Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KE-10

SARANA BERFIKIR ILMIAH

NAMA : YEP EKA FRIYADI


NPM : 2010018312035
JURUSAN : MAGISTER TEKNIK SIPIL
MATA KULIAH : ILMU FILSAFAT
DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH : Prof. Dr.. M. ZAIM, M.Hum

UNIVERSITAS BUNG HATTA

PADANG

2020

A. Sarana Berfikir Ilmiah


Dalam mempelajari sarana berfikir ilmiah, kita mempelajari berbagai macam ilmu
dengan memperhatikan dua hal, yaitu :
1. Sarana berfikir ilmiah bukan merupakan ilmu dalam pengertian bahwa sarana
ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan
metode ilmiah, seperti penggunaan berfikir induktif dan deduktif dalam
mendapatkan pengetahuan.
2. Tujuan kita mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita
melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu
dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk
bisa memecahkan masalah kita sehari-hari.

Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana
yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistika. Bahasa merupakan alat
komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah di mana bahasa
merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran
tersebut kepada orang lain. Ditinjau dari pola berpikirnya maka ilmu merupakan
sabungan antara berpikir deduktif dan berpikir induktif. Untuk itu maka penalaran
ilmiah menyadarkan. diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif.
Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif ini sedangkan
statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif.

Semua masalah membutuhkan analisis statistik, namun hal ini bukan berarti bahwa
kita tidak peduli terhadap statistika sama sekali dan berpaling kepada cara-cara yang
justru tidak bersifat Ilmiah. Sering kita melakukan rasionalisasi untuk membela
kekurangan kita atau bahkan kompensasi, seperti dikatakan Kemeny, dengan
menggunakan kata-kata muluk untuk menutup ketidaktahuan.

B. Bahasa
Keunikan manusia sebenarnya bukanlah terletak pada kemampuan berpikirnya
melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa. Bahasa mempunyai pengaruh-
pengaruh yang luar biasa dan termasuk yang membedakan manusia dari ciptaan
lainnya. Dalam hal ini maka Ernest Cassirer menyebut manusia sebagai Animal
symbolicum, makhluk yang mempergunakan simbol, yang secara generik mempunyai
cakupan yang lebih luas daripada homo sapiens yakni makhluk yang berpikir, sebab
dalam kegiatan berpikirnya manusia mempergunakan simbol. Tanpa mempunyai
kemampuan berbahasa ini maka kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur tidak
mungkin dapat dilakukan. Tanpa kemampuan berbahasa maka manusia tak mungkin
mengembangkan kebudayaannya, sebab tanpa mempunyai bahasa maka hilang pulalah
kemampuan untuk meneruskan nilai-nilai budaya dari generasi yang satu kepada
generasi selanjutnya. "Tanpa bahasa" simpul Aldous Huxley, manusia tak berbeda
dengan anjing atau monyet.
Bahasa memungkinkan manusia berpikir secara abstrak di mana obyek-obyek yang
faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol bahasa yang bersifat abstrak.
Adanya simbol bahasa yang bersifat abstrak ini memungkinkan manusia untuk
memikirkan sesuatu secara berlanjut, demikian juga bahasa memberikan kemampuan
untuk berpikir secara teratur dan sistematis.
Pernyataan Kneller, bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai fungsi simbolik,
emotif dan efektif. Fungsi simbolik dari bahasa menonjol dalam komunikasi ilmiah,
sedangkan fungsi emotif menonjol dalam komunikasi estetik.
Bloch and Trager mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem simbol-simbol
bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu kelompok sebagai alat untuk
berkomunikasi. Joesep Broam mengatakan bahasa adalah suatu sistem yang
berstruktur dari simbol-simbol bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota
sesuatu kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain.
Batasan di atas memerlukan sedikit penjelasan agar tidak terjadi salah paham. Oleh
karena itu, perlu diteliti setiap unsur yang terdapat di dalamnya :

1. Simbol-simbol
Simbol-simbol berarti things atau sesuatu yang menyatakan that stand for other
things atau sesuatu yang lain. Hubungan antara simbol dan "sesuatu" yang
dilambangkannya itu tidak merupakan sesuatu yang terjadi dengan sendirinya atau
sesuatu yang bersifat alamiah, seperti yang terdapat antara awan hitam dan
turunnya hujan, ataupun antara tingginya panas badan dan kemungkinan
terjadinya infeksi. Jika dikatakan bahwa bahasa adalah suatu simbol-simbol, hal
tersebut mengandung makna bahwa ucapan si pembicara dihubungkan dengan
objek-objek ataupun kejadian dalam dunia praktis.
2. Simbol-simbol vokal
Simbol yang membangun ujaran manusia adalah simbol vokal, yaitu bunyi-bunyi
yang urutan bunyinya dihasilkan dari kerjasama berbagai organ atau alat tubuh
dengan sistem pernapasan. Untuk memenuhi maksudnya, bunyi-bunyi tersebut
harus di dengar orang lain dan harus diartikulasikan sedemikian rupa untuk
memudahkan si pendengar merasakannya secara jelas dan berbeda dari yang
lainnya.
3. Simbol-simbol vokal arbitrer
Istilah arbitrer bermakna mana suka dan tidak perlu ada hubungan yang valid
secara filosofis antara ucapan lisan dan arti yang dikandungnya. Semua kata yang
sama tepatnya, sama arbiternya. Semuanya adalah konvensi sosial yakni sejenis
persetujuan yang tidak diucapkan atau kesepakatan secara diam-diam antara
sesama anggota masyarakat yang memberi setiap kata makna tertentu.
4. Suatu sistem yang berstruktur dari simbol-simbol yang arbitrer.
Walaupun hubungan antara bunyi dan arti ternyata bebas dari setiap suara hati
nurani, logika atau psikologi, namun kerja sama antara bunyi-bunyi itu sendiri, di
dalam bahasa tertentu, ditandai oleh sejumlah konsistensi, ketetapan intern.
5. Yang dipergunakan oleh para anggota sesuatu kelompok sosial sebagai alat
bergaul satu sama lain.
Menyatakan hubungan antara bahasa dan masyarakat. Para ahli sosial menaruh
perhatian pada tingkah laku manusia, sejauh tingkah laku tersebut mempengaruhi
atau dipengaruhi manusia lainnya.

