat I:
1. Luka < 1 cm
2. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
3. Fraktur sederhana, tranversal, atau kominutif ringan
4. Kontaminasi minimal
Derajat II :
1. Luka > 1 cm
2. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi
3. Fraktur kominutif sedang
4. Kontaminasi sedang
Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot,
dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi
atas:

15
1. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat
laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat kominutif yang
disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat ukuran luka.
2. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar
kontaminasi masif.
3. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa
melihat kerusakan jaringan lunak.
4. Gejala Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah Nyeri(pain), hilangnya nyeri
(Fungsiolesa), deformitas, pemendekan ekstermitas, kripitasi, pembengkakan
local, dan perubahan warna (Smeltzer,2002). Gejala umum fraktur adalah
rasa sakit, pembengkakan dan kelainan bentuk ( Reeves,2001).
1. Nyeri terus-menurus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antarfragmen
tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya
tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau
tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun meraba) ekstermitas
yang bisadiketahui dengan membandingkan ekstermitas normal.
Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada intergritas tulang tempat melengketnya otot.
3. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebernarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2
inchi).
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan keruakan jaringan lunak
yang lebih berat.

16
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
5. Ptofisiologi
Fraktur dapat terjadi akibat trauma langsung dan tak langsung serta kondisi
patologis, setelah terjadi fraktur dapat mengakibatkan diskontinuitas tulang
dan pergeseran fragmen tulang.Pergeseran fragmen tulang otomatis
menimbulkan adanya nyeri.Diskontinuitas tulang dapat berakibat perubahan
jaringan sekitar lalu terjadi pergeseran fragmen tulang kemudian terjadi
deformitas dan gangguan fungsi yang berujung gangguan imobilitas fisik.
Perubahan jaringan sekitar juga dapat menyebabkan laserasi kulit dimana
terjadi kerusakan integritas kulit jika sampai menyebabkan putus vena/arteri
akan terjadi perdarahan lalu kehilangan volume cairan yang berujung syok
hipovolemik. Selain laserasi kulit juga berakibat ke spasme otot yang
meningkatkan tekanan kapiler terjadi pelepasan histamin, protein plasma
hilang maka terjadi edema yang menyebabkan penekanan pembuluh darah
dan dapat terjadi penurunan perfusi jaringan.
Diskotinuitas akibat terjadinya fraktur dapat mengakibatkan terjadi
kerusakan fragmen tulang yang selanjutnya dapat mengakibatkan tekanan
sesama tulang lebih tinggi daripada kapiler kemudian terjadi reaksi stres
pasien dimana terjadi pelepasan katekolamin yang memobilisasi asam lemak
bergabung dengan trombosit maka terjadilah emboli yang akan menyumbat
pembuluh darah.

17
6. Pathway

Trauma langsung trauma tidak langsung kondisi patologis

FRAKTUR

Diskontinuitas tulang pergerakan tulang nyeri

Perubahan jaringan kerusakan frakmen tulang


Sekitar

Pergeseran frag leserasi kulit spasme otot tekanan sumsum


tulang >
tulang Tinggi dari kapiler

deformitas Putus vena / arteri peningkatan tekanan reaksi stress


klien
Kerusakan Kapiler
integritas Kulit
perdarahan pelepasan histamin melepaskan
katekolamin

gangguan kehilangan v olume protein plasma hilang mobilisasi


asam lemak
fungsi cairan

hambatan mobilitas shock hipovolemik edema bergabung dengan


trombosit
fisik
penekanan pemb emboli
darah

penurunan perfusi menyumbat


pembuluh
jaringan darah

gangguan perfusi jaringan

18
19
7. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doenges (2000), pemeriksaan diagnostik untuk fraktur terbuka,
yaitu:
1. Pemeriksaan rontgen: menetukan lokasi/luasnya fraktur trauma.
2. Scan tulang, tomogram, CT Scan/MRI :memperlihatkan fraktur juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
4. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun, pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ respon stress
normal setelah trauma.
5. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk kliners ginjal.
6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfuse
multiple, atau cedera hati.
8. Penatalaksanaan
Menurut mansjoer (2000), fraktur biasanya menyertai trauma.Itu sangat
penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan nafas (airway), proses
pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation) apakah terjadi syok atau
tidak.Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru dilakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu terjadinya kecelakaan penting
dinyatakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, meningkat golden,
period 1-6 jam, bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar.
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara cepat, singkat dan lengkap,
kemudian lakukan foto radiologi. Pemasangan bidai dilakukan untuk
mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih pada
jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
Tindakan pada foto fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin,
penundaan waktu dapat mengakibatkan komplikasi infeksi, waktu yang
optimal untuk bertindak sebelum 6-7 jam (golden period). Berikan antibiotic
untuk kuman gram positif dan negative dengan dosis tinggi. Lakukan
pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur terbuka.
Teknik debrimen adalah sebagai berikut:
a) Lakukan narcosis umum atau anastesi lokal bila luka ringan atau kecil.

20
b) Bila luka cukup luas, pasang dulu torniket (pompa atau esmard)
c) Cuci seluruh esktremitas selama 5-10 menit, kemudian lakukan
pencukuran, lalu diirigasi dengan cairan NaCl steril atau air matang 5-10
menit sampai bersih.
d) Lakukan tidakan desinfeksi dan pemasangan dulu.
B. Anamnesis
1. pengkajian
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai,status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.
Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain

21
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-
penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain
itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis
yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik.
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat.
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
 Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang
dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol
yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan
olahraga atau tidak.
 Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya

22
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola
nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
 Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi,
tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna
serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi
uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
 Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
 Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang
lain.
 Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap.
 Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk

23
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan body image).
 Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu
juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga,
timbul rasa nyeri akibat fraktur.
 Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.
 Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
 Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.

2. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini
perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
a) Gambaran Umum
Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti:
 Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.

24
 Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut.
 Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a. Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
b. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c. Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
d. Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
e. Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak
terjadi perdarahan)
f. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
g. Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h. Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
i. Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
j. Paru
1. Inspeksi

25
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
2. Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
3. Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
4. Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
k. Jantung
1. Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
2. Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
3. Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
l. Abdomen
1. Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
2. Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
3. Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
4. Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
b) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
1. Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:

26
Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
 Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
 Cape au lait spot (birth mark).
 Fistulae.
 Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
 Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal).
 Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
 Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki
mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa
maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
 Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
 Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
 Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal,tengah, atau distal).
 Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan
ukurannya.
 (3)Move (pergeraka terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada
pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi

27
keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran
derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau
dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan
gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif
dan pasif.(Reksoprodjo, Soelarto, 1995)
C. Diagnosis Keperawatan
Adapun diagnosis keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut:
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan
traksi (pen, kawat, sekrup).
D. Intervensi
Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
00132
Nyeri akut
Definisi
Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat
kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai
kerusakan (International Association fot the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba
atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat di
antisipasi atau diprediksi.
Batasan Karakteristik
a. Bukti nyeri dengan menggunakan i. Laporan tentang perilaku
standar daftar periksa nyeri untuk nyeri/perubahan aktivitas
pasien yang tidak dapat j. Mengekspresikan perilaku (mis,
mengungkapkannya. gelisah, merengek, menangis,
b. Diaforesis waspada)
c. Dilatasi pupil k. Perilaku distraksi
d. Ekspresi wajah nyeri (mis, mata l. Perubahan pada parameter

