Anda di halaman 1dari 21

6

TINJAUAN PUSTAKA

Bit merah (Beta vulgaris)

Bit merah (Beta vulgaris) merupakan tanaman berbunga dari famili

Chenopodiaceae, yang memiliki bentuk morfologis seperti umbi dan umumnya

dijadikan sebagai sayuran. Ciri khas dari bit merah adalah warna akar bit yang

berwarna merah pekat, rasa yang manis seperti gula, serta aroma bit yang dikenal

sebagai bau tanah (earthy taste) (Widyaningrum dan Suhartiningsih, 2014).

Bit merupakan tanaman yang mirip dengan umbi-umbian karena bagian akar

tanaman bit yang menggembung sehingga sering disebut buah bit. Pigmen merah

pada buah bit merupakan senyawa bernitrogen yang memiliki aktivitas antioksidan

tinggi dan bersifat larut air, akan tetapi senyawa ini rentan mengalami degradasi

akibat pengaruh pH, cahaya, udara, dan stabil pada suhu rendah (< 14ºC), kondisi

yang gelap dan pada rentang pH 5,6 (Anam, dkk., 2013).

Aplikasi bit yang sudah ada dalam industri pangan mencakup ekstrak tanaman

bit sebagai pewarna alami merah keunguan. Senyawa betalain pada bit berbeda

dengan pigmen antosianin pada tanaman lain karena pigmen ini juga mengandung

senyawa nitrogen yang memiliki efek positif terhadap aktivitas radikal bebas dan

kanker sehingga akar bit juga mulai dikembangkan sebagai alternatif pewarnaan pada

produk sosis (Winanti, dkk., 2013).

Komposisi kimia bit merah

Bit merah kaya akan berbagai kandungan vitamin B yaitu vitamin B1, B2, B3

dan B6. Kandungan gizi utama bit merah adalah asam folat, serat dan gula, namun

6
7

nilai kalori bit merah masih tergolong sedang. Kandungan gizi yang terdapat pada bit

merah dapat dilihat pada Tabel 1. Bit merah mengandung pigmen betalain pembentuk

warna merah keunguan yang berperan sebagai antioksidan sehingga berpotensi

sebagai pangan fungsional. Pengujian kandungan antioksidan pada bit merah dapat

dilakukan dengan analisis kimia metode kromatografi serta spektroskopi dengan

DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) (Latorre, dkk., 2012).

Tabel 1. Komposisi gizi pada bit merah per 100 g bahan


Komposisi Jumlah
Air (g) 87,58
Energi (kkal) 43,00
Protein (g) 1,68
Lemak (g) 0,18
Abu (g) 1,10
Karbohidrat (g) 9,96
Serat pangan (g) 2,00
Gula (g) 7,96
Kalsium (mg) 16,00
Besi (mg) 0,79
Magnesium (mg) 23,0
Fosfor (mg) 38,0
Sodium (mg) 77,0
Kalium (mg) 305,0
Zinc (mg) 0,35
Cuprum (mg) 0,075
Mangan (mg) 0,329
Selenium (µg) 0,7
Vitamin C (mg) 3,6
Thiamin (mg) 0,031
Riboflavin (mg) 0,027
Niasin (mg) 0,331
Asam Pantotenat (mg) 0,145
Vitamin B-6 (mg) 0,067
Folat (µg) 80,0
Betalain (mg) 128,7
Beta karoten (µg) 20,0
Vitamin A (IU) 33,0
Vitamin E (µg) 0,04
Vitamin K (µg) 0,20
Sumber : USDA, (2013)

7
8

Bit (akar bit) mengandung 250 mg/ 100 g berat mentah senyawa NO3- dan

tergolong sayuran yang kaya akan kandungan senyawa nitrat, dimana senyawa NO3-

akan dipecah di dalam tubuh ke dalam bentuk NO2-, kemudian direduksi membentuk

senyawa asam yang berperan melindungi pembuluh darah dan jantung sehingga

konsumsi sari bit berpotensi menjaga kestabilan dan menurunkan tekanan darah.

Konsumsi sari bit juga berfungsi sebagai minuman isotonik dengan kandungan

mineral dan air yang cukup tinggi sehingga sehingga sangat cocok dikonsumsi untuk

keseimbangan diet dan kesehatan (Coles dan Clifton, 2012).

Bit merah mengandung vitamin B2 atau riboflavin yang berperan penting

untuk meningkatkan aktivitas pertumbuhan sel darah merah dan bersama dengan jenis

vitamin B lainnya, senyawa riboflavin bereaksi memacu proses konversi karbohidrat

yang diperoleh tubuh dan menghasilkan energi sebagai bagian dari proses

metabolisme energi (Eatright, 2007).

