Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bit (Beta vulgaris L)

Spesies liar bit diyakini berasal dari sebagian wilayah Mediterania dan Afrika

Utara dengan penyebaran kearah timur hingga wilayah barat India dan ke arah barat

sampai Kepulauan Kanari dan pantai barat Eropa yang meliputi Kepulauan Inggris

dan Denmark. Teori yang ada sekarang menunjukkan bahwa bit segar mungkin

berasal dari persilangan B vurgaris var. maritime (bit laut) dengan B . patula. Spesies

liar sekerabatnya adalah B. atriplicifolia dan B.macrocarpa. Awalnya, bit merah

mungkin adalah jenis yang terutama digunakan sebagai sayuran daunan, dan

ketertarikan menggunakan umbinya terjadi kemudian, mugkin setelah tahun 1500.

(Rubatzky,1998).

Umbi bit adalah salah satu bahan pangan yang berwarna merah keunguan.

Pigmen yang memengaruhi warna merah keungunan pada bit adalah pigmen betalain

yang merupakan kombinasi dari pigmen ungu betacyanin dan pigmen kuning

betaxanthin. Kandungan pigmen pada bit diyakini sangat bermanfaat mencegah

penyakit kanker, terutama kanker kolon. Sebuah penelitian yang pernah dilakukan

membuktikan bahwa bit berpotensi sebagai penghambat mutasi sel pada penderita

kanker (Astawan, 2008).

Lembar daun bit berbentuk oblong atau segitiga. Kultivar daun dapat

memiliki sembir daun bergelombang atau lurus, dan permukaan daun rata atau

keriting. Tangkai daun bit ramping dan panjangnya beragam. Sistem perakaran bit

windamelisa280891@yahoo.com

Universitas Sumatera Utara


sangat efisien dan menyebabkan tanaman agak toleran terhadap kekeringan

(Rubatzky, 1998).

Bit hanya dapat tumbuh dengan baik di dataran tinggi dengan ketinggian lebih

dari 1.000 dpl, terutama bit merah. Akan tetapi jenis bit putih dapat ditanam pada

daerah dengan ketinggian 500 dpl. Walaupun dapat tumbuh, namun bit yang ditanam

di dataran rendah tidak mampu membentuk umbi (Sunarjono, 2004).

Tanaman bit dapat dipanen pada umur 2,5-3 bulan. Semakin tua tanaman bit,

semakin banyak kandungan gula sehingga rasanya bertambah manis. Begitu pula

dengan kadar vitamin C yang semakin tinggi, tetapi jika terlalu tua umbinya menjadi

agak keras atau mengayu (Setiawan, 1995).

Dalam taksonomi tumbuhan, Beta vulgaris L diklasifikasikan sebagai berikut

(Splittstoesser, 1984)

Tabel 2.1. Klasifikasi Ilmiah Tanaman Bit


Klasifikasi Ilmiah
Kingdom Plantae (tumbuhan)
Subkingdom Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi Spermatophyta (mengandung biji)
Divisi Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas Magnoliopsida
Sub Kelas Hamamelidae
Ordo Caryophyllales
Famili Chenopodiaceae
Genus Beta
Spesies Beta vulgaris L
Sumber: Splittstoesser, (1984)

2.1.1. Manfaat Bit

Menurut (Wirakusumah, 2007) beberapa nutrisi yang terkandung dalam umbi

bit yaitu, vitamin A, B, dan C dengan kadar air yang tinggi. Selain vitamin, umbi bit

windamelisa280891@yahoo.com

Universitas Sumatera Utara


juga mengandung karbohidrat, protein, dan lemak yang berguna untuk kesehatan

tubuh. Disamping itu juga ada beberapa mineral yang terkandung dalam umbi bit

seperti zat besi, kalsium dan fosfor.

Dalam hal ini, bit bekerja dengan cara yang menakjubkan untuk merangsang

sistem peredaran darah dan membantu membangun sel darah merah. Bit juga

membersihkan dan memperkuat darah sehingga darah dapat membawa zat gizi ke

seluruh tubuh sehingga jumlah sel darah merah tidak akan berkurang. Di Eropa timur

bit sudah sangat dikenal sehingga digunakan untuk pengobatan leukemia.