C. Fungsi Bahasa
Aliran filsafat bahasa dan pikolinguistik melihat fungsi bahasa sebagai sarana untuk
menyampaikan pikiran, perasaan dan emosi, sedangkan aliran sosiolinguistik
berpendapat bahwa fungsi bahasa adalah sarana untuk perubahan masyarakat.
Fungsi bahasa secara umum adalah :
1. Koordinataor kegiatan-kegiatan masyarakat.
2. Penetapan pemikiran dan pengungkapan.
3. Penyampaian pikiran dan perasaan.
4. Penyenangan jiwa.
5. Pengurangan kegoncangan jiwa.
Menurut Hallidey yang dikutip oleh Thaimah, fungsi bahasa adalah :

1. Fungsi Instrumental; penggunaan bahasa untuk mencapai suatu hal yang bersifat
materi seperti makan, minum, dan sebagainya.
2. Fungsi Regulatoris; penggunaan bahasa untuk memerintah dan perbaikan tingkah
laku.
3. Fungsi Interaksional; penggunaan bahasa untuk saling mencurahkan perasaan
pemikiran antara seseorang dan orang lain.
4. Fungsi Personal; seseorang menggunakan bahasa untuk mencurahkan perasaan
dan pikiran.
5. Fungsi Heuristik; penggunaan bahasa untuk mencapai mengungkap tabir
fenomena dan keinginan untuk mempelajarinya.
6. Fungsi Imajinatif; penggunaan bahasa untuk mengungkapkan imajinasi seseorang
dan gambaran-gambaran tentang discovery seseorang dan dan tidak sesuai dengan
realita (dunia nyata).
7. Fungsi Representasional; penggunaan bahasa untuk menggambarkan pemikiran
dan wawasan serta menyampaikanya pada orang lain.

Buhler membedakan fungsi bahasa ke dalam bahasa ekspresif, bahasa konatif, dan
bahasa representasional.

1. Bahasa ekspresif, yaitu bahasa yang terarah pada diri sendiri yakni si pembicara;
2. Bahasa konatif, yaitu bahasa yang terarah pada lawan bicara; dan
3. Bahasa representasional, yaitu bahasa yang terarah pada kenyataan lainnya, yaitu
apa saja selain si pembicara atau lawan bicara.

Desmond Morris mengemukakan 4 fungsi bahasa yaitu,

1. Information talking, pertukaran keterangan dan informasi,


2. Mood talking, hal ini sama dengan fungsi bahasa ekspresif yang dikemukakan
oleh Buhler,
3. Exploratory talking, sebagai ujaran untuk kepentingan ujaran, sebagaimana fungsi
estetis, dan
4. Grooming talking, tuturan yang sopan yang maksudnya kerukunan melalui
percakapan, yakni menggunakan bahasa untuk memperlancar proses sosial dan
menghindari pertentangan.

D. Bahasa Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah


Untuk dapat berfikir ilmiah, seseorang layaknya menguasai kriteria maupun langkah-
langkah dalam kegiatan ilmiah. Berbicara masalah sarana ilmiah, ada dua hal yang
harus diperhatikan, yaitu :
1. Sarana ilmiah itu merupakan ilmu dalam pengertian bahwa ia merupakan
kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah, seperti
menggunakan pola berpikir induktif dan deduktif dalam mendapatkan
pengetahuan.
2. Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah agar dapat melakukan penelaahan
ilmiah secara baik.

E. Bahasa Ilmiah dan Bahasa Agama


Ada dua pengertian mendasar tentang bahasa agama, yaitu :
1. Bahasa agama adalah kalam Ilahi yang terabadikan ke dalam kitab suci.
2. Bahasa agama merupakan ungkapan serta perilaku keagamaan dari seseorang atau
sebuah kelompok sosial.

Bahasa ilmiah dalam tulisan-tulisan ilmiah, terutama sejarah, selalu dituntut secara
deskriptif sehingga memungkinkan pembaca (orang lain) untuk ikut menafsirkan dan
mengembangkan lebih jauh. Sedangkan bahasa agama selain menggunakan gaya
deskriptif juga menggunakan gaya preskriptif, yakni struktur makna yang
dikandung selalu bersifat imperatif dan persuasif di mana pengarang menghendaki si
pembaca mengikuti pesan pengarang sebagaimana terformulasikan dalam teks.
Dengan kata lain gaya bahasa ini cenderung memerintah.

