Anda di halaman 1dari 10

SINDROM GUILLAIN BARRE

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sindrom Guillain-Barre adalah suatu kelainan sistem saraf akut dan difus yang
biasanya timbul setelah suatu infeksi atau diakibatkan oleh autoimun,dimana proses
imunologis tersebut langsung mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang kadang
juga saraf kranialis. Saraf yang diserang bukan hanya mempersarafi otot ,tetapi bisa juga
indera peraba sehingga penderita mengalami baal atau mati rasa.1
Sindrom Guillain-Barre merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering
dijumpai pada usia dewasa muda, SGB ini seringkali mencemasakan penderita dan
keluarganya karena terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan dapat
menimbulkan kematian , meskipun pada umumnya mempunyai prognosis yang baik.1
Fase awal dimulai dengan munculnya tanda tanda kelemahan dan biasanya tampak
secara lengkap dalam 2- 3 minggu. Ketika tidak terlihat penurunan lanjut, kondisi ini tenang.
Fase kedua berakhir beberapa hari sampai 2 minggu. Fase penyembuhan mungkin berakhir 4-
6 bulan, dan mungkin bisa sampai 2 tahun. Penyembuhan adalah spontan dan komplit pada
kebanyakan pasien , meskipun ada beberapa gejala neurologis , sisa dapat menetap.1
Sampai saat ini belum ada terapi spesifik untuk Sindrom Guillain-Barre sebagian
besar penderita dapat sembuh sendiri. Namun gullien barre syndrom memerlukan perawatan
yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi terutama pada keadaan akut
yang dapat menimbulkan gagal napas akibat kelemahan otot pernapasan dan bisa berlanjut
pada kematian. 1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Sindrom Guillain-Barre adalah suatu polineuropati yang bersifat ascending dan akut
yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut Bosch, SGB
merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut
berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnyanya adalah saraf perifer, radiks dan
nervus kranialis.1
Sindrom Guillain-Barre merupakan polineuropati akut yang disebabkan oleh reaksi
autoimun terhadap saraf perifer. Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit
ini, yaitu Idiopathic Polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post
Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy, Guillain
Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending Paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome.2

Epidemiologi
Penyakit ini terjadi diseluruh dunia, kejadian pada semua musim. Dowling dkk
mendapatkan frekuensi tersering pada akhir musim panas dan musim gugur dimana terjadi
peningkatan kasus influenza. Angka kejadian dunia 0.6%-2% kasus/100.000 orang/ tahun,
negara barat sekitar 1-2% kasus/ 100.000 orang/tahun. Bisa terjadi disemua tingkatan usia
mulai dari anak anak sampai dewasa, sering pada anak anak dan remaja (China), dan sering
pada orang tua > 70 tahun (pada negara barat). Lebih sering ditemukan pada kaum pria.
Bukan penyakit keturunan .tidak dapat menular lewat kelahiran ,terinfeksi atau terjangkit dari
orang lain yang mengidap GBS, bisa timbul seminggu atau dua seminggu atau dua minggu
setelah infeksi usus atau tenggorokkan.1
Etiologi

2
Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya
dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan penyakit yang mendahului dan
mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain: 3,4
1. Infeksi
2. Vaksinasi
3. Pembedahan
4. Kehamilan atau dalam masa nifas
5. Penyakit sistemik

Tabel 1. Jenis-Jenis Infeksi yang Sering menjadi Penyebab SGB


Infeksi Definite Probable Possible
Virus CMV HIV Influenza
EBV Varicella – Zooster Measles
Vaccinia/ smallpox Rubella
Hepatitis
Coxsackie
Echo
Bakteri Campylobacter Typhoid Borrella B
jejuni Paratyphoid
Mycoplasma Brucellosis
pneumonia Chlamydia
Legionella
Listeria

