Anda di halaman 1dari 7

NAMA : WIFQI AZLIA

NIM : 191611101107

KELAS : ORTODONSIA 1/ B1

DEFINISI DAN KLASIFIKASI MALOKLUSI DENTAL DAN SKELETAL

I. MALOKLUSI DENTAL
a) Definisi Maloklusi Dental
Oklusi merupakan hubungan gigi rahang atas dan rahang bawah saat berkontak
fungsional selama aktivitas mandibular. Oklusi normal menurut Angle adalah sususan gigi
pada sebuah kurva yang harmonis antara lengkung atas dan bawah. Oklusi normal
seringkali dideskripsikan sebagai oklusi yang ideal. Kunci dari oklusi normal terletak pada
hubungan antero-posterior antara molar pertama pemanen atas dan bawah.
Maloklusi menurut Angel didefinisikan tidak hanya berdasarkan posisi dan relasi dari
gigi, tetapi juga melibatkan lebar lengkung gigi, adanya retrusi atau protusi pada
mandibula, efek maloklusi pada wajah, fungsi bibir abnormal, dan hubungan hidung
tersumbat serta kebiasaan bernafas lewat mulut.
b) Etiologi Maloklusi Dental
Kadang-kadang suatu maloklusi sukar ditentukan secara tepat etiologinya karena
adanya berbagai faktor (multifaktor) yang mempengaruhi proses tumbuhkembang. Secara
garis besar, etiologi atau penyebab suatu maloklusi dapatdigolongkan dalam faktor
herediter (genetik) dan faktor lokal.
1. Faktor herediter
Menurut Rahardjo (2012), pengaruh herediter dapat bermanifestasi dalamdua hal, yaitu:
a. Disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi berupa
gigi berdesakan atau maloklusi berupa diastema multipel meskipun yang terakhir
ini jarang dijumpai.
b. Disproporsi ukuran, posisi, dan bentuk rahang atas dan rahang bawah yang
menghasilkan relasi rahang yang tidak harmonis.
Beberapa hal yang terjadi akibat faktor herediter menurut Rahardjo (2012), yaitu:
a. Kelainan gigi
b. Kekurangan jumlah gigi
c. Kelebihan jumlah gigi
d. Disharmoni Dentomaksiler
2. Faktor Lokal
Menurut Rahardjo (2012), beberapa faktor lokal yang dapat menyebabkan maloklusi
yakni:
a. Gigi Sulung Tanggal Prematur
Gigi sulung yang tanggal prematur dapat berdampak pada susunan gigi permanen.
Semakin muda umur pasien pada saat terjadi tanggal prematur gigi sulung, semakin
besar akibatnya pada gigi permanen (Rahardjo, 2012).
b. Persistensi Gigi Sulung
Persistensi gigi sulung atau disebut juga over retained decicuous teeth berarti gigi
sulung yang sudah melewati waktu nya tanggal tetapi tidak tanggal. Perlu diingat
bahwa waktu tanggal gigi sulung sangat bervariasi. Keadaan yang jelas menunjukkan
persistensi gigi sulung adalah apabila gigi permanen pengganti telah erupsi tetapi gigi
sulungnya tidak tanggal.
c. Trauma
Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi permanen. Bila
terjadi trauma pada saat mahkota gigi permanen sedang terbentuk dapat terjadi
gangguan pembentukan enamel, sedangkan bila mahkota gigi permanen telah
terbentuk dapat terjadi dilaserasi, yaitu akar gigi yang mengalami distorsi bentuk
(biasanya bengkok).
d. Kebiasaan Buruk
Suatu kebiasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari, berfrekuensi cukup tinggi
dengan intensitas yang cukup dapat menyebabkan maloklusi. Kebiasaan mengisap
jari atau benda lain dalam waktu yang berkepanjangan dapat menyebabkan maloklusi.
Faktor yang paling berpengaruh adalah durasi atau lama kebiasaan berlangsung.
c) Klasifikasi Maloklusi
Klasifikasi Angel
Edward Angle memperkenalkan sistem klasifikasi maloklusi ini pada tahun 1899.
Berdasarkan hubungan antara molar permanen pertama maksila dan mandibula, Angle
mengklasifikasikan maloklusi ke dalam tiga klas, yaitu :
1) Klas I
Klas I maloklusi menurut Angle dikarakteristikkan dengan adanya hubungan normal
antar-lengkung rahang. Cusp mesio-buccal dari molar permanen pertama maksila beroklusi
pada groove buccal dari molar permanen pertama mandibula. Pasien dapat menunjukkan
ketidakteraturan pada giginya, seperti crowding, spacing, rotasi, dan sebagainya.