Melihat kemahaan gaya bahasa dalam Alquran, maka gaya tersebut tidak termasuk
prosa maupun puisi jika ditinjau dari segi disiplin ilmu sastra atau kritik sastra. Hal ini
disebabkan bahasa yang terkandung dalam kitab ini lebih menekankan makna yang
sanggup menggugah kesadaran batin dan akal budi.
F. Apakah Sebenarnya Bahasa?
Bahasa dapat kita cirikan sebagai serangkaian bunyi, dalam hal ini kita
mempergunakan bunyi sebagai alat untuk berkomunikasi. Sebenarnya kita bisa
berkornunikasi dengan mempergunakan alat-alat lain, umpamanya saja dengan
memakai berbagai isyarat. Manusia mempergunakan bunyi sebagai alat komunikasi
yang paling utama. Bahasa merupakan lambang di mana rangkaian bunyi membentuk
suatu arti tertentu. Rangkaian bunyi yang kita kenal sebagai kata melambangkan suatu
obyek tertentu umpamanya saja gunung atau seekor burung merpati.
Perbedaan pendidikan antara manusia dengan binatang terutama terletak dalam
tujuannya manusia belajar agar berbudaya sedangkan binatang belajar untuk
mempertahankan jenisnya. Dengan bahasa, bukan saja manusia dapat berpikir secara
teratur namun juga dapat mengkomunikasikan apa yang sedang dia pikirkan kepada
orang lain dan dapat mengekspresikan sikap dan perasaan kita.
Dengan adanya bahasa maka manusia hidup dalam dunia yakni dunia pengalaman
yang nyata dan dunia simbolik yang dinyatakan dengan bahasa. Berbeda dengan
binatang maka manusia mencoba mengatur pengalaman yang nyata ini dengan
berorientasi kepada manusia simbolik. Bila binatang hidup menurut naluri mereka, dan
hidup dari waktu ke waktu berdasarkan fluktuasi biologis dan fisiologis mereka, maka
manusia mencoba menguasai semua ini. Pengalaman mengajarkan kepada manusia
bahwa hidup seperti ini kurang bisa diandalkan di mana eksistensi hidupnya sangat
tergantung kepada faktor-faktor yang sukar dikontrol dan diramalkan.
Manusia memberi arti dalam hidupnya yang terpatri dalam dunia simbolik yang
diwujudkan lewat kata-kata yang mempunyai arti bahkan kekauatan. Kemanusiaan
tidak lagi mempunyai perasaaan. Pengetahuan dan perasaan adalah sama pentingnya
dalam kehidupan individual dan masyarakat, ujar Bertrand Russell; dunia tanpa
kesukaan dan kemesraan adalah dunia tanpa nilai.
Seni merupakan kegiatan estetik yang banyak mempergunakan aspek emotif dari
bahasa baik itu seni suara maupun seni sastra. Komukasi ilmiah betujuan untuk
menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan. Agar komunkasi ilmiah berjalan
dengan baik, maka bahasa yang digunakan harus terbebas dari unsur emotif.
Berbahasa dengan jelas artinya ialah bahwa makna yang terkandung dalam kata-kata
yang dipergunakan diungkapkan secara tersurat (eksplisit) untuk mencegah
pemberian makna yang lain.
Untuk mampu mengkomunikasikan suatu pernyataan dengan jelas maka seseorang
harus menguasai tata bahasa yang baik. Hal ini berlaku baik bagi kegiatan ilmiah
maupun noni lmiah. Tata bahasa menurut Charlton Laird merupakan alat dalam
mempergunakan aspek logis dan kreatif dari pikiran untuk mengungkapkan arti dan
emosi dengan mempergunakan aturan-aturan tertentu. Penguasaan tata bahasa dengan
baik merupakan syarat mutlak bagi suatu komunikasi ilmiah yang benar.
Karyailmiah juga mempunyai gaya penulisan yang pada hakikatnya merupakan usaha
untuk mencoba menghindari kecenderungan yang bersifat emosional bagi kegiatan
seni namun merupakan kerugian bagi kegiatan ilmiah. Oleh sebab itu gaya penulisan
ilmiah, di mana tercakup di dalamnya penggunaan tata bahasa dan penggunaan kata-
kata, harus diusahakan sedemikian mungkin untuk menekan unsur-unsur emotif
seminimal mungkin.

G. Beberapa Kekurangan Bahasa


Kekurangan bahasa pada hakikatnya terletak pada peranan bahasa itu sendiri yang
bersifat multifungsi yakni sebagai sarana komunikasi emotif, afektif dan simbolik.
1. Bahasa verbal tetap mengandung tiga unsur yang bersifat emotif, afektif dan
simbolik yang menjadi kekurangnnya sebagai sarana komunikasi ilmiah. Oleh
Kemeny sebagai mempunyai kecenderungan emosional.
2. Arti yang tidak jelas dan eksak yang dikandung oleh kata-kata yang membangun
bahasa.
3. Sering bersifat berputar-putar (sirkular) dalam mempergunakan kata-kata
terutama dalam memberikan definisi. Umparnanya kata "pengelolaan"
didefinisikan scbagai "kegiatan yang dilakukan dalam sebuah organisasi.
Sedangkan "organisasi" didefinisikan sebagai "suatu bentuk kerja sama yang
merupakan wadah dari kegiatan pengelolaan".
4. Konotasi yang bersifat emosional.