Patologi
Secara makroskopik tidak ditemukan adanya perubahan pada saraf pasien penderita
SGB. Namun secara mikroskopik tampak adanya infiltrasi sel mononuclear di perivenula
dan ditemukan adanya demielinisasi segmental di susunan saraf tepi. Meskipun penyakit ini
sering didahului oleh bermacam-macam penyakit, namun patologi yang ditemukan sama
pada semua pasien GBS. Infiltrasi perivenula terdiri atas limfosit berukuran kecil sampai
sedang, makrofag dan sedikit sel PMN pada stadium awal penyakit. Namun pada stadium
lanjut ditemukan adanya sel plasma dan sedikit sel mast. Limfosit yang berukuran kecil
sampai sedang akan mudah untuk keluar dari vena masuk ke dalam parenkim saraf. Limfosit

3
yang berukuran besar akan mengalami transformasi secara aktif melalui fagositosis oleh
makrofag.5
Daerah yang terinflamasi akan diinfiltrasi sel mononuclear kemudian akan terjadi
demielinisasi segmental. Pada mulanya yang terlihat hanya limfosit saja, tapi setelah 2-3
minggu, dengan berkembangnya penyakit, yang mendominasi adalah sel makrofag. Makrofag
berperan penting dalam terjadinya destruksi myelin. Makrofag menyebabkan lamella myelin
terpisah dan mencerna membran yang terpisah. Destruksi myelin berlangsung progresif ke
arah lokasi sentral nucleus sel schwann. Dengan mikroskop cahaya dapat terlihat myelin yang
terputus dan berbentuk ovoid juga makrofag yang mencerna myelin. 5
Peningkatan aktivitas asam posphatase dan asam proteinase menandakan aktivasi
lisosom dalam makrofag. Lesi inflamasi yang hebat menyebabkan terjadinya demielinisasi
sampai mengakibatkan terputusnya akson dan degenerasi wallerian. Leukosit PMN juga
tampak pada lesi yang hebat, mungkin sebagai respons dari jaringan yang nekrotik. Pada
kasus dengan degenerasi wallerian yang luas, dalam sel cornu anterior dapat terlihat central
chromatolysis. Sedang pada keadaan degenerasi axonal dapat terlihat atrofi serabut otot
akibat denervasi.

Patogenesis
Patogenesis Sindrom Guillain-Barre sampai saat ini masih belum jelas. Tetapi
beberapa penelitian mempunyai kecenderungan peranan dasar patogenesa yang bersifat
imunologik,1-3 Infeksi viral atau infeksi gabungan virus dan bakteri yang mendahului penyakit
ini sering memberi kesan adanya respons yang diperantarai oleh sel. Patologi SGB yaitu
inflamasi sel T di perivenula, mendukung patogenesis SGB diperantarai sel. Respons yang
diperantarai sel dimulai dengan presentasi antigen spesifik dan berhubungan dengan
kompleks major histocompatibility – antigens. Sel T tidak dapat berproliferasi atau
mengaktivasi makrofag tanpa adanya antigen. Kompleks MHC – antigen mengaktifkan T
helper untuk menghasilkan gamma interferon dan TNF yang akan mengaktifkan makrofag,
dengan akibat destruksi sel schwann. T-helper juga menghasilkan interleukin-2 yang
mengaktivasi pertumbuhan sel B sehingga menghasilkan antibodi. Kompleks antigen dan
antibodi tersebut akan mengaktivasi komplemen sehingga menyebabkan lisisnya sel
schwann, aktivasi dan kemotaksis makrofag, peningkatan permeabilitas vaskuler dan
degranulasi sel mast. Jadi dalam keadaan ini aktivasi komplemen berpartisipasi secara
langsung atau secara tidak langsung dalam merusak myelin.5

4
Bukti-bukti bahwa imunopatogenesis merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas
saraf tepi pada sindrom ini adalah :
1. Didapatnya antibodi atau adanya respons kekebalan seluler terhadap agen infeksi pada
saraf tepi.
2. Adanya auto antibodi atau kekebalan seluler terhadap sistem saraf tepi.
3. Didapatnya penimbunan kompleks antigen antibodi pada pembuluh saraf tepi yang
menimbulkan proses demielinisasi saraf tepi.2

