Disusun Oleh :
Riska letisya Daniel (20181660057)
Program S1 Keperawatan
2019/2020
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan segala hidayah
Nya dan rahmat Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul
“Rheumatoid Arthritis”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah II prodi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surabaya.
Makalah ini berisi tentang analisa penyakit Rheumatoid Arthritis yang meliputi definisi
etiologi, klasifikasi, patofisiologi, penatalaksaan, prognosis WOC, manisfestasi klinis, asuhan
keperawatan, integrasi hasil penelitian, dan analisa aspek legal etik.
Kami sebagai penulis menyadari akandalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan
makalah ini.
Akhir kata kami mengucapkan terimakasih dan semoga isi makalah ini bermanfaat bagi
pembaca. Wassalamualaikum Wr.Wb
Tim Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Manfaat
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi
B. Klasifikasi
C. Etiologi
D. Patofisiologi
E. Manifestasi klinis
F. Penanganan/Penatalaksanaan .................................................................................................
G. WOC
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam istilah kedokteran secara lengkap nama dari penyakit “Lupus” ini adalah “Systemic
Lupus Erythematosus (SLE)”. Istilah Lupus berasal dari bahasa latin yang berarti anjing hutan atau
serigala. Sedangkan kata Erythematosus dalam bahasa Yunani berarti kemerah-merahan. Pada saat
itu diperkirakan, penyakit kelainan kulit kemerahan di sekitar hidung dan pipi ini disebabkan oleh
gigitan anjing hutan. Karena itulah penyakit ini diberi nama “Lupus”.
Penyakit lupus adalah penyakit baru yang mematikan setara dengan kanker. Tidak sedikit
pengindap penyakit ini tidak tertolong lagi, di dunia terdeteksi penyandang penyakit lupus mencapai
5 juta orang, dan lebih dari 100 ribu kasus baru terjadi setiap tahunnya. Tubuh memiliki kekebalan
untuk menyerang penyakit dan menjaga tetap sehat. Namun, apa jadinya jika kekebalan tubuh justru
menyerang organ tubuh yang sehat. Penyakit lupus diduga berkaitan dengan sistem imunologi yang
berlebih. Penyakit ini tergolong misterius. Lebih dari 5 juta orang dalam usia produktif di seluruh
dunia telah terdiagnosis menyandang lupus atau SLE (Systemic Lupus Erythematosus), yaitu penyakit
auto imun kronis yang menimbulkan bermacam-macam manifestasi sesuai dengan target organ atau
sistem yang terkena. Itu sebabnya lupus disebut juga penyakit 1000 wajah.
Menurut data pustaka, di Amerika Serikat ditemukan 14,6 sampai 50,8 per 100.000. Di
Indonesia bisa dijumpai sekitar 50.000 penderitanya. Sedangkan di RS Ciptomangunkusumo Jakarta,
dari 71 kasus yang ditangani sejak awal 1991 sampai akhir 1996 , 1 dari 23 penderitanya adalah laki-
laki. Saat ini, ada sekitar 5 juta pasien lupus di seluruh dunia dan setiap tahun ditemukan lebih dari
100.000 pasien baru, baik usia anak, dewasa, laki-laki, dan perempuan. Sembilan puluh persen kasus
Lupus Eritematosus Sistemik menyerang wanita muda dengan insiden puncak pada usia 15-40 tahun
selama masa reproduktif dengan rasio wanita dan laki-laki 5:1.
Penyakit lupus masih sangat awam bagi masyarakat. Penyakit Lupus biasanya menyerang
wanita produktif. Meski kulit wajah penderita Lupus dan sebagian tubuh lainnya muncul bercak-
bercak merah, tetapi penyakit ini tidak menular. Terkadang kita meremehkan rasa nyeri pada
persendian, seluruh organ tubuh terasa sakit atau terjadi kelainan pada kulit, atau tubuh merasa
kelelahan berkepanjangan serta sensitif terhadap sinar matahari. Semua itu merupakan sebagian dari
gejala penyakit Lupus.