Henn Bergson (1859-1941) membedakan antara pengetahuan yang bersifat absolut


yang didapat tanpa melalui bahasa dan pengetahuan yang bersifat relatif yang didapat
lewat perantaraan bahasa. Pengetahuan yang hakiki bukan didapat lewat penalaran
melainkan lewat intuisi tanpa diketahui kita sudah sampai di sana, dengan kebenaran
yang membukakan pintu, entah dari mana datangnya. Dan bahasa, menurut
Whftehead, "berhenti di belakang intuisi".
H. Matematika
Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik, maka diperlukan sarana
berupa bahasa, logika, matematika, dan statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi
verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah di mana bahasa
merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran
tersebut kepacla orang lain. Ditinjau dari pola berpikirnya, maka ilmu merupakan
gabungan antara berpikir deduktif clan berpikir induktif. Dengan emikian, penalaran
lmiah menyadarkan kita kepada proses logika deduktif dan logika induktif.
Matematika mempunyai peranan penting dalam berpikir deduktif, sedangkan
statistika mempunyai peran penting dalam berpikir induktif. Matematika memang
bahasa yang eksak, cermat dan terbebas dari emosi.

I. Matematika Sebagai Bahasa


Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dan pernyataan
yang- ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat "artifisial" yang
baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Tanpa itu maka
matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.
Bahasa verbal seperti telah kita lihat sebelumnya mempunyai beberapa kekurangan
yang sangat menggangu. Untuk mengatasinya kita berpaling kepada matematika.
Matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat kubur,
majemuk dan emosional dari bahasa verbal. Lambang-lambang matematika dibikin
secara artifisal dan individual yang merupakan perjanjian yang berlaku khusus untuk
masalah yang sedang kita kaji.
Untuk mengatasi masalah, kita mengembangkan konsep pengukuran. Sifat kuantitatif
dari matematika ini meningkatkan daya prediktif dan kontrol dari ilmu. Ilmu
memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang memungkinkan pemecahan
masalah sccara lebih tepat dan cermat. Matematika memungkinkan ilmu mengalami
perkembangan dari tahap kualitatif ke kuantitatif. Perkembangan ini merupakan suatu
hal yang imperatif bila kita menghendaki daya prediksi dan kontrol yang lebih tepat
dan cermat dari ilmu.

J. Sifat Kuantitatif dari Matematika


Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk
melakukan pengukuran secara kuantitatif. Bahasa verbal hanya mampu
mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Demikian juga maka penjelasan
dan ramalan yang diberikan oleh ilmu dalam bahasa verbal semuanya bersifat
kualitatif.
Matematika mengembangkan konsep pengukuran, maka pernyataan ilmiah yang
berupa pernyataan kualitatif seperti "Sebatang logam kalau dipanaskan akan
memanjang" dapat diganti dengan pernyataan matematik yang lebih eksak. Sifat
kuantitatif dari matematika ini meningkatlkan daya prediktif dan kontrol dari ilmu.
Ilmu memberikan jawaban yang lebih tepat dan cermat. Matematika diperlukan oleh
semua disiplin ilmu untuk meningkatkan daya prediksi dan kontrol dari ilmu tersebut.

K. Matematika : Sarana Berfikir Deduktif


Berpikir deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada
premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan. Secara deduktif matematika
menemukan pengetahuan yang baru berdasarkan premis-premis tertentu. Pengetahuan
yang ditemukan sebenarnya merupakan konsekuensi dari pernyataan ilmiah yang
ditemukan sebelumnya. Dari beberapa premis diketahui kebenarannya dapat
diketemukan pengetahuan lainya yang memperkaya perbendaharaan ilmiah kita.
Matematika merupakan pengetahuan dan sarana berpikir deduktif. Bahasa yang
digunakan adalah bahasa artifisial, yakni bahasa buatan yang terbebas dari aspek
emotif dan afektif serta jelas kelihatan bentuk hubungannya. Matematika lebih
mementingkan bentuk logisnya. Pernyataan-pernyataannya mempunyai sifat yang
jelas. Pola berpikir deduktif banyak digunakan baik dalam bidang ilmiah maupun
bidang lain yang merupakan proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada
premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan.

L. Matematika untuk Ilmu Alam dan Ilmu Sosial


Metode matematis memberikan inspirasi kepada pemikiran di bidang sosial dan
ekonomi, bahkan pemikiran matematis dapat memberikan warna kepada kegiatan
arsitektur dan seni lukis. Kontribusi matematika dalam perkembangan ilmu alam,
lebih ditandai dengan penggunaan lambang-lambang bilangan untuk penghitungan dan
pengukuran, di samping hal lain seperti bahasa, metode dan lainnya. Adapun ilmu-
ilmu sosial dapat ditandai oleh kenyataan bahwa kebanyakan dari masalah yang
dihadapinya tidak mempunyai pengukuran yang mempergunakan bilangan dan
pengertian tentang ruang adalah sama sekali tidak relevan.
Seorang ilmuwan menggunakan model matematis karena bahasa matematika
merupakan suatu cara yang mudah dalam memformulasiken hipotesa keilmuan. Cara
ini memaksa ahli teori dalam berbagai ilmu untuk memformulasikan hipotesanya
dalam bcntuk yang persis dan jelas. Juga hal ini akan memaksa dia untuk
menanggalkan perincian yang tidak penting.