Klasifikasi5,6,7
1. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP)
Yang merupakan jenis GBS yang paling banyak ditemukan, dan sering
disinonimkan dengan GBS. Disebabkan oleh respon autoimun yang menyerang
membrane sel schwann.
2. Acute motor axonal neurophaty (AMAN)
Atau sindroma paralitik Cina: menyerang nodus motorik ranvier dan sering
terjadi di cina dan meksiko. Hal ini disebabkan oleh respon autoimun yang
menyerang aksoplasma saraf perifer. Penyakit ini musiman dan penyembuhan dapat
berlangsungdengan cepat. Didapati antibody Anti GD1a, sementara antibody anti-
GD3 lebih sering ditemukan pada AMAN.
3. Acute moyor sensory axonal neurophaty (AMSAN)
Mirip dengan AMAN , juga menyerang aksoplasma saraf perifer, namun juga
menyerang saraf sensorik dengan kerusakan akson yang berat. Penyembuhan lambat
dan sering tidak sempurna.
4. Miller Fisher’s syndrome (MFS)
Merupakan varian GBS yang jarang terjadi dan bermanifestasi sebagai
paralysis desendens ,berlawanan dengan jenis GBS yang biasa terjadi. Umumnya
mengenai otot otot okuler pertama kali dan terdapat trias gejala yakni:
oftalmoplegia, ataksia, dan arefleksia. Terdapat antibody Anti GQ1b 90% kasus.

5
Gejala Klinis
Gangguan autonom terlihat pada lebih dari 50%, gangguan otonomik biasanya
bermanifestasi sebagai takikardi tetapi bisa menjadi gangguan yang lebih serius yaitu
disfungsi saraf otonomik termasuk aritmia, hipotensi, hipertensi, dan dismotilitas GI. 1-3,8
Kriteria diagnosis yang umum dipakai adalah kriteria dari National Institute of
Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS) yaitu,
1. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis
a. Terjadinya kelemahan yang progresif
b. Hiporefleksi
2. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB
a. Ciri ciri klinis:
 Progresifitas : gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal 4
minggu , 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu,
dan 90% dalam 4 minggu.
 Relative simetris
 Gejala gangguan sensibilitas ringan
 Gejala saraf cranial + 50% terjadi parese N.VII dan sering bilateral. Saraf
otak lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot otot
ektraokuler atau saraf otak lain.
 Pemulihan : dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat
memanjang sampai beberapa bulan
 Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi
dan gejala vasomotor
 Tidak ada demam saat onset gejala neurologist.

b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:


 Protein CSS. Meningkat setelah gejala 1 mgg atau terjadi peningkatan
pada LP serial
 Jumlah sel CSS < 10 MN /mm3
 Varian :
o tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 mgg gejala
o Jumlah sel CSS : 11 – 50 MN/ mm3

6
c. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosis
 Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya
kecepatan hantar kurang 60% dari normal
Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis. SGB ditandai dengan timbulnya
suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks refleks tendon dan didahului parestesi
dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada liquor
dan gangguan sensorik dan motorik perifer.2-4,8

Kriteria diagnostik
Kelemahan ascenden dan simetris. Anggota gerak bawah terjadi lebih dulu dari
anggota gerak atas. Kelemahan otot paroximal lebih dulu terjadi dari otot distal, kelemahan
otot trunkal, bulbar dan otot pernapasan juga terjadi.
Kelemahan terjadi akut dan progresif bisa ringan sampai tetraplegi dan gangguan
nafas. Penyebaran hiporefleksia menjadi gambarn utama, pasien SGB biasanya berkembang
dari kelemahan nervus cranial, seringkali kelemahan nervus fasial atau faringeal. Kelemahan
diafragma sampai nervus phrenicus sudah biasa. Sepertiga pasien SGB inap membutuhkan
ventilator mekanik karena kelemahan otot respirasi atau orofaringeal.
1. Puncak defisit dicapai 4 minggu
2. Recovery biasanya dimulai 2 – 4 minggu
3. Gangguan sensorik biasanya ringan bisa paresthesi, baal, atau sensasi sejenis.
4. Gangguan Nn. cranialis: facial drop, diplopia, disartria, disfagis (N. VII,VI,V,IX, dan
X)
5. Banyak pasien mengeluh nyeri punggung dan tungkai

Menurut Maria Belladonna terdapat beberapa tanda abnormalitas :


