Abstrak
Gagal tumbuh merupakan kondisi yang dapat dijumpai pada bayi ataupun anak-anak dimana
berat badan bayi atau anak tersebut tidak naik dengan yang seharusnya. Gagal tumbuh ini
merupakan suatu gejala dari suatu kondisi dan bukanlah suatu diagnosis, sehingga perlu dicari
penyebabnya Jika gagal tumbuh tidak ditangani sedini mungkin, ditakutkan bahwa dapat terjadi
gangguan pertumbuhan ataupun perkembangan pada bayi atau anak pada masa depannya. Untuk
menangani gagal tumbuh, diperlukan asuhan nutrisi pediatrik yang tepat, yaitu berupa beberapa
tahap. Pertama adalah untuk melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik dan lengkap.
Kedua adalah untuk mencari status nutrisi dari anak ini melalui antropometri anak dan me-plot
data berat badan ataupun panjang badan pada grafik WHO dan mengintepretasikannya. Ketiga
adalah untuk mencari kebutuhan kalori per harinya menggunakan recommended dietary
allowance dan berat badan ideal. Keempat adalah untuk memilih cara pemberian dan jenis
makanan yang tepat untuk menunjang pertumbuhan dari bayi dan anak. Terakhir adalah untuk
memantau untuk reaksi simpang dan melihat berat badannya, serta mengevaluasi pertumbuhan
anak.
Kata kunci: gagal tumbuh, antropometri, gizi
Abstract
Failure to thrive is a condition that can be found in babies or children where the baby or child
does not gain weight properly. This failure to thrive is a symptom of a condition and is not a
diagnosis, so it is necessary to find the cause. If the failure to thrive is not treated as early as
possible, it is feared that there could be growth or development problems in the baby or child in
the future. To treat growth failure, proper pediatric nutritional care is needed, which consists of
several stages. The first is to do a good and complete history and physical examination. The
second is to find the nutritional status of this child through the anthropometry of the child and
plot the weight or body length data on the WHO chart and interpret it. The third is to find daily
calorie needs using the recommended dietary allowance and ideal body weight. The fourth is to
choose the right way of giving and the type of food to support the growth of babies and children.
Lastly is to monitor for adverse reactions and see weight, as well as evaluate the child's growth.
Keywords: failure to thrive, anthropometry, nutrition
Pendahuluan
Tumbuh dan kembang anak tidak terlepas dari gizi yang diberikan saat mereka tumbuh.
Gizi memiliki peranan yang sangat penting dalam tumbuh kembang, dimana pemberian gizi
yang baik memungkinkan tumbuh kembang anak yang adekuat untuk tercapai. Pada bayi dan
anak, kekurangan gizi dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan dimana
jika tidak teratasi pada awal dapat berlanjut hingga dewasa. Usia 0 – 24 bulan merupakan masa
kritis dalam pertumbuhan dan perkembangan bayi dan anak, karena pada masa ini periode
tumbuh kembang pada anak yang paling optimal, baik untuk aspek kognitif ataupun fisiknya.
Hal ini dapat diwujudkan bila asupan gizi yang diberikan kepada anak sesuai dengan
kebutuhannya dan secara optimal. Apabila gizi yang baik tidak tercapai pada bayi dan anak,
gagal tumbuh dapat muncul sebagai konsekuensinya.1
Gagal tumbuh/failure to thrive (FTT)/weight faltering merupakan suatu keadaan yang
ditandai dengan kenaikan berat badan yang tidak sesuai dengan seharusnya, tidak naik (flat
growth), atau bahkan turun dibandingkan dengan pengukuran sebelumnya (diketahui melalui
plot grafik pertumbuhan). Gagal tumbuh belum tentu gizi kurang ataupun gizi buruk, dan juga
bukan merupakan sebuah diagnosis melainkan gejala yang perlu dicari penyebabnya. Jika gagal
tumbuh tidak ditangani sedini mungkin, maka anak dapat mengalami keterlambatan
perkembangan, gangguan kemampuan kognitif, dan sebagainya.2
Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara antara dokter dengan pasien atau orang yang
mempunyai hubungan dekat dengan pasien (keluarganya), mengenai semua data/info yang
berhubungan dengan penyakitnya. Anamnesis meliputi identitas pasien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat pribadi, dan
riwayat sosial ekonomi. Anamnesis penting untuk menegakkan diagnosis yang akurat.3
Dalam anamnesis, penting untuk ditanyakan pada orang tua mengenai asupan makan,
pola makan, toleransi makan, perkembangan oromotor, motorik halus dan motorik kasar,
