Anda di halaman 1dari 12

Gagal Tumbuh Pada Anak Laki-Laki Berusia 6 Bulan

Daniel Mangasa Ruhut (102016214)


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Krida Wacana
Daniel.2016fk214@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Gagal tumbuh merupakan kondisi yang dapat dijumpai pada bayi ataupun anak-anak dimana
berat badan bayi atau anak tersebut tidak naik dengan yang seharusnya. Gagal tumbuh ini
merupakan suatu gejala dari suatu kondisi dan bukanlah suatu diagnosis, sehingga perlu dicari
penyebabnya Jika gagal tumbuh tidak ditangani sedini mungkin, ditakutkan bahwa dapat terjadi
gangguan pertumbuhan ataupun perkembangan pada bayi atau anak pada masa depannya. Untuk
menangani gagal tumbuh, diperlukan asuhan nutrisi pediatrik yang tepat, yaitu berupa beberapa
tahap. Pertama adalah untuk melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik dan lengkap.
Kedua adalah untuk mencari status nutrisi dari anak ini melalui antropometri anak dan me-plot
data berat badan ataupun panjang badan pada grafik WHO dan mengintepretasikannya. Ketiga
adalah untuk mencari kebutuhan kalori per harinya menggunakan recommended dietary
allowance dan berat badan ideal. Keempat adalah untuk memilih cara pemberian dan jenis
makanan yang tepat untuk menunjang pertumbuhan dari bayi dan anak. Terakhir adalah untuk
memantau untuk reaksi simpang dan melihat berat badannya, serta mengevaluasi pertumbuhan
anak.
Kata kunci: gagal tumbuh, antropometri, gizi

Abstract
Failure to thrive is a condition that can be found in babies or children where the baby or child
does not gain weight properly. This failure to thrive is a symptom of a condition and is not a
diagnosis, so it is necessary to find the cause. If the failure to thrive is not treated as early as
possible, it is feared that there could be growth or development problems in the baby or child in
the future. To treat growth failure, proper pediatric nutritional care is needed, which consists of
several stages. The first is to do a good and complete history and physical examination. The
second is to find the nutritional status of this child through the anthropometry of the child and
plot the weight or body length data on the WHO chart and interpret it. The third is to find daily
calorie needs using the recommended dietary allowance and ideal body weight. The fourth is to
choose the right way of giving and the type of food to support the growth of babies and children.
Lastly is to monitor for adverse reactions and see weight, as well as evaluate the child's growth.
Keywords: failure to thrive, anthropometry, nutrition
Pendahuluan
Tumbuh dan kembang anak tidak terlepas dari gizi yang diberikan saat mereka tumbuh.
Gizi memiliki peranan yang sangat penting dalam tumbuh kembang, dimana pemberian gizi
yang baik memungkinkan tumbuh kembang anak yang adekuat untuk tercapai. Pada bayi dan
anak, kekurangan gizi dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan dimana
jika tidak teratasi pada awal dapat berlanjut hingga dewasa. Usia 0 – 24 bulan merupakan masa
kritis dalam pertumbuhan dan perkembangan bayi dan anak, karena pada masa ini periode
tumbuh kembang pada anak yang paling optimal, baik untuk aspek kognitif ataupun fisiknya.
Hal ini dapat diwujudkan bila asupan gizi yang diberikan kepada anak sesuai dengan
kebutuhannya dan secara optimal. Apabila gizi yang baik tidak tercapai pada bayi dan anak,
gagal tumbuh dapat muncul sebagai konsekuensinya.1
Gagal tumbuh/failure to thrive (FTT)/weight faltering merupakan suatu keadaan yang
ditandai dengan kenaikan berat badan yang tidak sesuai dengan seharusnya, tidak naik (flat
growth), atau bahkan turun dibandingkan dengan pengukuran sebelumnya (diketahui melalui
plot grafik pertumbuhan). Gagal tumbuh belum tentu gizi kurang ataupun gizi buruk, dan juga
bukan merupakan sebuah diagnosis melainkan gejala yang perlu dicari penyebabnya. Jika gagal
tumbuh tidak ditangani sedini mungkin, maka anak dapat mengalami keterlambatan
perkembangan, gangguan kemampuan kognitif, dan sebagainya.2

Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara antara dokter dengan pasien atau orang yang
mempunyai hubungan dekat dengan pasien (keluarganya), mengenai semua data/info yang
berhubungan dengan penyakitnya. Anamnesis meliputi identitas pasien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat pribadi, dan
riwayat sosial ekonomi. Anamnesis penting untuk menegakkan diagnosis yang akurat.3
Dalam anamnesis, penting untuk ditanyakan pada orang tua mengenai asupan makan,
pola makan, toleransi makan, perkembangan oromotor, motorik halus dan motorik kasar,
perubahan berat badan, faktor sosial, budaya dan agama serta kondisi klinis yang dapat
mempengaruhi asupan anak. Terdapat keadaan-keadaan pada anak yang dapat menunjuk kepada
suatu jenis penyakit. Keadaan-keadaan tersebut berupa keadaan dimana asupan kalori yang tidak
mencukupi (nafsu makan kurang, unavailablity of food, atau muntah), absorpsi zat gizi yang
tidak mencukupi (malabsorpsi, diare, hepatitis, penyakit Hirschprung, atau masalah psikososial),
atau pengeluaran energi yang berlebihan (peningkatan metabolisme atau gangguan penggunaan
kalori).2,4
Berdasarkan dari skenario, seorang anak laki-laki berusia 6 bulan dibawa ibunya ke
Puskesmas dengan keluhan dalam 1 bulan pemantauan berat badan hanya naik sedikit. Hasil
anamnesis didapatkan bahwa berat badan anak ini sulit naik sejak usia 4 bulan. Saat ini anak
tidak sedang sakit serius dan tidak memiliki riwayat penyakit serius. Dalam keluarga juga tidak
terdapat riwayat penyakit serius. Anak lahir cukup bulan dengan berat badan 2700 g, panjang
badan 48 cm dan lingkar kepala 34 cm. Anak diberi ASI sejak lahir hingga saat ini. MPASI
mulai diberikan sejak usia 5 bulan dan berupa 125cc bubur susu encer yang dihabiskan dalam 2x
pemberian selang 30 menit. Selain itu, anak juga diberikan buah berupa puree papaya dan
pisang. Sebelumnya juga pernah dicoba penambahan susu formula, tetapi anak tidak mau. Anak
ini memiliki riwayat imunisasi lengkap sesuai usianya. Pada usia 1 bulan berat badan anak 3500
g, pada usia 3 bulan 4500 g, pada usia 4 bulan 5100 g serta pada usia 5 bulan 5500 g sementara
panjang badannya 60 cm. Perkembangan anak ini sesuai usianya serta orang tua anak
berpenghasilan menengah keatas.

Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk menentukan data objektif mengenai
kesehatan pasien. Pemeriksa harus dapat mengenali, menganalisis, dan mensintesis informasi
yang dapat dikumpulkan ke dalam suatu penilaian yang komprehensif. Dalam pemeriksaan fisik
juga memerlukan beberapa alat yang akan membantu dalam pengambilan data seperti palu
refleks, tensimeter, stetoskop, dan lainnya.3
Pada pemeriksaan fisik, hal yang perlu dilakukan adalah penimbangan berat badan dan
pengukuran panjang/tinggi badan dengan cara yang benar dan menggunakan timbangan yang
telah ditera sebelumnya secara berkala. Selain itu, penting juga dilakukan pemeriksaan fisik
terhadap keadaan umum dan tanda-tanda spesifik, khususnya pada defisiensi mikronutrien. 2 Pada
pemeriksaan fisik anak ini, didapatkan bahwa berat badannya saat ini 5700 g, panjang badannya
62 cm serta BB/PB < -2. Hasil pemeriksaan fisik lain-lainnya berada dalam batas normal.