M. Perkembangan Matematika
Ditinjau dari perkembangannya maka ilmu dapat dibagi dalam tiga tahap yakni tahap
sistematika, komparatif dan kuantitatif. Pada tahap sistematika maka ilmu mulai
menggolong-golongkan obyek empiris ke dalam kategori-kategori tertentu.
Penggolongan ini memungkinkan kita untuk menemukan ciri-ciri yang bersifat umum
dari anggota-anggota yang menjadi kelompok tertentu. Ciri-ciri yang bersifat umum
ini merupakan pengetahuan bagi manusia dalam mengenali dunia fisik. Dalam tahap
yang kedua kita mulai melakukan perbandingan antara obyek dengan obyek yang lain,
kategori yang satu dengan kategori yang lain dan seterusnya. Selanjutnya adalah
tahap kuantitatif di mana kita mencari hubungan sebab akibat tidak lagi berdasarkan
perbandingan melainkan berdasarkan pengukuran yang eksak dari objek yang sedang
kita selidiki.
Matemaka pada garis besarnya merupakan pengetahuan yang disusun secara konsisten
berdasarkan logika deduktif. Bertrand Russell dan Whitehead dalam karyanya yang
monumental yang berjudul Principia Mathematika mencoba membuktikan bahwa
dalil-dalil matematika dasarnya adalah pernyataan logika, meskipun tidak seluruhnya
berhasil, Pierre de Fermat (1601-1665) mewariskan teorema yang terakhir yang
merupakan teka-teki (enigma) yang menantang pemikir-pemikir matematik yang
paling ulung dan tak kunjung terpecahkan. Immanuel Kahn (1724-(1807)
berpendapat bahwa matematika merupakan pengetahuan sintetik a priori dimana
asistensi matematika tegantung kepada pembuktian secara empiris.
Memang menurut akal sehat sehari-hari, kebenaran matematika tidak ditentukan oleh
pembuktian secara empiris melainkan kepada proses penalaran deduktif. Di samping
sarana berpikir deduktif yang merupakan aspek estetik, matematika juga merupakan
kegunaan praktis dalam kehidupan sehari-hari.
Griffits dan Howson (1974) membagi sejarah perkembangan matematika menjadi
empat tahap. Tahap yang pertama dimulai dengan matematika yang berkembang pada
peradaban Mesir Kuno dan daerah sekitarnya seperti Babylonia dan Mesopotamia.
Waktu itu matematika telah dipergunakan dalam perdagangan, pertanian, bangunan
dan usaha mengontrol alam seperti banjir. Matematika mendapatkan momentum baru
dalam peradaban Yunani yang sangat memperhatikan aspek estetik dari matematika.
Dapat dikatakan bahwa peradaban Yunani inilah yang meletakkan dasar matematika
sebagai cara berpikir rasional dengan menetapkan berbagai langkah dan definisi
tertentu. Euclid pada 300 SM mengumpulkan semua pengetahuan ilmu ukur dalam
bukunya Elements dengan penyajian secara sistematis dari berbagai postulat, definisi
dan teorema.
Perkembangan matematika selanjutnya terjadi di Timur di mana pada sekitar tahun
1000 bangsa Arab, India, dan Cina mengembangkan ilmu hitung dan aljabar. Mereka
mendapatkan angka nol dan penggunaan desimal serta mengembangkan kegunaan
praktis dari ilmu hitung dan aljabat tersebut. Ditemukanlah diantaranya kalkulus
diferensial yang memungkinkan kemajuan ilmu yang cepat di abad ke-17 dan revolusi
industri di abad ke-18.
Matematika dalam hubungannya dengan komunikasi ilmiah mempunyai peranan
ganda, kata Fehr, yakni sebagai ratu dan sekaligus pelayanan ilmu. Di satu pihak,
sebagai ratu matematika merupakan bentuk tertinggi dari logika, sedangkan di lain
pihak sebagai pelayan matematika memberikan bukan saja sistem pengorganisasian
ilmu yang bersifat logis namun juga pernyataan-pernyataan dalam bentuk model
matematik.
Matematika sebagai bahasa mempunyai ciri, sebagaimana dikatakan Morns Kime,
bersifat ekonomis dengan kata-kata. Matematika merupakan alat yang memungkinkan
ditemukannya dan dikomunikasikannya kebenaran iilmiah leawat berbagai disiplin
keilmuan.

N. Beberapa Aliran dalam Filsafat Matematika


Immanuel Kant (1724-1804) yang berpendapat bahwa matematika merupakan
pengetahuan yang bersifat sintetik apriori di mana eksistensi matematika tergantung
dari pancaindera serta pendapat dari aliran yang disebut logistik yang berpendapat
bahwa matematika merupakan cara berpikir logis yang salah atau benarnya dapat
ditentukan tanpa mempelajari dunia empiris. Akhir-akhir ini filsafat Kant tentang
matematika ini mendapat momentum baru dalam aliran yang disebut intuisionis
dengan eksponen utamanya adalah seorang ahli matematika berkebangsaan Belanda
bernama Jan Brouwer (1881-1966).
Di samping dua aliran ini terdapat pula aliran ketiga yang dipelopori oleh David
Hilbert (1862-1943) dan terkenal dengan sebutan kaum formalis. Tesis utama
kaum logistik adalah bahwa matematika murni merupakan cabang dari logika. Tesis
ini mula-mula dikembangkan oleh Gottlob Frege (1848-1925) yang menyatakan
bahwa hukum bilangan dapat direduksikan ke dalam proposisi-proposisi logika.
Russell dan Whitehead dalam bukunya Principia Mathematica, melangkah lebih jauh
dari Frege dan mencoba untuk membuktikan bahwa matematika seluruhnya dapat
direduksikan ke dalam proposisi logika, Russell dan Whitehead berhasil
menyelesaikan tesis utama kaum logistik adalah bahwa matematika murni merupakan
cabang dari logika. Tesis ini mula-mula dikembangkan oleh Gottlob Frege (1848-
1925) yang menyatakan bahwa hukum bilangan (the law of number) dapat
direduksikan ke dalam proposisi-proposisi logika. Russell dan Whitehead dalam
bukunya Principia Mathematica, melangkah lebih jauh dari Frege dan mencoba untuk
membuktikan bahwa matematika seluruhnya dapat direduksikan ke dalam proposisi
logika, Russell dan Whitehead berhasil menyelesaikan pembuktian ini, meskipun di
luar sistem bilangan mereka dituduh mengembangkan berbagai asumsi yang kurang
dapat diterima.
Pengetahuan kita tentang bilangan kata Frege, merupakan pengertian rasional yang
bersifat apriori, yang kita pahami lewat "mata penalaran" (the eye of reason) yang
memandang jauh ke dalam struktur hakikat bilangan. Hal ini ditentang oleh kaum
intuisionis yang menyatakan lewat Brouwer bahwa intuisi murni dari berhitung
merupakan titik tolak tentang matematika bilangan. Hakikat sebuah bilangan harus
dapat di bentuk melalui kegiatan intuitif alam berhitung (counting) dan menghitung.
Dengan demikian maka pemyataan George Cantor (1845-1918) yang menyatakan
bahwa lebih banyak bilangan nyata (real number) dibandingkan bilangan asli (natural
number) ditolak oleh kaum intuisionis.