Betalain

Pigmen betalain dalam bit merah tersusun oleh dua senyawa pigmen yaitu

betasianin berwarna ungu kemerahan dan betaxanthin berwarna kekuningan. Betalain

bersifat larut air, kaya akan nitrogen dan menghasilkan warna kemerahan sehingga

potensial dijadikan sebagai pewarna natural dalam produk pangan. Pigmen betalain

dapat dijadikan sebagai alternatif pewarna antosianin yang terkandung pada jenis

buah lain karena stabilitas dan resistensi betalain terhadap pengaruh pH dan suhu

lebih baik terutama pada pH asam rendah. Akan tetapi, degradasi betalain dapat

berlangsung selama proses ekstraksi yang umumnya dipengaruhi enzim dan suhu

panas yang berlebihan selama proses pengolahan sehingga aplikasi bit sebagai

8
9

pewarna produk membutuhkan penanganan yang sesuai untuk mempertahankan

kualitas fisikokimia maupun sensori produk. Senyawa betalain memiliki sifat

fungsional sebagai antimikroba dan antioksidan yang mampu menghambat

perkembangan sel-sel tumor pada tubuh manusia (Slavov, dkk., 2013).

Kestabilan pigmen pada bit merah yang berperan sebagai komponen bioaktif

dipengaruhi oleh nilai pH. Pigmen di dalam bit merah lebih stabil pada kondisi asam

rendah, yaitu pH 4,5. Penurunan pH akan menyebabkan perubahan pigmen merah

menjadi warna ungu, sedangkan kenaikan pH menyebabkan perubahan menjadi

kuning kecokelatan. Bit merah dikenal sebagai sayuran dengan kandungan

antioksidan tertinggi, yaitu 1,98 mmol/100 g. Kandungan senyawa antioksidan dalam

bit merah terdiri dari senyawa flavonoid (350-2760 mg/kg), betasianin (840-900

mg/kg), betanin (300-600 mg/kg), asam askorbat (50-868 mg/kg), dan karotenoid

(0,44 mg/kg) (Ananda, 2008). Struktur kimia molekul senyawa betalain dapat dilihat

pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Kimia Senyawa Betalain (SCI, 2015)

9
10

Nenas (Ananas comosus)

Buah nanas adalah buah tropis non klimaterik yang banyak diproduksi di

Indonesia, mengandung asam buah tinggi yaitu asam sitrat dan asam malat yang dapat

berperan sebagai asidulan, meningkatkan kesegaran dan mengurangi bau. Konsumsi

buah nanas dapat memperlancar proses pencernaan, meningkatkan metabolisme

karena mengandung sejumlah mineral sehingga sesuai dijadikan sebagai minuman

isotonik, serta kandungan antioksidan vitamin C yang efektif berperan sebagai

senyawa bioaktif yang menangkal radikal bebas tubuh (Murdianto dan Syahrumsyah,

2012); (Sortwell, dkk., 1996).

Indonesia sebagai negara tropis memiliki hasil sumber hayati yang beragam,

terutama komoditas sayuran dan buah-buahan. Produksi buah nenas di Indonesia

termasuk komoditas yang menghasilkan devisa bagi negara. Data produksi komoditi

buah di Indonesia periode tahun 2009-2013 menurut Badan Pusat Statistik Indonesia

dapat dilihat pada Tabel 2. Budidaya buah nenas di wilayah Sumatera Utara

menduduki peringkat keempat dengan produktivitas buah nenas di Sumatera Utara

dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Produksi komoditi buah-buahan di Indonesia periode tahun 2009-2013


Komoditas Produksi (Ton)
2009 2010 2011 2012 2013
Pisang 6,373,533 5,755,073 6,132,695 6,189,043 5,359,115
Mangga 2,243,440 1,287,28 2,131,139 2,376,333 2,058,607
Jeruk Siam 2,025,840 1,937,773 1,721,880 1,498,394 1,308,303
Nenas 1,558,196 1,406,445 1,540,626 1,781,894 1,133,10
Rambutan 986,841 522,852 811,909 757,336 517,869
Salak 829,014 749,876 1,082,125 1,035,406 991,759
Durian 707,798 492,139 883,969 888,127 689,682
Pepaya 772,844 675,801 958,251 906,305 871,275
Sumber : BPS (2014)

10
11

Tabel 3. Produksi buah nenas tahun 2011 – 2013 di Sumatera Utara


Tahun Produksi (Ton/tahun)
2011 183,213
2012 262,089
2013 228,136
Sumber : BPS (2012)

Masa simpan buah nenas dipengaruhi tingkat kematangan masing-masing

varietas buah. Pengolahan buah nenas menjadi produk mampu meningkatkan umur

simpan terutama pada penyimpanan suhu rendah. Buah nenas yang dipanen tahan

disimpan pada suhu rendah selama 21 hari, sedangkan pengolahan nenas menjadi

bubur buah dapat bertahan hingga 30 hari pada suhu 15 ºC (Sabari, dkk., 2006).