Working Diagnosis
Diagnosis kerja yang didapatkan adalah gagal tumbuh/weight faltering dengan resiko gizi
kurang. Diagnosis ini diambil atas dasar anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan status
gizi anak. Gagal tumbuh merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan kenaikan berat badan
yang tidak sesuai dengan seharusnya, tidak naik (flat growth), atau turun dibandingkan dengan
pengukuran sebelumnya. Yang dinilai pada gagal tumbuh merupakan berat badan terhadap umur
pada minimal 2 periode pengukuran, sedangkan tinggi badan dan lingkar kepala yang juga
merupakan parameter pertumbuhan mungkin masih normal. Jika diplot pada grafik BB/U,
terdapat perpindahan posisi berat badan terhadap umur yang melewati lebih dari 2 persentil
utama atau 2 standar deviasi ke bawah. Gagal tumbuh belum tentu gizi kurang atau gizi buruk,
dan merupakan suatu gejala yang perlu dicari sebabnya dan bukanlah suatu diagnosis.2

Status Gizi Anak


Untuk menilai atau menentukan status gizi anak, Standar Antropometri anak dapat
digunakan. Penilaian status gizi anak dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran
berdasarkan parameter berat badan dan panjang/tinggi badan yang terdiri atas 4 indeks, yaitu:5
 Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U). Menggambarkan berat badan relatif
dibandingkan dengan umur anak. Indeks tersebut digunakan untuk menilai anak dengan
berat badan kurang (underweight) atau sangat kurang (severely underweight), tetapi tidak
dapat digunakan untuk mengklasifikasikan anak gemuk atau sangat gemuk. Penting
diketahui bahwa seorang anak dengan BB/U rendah, kemungkinan mengalami masalah
pertumbuhan, sehingga perlu dikonfirmasi dengan indeks BB/PB atau BB/TB atau
IMT/U sebelum diintervensi.
 Indeks Panjang Badan menurut Umur atau Tinggi Badan menurut Umur (PB/U atau
TB/U) Menggambarkan pertumbuhan panjang untuk anak usia 0-24 bulan atau tinggi
badan untuk anak usia di atas 24 bulan. Indeks ini dapat mengidentifikasi anak-anak yang
pendek (stunted) atau sangat pendek (severely stunted), yang disebabkan oleh gizi kurang
dalam waktu lama atau sering sakit. Anak-anak yang tergolong tinggi menurut umurnya
juga dapat diidentifikasi. Anak-anak dengan tinggi badan di atas normal (tinggi sekali)
biasanya disebabkan oleh gangguan endokrin, namun hal ini jarang terjadi di Indonesia.
 Indeks Berat Badan menurut Panjang Badan/Tinggi Badan (BB/PB atau BB/TB)
Menggambarkan apakah berat badan anak sesuai terhadap pertumbuhan panjang/tinggi
badannya. Indeks ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi anak gizi kurang (wasted),
gizi buruk (severely wasted) serta anak yang memiliki risiko gizi lebih (possible risk of
overweight). Kondisi gizi buruk biasanya disebabkan oleh penyakit dan kekurangan
asupan gizi yang baru saja terjadi maupun yang telah lama terjadi.
 Indeks Masa Tubuh menurut Umur (IMT/U). Perhitungan IMT anak didapatkan dari
membagi berat badan dalam satuan kilogram dengan kuadrat tinggi badan anak dalam
satuan meter. Indeks ini digunakan untuk menentukan kategori gizi buruk, gizi kurang,
gizi baik, berisiko gizi lebih, gizi lebih dan obesitas. Grafik IMT/U dan grafik BB/PB
atau BB/TB cenderung menunjukkan hasil yang sama. Namun indeks IMT/U lebih
sensitif untuk penapisan anak gizi lebih dan obesitas. Anak dengan ambang batas IMT/U
>+1SD berisiko gizi lebih sehingga perlu ditangani lebih lanjut untuk mencegah
terjadinya gizi lebih dan obesitas.

Tabel 1. Kategori dan ambang batas status gizi


5
anak.