28
kurang bercahaya, tampak kacau, fisiologis (mis, tekanan darah,
gerakan mata berpencar atau tetap frekuensi jantung, frekuensi
pada satu fokus, meringis) pernafasan, saturasi oksigen dan
e. Fokus menyempit (mis, persepsi endtidal karbondioksida)
waktu, proses berfikir, interaksi m. Perubahan posisi untuk
dengan orang dan lingkungan) menghindari nyeri
f. Fokus pada diri sendiri n. Perubahan selera makan
g. Keluhan tentang intensitas o. Putus asa
menggunakan standar skala nyeri p. Sikap melindungi area nyeri
h. Keluhan tentang karakteristik q. Sikap tubuh melindungi
nyeri dengan menggunakan
standar instrumen nyeri

Faktor yang berhubungan


a. Agens cedera biologis (mis,
infeksi, iskemia, neoplasma) c. Agens cedera kimiawi (mis, luka
b. Agens cedera fisik (mis, abses, bakar, kapsaisin, metilen klorida,
amputasi, luka bakar, terpotong, agens mustard)
mengangkat berat, prosedur
bedah, trauma, olahraga
berlebihan)
NOC : Kontrol Nyeri (1605)
Tid
Seca
ak Kadan
ra
per g-
Jarang kons
nah kadan Sering
menu isten
me g menunju
njuk- men
nu menu k-kan
kan unju
nju njuk-
k-
k- kan
kan
kan
SKALA OUTCOME KESELURUHAN 1 2 3 4 5 NA
160502 Mengenali kapan nyeri terjadi 1 2 3 4 5 NA
160501 Menggambarkan faktor penyebab 1 2 3 4 5 NA
160510 Menggunakan jurnal harian untuk
memonitor gejala dari waktu ke 1 2 3 4 5 NA
waktu
160503 Menggunakan tindakan pencegahan 1 2 3 4 5 NA

29
160504 Menggunakan tindakan
pengurangan (nyeri) tanpa 1 2 3 4 5 NA
analgesik
160505 Menggunakan analgesik yang
1 2 3 4 5 NA
direkomendasikan
160513 Melaporkan perubahanterhadap
gejala nyeri pada profesional 1 2 3 4 5 NA
kesehatan
160507 Melaporkan gejala yang tidak
terkontrol pada profesional 1 2 3 4 5 NA
kesehatan
160508 Menggunakan sumber daya yag
1 2 3 4 5 NA
tersedia
160509 Mengenali apa yang terkait dengan
1 2 3 4 5 NA
gejala nyeri
160511 Melaporkan nyeri yang terkontrol 1 2 3 4 5 NA
NOC : Tingkat Nyeri (2102)
Cuku
Seda Tidak
Berat p Ringan
ng ada
berat
SKALA OUTCOME
1 2 3 4 5 NA
KESELURUHAN
210201 Nyeri yang dilaporkan 1 2 3 4 5 NA
210204 Panjangnya episode nyeri 1 2 3 4 5 NA
210221 Menggosok area yang 1 2 3 4 5 NA
terkena dampak
210217 Mengerang dan menangis 1 2 3 4 5 NA
210206 Ekspresi nyeri wajah 1 2 3 4 5 NA
210208 Tidak bisa beristirahat 1 2 3 4 5 NA
210222 Agitasi 1 2 3 4 5 NA
210223 Iritabilitas 1 2 3 4 5 NA
210224 Mengerinyit 1 2 3 4 5 NA
210225 Mengeluarkan keringat 1 2 3 4 5 NA
210226 Berkeringat berlebihan 1 2 3 4 5 NA
210218 Mondar mandir 1 2 3 4 5 NA
210219 Fokus menyempit 1 2 3 4 5 NA
210209 Ketegangan otot 1 2 3 4 5 NA
210215 Kehilangan nafsu makan 1 2 3 4 5 NA
210227 Mual 1 2 3 4 5 NA
210228 Intoleransi makanan 1 2 3 4 5 NA
210210 Frekuensi nafas 1 2 3 4 5 NA
210211 Denyut jantung apikal 1 2 3 4 5 NA
210220 Denyut nadi radial 1 2 3 4 5 NA
210212 Tekanan darah 1 2 3 4 5 NA
210214 Berkeringat 1 2 3 4 5 NA
NIC : Manajemen Nyeri

30
Intervensi Rasional
1. Lakukan pengkajian nyeri 1. mengetahui tingkat nyeri pasien
komprehensif yang meliputi dan lokasi nyeri-nyeri yang
lokasi, karakteristik, onset/durasi, dirasakan pasien
frekuensi, kualitas, intensitas atau 2. dengan pemberian HE pasien
beratnya nyeri dan faktor pencetus akan lebih mudah mengetahui
2. Berikan informasi mengenai nyeri, tentang nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa 3. mengetahui dan menilai seberapa
lama nyeri akan dirasakan dan berhasilkah tindakan tersebut
antisipasi dari ketidaknyamanan untuk mengatasi nyeri pasien
akibat prosedur 4. memudahkan pasien mengetahui
3. Evaluasi keefektifan dari tindakan dan mengerti sejauh mana nyeri
pengontrol nyeri yang dipakai yang dirasakan
selama pengkajian nyeri dilakukan 5. membantu meminimalkan nyeri
4. Ajarkan prinsip-prinsip pasien
manajemen nyeri 6. membantu pasien untuk
5. Dorong pasien untuk memonitor mencegah kembali nyeri akibat
nyeri dan menangani nyeri dengan penyakit yang dirasakan
tepat 7. membantu memudahkan keluarga
6. Kolaborasi dengan pasien, orang mengatasi nyeri yang dikeluhkan
terdekat dan tim kesehatan lainnya pasien
untuk memilih dan meng-
implementasikan tindakan penurun
nyeri nonfarmakologi, sesuai
kebutuhan
7. Berikan informasi yang akurat
untuk meningkatkan pengetahuan
dan respon keluarga terhadap
pengalaman nyeri

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan


traksi (pen, kawat, sekrup).
Kerusakan integritas kulit 00046

31
Definisi : kerusakan pada epidermis dan atau dermis
Batasan karakteristik :
 benda asing menusuk permukaan  kerusakahn intergritas kulit
kulit

faktor yang berhubungan


eksternal  hipertermia
 agen farmaseutikal  hipertermia
 cedera kimiawi kulit (miss, luka  kelembaban
bakar , metilen klorida)  lembab
 faktor mekanik (mis, daya gesek,  terapi radiasi
tekanan, imobilitas fisik)  usia ekstrem

internal  gangguan volume cairan


 gangguan metabolism  imunodefesiensi
 gangguan pigmentasi  nutrisi tidak adekuat
 gangguan sensasi (akibat cedera  perubahan hormonal
medulla spinalis, diabetes militus )  tekanan pada tonjolan tulang
 gangguan sirkulasi
 ganguan turgor kulit
noc
Integritas jaringan : kulit dan membrane mukosa 1101
Definisi : kebutuhan struktur dan fungsi fisiologis kulit dan selaput lender secra normal
Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak
SKALA OUTCOME
tergan tergangg tergangg tergangg tergangg
KESELURUHAN
ggu u u u u
110101 Suhu kulit 1 2 3 4 5 NA
110102 Sensasi 1 2 3 4 5 NA
110103 elastisitas 1 2 3 4 5 NA
110104 Hidrasi 1 2 3 4 5 NA
110106 Keringat 1 2 3 4 5 NA
110108 Tekstur 1 2 3 4 5 NA
110109 Ketebalan 1 2 3 4 5 NA
110111 Perfusi jaringan 1 2 3 4 5 NA
110112 Pertumbuhan rambut
1 2 3 4 5 NA
pada kulit
110113 Integritas kulit 1 2 3 4 5 NA
Cukup Tidak
berat sedang ringan
berat ada
110105 Pigmentasi abnormal 1 2 3 4 5 NA
110115 Lesi pada kulit 1 2 3 4 5 NA
110116 Lesi membrane
1 2 3 4 5 NA
mukosa
110117 Jaringan parut 1 2 3 4 5 NA
110118 Kanker kulit 1 2 3 4 5 NA