Komposisi kimia buah nenas

Nenas mengandung enzim bromelain sebagai salah satu enzim fungsional

karena bersifat proteolitik dan mampu menghidrolisis ikatan peptida dari protein.

Kandungan bromelain di dalam buah nenas sebesar 62,5 IU/mg. Komposisi kimia

pada buah nenas dapat dilihat pada Tabel 3. Enzim bromelain juga digunakan untuk

melunakkan daging sebelum diolah karena sifat enzim yang proteolitik serta

dikembangkan sebagai salah satu bahan alamiah yang berfungsi sebagai pengawet

pada minyak (Sangi, 2011).

Pada pengolahan produk sari buah yang menggunakan jenis hidrokoloid

gelatin, jenis buah yang mengandung enzim bromelain dapat mengurai senyawa

protein sehingga dapat menurunkan peranan kandungan protein dalam pengolahan

produk pangan, namun enzim bromelain umumnya bersifat tidak stabil terhadap suhu

dan pH. Degradasi kandungan bromelain pada buah berlangsung di atas suhu 85 ºC.

11
12

Enzim bromelain kompleks memiliki daya resistensi yang lebih baik terhadap suhu

panas dibandingkan dengan jenis enzim lainnya (Poh dan Majid, 2011).

Tabel 3. Komposisi kimia buah nenas per 100 g bahan


Komposisi Jumlah
Energi (kkal) 50,00
Karbohidrat (g) 13,52
Protein (g) 0,54
Lemak (g) 0,12
Serat pangan (g) 1,4
Vitamin A (IU) 58,00
Vitamin C (mg) 47,80
Vitamin E (mg) 0,02
Vitamin K (µg) 0,07
Asam Folat (µg) 18,00
Riboflavin (mg) 0,018
Niasin (mg) 0,500
Piridoksin (mg) 0,112
Thiamin (mg) 0,079
Natrium (mg) 1,00
Kalium (mg) 109,00
Kalsium (mg) 13,00
Besi (mg) 0,29
Cuprum (mg) 0,110
Magnesium (mg) 12,00
Mangan (mg) 0,927
Fosfor (ng) 8,00
Zinc (mg) 0,12
Sumber : USDA (2009)

Aktivitas antioksidan

Senyawa antioksidan yang terkandung dalam sayur-sayuran dan buah-buahan

(food antioxidants) mampu mencegah kerusakan oksidatif pada produk pangan dan

berikatan dengan molekul elektron radikal bebas di dalam tubuh sehingga

menghambat terjadinya proses oksidasi sel metabolik. Radikal bebas merupakan

partikel kimia yang sangat reaktif dan rentan terhadap oksidasi karena memiliki

elektron bebas yang tidak berikatan sehingga menyebabkan kerusakan. Aktivitas

12
13

antioksidan sebagai penangkal radikal bebas disebabkan oleh adanya gugus hidroksi

fenolik dalam struktur molekulnya yang bekerja dengan mendonorkan proton H+

kepada senyawa radikal bebas, sehingga elektron bebas berikatan dengan proton H+

pada senyawa antioksidan dan tidak terjadi oksidasi yang merugikan tubuh

(Kumalaningsih, 2006).

Antioksidan dibedakan berdasarkan mekanisme kerja dalam menghambat

proses oksidasi, yaitu antioksidan primer yang bekerja memutuskan rantai radikal

bebas dan donor elektron, antioksidan enzim menghilangkan oksigen terlarut dan

senyawa peroksida, agen pengkelat atau sekuestran yang aktif menghilangkan ion

logam Cu dan Fe karena bersifat memicu oksidasi (prooksidan), serta antioksidan

pengikat oksigen (oxygen scavanger). Prinsip mekanisme kerja antioksidan adalah

membentuk senyawa inaktif dengan mencegah dekomposisi hidroperoksida lipid

pembentuk radikal bebas, menstabilkan radikal bebas dengan donor atom hidrogen

sehingga terbentuk kompleks radikal bebas dan antioksidan sehingga produk tidak

bersifat radikal dan stabil (Estiasih, dkk., 2015).