Pada skenario ini, anak memiliki berat badan 5700 g atau 5,7 kg pada saat diperiksa dan
panjang badan 62 cm. Didapatkan indeks berat badan menurut umur (BB/U) Z- skor <-2 yaitu
berat badan kurang, indeks panjang badan menurut umur (PB/U) Z- skor <-2 yaitu perawakan
pendek, berat badan menurut panjang badan (BB/PB) Z- skor <-2 yaitu gizi kurang. Pada
skenario ini tidak digunakan IMT/U karena anak tidak memiliki resiko gizi lebih.

Gambar 1. Hasil kurva BB/U anak pada


skenario.

Gambar 2. Hasil kurva PB/U anak pada


skenario.
Gambar 3. Hasil kurva BB/PB anak pada skenario.

Kebutuhan Kalori Harian


Walaupun penggunaan kecukupan gizi yang dianjurkan/recommended daily allowance
(RDA) dan kecukupan masukan zat gizi yang dianjurkan/recommended daily intake (RDI) cukup
memadai dalam pelayanan gizi atau penyediaan makanan pasien pada umumnya, kebutuhan gizi
seorang pasien bersifat individual sehingga tidak selalu sama dengan RDA atau RDI. Pengertian
kebutuhan zat gizi dalam asuhan nutrisi adalah kebutuhan terhadap masing-masing zat gizi yang
perlu dipenuhi agar dapat mencakup 3 macam kebutuhan yaitu untuk kebutuhan penggantian zat
gizi yang kekurangan (deplesi atau defisiensi), kebutuhan rumat serta untuk kebutuhan tambahan
karena kehilangan dan tambahan untuk pemulihan jaringan/organ yang sedang sakit.7-9
Menentukan besarnya kebutuhan zat gizi pada bayi dan anak dapat dihitung dengan
menggunakan beberapa rumus. Kecukupan atau adekuat tidaknya pemenuhan kebutuhan gizi ini
dapat dilihat kembali berdasarkan respon pasien. Secara umum, kebutuhan nutrisi bayi serta anak
baik yang sehat dengan status gizi cukup maupun yang berstatus gizi kurang atau buruk atau
bahkan gizi lebih atau obesitas pada prinsipnya semua bertujuan untuk mencapai berat badan
yang ideal. Oleh sebab itu, untuk memperkirakan tambahan kalori serta protein untuk mencapai
tumbuh-kejar pada yang gizi kurang atau buruk atau pengurangan kalori pada yang gizi lebih
atau obesitas dapat menggunakan rumus sebagai berikut:7-9

Kebutuhan kalori/protein = RDA untuk umur TB* x BB ideal**


*umur dimana tinggi badan (TB) saat ini berada pada persentil-50
** Berat badan menurut tinggi badan pada persentil-50 pertumbuhan
Tabel 2. RDA untuk bayi dan anak.8
Pada skenario ini, anak memiliki panjang badan sebesar 62 cm. Apabila angka ini diplot
dan diproyeksikan, umur dimana panjang badan anak saat ini berada pada persentil-50 terdapat
pada 3 bulan. Sehingga kita akan menggunakan RDA untuk umur 0.0-0.5 tahun. Panjang badan
ideal anak juga perlu dicari, yaitu terletak pada persentil 50 untuk umur anak saat ini. Hasil pada
anak ini didapatkan panjang badan idealnya 68 cm. Lalu, setelah mencari panjang badan ideal,
berat badan ideal juga perlu dicari yang terletak pada persentil 50 berdasarkan panjang badan
ideal yang sudah dicari tadi. Hasil pada anak ini didapatkan berat badan idealnya 8 kg. Maka dari
itu, kita dapat menghitung kebutuhan kalori harian anak ini dengan mengalikan RDA kalori
untuk umur 0.0-0.5 tahun sebesar 108 kkal/kg dengan berat badan idealnya yaitu 8kg. Kebutuhan
kalori harian pada anak skenario adalah 864 kkal.
Perhatian khusus perlu diberikan pada bayi dan anak yang sakit karena kebutuhan zat gizi
mereka dapat berkurang atau bertambah tergantung beberapa faktor seperti faktor aktivitas dan
faktor stress. Dalam kasus bayi dan anak yang sakit, pemberian nutrisi secara berlebihan
(overfeeding) maupun kekurangan (underfeeding) dapat berakhir dengan terjadinya komplikasi-
komplikasi tertentu yang dapat berakibat fatal. Maka dari itu, kebutuhan nutrisi pasien harus
selalu diperhitungkan secara pasti agar tidak terjadi overfeeding atau underfeeding.8