32
110119 Pengelupasan kulit 1 2 3 4 5 NA
110120 Penebalan kulit 1 2 3 4 5 NA
110121 Eriterma 1 2 3 4 5 NA
110122 Wajah pucat 1 2 3 4 5 NA
110123 Nekrosis 1 2 3 4 5 NA
110124 Pengerasan kulit 1 2 3 4 5 NA
110125 Abrasi kornea 1 2 3 4 5 NA
Nic
Pencegahan luka tekan 3540
Definisi : pencegahan luka tekan pada individu yang beresiko tinggi mengalami
luka tekan
Aktivitas-aktivitas
 gunakan alat pengkajian luka tekan  pilih tempat tidur yang memiliki
 menggunakan metode pengukuran penyangga tewlapak kaki
suhu kulit yang tepat  pasang perlak dari bahan yang
 dorong pasien untuk tidak merokok nyaman
 dokumentasikan proses terjadinya  hindari penggunaan alatalat
luka tekan sebelumnya berbentuk donat pada area sekrum
 dokumentasikan berat bdan pasien  lembabkan kulit yang kering dan
setiap shift pecah pecah
 dokumentsikan gambaran  hidari air panas dan gunakan sabun
perkembangan kulit setiap hari yang lembut saat mandi
mulai dari hari pertama dirawat  pantai alat alat yang dapat
 monitor ketat area yang mengalami menimbulkan gesekan
kemerahan  pasang bantalan pada siku dan
 hindrakan kulit dari kelembaban tumit
berlebihan  fasilitasi gerakan kecil pada tubuh
 berikan perlindungan pada kulit  sediakan alat bantu pasien untulk
seperti krim pelembab bergerak
 ubah posisi klien degnan teknik  monitor kemampuan bergerak
yang benar  pastikan intake nutrisi yang ckup
 pasang jadwal perubahan posisi  bantu pasien untuk
didekat tempat tidur mempetahankan berat badan
 inspeksi kulit area yang menonjol yanbg ideal
dan area yang tertekan  ajarkan anggota keluarga
 hindari pemijatan pada area yang mengenai tanda tanda kulit yang
menonjol tidak utuh
 gunakan bantal untuk meninggikan
area yang teertekan
 jaga linen pasien agar tetap bersih
kering dan bebas dari kerutan
Nic
Perawatan daerah sayatan 3440
Definisi : membersihkan mamantau dan meningkatkan proses penyembuhanluka
yang ditutup dengan jahaitan

33
Aktivitas aktivitas
 jelaskan tujuan prosedur pada  berikan salep antiseptic
pasien]  lepas jahitan stepels atau klip
 periksa derah sayatan terhdap tanda sesuai indikasi
infeksi  gantai pakaian dengan sering
 catat karakteristik drainase  gunakan pakian yang sesuai untuk
 monitor proses penyembuhan luka meliondungi sanyatan
 bersihkan derah sekitar syatan  fasilitasi pasien untuk melihat luka
dengan pembersihan yang tepat insisi
 bersihkan luka sayatan yang  arahkan pasien untuk
kurang bersih meminimalkan tekanan pada
 gunakan kapas steril untuk daerah insisi
membersihkan luka sayatan  arahkan pasien cara merawat luka
insisi terhdap tanda tadna infksi
Nic
Pengecekan kulit 3590
Defninis : pengumpulan dan alalisis data pasien untuk menjaga kulit dari
integgritaws membrane mukosa
Aktivitas:
 periksa kulit dan selaput lender  ajarkan anggota kelaurga
terkait dengan adaanya kelemerahan mengenai tadna tanda kerusakan
atau tadna infeksi kulit
 amati warna kehangantan bengkak
edema dan ulserasi pada ekstremits
 periksa kondisi luka operawsi
 gunakan alat pengkajian untuk
mengidentifikasi pasien beresiko
 monitor kulit untuk adanya raum
atau lecet
 monitor sumber tekanan
 periksa pakaian yang terlalu ketat
 dokumentasikan perubahan
membrane mukosa
 lakukan langkah langkah untuk
mencgah kerusakan lebih lajnut
Nic
Perawtan luka 3660
Definisi : pencegahan komplikasi luka dan peningkatan penyembuhan luka
Aktivitas aktivitas
 angakt balutan dan plester perekat  posisikan unuk menghindari
 cukur rambut didaerah yang menenpatkan benda yang
terkena menggangu luka
 monitor karakteristik l;uka  reposisi pasien setidaknya 2 jam
 ukur luas luka sekali
 singkirkan benda benda yang  dorong cairan yang sesuai

34
tertanam pada luka  tempatkan alat steril untuk
 bersihkan dengan ns atau emngurangi tekanan
pembersih yang tidak beracun  bantu pasien untuk melakukan
 tempatkan area yang terkena pad pasokan
air yang mengalir  anbjurkan pasien dan keuarga
 berikan rawatan insisi pada luka mengenaicara ,enyimpanan balutan
yang diperlukan  anjurkan pasien pada prosedur
 berikan perawtan ulkus pada kulit perawatan luka
 oleskan salep  anjurkan pasien dan keluarga untuk
 berikan balutan mengnal tada gejala inferksi
 pertahankan tekbnik steril ketika  dokumentasikan lokasi luka ukran
melakukan perawatan dan tampilan
 ganti balutan sesua dengan jumlah
eksudat
 periksa luka setiap ganti balutan
 badningkan dan catat saetiap
perubahan ;uka
diagnosa : hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keengganan memulai
pergerakan
Hambatan Mobilitas Fisik
Definisi: keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah
Batasan Karakteristik Faktor yang berhubungan
 dispnea setelah beraktifitas  agen farmaseutikal
 gangguan sikap berjalan  ansietas
 gerakan lambat  depresi
 gerakan spastik  disuse
 gerakan tidak terkoordinasi  fisik tidak bugar
 instabilitas postur  gangguan fungsi kognitif
 kesulitan membolak balik posisi  gangguan metabolisme
 kesulitan membolak balik posisi  gangguan muskuloskeleta
 keterbatasan rentang gerak  gangguan neuromuskular
 ketidak nyamanan  gangguan sensoriperseptual
 melakukan aktifitas lain sebagai pengganti  gaya hidup kurang gerak
pergerakanm ( mis, meningkatkan  insdek masa tubuh di atas persentil ke-75
perhatian pada aktivitas orang lain sesuai usia
mengendalikan perilaku, fokus pada  intoleran aktifitas
aktifitas sebelum sakit )  kaku sendi
 penurunan kemampuan melakukan  keengganan memulai pergerakan
keterampilan motorik halus  kepercayaan kebudayaan tentang aktivitas