Beberapa kandungan antioksidan alamiah pada bahan pangan adalah vitamin

C, senyawa karotenoid, fenolik serta senyawa pigmen alamiah. Karakteristik senyawa

antioksidan yang terkandung dalam suatu bahan pangan harus ditentukan secara

terpisah dimana senyawa antioksidan dalam bahan pangan diperoleh dari beberapa

senyawa seperti senyawa fenolik, karotenoid, vitamin, flavonoid dan senyawa

alamiah lain yang mendukung aktivitas antioksidan dengan daya kelarutan dan

penyerapan yang masing-masing berbeda terhadap aktivitas antioksidan yang

diberikan (Javanmardi,dkk., 2003).

13
14

Beberapa metode pengujian aktivitas antioksidan antara lain metode DPPH

menggunakan senyawa DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) sebagai sumber radikal

bebas dengan prinsip terjadinya reaksi penangkapan atom hidrogen oleh DPPH dari

senyawa antioksidan dalam produk, metode penangkapan radikal NO sebagai sumber

radikal, metode FTC (Ferric Thiocyanate) dengan mengukur daya inhibisi senyawa

radikal yang reaktif menggunakan asam lenoleat yang mengalami oksidasi setelah

inkubasi, dan metode FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power) dengan mengukur

kemampuan antioksidan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ (Surya, dkk., 2013).

Penentuan aktivitas antioksidan yang paling umumn dilakukan adalah dengan

metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil). Senyawa DPPH sebagai radikal bebas

memberikan nilai serapan yang kuat pada absorbansi 517 nm dan berwarna ungu

gelap. Besar aktivitas antioksidan sebagai penangkal radikal bebas dihitung

berdasarkan degradasi warna senyawa DPPH. Senyawa radikal bebas menyebabkan

adanya ikatan yang ditandai dengan penurunan kepekatan warna DPPH yang

sebanding dengan jumlah elektron yang diserap. Metode DPPH hanya dapat

mengukur senyawa antioksidan yang larut dalam pelarut alkohol dan secara umum

digunakan untuk mengukur dan membandingkan aktivitas antioksidan senyawa

fenolik melalui perubahan serapan yang terjadi (Sunarni, 2005).

Senyawa DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) merupakan senyawa radikal

bebas yang stabil pada suhu ruang, bersifat sangat larut pada larutan metanol, etanol

atau derivat alkohol lainnya, dan memberikan warna ungu gelap dengan panjang

serapan 517 nm. Reaksi DPPH terhadap senyawa antioksidan dapat dilihat pada

Gambar 2. Pengujian dilakukan dengan spektrofotometer setelah sebelumnya larutan

14
15

uji diinkubasi pada suhu 37ºC yang bertujuan untuk mendukung reaksi yang

sempurna. Suatu senyawa dikatakan memiliki aktivitas antioksidan bila senyawa

tersebut dapat mendonorkan proton hidrogen yang ditandai dengan terjadinya

perubahan warna ungu gelap menjadi kekuningan.

Gambar 2. Reaksi DPPH dengan senyawa antioksidan (Molyneux, 2004)

Es lilin

Es lilin termasuk salah satu produk minuman beku yang terbuat dari bahan

baku air, gula, baik dengan ataupun tanpa penambahan sari buah ataupun senyawa

aditif seperti zat pewarna, flavor, pemanis, pengatur keasaman dan zat pengawet. Es

lilin banyak dikonsumsi sebagai produk penyegar karena disajikan dalam keadaan

dingin dan salah satu karakteristik es lilin yang menarik masyarakat adalah tampilan

produk dengan warna yang menarik, rasa yang manis, kemasan yang sederhana dan

harga yang murah (Hartono, 2013).

Karakteristik mutu fisik es krim sangat berperan penting terhadap penerimaan

konsumen, terutama dari segi tekstur es krim yang dihasilkan. Pembuatan es krim

tidak terlepas dari penggunaan zat penstabil untuk mempertahankan kualitas tekstur

dan mengurangi kecepatan pelelehan es krim yang dihasilkan. Konsentrasi zat

15
16

penstabil yang digunakan memegang peranan penting terhadap tekstur pada produk es

krim dengan mengikat air bebas dan mempertahankan ikatan air pada struktur gel

yang dikenal sebagai proses hidrasi (Soad, dkk., 2014).

Pembuatan Es Lilin

Pembuatan sari bit merah

Kualitas sari buah ditentukan dari sifat fisik buah terutama dari tingkat

kekentalan, kekeruhan, dan total padatan terlarut. Pengolahan buah menjadi sari buah

dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sari buah encer dengan penambahan air atau

pengepresan sari buah murni dari buah dengan kandungan air yang cukup tinggi dan

sari buah pekat dengan pemekatan menggunakan gula dan proses pendidihan

(Juansah, dkk., 2009).