Bit merupakan sumber yang potensial akan serat pangan serta berbagai

vitamin dan mineral yang dapat digunakan sebagai sumber antioksidan yang potensial

dan membantu mencegah infeksi. Kandungan pigmen yang terdapat pada bit, diyakini

sangat bermanfaat untuk mencegah penyakit kanker, terutama kanker kolon (usus

besar) (Santiago dan Yahlia 2008).

Menurut Kelly (2005) bit sangat baik untuk membersihkan darah dan

membuang deposit lemak sehingga sangat baik dikonsumsi bagi mereka yang

menderita kecanduan obat, penyakit hati, premenopause, dan kanker. Bit sangat

berkhasiat membersihkan hati, juga sangat menguntungkan bagi darah dan

merupakan obat pencahar yang baik.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kandungan senyawa kimia yang

terdapat dalam bit sangat bermanfaat bagi kesehatan, antara lain:

1. Pembersih darah yang ampuh

2. Melegakan pernafasan

windamelisa280891@yahoo.com

Universitas Sumatera Utara


3. Memaksimalkan perkembangan otak bayi

4. Mengatasi anemia

5. Sebagai anti kanker (Astawan, 2008).

Menurut Wirakusumah (2007) bit melindungi banyak organ tubuh penting,

memperkuat fungsi ginjal, kantung empedu, dan hati, serta bekerja melawan batu

ginjal. Bit mengandung zat anti radang sehingga membantu meredakan reaksi alergi.

Bit juga sangat membantu mengatur siklus haid dan mengurangi masalah haid,

terutama haid yang tidak teratur.

2.1.2. Jenis-Jenis Bit

Menurut Setiawan (1995) ada beberapa jenis bit. Jenis itu dikelompokkan

menjadi dua sebagai berikut :

1. Bit Putih atau Bit Potong (Beta vulgaris L. Var. cicla L)

Tanaman ini ditanam khusus untuk menghasilkan daun besar, berdaging

renyah, separuh keriting, dan mengkilat ketimbang umbinya. Tulang daunnya besar

dan berwarna. Warna tulang daun biasanya putih, merah atau hijau. Warna lembar

daun berkisar dari hijau muda hingga hijau tua. Dimana umbinya berwarna merah

keputih-putihan.

2. Bit merah (Beta vulgaris L. Var. Rubra L)

Varietas yang warna umbinya merah tua. Jenis bit ini sudah banyak ditanam

di beberapa daerah dataran tinggi di Indonesia.

windamelisa280891@yahoo.com

Universitas Sumatera Utara


2.1.3. Komposisi Kimia Buah Bit

Secara umum buah bit mempunyai kandungan gizi yang baik. Berikut adalah

komposisi kimia rata-rata bit segar.

Tabel 2.2. Komposisi Kimia Bit


Substansi Kandungan
Energi (kal) 42
Protein (g) 1,6
Lemak (g) 0,1
Karbohidrat (g) 9,6
Kalsium (mg) 27
Fosfor (mg) 43
Serat (g) 2,5
Besi (mg) 1,0
Vitamin A(mg) 20
Vitamin B (mg) 0,02
Vitamin C (mg) 43
Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan Depkes RI, 2005.

2.2. Biskuit

Menurut SNI 01-2973-1992 biskuit adalah produk yang diperoleh dengan

memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan makanan lain dan

dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diizinkan.

Biskuit yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan

agar aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu biskuit yang berlaku secara umum di

Indonesia yaitu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti

pada tabel berikut ini:

windamelisa280891@yahoo.com

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.3. Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992
No Kriteria Uji Klasifikasi
1. Air Maksimum 5%
2. Protein Minimum 9%
3. Lemak Minimum 9.5%
4. Karbohidrat Minimum 70%
5. Abu Maksimum 1.6%
6. Logam berbahaya Negatif
7. Serat kasar Maksimum 0,5%
8. Kalori (kal/100 gr) Minimum 400
9. Bau dan rasa Normal
10. Warna Normal
Sumber: Standar Nasional Indonesia (1992).