35
 penurunan kemampuan melakukan yang tepat
keterampilan motorik kasar  kerusakan intergritas struktur tulang
 penurunan waktu reaksi  keterlambatan perkembangan
 termor akibat bergerak  kontraktur
 penurunan kekuatan otot  kurang dukungan lingkungan ( mis., fisik
 penurunan kendali otot atau sosial)
 penurunan ketahanan tubuh  kurang pengetahuan tentang nilai aktifitas
 penurunan masa otot fisik

 program pembatasan gerak  malnutrisi


 nyeri
NOC
pergerakan 208

Definisi : kemampuan untuk bisa bergerak bebas di tempat dengan atau tanpa alat
Tidak Jarang Kadang- Sering secara
pernah menunjuk kadang menunjuk konsisten
menunjuk kan menunjuk kan menunjuk
kan kan kan

skala outcame keseluruhan 1 2 3 4 5


keseimbangan 1 2 3 4 5 NA
koordinasi 1 2 3 4 5 NA
cara berjalan 1 2 3 4 5 NA
gerakan otot 1 2 3 4 5 NA
gerakan sendi 1 2 3 4 5 NA
kinerja pengaturan tubuh 1 2 3 4 5 NA
kinerja trasfer 1 2 3 4 5 NA
berlari 1 2 3 4 5 NA
melompat 1 2 3 4 5 NA
merangkat 1 2 3 4 5 NA
berjalan 1 2 3 4 5 NA
bergerak dengan mudah 1 2 3 4 5 NA
NIC
peningkatan mekanika tubuh 140
Detinisi :menfasilitasi penggunaan postur dan pergerakan dalam aktifitas sehari hari untuk mencegah
kelelahan dan ketegangan atau injuri muskuloskeleta
 kaji komitmen pasien untuk belajar dan  bantu untuk menghindari duduk dalam posisi

36
menggunakan postur [tubuh] yang benar yang sama dalam jangka waktu yang lama
 kaloborasi dengan fisioterapi dalam  instrusikan pasien untuk menggerakan kaki
mengembangkan peningkatan mekanika terlebih dahulu kemudian badan ketika muali
tubuh, sesuai indikasi berjalan dari posisi berdiri
 kaji pemahaman pasien mengenai  gunakan prinsip mekanika tubuh ketika
mekanisme tubuh dan latihan ( mis., menagani pasien dan memindahkan peralatan
mendemostrasikan kembali teknik  bantu pasien atau keluarga untuk
melakukan aktifitas/latihan yang benar) mengidentifikasi latihan postur [ tubuh] yang
 informasikan kepada pasien tentang sesuai
struktur dan fungsi tulang belakang dan  bantu pasien untuk memilih aktifitas
postur yang optimal untuk bergerak dan pemanasan sebelum memulai latihan atau
menggunakan tubuh memulai pekerjaan yang tidak dilakukan
 edukasi pasien tantang pentingnya postur secara rutin sebelumnya
[tubuh] yang benar untuk mencegah  bantu pasien melakukan latihan fleksi untuk
kelelahan, ketegangan atau injuri menfasilitasi mobilisasi pumggung sesuai
 edukasi pasien mengenai bagaimana indikasi
menggunakan postur [ tubuh] dan  edukasi pasien atau keluarga tentang
mekanika tubuh untuk mencegah injuri frekuensi dan jumplah pengulangan setiap
saat melakukan berbagai aktifitas latihan
 kaji kesadara pasien tentang abnormalitas  monitoring perbaikan postur [tubuh]
muskulokeletanya dan efek yang mekanika tubuh pasien
mungkin timbul pada jaringan otot dan  berikan informasi tentang kemungkinan
postur penyebab nyeri otot atau sendi
 edukasi dalam penggunaan matras/
tempat duduk atau bantal yang lembut
jika di indikasi
 instrusikan untuk menghindari tidur
dengan posisi terlungkup
 bantu untuk mendesmotrasikan posisi
tidur yang tepat

E. Evaluasi
1. Nyeri berkurang atau hilang.
2. Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer.

37
3. Pertukaran gas adekuat.
4. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
5. Infeksi tidak terjadi.
6. Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyekit yang dialami.
2.3. Pendidikan kesehatan terkait pencegahan primer, sekunder dan tersier
A. Pencegahan Primer
1. Mengonsumsi kalsium cukup, jenis makanan yang cukup mengandung
kalsium adalah sayuran hijau jeruk susu
2. Latihan Fisik, harus yang memberikan pembebanan pada tubuh/ anggota
gerak dan penekanan pada axis tulang (jogging, aerobik, jalan
naik/turun) bukan berenang atau latihan fisik yang berat dan berlebih. 
3. Hindari faktor yang menurunkan absorbsi kalsium, meningkatkan
resorpsi tulang atau mengganggu pertumbuhan tulang (merokok,
peminum alkohol) Bila perlu tambahkan suplemen kalsium.
4. Pengamanan usia lanjut dari risiko jatuh, hati-hati obat penenang.
B. Pencegahan Sekunder
1. Konsumsi Kalsium dilanjutkan pada nebopause 1200-1500 mg/hari
untuk mecegah negative calcium balance (pemberian kalsium bersama
dengan pemberian esterogen dapat menurunkan kebutuhan dosis
esterogen sampai 50%.
2. ERT= Estrogen Replacement Therapy dapat menurunkan risiko fraktur
sampai 50% pada panggul, radius dan vertebra.
3. Latihan fisik latihan beban dan tarikan(stretching) pada axis tulang.
4. Vitamin D dan Thiazide
5. Calcitinin bila digunakan selama 2 tahun.
C. Pencegahan Tersier
1. Pasien jangan dibiarkan imobilisasi terlalu lama
2. Pemberian obat: biphosphonate, calcitonin, NSAID bila ada nyeri
3. Rehabilitasi medic
2.4. Integrasi hasil penelitian terkait sistem penelitian
Jurnal Analisa PICO

38
Judul 1 : Pengaruh Terapi Kompres Dingin Terhadap Nyeri Post Operasi
ORIF (Open Reduction Internal Fixation) pada Pasien Fraktur di RSD Dr. H.
Koesnadi Bondowoso
Tahun : 2017
Penulis : Amanda Putri Anugerah, Retno Purwandari, Mulia Hakam
Judul 2 : Evalusi Rasional Penggunaan Antibiotik Profilaksis pada pasien bedah
tulang fraktur terbuka ekstermitas bawah di rumah sakit ortopedi Prof. DR.R.
Soeharso Surakarta
Tahun : 2017
Penulis : Putri Aprilia Wahyu Dinata
Problem :
1. Pengaruh terapi kompres dingin terhadap nyeri pasca operasi pada
pasien fraktur ORIF
2. Penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah tulang fraktur
terbuka di RS Ortopedi Prof. Dr., R. Soeharso Surakarta Tahun 2017