Bit merah mengandung senyawa antioksidan yang dapat diperoleh pada

daging buah dan daun bit merah, baik melalui ekstraksi maupun pengepresan. Sari bit

merah diperoleh dengan mencuci bit merah kemudian dipisahkan dari bagian kulit,

lalu diblansir uap sebagai perlakuan awal sebelum pengambilan sari buah bit dan

pengolahan lebih lanjut. Sari buah bit diperoleh melalui pengepresan dan penyaringan

baik dengan ataupun tanpa penambahan air yang dikenal dengan jus bit merah

(Slavov, dkk., 2013).

Pembuatan sari buah nenas

Pengolahan buah nanas menjadi sari buah dapat meningkatkan mutu fisiologi

karena minuman sari buah akan lebih mudah dicerna. Pembuatan sari buah nanas

diawali dengan pengupasan buah nenas dari kulit kemudian dipisahkan daging buah

dari batang, kemudian diperoleh sari buah dengan alat pengepresan atau

16
17

menambahkan air dengan sari buah sebelum dilakukan pengepresan sari buah nanas

(Ardina, dkk., 2014).

Pemanasan

Proses pemanasan memegang peranan penting dalam upaya pengawetan dan

peningkatan kualitas produk, namun tidak semua proses pemanasan memberikan

keuntungan terutama dalam kaitan terhadap kandungan nutrisi kimia dalam produk

yang rentan akan panas. Suhu pemanasan yang berlebih dapat mempengaruhi

stabilitas kandungan betalain dalam bit merah sehingga kontrol suhu diperlukan

dalam upaya mempertahankan kandungan betalain pada bit merah (Latorre, dkk.,

2012).

Tujuan dilakukannya blansir adalah sebagai perlakuan awal yang mendukung

peningkatan kualitas produk yang akan diolah, namun proses blansir umumnya lebih

banyak diterapkan pada sayuran dibandingkan buah-buahan, karena pemblansiran

pada sayuran dapat menurunkan kekerasan tekstur serta menurunkan bau langu pada

beberapa sayuran. Proses blansir yang banyak diterapkan blansir menggunakan air

mendidih dan penguapan pada suhu di bawah 100ºC (Vaclavik dan Christian, 2008);

(Corcuera, dkk., 2004).

Proses pasteurisasi terhadap bit merah dapat menurunkan kandungan senyawa

betalain hingga 5% dan pemanasan pada suhu yang melebihi suhu 100 ºC dapat

menghilangkan kandungan betalain secara total karena terjadinya pemutusan ikatan

cyclodopa melalui reaksi dekarboksilasi dan dehidrogenasi. Pembentukan senyawa

betanin pada suhu tinggi dihambat oleh adanya reaksi maillard sehingga kestabilan

pigmen betalain bit merah bersifat reversible hanya pada suhu yang tidak terlalu

17
18

tinggi, dimana ikatan cyclodopa pada rantai senyawa betanin dapat terikat kembali

dan membentuk senyawa betanin yang utuh sehingga degradasi betanin dapat

dihindari (Santoso, 2009).

Mixing

Proses pencampuran (mixing) diperlukan dalam pengolahan produk turunan es

krim, sorbet maupun produk water ice es lilin. Mixing pada pengolahan produk es

lilin dilakukan untuk meningkatkan homogenitas bahan baku yang digunakan dalam

pencampuran sebelum dibekukan sekaligus mengaktifkan peran penggunaan

hidrokoloid sebagai zat penstabil dan pembentuk tekstur. Fungsi hidrokoloid sebagai

zat penstabil dipengaruhi oleh lama proses mixing yang dilakukan selama pengolahan

karena hidrokoloid akan semakin aktif menstabilkan dua suspensi terlarut yang

berbeda yang dipacu dengan perlakuan blending atau dikenal sebagai proses mixing.

Proses mixing umumnya dilakukan menggunakan suhu pemanasan di atas 45 ºC

karena hidrokoloid pada umumnya akan larut sempurna dengan bahan serta aktif

menstabilkan suspensi yang dicampurkan di dalamnya sehingga ketahanan tekstur

produk es yang dihasilkan akan lebih baik (Kilara dan Chandan, 2007).

Pembekuan

Pembekuan termasuk salah satu upaya untuk mempertahankan kualitas

ismpan produk pangan dengan menyimpan produk pada suhu yang melebihi suhu

pendinginan, mengubah wujud air produk dalam bentuk es atau kristal sehingga tidak

ada ketersediaan air untuk pertumbuhan mikroba dan produk lebih awet. Pembekuan

produk yang terlalu lama dapat menyebabkan kerusakan fisik terutama perubahan

tekstur dan flavor (Vaclavik dan Christian, 2008).