perubahan berat badan, faktor sosial, budaya dan agama serta kondisi klinis yang dapat
mempengaruhi asupan anak. Terdapat keadaan-keadaan pada anak yang dapat menunjuk kepada
suatu jenis penyakit. Keadaan-keadaan tersebut berupa keadaan dimana asupan kalori yang tidak
mencukupi (nafsu makan kurang, unavailablity of food, atau muntah), absorpsi zat gizi yang
tidak mencukupi (malabsorpsi, diare, hepatitis, penyakit Hirschprung, atau masalah psikososial),
atau pengeluaran energi yang berlebihan (peningkatan metabolisme atau gangguan penggunaan
kalori).2,4
Berdasarkan dari skenario, seorang anak laki-laki berusia 6 bulan dibawa ibunya ke
Puskesmas dengan keluhan dalam 1 bulan pemantauan berat badan hanya naik sedikit. Hasil
anamnesis didapatkan bahwa berat badan anak ini sulit naik sejak usia 4 bulan. Saat ini anak
tidak sedang sakit serius dan tidak memiliki riwayat penyakit serius. Dalam keluarga juga tidak
terdapat riwayat penyakit serius. Anak lahir cukup bulan dengan berat badan 2700 g, panjang
badan 48 cm dan lingkar kepala 34 cm. Anak diberi ASI sejak lahir hingga saat ini. MPASI
mulai diberikan sejak usia 5 bulan dan berupa 125cc bubur susu encer yang dihabiskan dalam 2x
pemberian selang 30 menit. Selain itu, anak juga diberikan buah berupa puree papaya dan
pisang. Sebelumnya juga pernah dicoba penambahan susu formula, tetapi anak tidak mau. Anak
ini memiliki riwayat imunisasi lengkap sesuai usianya. Pada usia 1 bulan berat badan anak 3500
g, pada usia 3 bulan 4500 g, pada usia 4 bulan 5100 g serta pada usia 5 bulan 5500 g sementara
panjang badannya 60 cm. Perkembangan anak ini sesuai usianya serta orang tua anak
berpenghasilan menengah keatas.
Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk menentukan data objektif mengenai
kesehatan pasien. Pemeriksa harus dapat mengenali, menganalisis, dan mensintesis informasi
yang dapat dikumpulkan ke dalam suatu penilaian yang komprehensif. Dalam pemeriksaan fisik
juga memerlukan beberapa alat yang akan membantu dalam pengambilan data seperti palu
refleks, tensimeter, stetoskop, dan lainnya.3
Pada pemeriksaan fisik, hal yang perlu dilakukan adalah penimbangan berat badan dan
pengukuran panjang/tinggi badan dengan cara yang benar dan menggunakan timbangan yang
telah ditera sebelumnya secara berkala. Selain itu, penting juga dilakukan pemeriksaan fisik
terhadap keadaan umum dan tanda-tanda spesifik, khususnya pada defisiensi mikronutrien. 2 Pada
pemeriksaan fisik anak ini, didapatkan bahwa berat badannya saat ini 5700 g, panjang badannya
62 cm serta BB/PB < -2. Hasil pemeriksaan fisik lain-lainnya berada dalam batas normal.
Working Diagnosis
Diagnosis kerja yang didapatkan adalah gagal tumbuh/weight faltering dengan resiko gizi
kurang. Diagnosis ini diambil atas dasar anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan status
gizi anak. Gagal tumbuh merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan kenaikan berat badan
yang tidak sesuai dengan seharusnya, tidak naik (flat growth), atau turun dibandingkan dengan
pengukuran sebelumnya. Yang dinilai pada gagal tumbuh merupakan berat badan terhadap umur
pada minimal 2 periode pengukuran, sedangkan tinggi badan dan lingkar kepala yang juga
merupakan parameter pertumbuhan mungkin masih normal. Jika diplot pada grafik BB/U,
terdapat perpindahan posisi berat badan terhadap umur yang melewati lebih dari 2 persentil
utama atau 2 standar deviasi ke bawah. Gagal tumbuh belum tentu gizi kurang atau gizi buruk,
dan merupakan suatu gejala yang perlu dicari sebabnya dan bukanlah suatu diagnosis.2
Pada skenario ini, anak memiliki berat badan 5700 g atau 5,7 kg pada saat diperiksa dan
panjang badan 62 cm. Didapatkan indeks berat badan menurut umur (BB/U) Z- skor <-2 yaitu
berat badan kurang, indeks panjang badan menurut umur (PB/U) Z- skor <-2 yaitu perawakan
pendek, berat badan menurut panjang badan (BB/PB) Z- skor <-2 yaitu gizi kurang. Pada
skenario ini tidak digunakan IMT/U karena anak tidak memiliki resiko gizi lebih.
Pemberian nutrisi secara oral ataupun enteral merupakan pilihan utama. Pada sebagian
besar pasien, pemberian nutrisi per oral merupakan cara yang biasanya dilaksanakan karena cari
ini merupakan pemberian gizi yang alamiah dan ideal. Dengan cara oral, pasien dapat diberikan
makanan dalam bentuk padat ataupun cair, bila pasien tidak dapat mengonsumsi makanan padat.