Intervensi
1. Pretest dilakukan sebelum responden diberikan terapi kompres dingin.
Terapi kompres dingin diberikan selama 10 menit. Selanjutnya postest
dilakukan setelah pemberian terapi kompres dingin.
2. Ada 72 pasien dan yang masuk dalam kriteria inklusi adalah 56 pasien
a. Pasien yang mengalami bedah tulang fraktur terbuka
b. pasien bedah tukang fraktur terbuka yang menerima antibiotik
profilaksis
Comparation
1. Nilai skala Nyeri pada responden sebelum dan sesudah dilakukan
Terapi Kompres Dingin di RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso
kode Nilai
Responden Sebelum Sesudah
1 5 4
2 5 4
3 3 2
4 3 2

39
5 3 2
6 6 5
7 2 2
8 3 2
9 4 4
10 3 2
Total 37 29
Mean 3,7 2,9

2. Penggunaan Antibiotik Profilasis Berdasarkan Tepat Obat pada pasien


Bedah Tulang Fraktur terbuka di RSO Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta
Grade Antibiotik standar Frekuen Presentas
Proflaksis si e%
yang (n=56)
digunanka
n
TO TTO
I Cefazolin Grade I 5 8,93 % -
inj digunakan
Cefazolin
inj
II Cefazolin Grade I 28 50% -
inj digunakan
Cefazolin
inj
III tanpa Cefazolin Grade III 1 - 1,79
kontamina inj tanpa %
si kontamina
si
digunakan
Cefazolin
Inj dan
Gentamici
n inj
Cefazolin 6 10,71 % -

40
inj +
gentamicin
inj
III dengan Cefazolin Grade III 2 - 3,57
kontamina inj dengn %
si kontamina
si
digunakan
cefazolin
Cefazolin Inj dan 14 25%
inj + gentamicin
gentmicin inj
inj
Total 53 94,64% 5,36
%

Out Come
1. Ada perbedaan rata-rata intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan
kompres dingin. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh terapi kompres
dingin terhadap nyeri.
2. Pengunaan obat antibiotik profilasis pada pasien bedah tulang terbuka
tepat obat 94,63 % dan yang tidak tepat obat 5,37%
Kesimpulan
Dari kedua jurnal yaitu bahwa kompres dingin sangat efektif untuk
menghilangkan nyeri pada penderita post operasi fraktur terbuka.
2.5. Konsep Prosedur Keperawatan Sistem Muskuloskeletal
A. Body Mechanics / Mekanika Tubuh
Mekanika Tubuh adalah suatu usaha mengkoordinasikan sistem
muskuloskeletal dan sistem syaraf dalam mempertahankan keseimbangan,
postur dan kesejajaran tubuh selama mengangkat, membungkuk, bergerak,
dan melakukan aktivitas sehari-hari ( Potter & Perry, 2005).
1. Body Mekanik meliputi 3 elemen dasar yaitu :
a) Body Alignment (Postur Tubuh) Susunan geometrik bagian-bagian
tubuh dalam hubungannya dengan bagian tubuh yang lain.

41
b) Balance / Keseimbangan Keseimbangan tergantung pada interaksi
antara pusat gravity, line gravity dan base of support.
c) Koordinated body movement (gerakan tubuh yang terkoordinir)
Dimana body mekanik berinteraksi dalam fungsi muskuloskeletal dan
sistem syaraf.
2. Pergerakan dasar yang digunakan dalam Body Mekanik
a) Walking / berjalan
Kestabilan berjalan, sangat berhubungan dengan ukuran base of
support.
b) Squating / jongkok
Squating mempertinggi atau meningkatkan keseimbangan tubuh,
ketika seseorang mengangkat obyek yang terletak dibawah pusat
grativitas tubuh.
c) Pulling / menarik
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menarik benda,
diantaranya ketinggian, letak benda, posisi kaki dan tubuh sewaktu
menarik (seperti condong ke depan dari panggul), sodorkan telapak
tangan dan lengan atas dibawah pusat gravitasi pasien, lengan atas dan
siku diletakkan pada permukaan tempat tidur, pinggul, lutut dan
pergelangan kaki ditekuk dan lalu lakukan penarikan.
d) Pivoting / berputar
Pivoting adalah suatu tehnik dimana tubuh dibungkukkan dalam
rangka menghindari terjadinya resiko keseleo tulang.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi body mekanik.
a) Status kesehatan
b) Kondisi kesehatan seseorang akan berpengaruh terhadap
keseimbangan tubuh sehingga aktivitasnya menjadi terganggu.
c) Nutrisi
d) Pemenuhan kebutuhan tubuh akan nutrisi sangat penting karena
mempengaruhi produksi energi yang digunakan untuk mobilisasi.
e) Emosi
f) Situasi dan kebiasaan

42
g) Gaya hidup
h) Pengetahuan
4. Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan aktivitas:
a) Tulang
Tulang merupakan organ yang mempunyai berbagai fungsi, fungsi
mekanis untuk membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagai
otot, fungsi sebagai tempat menyimpan mineral kususnya kalsium dan
fosfor yang bisa dilepaskan setiap saat sesuai kebutuhan, fungsi
tempat sumsum tulang dalam membentuk sel darah, dan fungsi
pelindung organ-organ dalam.
b) Otot dan tendon
Tubuh memiliki mempunyai kemampuan berkontraksi yang
memungkinkan tubuh bergerak sesuai keinginan. Otot memiliki origo
dan insersinya tulang, serta dihubungkan dengan tulang melalui
tendon, yaitu suatu jaringan ikat yang melekat sangat kuat pada
tempat insersinya tulang.
c) Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan
tulang. Ligamen pada lutut merupakan penjaga stabilitas.
d) Sistem syaraf
Syaraf terdiri dari syaraf pusat (otak dan medula spinalis) dan syaraf
tepi (percabangan dari syaraf pusat). Bagian somatis memiliki fungsi
sensorik dan motorik. Kerusakan pada syaraf pusat seperti kerusakan
tulang belakang akan menyebabkan kelemahan umum, sedangkan
kerusakan saraf tepi menyebabkan terganggunya daerah yang
diinervasi dan kerusakan pada saraf radial akan menyebabkan drop
hand atau gangguan sensorik di daerah radial tangan.
e) Sendi
Sendi merupakan tempat dua atau lebih tulang bertemu.
5. Macam-macam bodi mekanik
1. Body aligment
a Membantu pasien berdiri

43
Suatu tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien yang
imobilisasi atau klien lemah untuk memberikan bantuan berdiri.
b Membantu pasien duduk
Suatu tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien yang
imobilisasi atau klien lemah untuk memberikan bantuan duduk
ditempat tidur.

c Mengatur berbagai posisi klien


1) Posisi fowler

Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, dimana


bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan setinggi
15°- 90°. Tujuannya untuk mempertahankan kenyamanan dan
memfasilitasi fungsi kenyamanan pasien, Melakukan aktivitas ttu,
Mengatasi kesulitan pernafasan & KV pernafasan pasien.
Fowler : 45° – 90° dan Semi fowler : 15° – 45°.
2) Posisi dorsal recumbent

Dimana posisi kepala dan bahu pasien sedikit mengalami elevasi


diatas bantal, kedua lengan berada di samping sisi tubuh, posisi
kaki fleksi dengan telapak kaki datar diatas tempat tidur.