Faktor yang diduga sangat berperan terserang penyakit lupus adalah faktor lingkungan, seperti
paparan sinar matahari, stres, beberapa jenis obat, dan virus. Oleh karena itu, bagi para penderita
lupus dianjurkan keluar rumah sebelum pukul 09.00 atau sesudah pukul 16.00. Saat bepergian,
penderita memakai sun block atau sun screen (pelindung kulit dari sengatan sinar matahari) pada
bagian kulit yang akan terpapar. Oleh karena itu, penyakit lupus merupakan penyakit autoimun
sistemik dimana pengaruh utamanya lebih dari satu organ yang ditimbulkan.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
Adapun tujuan dalam pembahasan makalah ini mengenai penyakit lupus antara lain:
1. Mampu mendeskripsikan pengertian penyakit lupus.
6. Mampu mengetahui diagnosis/gejala-gejala yang ditimbulkan pada penyakit lupus dan cara
membuktikan diagnosisnya.
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Lupus Eritematous Sistemik (SLE) atau dikenal dengan lupus adalah suatu penyakit autoimun
yang kronik dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala dari penyakit ini bisa
bermacam – macam, bersifat sementara, dan sulit untuk didiagnosis karena itu angka yang pasti
tentang jumlah orang yang terserang oleh penyakit ini sulit diperoleh. SLE menyerang perempuan
kira-kira delapan kali lebih sering dari pada laki-laki. Penyakit ini seringkali dimulai pada akhir masa
remaja atau awal dewasa. Di Amerika Serikat, penyakit ini menyerang perempuan Afrika Amerika
tiga kali lebih sering daripada perempuan Kaukasia. Jika penyakit ini baru muncul pada usia di atas
60 tahun, biasanya akan lebih mudah untuk diatasi (Sylvia & Lorraine, 2005).
Semula SLE digambarkan sebagai suatu gangguan kulit, pada sekitar tahun 1800-an, dan
diberi nama lupus karena sifat ruamnya yang berbentuk “kupu-kupu”, melintasi tonjolan hidung
dan meluas pada kedua pipi yang menyerupai gigitan serigala (lupus adalah kata dalam bahasa
Latin yang berarti serigala). Lupus discoid adalah nama yang sekarang diberikan pada penyakit ini
apabila kelainannya hanya terbatas pada gangguan kulit. SLE adalah salah satu kelompok penyakit
jaringan ikat difusi yang etiologinya tidak diketahui. Kelompok ini meliputi SLE, scleroderma,
polimiositis, artritis rheumatoid, dan sindrom Sjogren. Gangguan – gangguan ini seringkali memiliki
gejala yang saling tumpang tindih satu dengan yang lainnya dan dapat menjadi semakin slit untuk
ditegakkan secara akurat. (Sylvia & Lorraine, 2005).
Lupus merupakan penyakit autoimun kronis dimana terdapat kelainan sistem imun yang
menyebabkan peradangan pada beberapa organ dan sistem tubuh. Mekanisme sistem kekebalan
tubuh tidak dapat membedakan antara jaringan tubuh sendiri dan organisme asing (misalnya
bakteri, virus) karena autoantibodi (antibodi yang menyerang jaringan tubuh sendiri) diproduksi
tubuh dalam jumlah besar dan terjadi pengendapan kompleks imun (antibodi yang terikat pada
antigen) di dalam jaringan (Underwood, 1999).
Terlihat terutama pada wanita, SLE adalah suatu penyakit generalisata yang mengekspresikan
dirinya sebagai vaskulitis yang melibatkan beberapa sistem organ. Sel sasaran primernya adalah
sistem hematopoetik, kulit, sendi dan ginjal. Organ-organ ini dilibatkan dalam aneka macam cara
oleh banyak sekali antibodi. Antibodi terhadap sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit
masing-masing menyebabkan anemia hemolitik, leukopenia dan trombositopenia (Joseph, 1993).