18
19

Tujuan dilakukannya pembekuan produk pangan adalah untuk

mempertahankan kualitas simpan produk dengan menurunkan suhu produk hingga

mencapai titik bekunya lalu daya tahan produk yang dibekukan selama penyimpanan

dikontrol dengan menurunkan kembali suhu beku sesuai dengan suhu produk yang

berbeda. Proses pembekuan umumnya juga didukung proses pemblansiran untuk

meningkatkan mutu produk yang dibekukan. Pembekuan dibedakan menjadi

pembekuan lambat dan pembekuan cepat. Proses pembekuan lambat akan

menyebabkan kristalisasi air bahan pangan dalam jumlah yang lebih sedikit akan

tetapi ukuran granula kristal yang dihasilkan lebih besar, dan sebaliknya, pada

pembekuan cepat, kristalisasi air bahan terbentuk dalam jumlah yang besar namun

ukuran granula kristal lebih kecil sehingga tekstur produk pangan yang dibekukan

lebih dapat dipertahankan karena ukuran kristal es yang besar cenderung merusak

tekstur dan menurunkan mutu aroma (Hariyadi, 2007).

Bahan-Bahan Yang Ditambahkan

Gelatin

Gelatin merupakan hidrokoloid yang mengandung protein dan diperoleh

melalui hidrolisis jaringan ikat tulang hewan dan kolagen kulit. Kata gelatin berasal

dari bahasa latin “Gelatus” yang berarti pembekuan. Karakteristik fisikokimia gelatin

secara umum yaitu larut air panas, membentuk gel bening ketika didinginkan,

berfungsi sebagai penstabil karena kemampuannya menyerap air 5-10 kali berat

gelatin, serta sebagai polimer bioadhesif yang mampu membentuk gel dengan

kekuatan gel yang berbeda tergantung konsentrasi gelatin yang digunakan (Suryani,

dkk., 2009).

19
20

Gelatin diperoleh dari hasil ekstraksi jaringan otot atau serat kolagen hewan

yang dikeringkan dalam bentuk serbuk atau granula dan memiliki fungsi sebagai

pembentuk gel yang mampu mempertahankan stabilitas suspensi. Karakteristik fisik

gelatin sebagai jenis hidrokoloid yang diekstraksi dari derivat jaringan kolagen

protein hewan meliputi titik leleh gelatin pada rentang suhu 25ºC - 40ºC, bersifat

termoreversible (wujud cair gelatin dapat berubah seiring perubahan suhu), larut

dalam air dan larutan dengan viskositas rendah yang turut mencegah pembuihan pada

larutan, hampir tidak berwarna dan tidak memiliki bau spesifik, memberikan efek

melelh di mulut dan lembut. Gelatin adalah salah satu jenis penstabil yang sering

digunakan dalam pengolahan produk beku seperti es krim. Sifat fungsional gelatin

sebagai hidrokoloid dipengaruhi oleh asam dan kandungan alkohol yang tinggi

(Lersch, 2010; (Soad, dkk., 2014).

Ciri fungsional hidrokoloid sebagai zat penstabil pada pengolahan makanan

yaitu kemampuan senyawa hidrokoloid dalam menstabilkan dispersi koloid dalam air,

menyerap dan mengikat air bebas dalam bahan serta meningkatkan viskositas tekstur.

Pada pengolahan produk es krim, penggunaan hidrokoloid juga mampu mencegah

timbulnya off flavor atau penurunan aroma akibat proses pembekuan yang dilakukan

dengan menambahkan antara dua atu lebih jenis hidrokoloid (Milano dan Maleki,

2012).

Gel yang dihasilkan oleh gelatin bersifat reversibel karena penggunaan gelatin

yang diberi pemanasan akan menyebabkan gel meleleh, sedangkan pendinginan balik

akan menyebabkan pemadatan gelatin dan membentuk gel kembali yang dikenal

sebagai proses gelasi. Gelatin mengandung protein yang tinggi akan kandungan glisin

20
21

dan prolin dan dalam industri pangan, gelatin berperan sebagai pembentuk tekstur gel

pada produk jeli, permen, penstabil dan pengemulsi pada produk es krim, margarin

dan olahan susu (Mariod dan Adam, 2013).

Penambahan gelatin dalam produk pangan berfungsi meningkatkan mutu

tekstur produk melalui pembentukan gel sehingga gelatin dikenal sebagai gelling

agent dan foaming agent. Kualitas tekstur dengan penambahan gelatin terhadap

produk pangan dipengaruhi oleh tingginya nilai ºBloom atau kekuatan pembentukan

gel. Gelatin dengan konsentrasi nilai ºBloom yang lebih tinggi akan menghasilkan

produk dengan tekstur gel yang lebih keras dan padat seperti aplikasi pada produk

permen, sedangkan penambahan gelatin dengan konsentrasi yang lebih sedikit akan

menghasilkan tekstur produk yang lebih lembut dengan viskositas yang lebih rendah

(Santoso, 2009).