44
Tujuannya untuk memeriksa daerah genetalia, pasang cateter,
serta pada proses persalinan.
3) Posisi tredelenburg

Posisi pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala


lebih rendah daripada bagian kaki yang bertujuan untuk
melancarkan peredaran darah ke otak.
4) Posisi antitredelenburg

Posisi pasien berbaring di tempat tidur dengan kaki lebih tinggi


dari kepala yang bertujuan untuk menurunkan tekanan
intrakranial pada pasien trauma kapitis.
5) Posisi pronasi/ tengkurap

Dimana posisi pasien berbaring diatas abdomen dengan kepala


menoleh kesalah satu sisi. Kedua lengan fleksi disamping kepala.
Posisi ini memiliki beberapa tujuan diantaranya memberikan
ekstensi penuh pada persendian pinggul dan lutut, mencegah
terjadinya fleksi kontraktur dari pinggul dan sendi dan membantu
drainase dari mulut.

45
6) Posisi lateral

Seorang tidur diatas salah satu sisi tubuh, dengan membentuk


fleksi pada pinggul dan lutut bagian atas dan meletakkannya lebih
depan dari bagian tubuh yang lain dengan kepala menoleh
kesamping. Tujuan posisi ini : Mengurangi lordosis &
meningkatkan kelurusan punggung, baik untuk posisi tidur &
istirahat, membantu menghilangkan tekanan pada sakrum.
7) Posisi supine/ terlentang

Ini biasanya disebut berbaring telentang, datar dengan kepala dan


bahu sedikit elevasi dengan menggunakan bantal. Posisi pasien
harus di tengah-tengah tempat tidur, sekitar tiga inci di bawah
kepala tempat tidur. Tujuan : Klien pasca operasi dengan anestesi
spinal, Mengatasi masalah yg timbul akibat pemberian posisi
pronasi yg tidak tepat.
8) Posisi sim’s

Posisi dimana tubuh miring kekiri atau kekanan. Tujuan posisi ini
:
 Untuk memberikan kenyamanan dan memberikan obat per anus
(supositoria).
 Memfasilitasi drainase dari mulut pada klien tidak sadar.

46
 Mengurangi penekanan pada sakrum & trokanter mayor pada
klien paralisis.
 Memudahkan pemeriksaan perineal dan untuk tindakan
pemberian enema.
9) Posisi genu pectoral/ knee chest position

posisi pasien berbaring dengan kedua kaki ditekuk dan dada


menempel pada bagian alas tempat tidur bertujuan untuk
memeriksa daerah rectum & sigmoid.
10) Posisi litotomi

posisi pasien berbaring terlentang dengan mengangkat kedua kaki


dan menariknya keatas bagian perut bertujuan untuk merawat atau
memeriksa genetalia pada proses persalinan, memasang alat
kontrasepsi.
11) Posisi orthopneik

Posisi adaptasi dari fowler tinggi. Klien duduk di timpat tidur atau
tepi tempattidur dengan meja yang menyilang diatas tempat tidur
(90°) Tujuan : membantu mengatasi masalah kesulitan bernafas
dg ekspansi dada maksimum, membantu klien yg mengalami
inhalasi.

47
B. Ambulasi Dini
Membantu pasien untuk berjalan atau turun dari tempat tidur agar
menggerak-gerakkan anggota tubuh sejak dini. Tujuan untuk membantu pasien
berjalan dengan seimbang dan memberikan bantuan terhadap kelemahan fisik.
Alat yang sering digunakan ambulasi yaitu kursi roda, kruk, walker,dll.
Tindakan Keperawatan :
1. Persiapan Pasien
 Jelaskan prosedur dan tujuan yang akan dilakukan
 Putuskan bersama pasien seberapa jauh dan kemana pasien akan
berjalan
2. Persiapan Petugas
 Menggunaka APD yang terdiri dari sarung tangan bersih
3. Pelaksanaan Tindakan
 Perawat memperkenalkan diri kepada pasien dan keluarga serta
menjelaskan mengenai prosedur yang akan dilakukan
 Perawat meminta persetujuan tindakan secara lisan kepada
pasien/keluarganya
 Perawat menjaga privacy pasien dengan cara memasang tirai
 Perawat membantu pasien untuk menggeser kaki ke samping tempat
tidur
 Perawat meminta pasien untuk duduk disamping tempat tidur dan
meminta pasien untuk menggerakkan kakinya
 Perawat membantu pasien untuk menggunakan alas kaki
 Perawat membantu pasien turun dari tempat tidur/berdiri dengan
kedua tangan pasien memegang pundak kiri dan kanan perawat
kemudian berdiri untuk keseimbangan
 Perawat memegang pasien dari samping tempat tidur menuju kursi
dengan cara : Perawat dan pasien berjalan berdampingan (tangan
pasien merangkul pundak perawat dan tangan perawat memegang
pinggang pasien)
 Perawat mendudukkan pasien di atas kursi

48
 Perawat melihat respon pasien apabila ditemukan kelelahan pasien
dianjurkan istirahat sebentar sebelum dilanjutkan untuk kembali ke
tempat tidur
 Perawat merapikan alat yang telah diberikan dan membuang sampah
sesuai dengan prosedur
 Perawat menjelaskan kepada pasien/keluarga bahwa tindakan selesai
dilakukan dan mohon undur diri
 Perawat melepas APD sesuai dengan prosedur
 Perawat melakukan kebersihan tangan sesuai prosedur
 Perawat melakukan dokumentasi pelaksanaan tindakan di dalam
catatan terintegrasi
C. ROM ( Range of Motion)
Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa
otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).
Latihan rentang gerak terbagai menjadi dua, yaitu ROM aktif dan ROM
pasif. ROM aktif adalah kemampuan klien dalam melakukan pergerakan secara
mandiri, sedangkan ROM pasif adalah pergerakan yang dilakukan dengan bantuan
orang lain, perawat atau alat bantu. Latihan gerakan ROM ( Range of Motion )
biasa dilakukan di daerah sendi : leher, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan
pergelangan kaki.
1) Gerakan Leher
Ambil bantal di bawah kepala klien.
 Fleksi dan ekstensi leher.
Letakkan satu tangan di bawah kepala klien, dan tangan yang lainnya di
atas dagu klien.
Fleksi      : Gerakkan kepala ke depan sampai menyentuh dada (45º).
Ekstensi  : kembalikan ke posisi semula tanpa disangga oleh bantal (45º).
 Fleksi lateral leher.
Letakkan kedua tangan pada pipi klien.
Gerakkan kepala klien ke arah kanan dan kiri (40-45º).