2.2.1. Klasifikasi Biskuit

Menurut SNI 01-2973-1992, biskuit diklasifikasikan dalam 4 jenis :

1. Biskuit keras

Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, berbentuk

pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar

lemak tinggi atau rendah.

2. Crackers

Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses

fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya lebih mengarah kerasa asin

dan renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis.

3. Cookies

Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak

tinggi, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat.

windamelisa280891@yahoo.com

Universitas Sumatera Utara


4. Wafer

Wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar,

renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga.

2.2.2. Jenis-Jenis Biskuit

Berbagai penelitian mengenai pengaruh penambahan berbagai jenis tepung

dalam pembuatan biskuit telah banyak dilakukan antara lain: : Penelitian Suryani

Utami (2012) yang berjudul pengaruh penambahan tepung pisang kepok terhadap

daya terima biskuit sebagai alternatif makanan tambahan anak sekolah, pada

pembuatan biskuit, kandungan kalsium dan tiamin meningkat setelah dilakukan

penambahan tepung pisang kapok.

Tabel 2.4 Kandungan Gizi Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan


Tepung Pisang Kepok per 100 gram
Kandungan Gizi

Biskuit Biskuit Biskuit Biskuit


No Zat Gizi dengan dengan dengan dengan
Tepung Penambahan Penambahan Penambahan
Terigu Tepung Tepung Tepung
Pisang Kepok Pisang Kepok Pisang Kepok
25% 45% 65%

1. Kalori (kkal) 484,90 482,30 480,20 478,10


2. Karbohidrat(gr) 73,34 75,00 76,30 77,61
3. Protein (gr) 7,41 6,64 6,02 5,40
4. Lemak (gr) 19,36 19,34 19,32 19,30
5. Serat (gr) 1,44 1,35 1,27 1,20
6. Kalsium (mg) 54,07 56,31 58,11 58,89
7. Tiamin (mg) 0,08 0,09 0,10 0,11

Selain itu, penelitian Sadar Ginting (2009), yang berjudul pemanfaatan ubi

jalar orange sebagai bahan pembuat biskuit untuk alternatif makanan tambahan anak

windamelisa280891@yahoo.com

Universitas Sumatera Utara


sekolah dasar di Desa Ujung Bawang Kecamatan Dolok Silau Kabupaten

Simalungun. Zat gizi biskuit dapat dilihat pada tabel 2.5

Tabel 2.5 Komposisi Gizi Biskuit Ubi Jalar Orange dalam 100 gram
No. Zat Gizi Kadar
1. Energi (kal) 320,0
2. Protein (g) 5,0
3. Lemak (g) 7,0
4. Karbohidrat (g) 50,1
5. Serat (g) 6,0
6. Fosfor (mg) 47,6
7. Natrium (mg) 550,0
8. Calsium (gr) 198,0
9. Vitamin A(mgc) 6.350,0
10. Vitamin B1 (mg) 0,08
11. Vitamin B2 (mg) 0,06
12. Vitamin C (mg) 25,0

Selanjutnya penelitian Yusi Febrina (2012), yang berjudul pengaruh

penambahan tepung wortel terhadap daya terima dan kadar vitamin A pada biskuit.

Berdasarkan penambahan tepung wortel terlihat peningkatan kandungan vitamin A.

Tabel 2.6. Kandungan Zat Gizi Biskuit dengan Penambahan Berbagai Variasi
Tepung Wortel per 100 gr
Kandungan Gizi
Biskuit Biskuit Biskuit Biskuit
No Zat Gizi dgn Penambahan Penambahan Penambahan
Tepung Tepung Tepung Tepung
Terigu Wortel 5% Wortel 15% Wortel 25%
1 Energi (kkal) 505,9 498,6 498,6 469,1
2 Karbohidrat (gr) 71,5 69,6 66,2 62,7
3 Protein (gr) 7,20 7,15 7,11 7,04
4 Lemak (gr) 21,6 21,5 21,5 21,5
5 Serat (gr) 6,93 7,54 8,78 10,1
6 Vitamin A (RE) 900,8 909,2 925,9 942,7

windamelisa280891@yahoo.com

Universitas Sumatera Utara


2.2.3. Bahan-Bahan Pembuat Biskuit

Bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit dibedakan menjadi bahan

pengikat (binding material) dan bahan pelembut (tenderizing material). Bahan

pengikat terdiri dari tepung, air, susu bubuk, putih telur, sedangkan bahan pelembut

terdiri dari gula, lemak atau minyak (shortening), bahan pengembang, dan kuning

telur (Faridah, 2008).