Cara Pemberian dan Jenis Makanan


A. Cara pemberian makanan

Pemberian nutrisi secara oral ataupun enteral merupakan pilihan utama. Pada sebagian
besar pasien, pemberian nutrisi per oral merupakan cara yang biasanya dilaksanakan karena cari
ini merupakan pemberian gizi yang alamiah dan ideal. Dengan cara oral, pasien dapat diberikan
makanan dalam bentuk padat ataupun cair, bila pasien tidak dapat mengonsumsi makanan padat.
Apabila jalur per oral tidak memungkinkan atau tidak dapat memenuhi zat gizi secara lengkap,
dapat diperlakukan nutritional support (dukungan nutrisi) yaitu dengan pemberian nutrisi secara
enteral atau parenteral.7-8
Pemberian nutrisi secara enteral terindikasikan bila pemberian makanan per oral/keadaan
lambung tidak memungkinkan atau walaupun dengan fungsi usus yang baik, kebutuhan nutrisi
tidak dapat tercukupi. Cara enteral merupakan jalur pemberian yang lebih aman, lebih murah,
dan lebih praktis dibandingkan dengan pemberian nutrisi parenteral. Keuntungan lain dari nutrisi
enteral adalah bentuknya fisiologis dan komposisi zat gizinya lengkap. Kontraindikasi pemberian
makanan melalui saluran cerna ialah obstruksi saluran cerna, perdarahan saluran cerna serta tidak
berfungsinya saluran cerna. Untuk pemberian nutrisi enteral berjangka pendek, dapat dilakukan
melalui pipa nasogastrik, nasoduodenal, atau nasojejunal. Sementara, pemberian jangka panjang
dapat dilakukan dengan gastrostomi atau jejunostomi.7-8
Nutrisi secara parenteral dipertimbangkan bila nutrisi enteral tidak memungkinkan. Rute
pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan melalui akses perifer bila kurang dari 14 hari
(jangka pendek), atau akses sentral bila lebih dari 14 hari (jangka panjang).7-8
B. Jenis makanan

Pemberian makanan per oral perlu disesusaikan dengan usia dan kemampuan oromotor
pasien. Misalnya pada 0-6 bulan ASI dan/formula, 6 bulan – 1 tahun ASI dan/atau formula
ditambah makanan pendamping, 1 – 2 tahun makanan keluarga ditambah ASI dan/atau susu sapi
segar, dan di atas 2 tahun makanan keluarga.7, 10
Pemilihan formula enteral tergantung pada umur pasien, kebutuhan dan kondisi yang
mendasari, juga tergantung pada tipe ases enteral yang digunakan (gastrik atau jejunal). Jenis
sediaan makanan untuk enteral disesuaikan dengan fungsi gastrointestinal dan dapat dibagi
menjadi beberapa jenis, yaitu:7, 10
 Polimerik. Merupakan formula yang terbuat dari makronutrien intak yang
ditujukan untuk fungsi gastrointestinal yang normal. Formula terdiri atas
polipeptida, berbagai macam jenis karbohidrat, Polyunsaturated Fatty Acid
(PUFA), dan Medium Chain Triglyceride (MCT). Formula ini dilengkapi pula
degan vitamin, mineral, elektrolit, dan mikronutrien. Formula polimerik terbagi
menjadi formula standar yaitu 0.67 kkal dalam 1 ml susu dan formula padat kalori
yaitu 1kkal dalam 1 ml susu. Osmolalitas formula enteral dapat berkisar lebar
tergantung pada komposisi nutrien dan densitas kalori (200 – 750 mOsm/L)
 Oligomerik (elemental). Merupakan formula yang ditujukan untuk penyakit
gastrointestinal atau anak yang membutuhkan makanan lewat jejunostomi.
Formula ini terdiri atas glukosa polimer, protein terhidrolisat terutama asam
amino esensial yang lebih tinggi, dan juga MCT. Formula ini bebas laktosa dan
gluten serta rendah residu. Beban osmotik pada formula ini tinggi.
 Modular. Merupakan formula yang terbuat dari makronutrien tunggal.