49
2) Gerakan Bahu
 Mulai masing-masing gerakan dari lengan klien.
Pegang lengan di bawah siku dengan tangan kiri perawat dan pegang
pergelangan tangan klien dengan tangan kanan perawat.
 Fleksi dan ekstensikan bahu.
Fleksi      : Menaikkan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan ke
atas (180°). Ekstensi : Mengembalikan lengan klien ke posisi di samping
tubuh (180°).
 Abduksikan bahu dan adduksikan bahu.
Abduksi    : Gerakkan lengan menjauhi tubuh dan menuju kepala klien
sampai tangan di atas kepala (180°).
Adduksi    : Menurunkan lengan klien ke samping tubuhnya sampai tangan
yang bersangkutan menyentuh tangan pada sisi sebelahnya (320°).
 Rotasikan bahu internal dan eksternal.
Rotasi internal       : Letakkan lengan di samping tubuh klien sejajar denga
bahu, siku membentuk sudut 90º dengan kasur. Gerakkan lengan ke bawah
hingga telapak tangan menyentuh kasur
Rotasi eksternal     : Kemudian gerakkan lengan ke atas hingga punggung
tangan menyentuh tempat tidur (90 º).
3) Gerakan Siku
 Fleksi dan ekstensikan siku
Fleksi      : Bengkokkan siku hingga jari-jari tangan menyentuh dagu
(150º).
Ekstensi  : Luruskan kembali ke tempat semula (150 º).
 Pronasi dan supinasikan siku.
Genggam tangan klien seperti orang yang sedang berjabat tangan.
Supinasi     : Memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan
menghadap ke atas (70-90º).
Pronasi      : Memutar lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap
ke bawah (70-90 º).
4) Gerakan Pergelangan Tangan
 Fleksi pergelangan tangan .

50
Genggam telapak dengan satu tangan, tangan lainnya menyangga lengan
bawah.
Bengkokkkan pergelangan tangan ke depan (80-90 º).
 Ekstensi pergelangan tangan.
Dari posisi fleksi, tegakkan kembali pergelangan tangan keposisi semula
(80-90º ).
 Fleksi radial/radial deviation (abduksi).
Bengkokkan pergelangan tangan secara lateral menuju ibu jari (30º).
 Fleksi ulnar/ulnar deviation (adduksi).
Bengkokkan pergelangan tangan secara lateral ke arah jari kelima (30-
50º).
5) Gerakan Jari – Jari Tangan
 Fleksi.
Bengkokkan jari-jari tangan dan ibu jari ke arah telapak tangan (tangan
menggenggam).
 Ekstensi.
Dari posisi fleksi, kembalikan ke posisi semula (buka genggaman tangan).
 Hiperektensi.
Bengkokkan jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin (30-60º).
 Abduksi.
Buka dan pisahkan jari-jari tangan (30º).
 Adduksi.
Dari posisi abduksi, kembalikan ke posisi semula (30º).
 Oposisi.
Sentuhkan masing-masing jari tangan ke ibu jari.
6) Gerakan Pinggul dan Lutut
Untuk melakukan gerakan ini, letakkan satu tangan di bawah lutut klien
dan tangan yang lainnya di bawah mata kaki klien.
 Fleksi dan ekstensi lutut dan pinggul.
Fleksi   : Angkat kaki dan bengkokkan lutut. Gerakkan lutut ke atas
menuju dada sejauh mungkin (90-120º).

51
Ekstensi  : Kembalikan lutut ke bawah, tegakkan lutut, rendahkan kaki,
rendahkan kaki sampai pada kasur (90-120º).
 Abduksi dan adduksi kaki.
Abduksi             : Gerakkan kaki ke samping menjauhi tubuh klien (30-
50º).
Adduksi             : Mengeerakkan kaki kembali ke posisi medial dan
melebihi jika mungkin (30-50º).
 Rotasikan pinggul internal dan eksternal.
Rotasi internal    : Putar kaki dan tungkai ke arah dalam (90º).
Rotasi eksternal  : Putar kaki dan tungkai ke arah luar (90º).
7) Gerakan Kaki dan Pergelangan Kaki
 Dorsofleksi telapak kaki.
Letakkan satu tangan di bawah tumit.
Tekan kaki klien dengan lengan anda untuk menggerakkannya ke arah
kaki (120-130º).
 Fleksi plantar telapak kaki
Letakkan satu tangan pada punggung telapak kaki dan tangan lainnya
berada pada tumit.
Dorong telapak kaki menjauh dari kaki (120-130º).
 Fleksi dan ekstensi jari-jari kaki.
Letakkan satu tangan pada punggung kaki klien, letakkan tangan lainnya
pada pergelngan kaki.
Fleksi : Bengkokkan jari-jari kaki ke bawah (30-60º).
Ekstensi : Kembalikan lagi pada posisi semula (30-60º).
 Inversi dan eversi tlapak kaki.
Letakkan satu tangan di bawah tumit, dan tangan yang lainnya di atas
punggung kaki.
Inversi    : Putar telapak kaki ke samping dalam (medial).
Eversi     : Putar telapak kaki ke samping luar (lateral).
8) Gerakan Hiperektensi
Bantu klien untuk berubah pada posisi pronasi di sisi tempat tidur dekat
dengan perawat.

52
 Hiperektensi leher.
Letakkan satu tangan di atas dahi, tangan yang lainnya pada kepala bagian
belakang.
Gerakkan kepala ke belakang (10º).
 Hiperekstensi bahu.
Letakkan satu tangan di atas bahu klien dan tangan yang lainnya di bawah
siku klien.
Tarik lengan ke atas dan ke belakang.
 Hiperekstensi pinggul.
Letakkan satu tangan di atas pinggul. Tangan yang lainnya menyangga
kaki bagian bawah.
Gerakkan kaki ke belakang dari persendian pinggul (30-50º).
D. Fiksasi dan Imobilisasi
Imobilisasi fraktur tujuannya mencegah pergeseran fragmen dan mencegah
pergerakan yang dapat mengancam union. Untuk mendapatkan hasil
penyembuhan fraktur yang baik, fragmen- fragmen tulang harus terikat dengan
kuat pada posisi anatomi semula. Adanya pergerakan antar fragmen tulang dapat
mengganggu proses penyembuhan dan meningkatkan resiko terjadinya fibrous
union. Fiksasi yang baik menghasilkan terbentuknya kalus pada proses
penyembuhan fraktur dimana terjadi remodeling tulang secara perlahan sehingga
terbentuk kontur tulang yang normal.
1. Pembalutan
Tujuannya:
 Untuk mengurangi atau menghentikan perdarahan
 Untuk meminimalkan kontaminasi
 Untuk stabilisasi benda yang menancap
Kapan dilakukan:
 Pada luka terbuka yang memungkinkan terkontaminasi dengan lingkungan
luar
 Ada perdarahan eksternal, sehingga darah mengalir melalui luka yang ada
 Ada luka tusuk dengan benda yang masih menancap, dengan kemungkinan
benda tersebut menembur arteri atau pembuluh darah besar

53
Alat balut:
 Kassa atau kain, banyak tenaga medis yang menggunakannya dalam
kondisi kegawatan
 Elastic bandage, mudah penggunaannya dan juga elastis sehingga hasil
balutan juga bagus
2. Pembidaian
Tujuannya:
 Immobilisasi sehingga membatasi pergerakan antara 2 bagian tulang
yang patah saling bergesekan
 Mengurangi nyeri
 Mencegah kerusakan jaringan lunak, pembuluh darah dan syaraf di
sekitarnya
Kapan dilaksanakan:
 Pasien dengan multiple trauma
 Jika terdapat tanda patah tulang pada ekstremitas
Jenis Bidai :
 Bidai Kaku/Rigid Splint (bahan apapun, kayu, logam)
 Bidai Lunak/Soft Splint (air splint, bantal)
 Bidai Traksi/Traction Splint (Thomas splint, hare traction splint)
3. Pemasangan Traksi
Traksi  adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk
menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot.
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi digunakan
untuk meminimalkan spame otot, untuk mereduksi, mensjajarkan, dan
mengimubilisasi fraktur; untuk mengurangi deformitas, dan untuk menambah
ruangan di antara kedua permukaan patahan tulang. Traksi harus diberikan dengan
arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik. Faktor-
faktor yang mengganggu keefektifan tarikan traksi harus dihilangkan.
Jenis-jenis Traksi :
 Traksi kulit 