2) Klas II
Klas II maloklusi menurut Angle dikarakteristikkan dengan hubungan molar dimana
cusp disto-buccal dari molar permanen pertama maksila beroklusi pada groove buccal
molar permanen pertama mandibular.

a) Klas II divisi 1 dikarakteristikkan dengan proklinasi insisiv maksila dengan hasil


meningkatnya overjet. Overbite yang dalam dapat terjadi pada region anterior.
Tampilan karakteristik dari maloklusi ini adalah adanya aktivitas otot yang
abnormal.
b) Klas II divisi 2 juga menunjukkan hubungan molar Klas II. Tampilan klasik dari
maloklusi ini adalah adanya insisiv sentral maksila yang berinklinasi ke lingual
sehingga insisiv lateral yang lebih ke labial daripada insisiv sentral. Pasien
menunjukkan overbite yang dalam pada anterior.

3) Klas III
Maloklusi ini menunjukkan hubungan molar Klas III dengan cusp mesio-buccal dari
molar permanen pertama maksila beroklusi pada interdental antara molar pertama dan
molar kedua mandibular.

a) True Class III


Maloklusi ini merupakan maloklusi skeletal Klas III yang dikarenakan genetic yang
dapat disebabkan karena : Mandibula yang sangat besar, Mandibula yang terletak
lebih ke depan, Maksila yang lebih kecil daripada normal, Maksila yang retroposisi,
Kombinasi penyebab diatas.
b) Pseudo Class III
Tipe maloklusi ini dihasilkan dengan pergerakan ke depan dari mandibula ketika
rahang menutup, karenya maloklusi ini juga disebut dengan maloklusi ‘habitual’
Klas III. Beberapa penyebab terjadinya maloklusi Klas III adalah: Adanya
premature kontak yang menyebabkan mandibula bergerak ke depan, ketika terjadi
kehilangan gigi desidui posterior dini, anak cenderung menggerakkan mandibula ke
depan untuk mendapatkan kontak pada region anterior
Klasifikasi Dewey
Kelas I modifikasi Dewey
 Tipe 1: Crowding anterior;
 Tipe 2: Protusif gigi incisivus atas;
 Tipe 3: Crossbite anterior;
 Tipe 4: Crossbite posterior;
 Tipe 5: Molar satu permanen mengalami drifting ke arah mesial.
Kelas III modifikasi Dewey
 Tipe 1: edge to edge;
 Tipe 2: Incisivus bawah crowding dan lebih ke lingual dari incisivus atas;
 Tipe 3: Crossbite  anterior, incisivus atas Crowding.
II. MALOKLUSI SKELETAL
a) Definisi Maloklusi Skeletal
Maloklusi skeletal disebabkan oleh abnormalitas pada maksila atau mandibula, atau
kelainan pada struktur skeletal itu sendiri. Hubungan antara maksila dan mandibula
terdapat pada bidang anteroposterior.
Maloklusi skeletal juga dapat terjadi dalam 3 arah yaitu sagital, vertikal, dan
transversal.
• Pada arah sagital berupa rahang yang mengalami prognasi ataupun retrognasi.
• Pada arah vertikal berupa tinggi wajah.
• Pada arah transversal berupa rahang sempit ataupun lebar.
b) Klasifikasi Maloklusi Skeletal
1) Klas 1
Mandibula berada pada 2-3 mm di belakang maksila. Maloklusi skeletal Klas I
disebut dengan orthognathic. Maloklusi yang terjadi murni pada gigi, dimana tulang
wajah dan rahang berada pada posisi yang harmonis. Salzmann membagi maloklusi
skeletal Klas I menjadi beberapa divisi, yaitu:
• divisi 1, lokal malrelasi dari insisivus, kaninus, dan premolar
• divisi 2, protrusi gigi insisivus maksila

• divisi 3, insisivus maksila dalam posisi linguoversi

• divisi 4, protrusi bimaksila

2) Klas 2
Mandibula pada posisi retruded dalam hubungannya dengan maksila. Maloklusi
skeletal Kelas II dibagi menjadi 2 divisi, yaitu:
• divisi 1, dengan ciri khas lengkung gigi maksila sempit dengan gigi berjejal pada
regio kaninus, crossbite mungkin terjadi, tinggi vertikal wajah berkurang, gigi
anterior maksila protrusi, dan profil retrognasi;
• divisi 2, dengan ciri khas gigi insisivus maksila inklinasi ke lingual, gigi insisivus
lateral normal atau labioversi.
3) Klas 3
Mandibula pada posisi protruded dalam hubungannya dengan maksila. Terjadi
pertumbuhan berlebihan pada mandibula dengan sudut bidang mandibula yang
tumpul. Profil pada maloklusi skeletal Klas III adalah prognasi pada mandibula.

Anda mungkin juga menyukai