B, KLASIFIKASI
Paling sering menyerang dan merupakan lupus kulit dengan manifestasi beberapa jenis
kelainan kulit. Kelainan biasanya berlokalisasi simetrik di muka (terutama hidung, pipi), telinga
atau leher. Penyakit yang terbatas pada lesi kulit yang makroskopik dan mikroskopik menyerupai
SLE. Hanya 35% penderita mengalami antibodi antinukleus positip. Berbeda dengan SLE, hanya
lesi kulit yang menunjukkan deposit Ig-komplemen pada membran basal. Setelah beberapa tahun,
5%-10% penderita bermanifestasi sistemik. Diskoid Lupus tidak serius dan jarang sekali
melibatkan organ-organ lain (Robbins dkk; 1999).
C. Etiologi
Sampai saat ini penyebab LES belum diketahui. Diduga faktor genetik, infeksi dan
lingkungan ikut berperan pada patofisiologi LES.
Kecenderungan terjadinya LES dapat berhubungan dengan perubahan gen MHC spesifik dan
bagaimana antigen sendiri ditunjukkan dan dikenali. Wanita lebih cenderung mengalami LES
dibandigkan pria, karena peran hormon seks. LES dapat dicetuskan oleh stres, sering berkaitan
dengan kehamilan atau menyusui.
Pada beberapa orang, pajanan radiasi ultraviolet yang berlebihan dapat mencetuskan penyakit.
Penyakit ini biasanya mengenai wanita muda selama masa subur. Penyakit ini dapat bersifat
ringan selama bertahun-tahun, atau dapat berkembang dan menyebabkan kematian (Elizabeth,
2009).
D. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan
autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara
faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya
terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat
tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat
antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE-
akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-
supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan.
Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus
tersebut berulang kembali.
. E Manifestasi Klinis
Gambaran klinis dari LES biasanya dapat membingungkan, gejala yang paling sering
adalah sebagai berikut:
a. Poliartralgia (nyeri sendi) dan artiritis (peradangan sendi).
b. Demam akibat peradangan kronik
c. Ruam wajah dalam pola malar (seperti kupu-kupu) di pipi dan hidung, kata Lupus berarti
serigala dan mengacu kepada penampakan topeng seperti serigala.
d. Lesi dan kebiruan di ujung kaki akibat buruknya aliran darah dan hipoksia kronik
e. Sklerosis (pengencangan atau pengerasan) kulit jari tangan
f. Luka di selaput lendir mulut atau faring (sariawan)
g. Lesi berskuama di kepala, leher dan punggung
h. Edema mata dan kaki mungkin mencerminkan keterlibatan ginjal dan hipertensi
i. Anemia, kelelahan kronik, infeksi berulang, dan perdarahan sering terjadi karena serangan
terhadap sel darah merah dan putih serta trombosit (Elizabeth, 2009)
F Penatalaksanaan SLE
1. Penatalaksanaan medis
Terapi dengan obat bagi penderita SLE mencakup pemberian obat-obat:
1) Antiradang nonstreroid (AINS)
AINS dipakai untuk mengatasi arthritis dan artralgia. Aspirin saat ini lebih jarang dipakai karena
memiliki insiden hepatotoksik tertinggi, dan sebagian penderita SLE juga mengalami gangguan
pada hati. Penderita LES juga memiliki risiko tinggi terhadap efek samping obat-obatan AINS
pada kulit, hati, dan ginjal sehingga pemberian harus dipantau secara seksama.
2) Kortikosteroid
3) Antimalaria
Pemberian antimalaria kadang-kadang dapat efektif apabila AINS tidak dapat mengendalikan
gejala-gejala LES. Biasanya antimalaria mula-mula diberikan dengan dosis tinggi untuk
memperoleh keadaan remisi. Bersihnya lesi kulit merupakan parameter untuk memantau
pemakaian dosis.
4) Imunosupresif
Pemberian imunosupresif (siklofosfamid atau azatioprin) dapat dilakukan untuk menekan
aktivitas autoimun LES. Obat-obatan ini biasanya dipakai ketika:
a. Diagnosis pasti sudah ditegakkan
b. Adanya gejala-gejala berat yang mengancam jiwa
c. Kegagalan tindakan-tidakan pengobatan lainnya, misalnya bila pemberian steroid tidak
memberikan respon atau bila dosis steroid harus diturunkan karena adanya efek samping
d. Tidak adanya infeksi, kehamilan dan neoplasma (Sylvia dan Lorraine, 1995).