Gelatin bersifat gel, memiliki viskositas yang kuat, tidak berwarna dan berbau,

serta larut baik pada pelarut polar maupun nonpolar seperti gliserol dan alkohol.

Gelatin larut pada suhu pemanasan di atas 45ºC dan RH 60%, dengan sifat kekuatan

gel yang dibentuk gelatin dipengaruhi oleh aktivitas enzim, suhu dan pH. Beberapa

fungsi penggunaan gelatin pada produk pangan yaitu pembentuk gel, emulsifier, agen

pengikat, zat pengisi, pengganti lemak, penstabil, dan zat bioadhesif yang mengikat

struktur pada pengolahan produk pastri, permen dan daging olahan. Penggunaan

gelatin untuk menjernihkan warna dan meningkatkan tekstur pada produk minuman

jus buah adalah sebanyak 1-3% (Banerjee dan Bhattacharya, 2012).

21
22

Manfaat gelatin

Gelatin berperan penting dalam industri pangan karena sifat gelatin yang

dapat membentuk gel dan mempertahankan stabilitas tekstur produk. Sifat gel yang

dihasilkan gelatin pada pengolahan produk es lilin dapat memberikan efek mouthfeel

yang mudah meleleh di mulut dan tekstur produk yang diberi penambahan gelatin

akan lebih lembut dan elastis. Penggunaan gelatin pada pengolahan produk es sering

dikombinasikan dengan jenis hidrokoloid lain untuk meningkatkan kelembutan

tekstur yang dihasilkan (Saha dan Bhattacharya, 2010).

Fungsi gelatin yaitu sebagai pengatur stabilitas buih, kekenyalan dan tekstur,

menggantikan peranan lemak dan meningkatkan daya leleh di mulut pada produk es

krim dan jeli, pengikat air pada produk hewani, sebagai bahan pengisi pada produk

olahan susu, dan menjernihkan produk minuman. Gambar struktur kimia gelatin dapat

dilihat pada Gambar 3. Penggunaan gelatin sebagai zat penstabil pada produk es krim

aktif pada konsentrasi sebesar 0,5%. Gelatin juga dapat digunakan untuk melapisi

bagian permukaan produk hewani dan buah-buahan untuk mencegah terjadinya

kerusakan fisik produk (Rahman, 2007).

Gambar 3. Struktur kimia gelatin (Belitz, dkk., 2007)

22
23

Gelatin dihasilkan dari reaksi dispersi protein dan memiliki stabilitas gel

terbaik di antara jenis hidrokoloid komersial. Penambahan sebanyak 0,25% gelatin

pada es krim dapat menghambat pembentukan dan distribusi kristalisasi es,

sedangkan dalam pengolahan minuman serbet, penggunaan gelatin biasanya disertai

dengan penambahan beberapa jenis hidrokoloid lainnya untuk meningkatkan mutu

sensoris produk, terutama peningkatan nilai tekstur dan efek meleleh di mulut pada

tahap akhir pengolahan produk (Phillips dan Williams, 2009 ; (Estiasih, dkk., 2015).

Gelatin yang digunakan dalam industri pangan biasanya berbentuk serbuk atau

granula bening kekuningan, yang dilarutkan terlebih dahulu dengan air dingin,

kemudian dipanaskan pada suhu di atas 45 ºC agar larut sempurna dengan bahan.

Gelatin biasanya ditambahkan sebagai bahan penstabil dan pengisi pada produk

olahan buah seperti selai, jeli, permen, minuman sari buah dan es krim. Penggunaan

gelatin pada beberapa jenis olahan buah yang mengandung enzim proteolitik dapat

mempengaruhi penurunan fungsi protein gelatin dalam meningkatkan kepadatan

tekstur produk. Gelatin diperlukan pada pengolahan produk es krim, sorbet, sherbet

dan es lilin karena fungsi gelatin yang bersifat hidrokoloid dapat mengikat dan

menjerap air bahan sehingga menahan titik beku saat pembekuan produk, mencegah

terbentuknya kristal es yang menurunkan mutu tekstur, mempertahankan kelembutan,

menahan daya pelelehan, memberikan efek mouthfeel dan meningkatkan kepadatan

produk beku yang dihasilkan (Blackburn, 2012).