1. Abnormalitas motorik (kelemahan)
Mengikuti gejala sensorik , khas : mulai dari tungkai , ascenden ke lengan – 10%
dimulai dengan kelemahan lengan – walaupun jarang, kelemahan bisa dimulai dari
wajah (cervical – pharyngeal – brachial) kelemahan wajah terjadi pada seridaknya
50% pasien dan biasanya bilateral – reflek: hilang/pada sebagian besar kasus.
2. Abnormalitas sensorik
Klasik : parestesi terjadi 1-2 hari sebelum kelemahan , glove & stocking sensation,
simetris, tak jelas batasnya – nyeri bisa berupa mialgia otot panggul, nyeri radikuler,

7
manifes sebagai sensori terbakar, kesemutan, tersetrum – ataksia sensorik krn
propioseptif terganggu – variasi : parestesi wajah & trunkus.
3. Disfungsi otonom
a. hipertensi – hipotensi – sinus takikardi/bradikardi
b. aritmia jantung – illeus- refleks vagal
c. retensi urin

Fase-fase serangan SGB Maria Belladonna


 Fase prodromal
fase sebelum gejala klinis muncul
 Fase laten
o waktu antara timbul infeksi/prodromal yang mendahuluinya sampai
timbulnya gejala klinis.
o Lama : 1-28 hari, rata rata 9 hari.
 Fase progresif
o fase defisit neurologis (+)
o beberapa hari – 4 minggu, jarang >8 minggu
o dimulai dari onset (mulai terjadi kelumpuhan yang bertambah berat
sampai maksimal
o perburukan >8 minggu disebut chronic inflamatory demyelinating
polyradiculoneurophatty (CIDP)
 Fase plateau
o kelumpuhan telah maximal dan menetap
o fase pendek : 2 hari, > 3 minggu, jarang > 7 minggu
 Fase penyembuhan
o fase perbaikan kelumpuhan motorik
o beberapa bulan.

Pemeriksaan Penunjang
1. LCS
a. Disosiasi sitoalbumin
Pada fase akut terjadi peningkatan protein LCS > 0,55 gr/L , tanpa peningkatan
dari sel < 10 limfosit/mm3.

8
b. Hitung jenis pada panel metabolik tidak begitu bernilai 5. peningkatan titer
dari agent seperti CMV, EBV ,membantu menegakkan etiologi.
1. antibody glicolipid
2. antibody GMI
2. EMG
a. Gambaran poliradikuloneuropati
b. Test elektrodiagnostik dilakukan untuk mendukung klinis bahwa paralisis
motorik akut disebabkan oleh neuropati perifer
c. Pada EMG kecepatan hantar saraf melambat dan respon F dan H abnormal
3. Ro: CT atau MRI
Untuk mengeksklusi diagnosis lain seperti mielopati.

Terapi

Roboransia saraf parenteral


Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum
bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu
dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi
sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya
penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi) 2-3,8

1. Plasmaparesis
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan factor
autoantibody yang beredar. Pemakaian plasmaparesis pada SGB memperlihatkan
hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas
yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan
dengan mengganti 200-250 ml plasma/kgBB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih
bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).
2. Pengobatan imunosupresan
a. Immunoglobulin IV

9
Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan
dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/ komplikasi lebih ringan.
Dosis maintenance 0,4gr/KgBB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.
sakit kepala.
b. Terapi fisik : alih baring
1. Latihan ROM dini u/ cegah kontraktur
2. hidroterapi
c. Analgesik 2,3,4,
Analgesik ringan atau OAINS mungkin dapat digunakan untuk
meringankan nyeri ringan , namun tidak untuk nyeri yang sangat , penelitian
random control trial mendukung penggunaan gabapentin atau carbamazephine
pada ruang ICU pada perawan SGB fase akut. Analgesik narkotik dapat
digunakan untuk nyeri dalam, namun harus melakukan monitor secara hati
hati kepada efek samping denervasi otonomik. Terapi ajuvan dengan tricyclic
antidepresant, tramadol, gabapentin, carbamazepine atau mexilitine dapat
ditambahkan untuk penatalaknaan nyeri neuropatik jangka panjang

10

Anda mungkin juga menyukai