54
Traksi kulit menggunakan plaster lebar yang direkatkan pada kulit dan
diperkuat dengan perban elastis. Berat maksimum yang dapat diberikan
adalah 5 kg yang merupakan batas toleransi kulit.
Beberapa jenis traksi kulit, yaitu : 
a Traksi ekstensi dari Buck adalah traksi kulit dimana
plaster melekat secara sederhana dengan memakai katrol.
b Traksi dari Dunlop, dipergunakan pada fraktur suprakondiler
humeri anak-anak.
c Traksi dari Gallow atau traksi dari Brayant, dipergunakan pada
fraktur femur anak-anak usia di bawah 2 tahun .
d Traksi dari Hamilton Russel, digunakan pada anak-anak usia
lebih dari 2 tahun
Indikasi penggunaan traksi kulit adalah:
a Traksi kulit merupakan terapi pilihan pada fraktur femur dan
beberapa fraktur suprakondiler humeri anak-anak.
b Pada reduksi tertutup dimana manipulasi dan imobilisasi tidak
dapat dilakukan.
c Merupakan pengobatan sementara pada fraktur sambil
menunggu terapi definitif.
d Fraktur-fraktur yang sangat bengkak dan tidak stabil misalnya
fraktur suprakondiler humeri pada anak-anak.
e Untuk traksi pada spasme otot atau pada kontraktur sendi
misalnya sendi lutut dari panggul.
f Untuk traksi pada kelainan-kelainan tulang belakang
seperti hernia nukleus pulposus(HNP) atau spasme otot-otot
tulang belakang.
 Traksi pada tulang 
Traksi pada tulang biasanya menggunakan kawat Krischner ( K-wire) atau
batang dari Steinmann lokasi-lokasi tertentu,yaitu :
a Proksimal tibia.
b Kondilus femur.
c Olekranon. 

55
d Kalkaneus (jarang dilakukan karena komplikasinya).
e Traksi pada tengkorak.
f Trokanter mayor.
g Bagian distal metakarpal.
Jenis-jenis traksi tulang :
a Traksi tulang dengan menggunakan kerangka dari Bohler Braun
pada fraktur orang dewasa
b Thomas splint dengan pegangan lutut atau alat traksi dari
Pearson
c Traksi tulang pada olekranon, pada fraktur humerus
d Traksi yang digunakan pada tulang tengkorak misalnya Gradner
Well Skull Calipers, Crutchfield cranial tong
Indikasi penggunaan traksi tulang : 
a Apabila diperlukan traksi yang lebih berat dari 5 kg.
b Traksi pada anak-anak yang lebih besar.
c Pada fraktur yang bersifat tidak stabil, oblik atau komunitif.
d Fraktur-faktur tertentu pada daerah sendi.
e Fraktur terbuka dengan luka yang sangat jelek dimana fiksasi
eksterna tidak dapat dilakukan.
f Dipergunakan sebagai traksi langsung pada traksi yang sangat
berat misalnya dislokasi panggul yang lama sebagai persiapan
terapi definitif. 
4. GIPS
Gips merupakan suatu bahan kimia yang pada saat ini tersedia
dalam lembaran dengan komposisi kimia (CaSO4)2 H2O + 3 H2O = 2
(SaSO42H2O) dan bersifat anhidrasi yang dapat mengikat air sehingga
membuat kalsium sulfat hidrat menjadi solid/keras. Pada saat ini sudah
tersedia gips yang sangat ringan.Pemasangan gips merupakan salah satu
pengobatan konservatif pilihan (terutama pada fraktur) dan dapat
dipergunakan di daerah terpencil dengan hasil yang cukup baik bila cara
pemasangan, indikasi, kontraindikasi serta perawatan setelah pemasangan
diketahui dengan baik.

56
Indikasi  :
 Untuk pertolongan pertama pada faktur (berfungsi sebagai bidal).
 Imobilisasi sementara untuk mengistirahatkan dan mengurangi nyeri
misalnya gips korset pada tuberkulosis tulang belakang atau pasca operasi
seperti operasi pada skoliosis tulang belakang.
 Sebagai pengobatan definitif untuk imobilisasi fraktur terutama pada anak-
anak dan fraktur tertentu pada orang dewasa.
 Mengoreksi deformitas pada kelainan bawaan misalnya pada talipes
ekuinovarus kongenital atau pada deformitas sendi lutut oleh karena
berbagai sebab.
 Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis.
 Imobilisasi untuk memberikan kesempatan bagi tulang untuk menyatu
setelah suatu operasi misalnya pada artrodesis.
 Imobilisas setelah operasi pada tendo-tendo tertentu misalnya setelah
operasi tendo Achilles.
 Dapat dimanfaatkan sebagai cetakan untuk pembuatan bidai atau protesa.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :
 Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan.
 Gips patah tidak bisa digunakan.
 Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien.
 Jangan merusak atau menekan gips.
 Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips/ menggaruk.
 Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama.

57
BAB III
PENUTUP
1.
3.1 kesimpulan
tulang manusia saling berhubungan satu dengan yang yang dalam berbagai
bentuk untuk memperoleh fungsi sisrem muskuloskeletal yang optimal. Jumlah
tulang dalam tubuh manusia ada 206 buah, yang terbagi dalam empat kategori:
tulang panjang (misalnya femur, humerus, dan kalvikula), tulang pendek,
(misalnya tulang tarsalia dan karpalia), tulang pipih (misalnya tulang sternum dan
skapula), dan tulang tidak beraturan (misalnya tulang panggul).
fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang
utuh,yang biasanya disesbabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang
ditentukan jenis dan luasnya trauma. Sedangkan frakutr terbuka adalah patah
tulang dimana tulang sampai menembus jaringan kulit menuju luar tubuh dan
bersentuhan dengan dunia luar.
3.2 saran
Setelah membaca makalah ini penulis menyarankan agar pembaca dapat
memahami tentang gejala, penyebab fraktur sehingga dapat membuat kita lebih
hati-hati dalam bekerja ataupun melakukan aktifitas sehari-hari serta dapat
membantu pasien fraktur.

58
DAFTAR PUSTAKA

Evaluasi rasionalitas penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah tulang


fraktur terbuka ekstremitas bawah. http://eprints.ums.ac.id/65405/. Diakses pada
tanggal 15 september 2018

Pengaruh terapi kompres dingin terhadap nyeri post operasi ORIF (open
reduction internal fixation) pada pasien fraktur.
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPK/article/view/5771/ diakses pada tanggal 15
september 2018

59
LAMPIRAN

60

Anda mungkin juga menyukai