Gambar 4. Algoritma pemilihan jenis


8
nutrisi enteral.
Pada pemberian makanan secara parenteral, usia, kebutuhan pasien, dan jalur akses vena
harus dipertimbangkan. Kebutuhan pasien tersebut meliputi kebutuhan cairan, energi, nutrien
makro, elektrolit, vitamin, dan osmolaritas cairan yang bergantung kepada usia, berat badan,
ataupun kondisi pasien. Vena yang akan diakses ditentukan oleh lama pemberian, kebutuhan
kalori, dan status nutrisi pasien.7

Pemantauan dan Evaluasi


Pemantauan dan evaluasi terhadap asuhan nutrisi anak mencakup pemantauan untuk
melihat penerimaan atau akseptabilitas makanan, dan reaksi simpang makanan (toleransi).
Reaksi simpang yang dapat terjadi pada pemberian secara enteral antara lain adalah
mual/muntah, konstipasi, atau diare. Pada pemberian gizi dengan cara parenteral, dapat terjadi
reaksi infeksi, metabolik, ataupun mekanis. Selain itu, perlu juga dilakukan pemantauan
efektivitas pemberian gizi berupa monitoring yaitu dengan melihat pertambahan berat badan
serta tinggi badan. Pada pasien yang dirawat inap, evaluasi dan monitoring dilakukan setiap hari,
dengan membedakan antara pemberian jalur oral/enteral dan parenteral. Pada pasien rawat jalan,
evaluasi dilakukan sesuai kebutuhan.7

Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik maka dapat disimpulkan bahwa
pasien anak pada skenario mengalami weight faltering atau gagal tumbuh. Hal-hal yang perlu
dilakukan untuk menunjang pasien pada skenario berupa 5 hal, yaitu melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik dengan baik dan lengkap, pemeriksaan status gizi anak dan intepretasinya,
menghitung kebutuhan kalori per harinya, menyelidiki cara pemberian dan jenis makanan yang
tepat, serta pemantauan untuk reaksi simpang dan evaluasi pertumbuhan berat badannya.

Daftar Pustaka
1. Lestari MU, Lubis G, Pertiwi D. Hubungan pemberian makanan pendamping asi (MP-
ASI) dengan status gizi anak usia 1 – 3 tahun di kota padang tahun 2012. Jurnal
Kesehatan Andalas, 2012:3(2):188-190
2. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.
Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak indonesia. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 2009. p. 75-7
3. Santoso M. Panduan anamnesis & pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: Biro Publikasi
Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2013. p. 2-10
4. Unit Kerja Koordinasi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Rekomendasi IDAI asuhan nutrisi pediatrik. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2011. p. 4
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.
6. Diunduh dari https://www.idai.or.id/professional-resources/growth-chart/kurva-
pertumbuhan-who pada tanggal 16 November 2020
7. Unit Kerja Koordinasi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Rekomendasi IDAI asuhan nutrisi pediatrik. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2011. p. 7-10
8. Sjarif DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS. Buku ajar nutrisi pediatrik dan penyakit
metabolik. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011. p. 39-45
9. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.
Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak indonesia. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 2009. p. 15-16.
10. Sjarif DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS. Buku ajar nutrisi pediatrik dan penyakit
metabolik. Jilid I. Jakarta: badan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia; 2011. p. 58-9

Anda mungkin juga menyukai