1. Tepung terigu

Tepung terigu adalah bahan utama dalam pembuatan biskuit dan

memengaruhi proses pembuatan adonan. Fungsi tepung adalah sebagai struktur

biskuit. Sebaiknya dalam pembuatan biskuit menggunakan tepung terigu protein

rendah (8-9%). Jika menggunakan tepung terigu jenis ini akan menghasilkan kue

yang rapuh dan kering merata.

2. Air

Biskuit keras memerlukan air sekitar 20% dari berat tepung. Air dalam

pembuatan biskuit berfungsi sebagai pelarut bahan secara merata, memperkuat

gluten, mengatur kekenyalan adonan dan mengatur suhu adonan.

3. Gula

Dalam pembuatan biskuit gula yang digunakan sebaiknya menggunakan gula

halus atau tepung gula. Di dalam pembuatan biskuit, gula berfungsi sebagai pemberi

rasa dan berperan dalam menentukan penyebaran dan struktur rekahan kue.

windamelisa280891@yahoo.com

Universitas Sumatera Utara


4. Susu Bubuk

Susu ini memiliki reaksi mengikat terhadap protein tepung. Dalam pembuatan

biskuit susu berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta

menambah nilai gizi produk.

5. Telur

Telur berpengaruh terhadap tekstur produk patiseri sebagai hasil dari fungsi

emulsifikasi, pelembut tekstur, dan daya pengikat. Telur digunakan untuk menambah

rasa dan warna. Telur juga membuat produk lebih mengembang karena menangkap

udara selama pengocokan. Putih telur bersifat sebagai pengikat/pengeras. Kuning

telur bersifat sebagai pengempuk.

6. Lemak

Lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit adalah yang berasal

dari lemak susu (butter) atau dari lemak nabati (margarine). Lemak merupakan salah

satu komponen penting dalam pembuatan biskuit. Di dalam adonan, lemak

memberikan fungsi shortening dan fungsi tesktur sehingga biskuit menjadi lebih

lembut. Selain itu,lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor.

7. Garam

Garam ditambahkan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain yang

digunakan dalam pembuatan biskuit. Sebenarnya jumlah garam yang ditambahkan

tergantung kepada beberapa faktor, terutama jenis tepung yang dipakai. Tepung

dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak garam

karena garam akan memperkuat protein.

windamelisa280891@yahoo.com

Universitas Sumatera Utara


8. Bahan Pengembang

Kelompok leavening agents (pengembang adonan) merupakan kelompok

senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan. Salah satu

leavening agents yang sering digunakan dalam pengolahan biskuit adalah baking

powder. Baking powder memiliki sifat cepat larut pada suhu kamar dan tahan selama

pengolahan. Fungsi bahan pengembang adalah untuk meng“aerasi” adonan, sehingga

menjadi ringan dan berpori, menghasilkan biskuit yang renyah dan halus teksturnya

(Faridah, 2008).

windamelisa280891@yahoo.com

Universitas Sumatera Utara


2.2.4. Resep dan Cara Pembuatan Biskuit

Salah satu resep dalam membuat biskuit adalah:

1. Tepung terigu 250 gram

2. Gula halus 125 gram

3. Mentega 100 gram

4. Tepung Meizena 10 gram

5. Susu bubuk 25 gram

6. Baking Powder ½ sdt

7. Garam ½ sdt

8. Kuning telur ayam 2 butir

9. Air 50 ml

Cara membuat biskuit meliputi beberapa proses, yaitu:

1. Campur mentega, kuning telur, garam, gula lalu mixer sampai rata.

2. Campur tepung terigu, baking powder, susu bubuk, dan tepung meizena lalu

diayak.

3. Campuran 1 dan campuran 2 dicampur lalu tambahkan air dan diadoni selama 15

menit.

4. Adonan dipipihkan dan dicetak sesuai selera.

5. Letakkan adonan kue yang telah dibentuk dalam loyang yang sudah diolesi

mentega.