High fructose syrup (HFS)

HFS (High Fructose Syrup) merupakan alternatif penggunaan gula sukrosa

yang lebih dikenal sebagai gula sirup. HFS adalah gula yang dihasilkan melalui

23
24

pencampuran glukosa, fruktosa dengan oligosakarida yang dipasarkan dalam bentuk

cair, dengan komposisi umum terdiri dari 42-55% fruktosa. Aplikasi HFS di industri

pangan menggantikan penggunaan gula sukrosa karena tingkat kemanisan HFS yang

hampir sama dengan gula sukrosa, serta memiliki aroma yang baik dan mampu

menghasilkan produk yang lebih homogen karena bentuk cair HFS sehingga banyak

digunakan untuk pengolahan produk minuman, jeli, desserts, dan produk olahan susu.

Konsumsi gula HFS juga menurunkan resiko akan diabetes karena gula HFS terbuat

dari substitusi sukrosa dengan golongan oligosakarida (Silva, dkk., 2006).

HFS dihasilkan dari hidrolisis polimer D-glukosa yang diperoleh dari pati

tanaman umbi-umbian, beras maupun jagung dan umumnya dihasilkan dari

kombinasi gula dekstrosa atau fruktosa dengan oligosakarida. Produksi HFS banyak

dihasilkan melalui hidrolisis pati karena pati mengandung dekstrosa yang mudah

membentuk gula sirup dengan penambahan senyawa oligosakarida sehingga HFS

memiliki karakteristik fungsional yang lebih baik bila dibandingkan dengan gula

sukrosa, yaitu kelarutan HFS yang tinggi, tidak membentuk kristal gula, serta tingkat

kemanisan yang tinggi. Aplikasi gula HFS di industri pangan semakin meningkat

karena HFS mampu menggantikan peranan gula sukrosa di dalam pengolahan pangan

terutama pada produk pastri, kalengan, susu, minuman karbonasi, dan produk bekuan

(Vuilleumier, 1993).

HFS berwarna bening, rasa manis, tekstur yang kental dan banyak digunakan

pada produk es krim karena sifat cair yang tidak membentuk kristal sehingga

meningkatkan tekstur dan lebih berpotensi untuk mencegah kerusakan mikrobiologis.

Dibandingkan dengan gula sukrosa, penggunaan sirup fruktosa pada produk bekuan

24
25

lebih baik karena dapat menekan titik pembekuan, mencegah terbentuknya granula

kristal es, lebih mudah larut serta mampu memberikan efek tampilan yang lebih

mengkilat terhadap produk sehingga tekstur lembut dan padat dapat dipertahankan

(Suripto, dkk., 2013).

Studi Pendahuluan Yang Telah Dilaksanakan

Penelitian sebelumnya dari Banerjee dan Bhattacharya (2012) menunjukkan

bahwa gelatin larut pada suhu pemanasan di atas 45ºC dan RH 60%, dengan sifat

kekuatan gel yang dibentuk gelatin dipengaruhi oleh aktivitas enzim, suhu dan pH,

sedangkan penggunaan gelatin untuk menjernihkan warna dan meningkatkan tekstur

pada produk minuman jus buah adalah sebanyak 1-3%. Menurut Santoso (2014),

perlakuan pasteurisasi pada pembuatan minuman bit merah yang mampu mengurangi

degradasi berlebih kandungan betalain pada bit merah yaitu pasteurisasi pada suhu

60 ºC selama 18 menit, suhu 80 ºC selama 10 menit atau pasteurisasi pada suhu 90ºC

selama 5 menit.

Penelitian mengenai sherbet sebagai salah satu produk water ice yang

menyerupai es lilin menurut Hartanti, (2014) menyatakan bahwa buah nenas

mengandung nutrisi dan kadar air yang tinggi sehingga bersifat fungsional untuk

diolah menjadi produk minuman beku sherbet, akan tetapi kandungan air yang besar

turut berdampak terhadap penurunan mutu tekstur produk beku sehingga diperlukan

adanya penambahan gelatin yang bersifat hidrokoloid yang kuat mengikat air,

memperlambat titik beku produk sehingga tekstur yang dihasilkan lebih lembut dan

padat. Sesuai dengan aturan The Code of Federal Regulation pada literatur Kilara dan

Chandan (2007), komposisi standar produk bekuan turunan es krim terdiri dari gula

25
26

sebagai pemanis, air, sari buah, dengan penambahan zat aditif berupa penstabil, atau

pewarna sintetis. Produk es yang tergolong water ice tidak mengandung krim dan

susu dalam komposisi produk es yang dihasilkan sehingga produk es lilin dan serbet

tidak mengandung lemak.

26

Anda mungkin juga menyukai