2. Penatalaksanaan keperawatan
Perawat menemukan pasien SLE pada berbagai area klinik karena sifat penyakit yang
homogeny. Hal ini meliputi area praktik keperawatan reumatologi, pengobatan umum,
dermatologi, ortopedik, dan neurologi. Pada setiap area asuhan pasien, terdapat tiga komponen
asuhan keperawatan yang utama.
1) Pemantauan aktivitas penyakit dilakukan dengan menggunakan instrument yang valid, seperti
hitung nyeri tekan dan bengkak sendi (Thompson & Kirwan, 1995) dan kuesioner pengkajian
kesehatan (Fries et al, 1980). Hal ini member indikasi yang berguna mengenai pemburukan atau
kekambuhan gejala.
2) Edukasi sangat penting pada semua penyakit jangka panjang. Pasien yang menyadari hubungan
antara stres dan serangan aktivitas penyakit akan mampu mengoptimalkan prospek kesehatan
mereka. Advice tentang keseimbangan antara aktivitas dan periode istirahat, pentingnya latihan,
dan mengetahui tanda peringatan serangan, seperti peningkatan keletihan, nyeri, ruam, demam,
sakit kepala, atau pusing, penting dalam membantu pasien mengembangkan strategi koping dan
menjamin masalah diperhatikan dengan baik.
3) Dukungan psikologis merupakan kebutuhan utama bagi pasien SLE. Perawat dapat memberi
dukungan dan dorongan serta, setelah pelatihan, dapat menggunakan ketrampilan konseling ahli.
Pemberdayaan pasien, keluarga, dan pemberi asuhan memungkinkan kepatuhan dan kendali
personal yang lebih baik terhadap gaya hidup dan penatalaksanaan regimen bagi mereka (Anisa
Tri U., 2012).
3. Penatalaksanaan diet
Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien memerlukan
kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang mengandung cukup kalsium,
rendah lemak, dan rendah garam. Pasien disarankan berhati-hati dengan suplemen makanan dan
obat tradisional.
Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga diperlukan untuk mempertahankan
densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tidak boleh berlebihan karena lelah dan stress
sering dihubungkan dengan kekambuhan. Pasien disarankan untuk menghindari sinar matahari,
bila terpaksa harus terpapar matahari harus menggunakan krim pelindung matahari (waterproof
sunblock) setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga dapat meningkatkan timbulnya lesi kulit pada
pasien SLE.
G. WOC
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala
sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku,
demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
2. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
3. Kardiovaskuler
a) Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
b) Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan vaskuler
terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi
lateral tanga.
4. Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi
hari.
5. Sistem integumen
a) Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung
serta pipi.
b) Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
6. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
7. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di
ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan
berlanjut nekrosis.
8. Sistem Renal
Edema dan hematuria.
9. Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun manifestasi SSP
lainnya.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Uraian Masalah Keperawatan
a) Nyeri
b) Kerusakan intergritas kulit
c) Isolasi sosial
d) Kerusakan mobilitas fisik
e) Keletihan/kelelahan
f) Perubahan Nutrisi
g) Kurang Pengetahuan
Sumber diagnose diatas di ambil dari beberapa sumber buku dan dipadu dalam buku ini.
Yang akan tim penulis ambil didalam makalah ini adalah sebagai berikut :
2. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.
b) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit.
c) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
B.Saran
Oleh karena itu, tim penulis memberikan beberapa saran :
1) Perlu mengenali gejala-gejala pada penyakit lupus ini agar dapat ditangani dengan baik sejak
awal untuk mempercepat proses penyembuhan dan atau merawat penyakit ini untuk menghindari
penyebarannya keseluruh organ tubuh.
2) Perlu mengetahui tindakan-tindakan untuk proses penyembuhan penyakit ini.
3) Perlu mendapatkan informasi yang lebih dalam makalah ini tentang penyakit ini.