6. Panggang adonan hingga matang.

windamelisa280891@yahoo.com

Universitas Sumatera Utara


2.3. Cita Rasa Makanan

Menurut Wirakusumah (1990) yang dikutip oleh Nurfatimah (2011),

kesukaan terhadap makanan didasari oleh sensorik, sosial, psikologi, agama, emosi,

budaya, kesehatan, ekonomi, cara persiapan dan pemasakan makanan, serta faktor-

faktor terkait lainnya. Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda-beda

tergantung selera dan kesenangannya. Walaupun demikian ada beberapa aspek yang

dapat dinilai yaitu persepsi terhadap cita rasa makanan, nilai gizi dan higiene atau

kebersihan makanan tersebut.

1. Penampilan dan Cita Rasa Makanan

Menurut Moehji (1992) yang dikutip oleh Nurfatimah (2011), cita rasa

makanan mencakup 2 aspek utama yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan

dan rasa makanan pada saat dimakan. Kedua aspek tersebut sama pentingnya untuk

diperhatikan agar benar-benar dapat menghasilkan makanan yang memuaskan. Daya

penerimaan terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang ditimbulkan

oleh makanan melalui indera penglihat, penciuman serta perasa atau pencecap.

Walaupun demikian faktor utama yang akhirnya memengaruhi daya penerimaan

terhadap makanan yaitu rangsangan cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan itu.

Oleh karena itu, penting sekali dilakukan penilaian cita rasa untuk mengetahui daya

penerimaan konsumen.

Menurut Winarno (1997) rasa suatu makanan merupakan faktor yang turut

menentukan daya terima konsumen. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain.

windamelisa280891@yahoo.com

Universitas Sumatera Utara


Warna makanan juga memegang peranan utama dalam penampilan makanan karena

merupakan rangsangan pertama pada indera mata. Warna makanan yang menarik dan

tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa.

2. Konsistensi atau Tekstur Makanan

Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut

menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh

konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan

memberikan rangsangan lebih lambat terhadap indera kita.

Penyajian makanan merupakan faktor tertentu dalam penampilan hidangan

yang disajikan. Jika penyajian makanan tidak dilakukan dengan baik, seluruh upaya

yang telah dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita rasa tinggi akan tidak

berarti. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera terutama

penglihatan yang berkaitan dengan cita rasa makanan itu. Apabila penampilan

makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga

mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap

selanjutnya rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indera

penciuman dan indera perasa.

Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat

dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera.

Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah

menguap sebagai akibat atau reaksi karena pekerjaan enzim atau dapat juga terbentuk

tanpa bantuan reaksi enzim.

windamelisa280891@yahoo.com

Universitas Sumatera Utara


2.4. Uji Organoleptik

Menurut Soekarto (2002) yang dikutip oleh Nurfatimah (2011), penilaian

organoleptik yang disebut juga penilaian indera atau penilaian sensorik merupakan

suatu cara penilaian yang sudah sangat lama dikenal dan masih sangat umum

digunakan. Metode penilaian ini banyak digunakan karena dapat dilaksanakan dengan

cepat dan langsung. Dalam beberapa hal, penilaian dengan indera bahkan memiliki

ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan alat ukur yang paling sensitif.

Menurut Rahayu (1998), sistem penilaian organoleptik telah dibakukan dan

dijadikan alat penilaian di dalam Laboratorium. Penilaian organoleptik juga telah

digunakan sebagai metode dalam penelitian dan pengembangan produk. Dalam hal

ini prosedur penilaian memerlukan pembakuan yang baik dalam cara penginderaan

maupun dalam melakukan analisa data.

Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan,

penciuman, pencicipan. Panel diperlukan untuk melaksanakan penilaian organoleptik

dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panel bertindak sebagi

instrumen atau alat. Panel ini terdiri atas orang atau kelompok yang bertugas menilai

sifat dari suatu komoditi. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis.

Uji organoleptik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan.

Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang

kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan

tingkat kesukaan/ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut orang skala

windamelisa280891@yahoo.com

Universitas Sumatera Utara


hedonik, misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak

suka, tidak suka, sangat tidak suka dan amat sangat tidak suka.