Apabila jalur per oral tidak memungkinkan atau tidak dapat memenuhi zat gizi secara lengkap,
dapat diperlakukan nutritional support (dukungan nutrisi) yaitu dengan pemberian nutrisi secara
enteral atau parenteral.7-8
Pemberian nutrisi secara enteral terindikasikan bila pemberian makanan per oral/keadaan
lambung tidak memungkinkan atau walaupun dengan fungsi usus yang baik, kebutuhan nutrisi
tidak dapat tercukupi. Cara enteral merupakan jalur pemberian yang lebih aman, lebih murah,
dan lebih praktis dibandingkan dengan pemberian nutrisi parenteral. Keuntungan lain dari nutrisi
enteral adalah bentuknya fisiologis dan komposisi zat gizinya lengkap. Kontraindikasi pemberian
makanan melalui saluran cerna ialah obstruksi saluran cerna, perdarahan saluran cerna serta tidak
berfungsinya saluran cerna. Untuk pemberian nutrisi enteral berjangka pendek, dapat dilakukan
melalui pipa nasogastrik, nasoduodenal, atau nasojejunal. Sementara, pemberian jangka panjang
dapat dilakukan dengan gastrostomi atau jejunostomi.7-8
Nutrisi secara parenteral dipertimbangkan bila nutrisi enteral tidak memungkinkan. Rute
pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan melalui akses perifer bila kurang dari 14 hari
(jangka pendek), atau akses sentral bila lebih dari 14 hari (jangka panjang).7-8
B. Jenis makanan
Pemberian makanan per oral perlu disesusaikan dengan usia dan kemampuan oromotor
pasien. Misalnya pada 0-6 bulan ASI dan/formula, 6 bulan – 1 tahun ASI dan/atau formula
ditambah makanan pendamping, 1 – 2 tahun makanan keluarga ditambah ASI dan/atau susu sapi
segar, dan di atas 2 tahun makanan keluarga.7, 10
Pemilihan formula enteral tergantung pada umur pasien, kebutuhan dan kondisi yang
mendasari, juga tergantung pada tipe ases enteral yang digunakan (gastrik atau jejunal). Jenis
sediaan makanan untuk enteral disesuaikan dengan fungsi gastrointestinal dan dapat dibagi
menjadi beberapa jenis, yaitu:7, 10
Polimerik. Merupakan formula yang terbuat dari makronutrien intak yang
ditujukan untuk fungsi gastrointestinal yang normal. Formula terdiri atas
polipeptida, berbagai macam jenis karbohidrat, Polyunsaturated Fatty Acid
(PUFA), dan Medium Chain Triglyceride (MCT). Formula ini dilengkapi pula
degan vitamin, mineral, elektrolit, dan mikronutrien. Formula polimerik terbagi
menjadi formula standar yaitu 0.67 kkal dalam 1 ml susu dan formula padat kalori
yaitu 1kkal dalam 1 ml susu. Osmolalitas formula enteral dapat berkisar lebar
tergantung pada komposisi nutrien dan densitas kalori (200 – 750 mOsm/L)
Oligomerik (elemental). Merupakan formula yang ditujukan untuk penyakit
gastrointestinal atau anak yang membutuhkan makanan lewat jejunostomi.
Formula ini terdiri atas glukosa polimer, protein terhidrolisat terutama asam
amino esensial yang lebih tinggi, dan juga MCT. Formula ini bebas laktosa dan
gluten serta rendah residu. Beban osmotik pada formula ini tinggi.
Modular. Merupakan formula yang terbuat dari makronutrien tunggal.
Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik maka dapat disimpulkan bahwa
pasien anak pada skenario mengalami weight faltering atau gagal tumbuh. Hal-hal yang perlu
dilakukan untuk menunjang pasien pada skenario berupa 5 hal, yaitu melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik dengan baik dan lengkap, pemeriksaan status gizi anak dan intepretasinya,
menghitung kebutuhan kalori per harinya, menyelidiki cara pemberian dan jenis makanan yang
tepat, serta pemantauan untuk reaksi simpang dan evaluasi pertumbuhan berat badannya.
Daftar Pustaka
1. Lestari MU, Lubis G, Pertiwi D. Hubungan pemberian makanan pendamping asi (MP-
ASI) dengan status gizi anak usia 1 – 3 tahun di kota padang tahun 2012. Jurnal
Kesehatan Andalas, 2012:3(2):188-190
2. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.
Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak indonesia. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 2009. p. 75-7
3. Santoso M. Panduan anamnesis & pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: Biro Publikasi
Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2013. p. 2-10
4. Unit Kerja Koordinasi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Rekomendasi IDAI asuhan nutrisi pediatrik. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2011. p. 4
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.
6. Diunduh dari https://www.idai.or.id/professional-resources/growth-chart/kurva-
pertumbuhan-who pada tanggal 16 November 2020
7. Unit Kerja Koordinasi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Rekomendasi IDAI asuhan nutrisi pediatrik. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2011. p. 7-10
8. Sjarif DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS. Buku ajar nutrisi pediatrik dan penyakit
metabolik. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011. p. 39-45
9. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.
Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak indonesia. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 2009. p. 15-16.
10. Sjarif DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS. Buku ajar nutrisi pediatrik dan penyakit
metabolik. Jilid I. Jakarta: badan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia; 2011. p. 58-9