O. Matematika dan Peradaban


Sekitar 3500 tahun SM bangsa Mesir Kuno telah mempunyai simbol yang
melambangkan angka-angka, pengetahuan tentang matematika pada waktu itu
dianggap keramat. Soedjatmoko mengatakan bahwa seorang pegawai sering
menyimpan informasi tertentu, karena dalam anggapan tradisional "monopoli atas
informasi merupakan sumber kekuasaan". Informasi itu dengan demikian tidak
diberikan kepada pihak-pihak lain yang membutuhkan.
Matematika merupakan bahasa artifisial yang dikembangkan untuk menjawab
kekurangan bahasa verbal yang bersifat alamiah. Untuk itu maka diperlukan usaha
tertentu untuk menguasai matematika dalam bentuk kegiatan belajar.
Matematika tidak dapat dilepaskan dari perkembangan peradaban manusia. Penduduk
kota yang pertama adalah "makhluk yang berbicara", kata Lancelot Hogben, dan
penduduk kota kurun teknologi ini adalah "makhluk yang berhitung" (calculating
animal) yang hidup dalam jaringan angka-angka : takaran resep makanan, jadwal
kereta api, angka pengangguran, tilang, pajak, dan sebagainya.
Bagi keilmuan modern, matematik adalah sesuatu yang imperatif : sarana untuk
meningkatkan kemampuan penalaran deduktif.

P. Statistika
Kamus bahasa Inggris kita akan menjumpai kata statistics dan kata statistik dua kata
itu mempunyai arti yang berbeda. Kata statistik artinya ilmu statistik, sedang kata
statistic diartikan bagi ukuran yang diperoleh atau berasal dari sample, yang berarti
ukuran yang diperoleh atau berasal dari populasi.
Ditinjau dari segi terminologi, istilah statistik terkandung berbagai macam pengertian,
yaitu :
1. Istilah statistik kadang diberi pengertian sebagai data statistik, yaitu kumpulan
bahan keterangan berupa angka atau bilangan.
2. Sebagai kegiatan statistik atau kegiatan perstatistikan atau kegiatan
penstatistikan.
3. Kadang juga dimaksudkan sebagai metode statisik yaitu cara-cara tertentu yang
perlu ditempuh dalam rangka amengumpulkan, menyusun atau mengatur,
menyajikan, menganalisis, dan memberikan interpretasi terhadap sekumpulan
bahan keterangan yang berupa angka itu dapat berbicara atau dapat memberikan
pengertian makna tertentu.
4. Istilah statistik diberi pengertian ilmu statistik adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari dan memperkembangkan secara ilmiah tahap-tahap yang ada dalam
kegiatan statistik.

Ilmu statistik adalah ilmu pengetahuan yang membahas (mempelajari) dan


memperkembangkan prinsip-prinsip, metode dan prosedur yang perlu ditempuh
ataudipergunakan dalam rangka :
1. Pengumpulan data angka,
2. Penyusunan atau pengaturan data angka,
3. Penyajian atau penggambaran atau pelukisan data angka,
4. Penganalisisan terhadap data angka,
5. Penarikan kesimpulan (conclusion),
6. Pembuatan perkiraan (estimetion), serta
7. Penyusunan ramalan(prediction) secara ilmiah (dalam hal ini secara matematik)
atas dasar pengumpulan data angka tersebut.
Pendeta Thomas Bayes pada tahun 1763 mengembangkan teori peluang subyektif
berdasarkan kepercayaan seseorang akan teriadinya suatu kejadian. Teori ini
berkembang menjadi cabang khusus dalam statistika sebagai pelengkap teori
peluang yang bersifat obyektif.
Peluang yang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan konsep baru yang tidak
dikenal dalam pemikiran Yunani Kuno, Romawi bahkan Eropa dalam abad
pertengahan. Teori mengenai kombinasi bilangan sudah terdapat dalam aljabar yang
dikembangkan sarjana Muslim namun bukan dalam lingkup teori peluang. Begittu
dasar-dasar peluang dirumuskan maka dengan cepat bidang telaahan ini berkembang.
Konsep statistika sering dikaitkan dengan distribusi variabel telaah dalam suatu
populasi tertentu. Abraham Demoitre mengembangkan teori galat atau kekeliruan.
Pada tahun 1757 Thomas Simpson menyimpulkan bahwa terdapat suatu distribusi
yang brrlanjut dari suatu frekuensi yang cukup banyak, Pierre Simon De Laplace
mengembangkan kensep Demoivre dan Simpson ini lebih lanjut dan menemukan
distribusi normal ; sebuah konsep yang mungkin paling umum dan banyak
dipergunakan dalam analisis statika disamping teori peluang. Distribusi lain yang
tidak berupa kurva normal ditemukan Francis Galton (1822-1911), dan Karl
Pearson (1857-1936).
Statistika yang relatif sangat muda dibandingkan dengan matematika, berkembang
dengan sangat cepat terutama lima puluh tahun belakangan ini. Penelitian ilmiah,
baik yang beraursa survey maupun eksperimen, dilakukan dengan lebih cermat dan
mempergunakan teknik-teknik statistika yang diperkcmbangkan sesuai dengan
kebutuhan.
Dengan memasyarakatnya berpikir ilmiah, mungkin tidak terlalu berlebihan apa yang
dikatakan oleh HG Wells bahwa suatu hari berpikir statistik akan merupakan
keharusan bagi manusia seperti juga membaca dan menulis. Asalkan ingat saja pada
banyolan Alexandre Dumas (1824-1895) : awas-awas lho, semua generalisasi adalah
berbahaya, termasuk pernyataan.
Dengan memasyarakatnya berpikir secara ilmiah tidak terlalu berlebihan apa yang
dikatakan oleh HLM. G. Welles bahwa setiap hari berpikir statistik akan merupakan
keharusan bagi manusia seperti juga membaca dan menulis.

Q. Hubungan Antara Sarana llmiah Bahasa, Logika, Matematika, dan Statiska


Bahasa merupakan alat komunlkasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir
ilmiah di mana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk
menyampaikan jalann pikiran tersebut kepada orang lain. Ilmu merupakan gabungan
antara berpikir deduktif dan berpikir induktif. Untuk itu, penalaran ilmiah
menyandarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika
mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika
rnempunyai peranan penting dalam berpikir induktif.
Bahasa merupakan sarana komunikasi, maka segala sesuatu yang berkaitan dengan
komunikasi tidak terlepas dari bahasa, seperti berpikir sistematis dalam menggapai
ilmu dan pengetahuan. Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan
pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan dari penalaran itu mempunyai dasar
kebenaran, proses berpikir itu harus dilakukan dengah cara tertentu. Suatu penarikan
kesimpulan baru dianggap valid kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan
menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, di
mana logika dapat didefinisikan sebagai "pengkajian untuk berpikir secara sahih".
Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan, di antaranya, penarikan
kesimpulan dengan cara logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif erat
hubungannya denqan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi
kesimpulan umum. Sedangkan logika deduktif dan mebantu dalam menarik
kesimpulan dari hal yang menjadi khusus yang bersifat individual.
Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan yang
mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas untuk menyusun argumentasi yang
diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Deduksi adalah sebaliknya, cara
berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat
khusus, mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Pernyataan yang
mendukung silogismus ini disebut premis yang kemudian dapat dibedakan menjadi
premis mayor dan premis minor.
R. Tujuan Pengumpulan Data Statistik
Tujuan dari pengumpulan data statistik dirumuskan sebagai tujuan kegiatan praktis
dan kegiatan keilmuan. Dalam statika, perbedaan dari dua kegiatan ini dibentuk oleh
kenyataan bahwa kegiatan kegiatan praktis hakikat alternatif yang sedang
dipertimbangkan telah diketahui paling tidak secara prinsip, dimana konsekuensi
dalam memilih salah satu alternatif tersebut dapat dievaluasi berdasarkan
perkembangan yang akan terjadi.

S. Statistika dan Cara Berfikir Induktif


Ilmu secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruji
kebenarannya. Semua pernyataan ilmiah adalah bersifat faktual, dimana
konsekuensinya dapat diuji baik dengan jalan mempergunakan pancaindera maupun
alat yang membantu pancaindera tersebut. Pengujian secara empiris merupakan salah
satu mata rantai dalam metode ilmiah yang membedakan ilmu dari pengetahuan
sebelumnya.
Pengujian mengharu kan kita untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari
kasus-kasus yang bersifat individual. Penyusunan hipotesis merupakan penarikan
kesimpulan yang bersifat khas dari pernyataan yang bersifat umum dengan
mempergunakan deduksi. Penarikan kesimpulan ini tidak sama dan tidak boleh
dicampur adukkan. Logika deduktif berpaling kepada matematika sebagai sarana
penalaran penarikan kesimpulan sedangkan logika induktif berpaling kepada statistika,
Statistika merupakan pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan induktif
secara lebih seksama.
Penarikan kesimpulan induktif pada hakikatnya berbeda dengan penarikan kesimpulan
secara deduktif. Dalam penalaran deduktif maka kesimpulan yang ditarik adalah
benar sekiranya premis-premis yang dipergunakannya adalah benar dan prosedur
penarikan kesimpulannya adalah sah. Sedangkan dalam penalaran induktif meskipun
pramis-premisnya adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya adalah bahwa
kesimpulan itu mempunyai peluang untuk benar.
Statistika memberikan cara untuk dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum
dengan jalan mengamati hanya sebagian dari populasi yang bersangkutan. Namun
bukankah dalam penelaah keilmuan yang bersifat pragmatis, di mana teori keilmuan
tidak ditujukan ke arah penguasaan pengetahuan yang bersifat absolut, sesuatu yang
tidak mutlak teliti namun dapat dipertanggungjawabkan adalah sudah memenuhi
syarat?
Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan
yang ditarik tersebut, yang pada pokoknya didasarkan pada asas yang sangat
sederhana, yakni makin besar contoh yang diambil maka makin tinggi pula tingkat
ketelitian kesimpulan tersebut. Sebaliknya makin sedikit contoh yang diambil maka
makin rendah pula tingkat ketelitiannya.
Statistika juga memberikan kemampuan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu
hubungan kausalita antara dua faktor atau lebih bersifat kebetulan atau memang
benar-benar terkait dalam suatu hubungan yang bersifat empiris. Penarikan
kesimpulan secara induktif kekeliruan memang tidak bisa dihindarkan. Dalam kaiatan
pengumpulan data kita terpaksa mendasarkan diri kepada berbagai alat yang pada
hakikatnya juga tidak terlepas dari cacat yang berupa ketidaktelitian dalam
pengamatan.
Penarikan kesimpulan secara statistik memungkinkan kita untuk melakukan kegiatan
ilmiah secara ekonomis, di mana tanpa statistika hal ini tak mungkin dapat dilakukan.
Atau di pihak lain, kita melakukan penarikan kesimpulan induktif secara tidak sah,
dengan mengacaukan logika induktif dengan logika deduktif. Karakteristik yang
dipunyai statiska ini sering kurang dikenali dengan baik yang menyebabkan orang
sering melupakan pentingnya statistika dalam penelaahan keilmuan.

T. Peranan Statika dalam Tahap-tahap Metode Keilmuan


Untuk mengenal langkah-langkah yang lazim dipergunakan dalam kegiatan keilmuan
yang dapat dirinci sebagai berikut :
1. Observesi. Ilmuwan melakukan observasi mengenai apa yang terjadi,
mengumpulkan dan mempelajari fakta yang berhubungan dengan masalah yang
sedangdiselidikinya. Statistika dapat mengemukakan secara terperinci tentang
analisis mana yang akan dipakai dalam observasi dan tafsiran apa yang akan
dihasilkan dari observasi tersebut.
2. Hipotesis. Untuk menerangkan fakta yang diobservasi, dugaan yang sudah ada
dirumuskan dalam sebuah hipotesis, atau teori, yang menggambarkan sebuah
pola, yang menurut anggapan ditemukan dalam data tersebut. Dalam tahap kedua
ini, statistika mcmbantu kita dalam mengklasifikasikan, mengikhtisarkan, dan
menyajikan hasil observasi dalam bentuk yang dapat dipahami dan memudahkan
kita dalam mengembangkan hipotesis.
3. Ramalan. Dari hipotesis atau teori dikembangkanlah deduksi. Jika teori yang
dikemukakan itu memenuhi syarat deduksi akan merupakan sesuatu pengetahuan
baru, yang belum diketahui sebelumnya secara empiris, tetapi dideduksikan dari
teori.
4. Pengujian Kebenaran. Ilmuwan lalu mengumpulkan fakta untuk menguji
kebenaran ramalan yang dikembangkan dari teori. Mulai dari tahap ini,
keseluruhan tahap-tahap sebelumnya berulang seperti sebuah siklus.

U. Penerapan Statika
Statistika adalah alat yang dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah yang
timbul dalam penelaahan secara empiris hampir di semua bidang. Meskipun
perincian teknis dari teknik statistika yang dipergunakan dalam tiap bidang dan
masalah itu berbeda namun pendekatan dasarnya adalah sama. Walaupun pendekatan
dasarnya adalah sama, namun konsep dasar itu harus disesuaikan dengan masalah
konkret yang dihadapi.

V. Karakteristik Berfikir Induktif


Statistika merupakan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk menarik
kesimpulan secara induktif berdasarkan peluang tersebut. Dasar dari teori statistika
adalah teori peluang. Teori peluang merupakan cabang dari matematika sedangkan
statistika sendiri merupakan disiplin tersendiri. Menurut bidang pengkajiannya
statistika dapat kita bedakan sebagai statistika teoretis dan statistika terapan. Stalistika
teoretis merupakan pengetahuan yang mengkaji dasar-dasar teori statistika, dimulai
dari teori penarikan, contoh; distribusi, penaksiran dan peluang. Stalistika resapan
merupakan penggunaan statistika teoretis yang disesuaikan dengan bidang tempat
penerapannya. Disini diterapkan atau dipraktekkan teknik-teknik penarikan
kesimpulan seperti bagaimana cara mengambil sebagian populasi, sebagai contoh;
bagaimana cara menghitung rentangan kekeliruan dan tingkat peluang, bagaimana
menghitung harga rata-rata dan sebagainya.
Kegiatan ilmiah memerlukan penelitian untuk menguji hipotesis yang diajukan.
Penelitian pada dasarnya merupakan pengamatan dalam alam empiris apakah hipotesis
tersebut didukung fakta-fakta.
Penguasaan statistika mutlak diperlukan untuk dapat berfikir ilmiah dengan sah sering
sekali dilupakan orang berfikir logis secara deduktif sering sekali dikacaukan dengan
berpikir logis secara induktif. Kakacauan logika inilah yang menyebabkan kurang
berkembangnya ilmu di negara kita. Untuk mempercepat perkembangan kegiaian
keilmuan di negara kita, maka penguasaan berpikir induktif dengan statistika sebagai
alat berpikirnya harus mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh.
Statistika merupakan sarana berpikir yang diperlukan untuk memproses pengetahuan
secara ilmiah. Sebagai bagian dari perangkat metode ilmiah maka statistika membantu
kita untuk melakukan generalisasi dan menyimpulkan karakteristik suatu kejadian
secara lebih pasti dan bukan terjadi secara kebetulan.

Anda mungkin juga menyukai