2.5. Panelis

Menurut Rahayu (1998), dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam

panel, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak

terlatih,panel tidak terlatih, panel konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh

panel tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik.

1. Panel Perseorangan

Penel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik yang

sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat

intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan

bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisis organoleptik

dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan

tinggi, bias dapat dihindari, penilaian efisien.

2. Panel Terbatas

Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi sehingga

bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor dalam

penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan

baku terhadap hasil akhir.

windamelisa280891@yahoo.com

Universitas Sumatera Utara


3. Panel Terlatih

Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik.

Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan.

Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik.

4. Panel Agak Terlatih

Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih untuk

mengetahui sifat-sifat tertentu.

5. Panel Tidak Terlatih

Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasarkan

jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak terlatih hanya

diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat

kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan.

6. Panel Konsumen

Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada target

pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat

ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.

7. Panel Anak-anak

Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10 tahun.

Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian produk-produk

pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya.

windamelisa280891@yahoo.com

Universitas Sumatera Utara


2.6. DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan)

DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) adalah suatu daftar yang memuat

angka-angka kandungan zat gizi berbagai jenis makanan, baik mentah maupun masak

atau hasil olahan yang ada di Indonesia. Daftar Komposisi Bahan Makanan memuat

sepuluh jenis zat gizi dan energi. Zat gizi tersebut meliputi protein, lemak,

karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin B1, vitamin C, dan air.

1. Penggunaan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan)

Untuk memudahkan penggunaannya, bahan makanan dalam Daftar

Komposisi Bahan Makanan dikelompokkan menjadi sepuluh golongan, yaitu :

a. Serealia (padi-padian), umbi, dan hasil olahannya

b. Kacang-kacangan, biji-bijian, dan hasil olahannya

c. Daging dan hasil olahannya

d. Telur dan hasil olahannya

e. Ikan, kerang, udang, dan hasil olahannya

f. Sayuran dan hasil olahannya

g. Buah-buahan

h. Susu dan hasilnya

i. Lemak dan minyak

j. Serba-serbi

windamelisa280891@yahoo.com

Universitas Sumatera Utara


2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Cita Rasa Biskuit


(Aroma, Warna,
Biskuit Rasa, Tekstur)
(Tepung Terigu + Tepung Bit)
dan
(Tepung Terigu + Hasil
Parutan Bit Merah) Kandungan Zat Gizi
Biskuit

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Dalam pembuatan biskuit ini terdiri dari tepung terigu tepung, bit merah dan

hasil parutan bit merah, dengan perbandingan penambahan pada masing-masing

biskuit pada sebesar 20%.

2.8. Hipotesis Penelitian

1. Ho : Tidak ada pengaruh penambahan bit merah dalam bentuk tepung dan hasil

parutannya terhadap cita rasa biskuit dilihat dari indikator aroma.

Ha : Ada pengaruh penambahan bit merah dalam bentuk tepung dan hasil

parutannya terhadap cita rasa biskuit dilihat dari indikator aroma.

2. Ho : Tidak ada pengaruh penambahan bit merah dan hasil parutannya terhadap cita

rasa biskuit dilihat dari indikator warna.

Ha : Ada pengaruh penambahan bit merah dan hasil parutannya terhadap cita rasa

biskuit dilihat dari indikator warna.

3. Ho : Tidak ada pengaruh penambahan bit merah dalam bentuk tepung dan hasil

parutannya terhadap cita rasa biskuit dilihat dari indikator rasa.

windamelisa280891@yahoo.com

Universitas Sumatera Utara


Ha : Ada pengaruh penambahan bit merah dalam bentuk tepung dan hasil

parutannya terhadap cita rasa biskuit dilihat dari indikator rasa.

4. Ho : Tidak ada pengaruh penambahan bit merah dalam bentuk tepung dan hasil

parutannya terhadap cita rasa biskuit dilihat dari indikator tekstur.

Ha: Ada pengaruh penambahan bit merah dalam bentuk tepung dan hasil

parutannya terhadap cita rasa biskuit dilihat dari indikator tekstur.

windamelisa280891@yahoo.com

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai