Makalah Kelompok 9
Makalah Kelompok 9
OLEH :
1. Meldawati Sitanggang
DIII KEPERAWATAN
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan. Makalah ini yang berjudul “Menurunkan Resiko Cedera Akibat Jatuh
Kaperawatan Kesehatan Di Rumah Sakit”.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Penulis
Kelompok 9
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
a. Defenisi
Bed making adalah Tindakan mengganti alat tenun kotor dengan alat
tenun yang bersih pada tempat tidur klien dengan klien di atas tempat tidur
& pada tempat tidur kosong (Rabiah, 2011)
c. Indikasi
Setelah pembedahan
Imobilitasi
Mendapatkan perawatan intensif atau perawatan dengan
ketergantungan tinggi
Untuk memenuhi kebutuhan hygiene pasien
7. Saat membasuh dada, tangan dan perut, letak perlak adalah di bawah
tangan dan sedikit tertindih badan. Pada proses ini privasi klien
anggota bagian bawah harus tetap terjaga.
10. Saat membasuh punggung, klien diposisikan miring kanan atau ke kiri.
Memposisikan seperti ini selain bertujuan untuk membasuh juga
sebagai kesempatan bagi klien dalam upaya latihan mobilisasi.
11. Pada saat memandikan ini, juga bisa dilakukan untuk mengganti baju
pasien.
2. Cuci tangan.
a. Bantulah pasien untuk bergerak ke sisi tempat tidur yang dekat dengan
anda. Mulailah dengan yang terjauh dari anda.
b. Lipat handuk wajah di tepi atas selimut mandi agar tetap kering. Pakai
sarung tangan jika perlu.
a. Basahi washcloth.
b. Basuh mata pasien, gunakan ujung handuk yang berbe.
c. Usap dari dalam keluar.
d. Jangan menggunakan sabun dekat mata.
e. Jangan menggunakan sabun pada wajah kecuali permintaan
pasien.
b. Basuh dan bilas wajah, telinga dan lehernya dengan baik, gunakan
handuk untuk mengeringkannya.
c. Buka lengan pasien dari yang terjauh. Tutupi ranjang dengan handuk
mandi yang diletakkan di bawah lengan.
b. Ulangi untuk tungkai dan kaki yang lain. Angkat baskom dari tempat
tidur sebelum mengeringkan tungkai dan kaki.
c. Lakukan perawatan kuku jika perlu. Usapkan lotion pada kaki pasien
yang berkulit kering.
3. Indikasi
Menurut (Widyawati & Cahyanti, 2010) anak yang di berikan terapi tepid
sponge adalah anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh di atas
normal yaitu lebih dari 37,5oC.
4. Kontraindikasi
Kontraindikasi pada terapi tepid sponge (Widyawati & Cahyanti, 2010)
adalah:
Tidak ada luka pada daerah pemberian terapi tepid sponge
Tidak diberikan pada neonates
5. Prosedur
Di bawah ini adalah prosedur pemberian terapi tepid sponge menurut (Kholid,
2013) sebagai berikut:
a. Persiapan Alat :
Bangkok
Air hangat dengan suhu 37̊C
Thermometer mandi
Waslap besar
Handuk berukuran sedang
Pengalas mandi
Selimut mandi
Etil alcohol (k/p)
Thermometer
Sarung tangan bersih
Persiapan klien dan lingkungan:
Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
Jaga privasi klien
Beri klien posisi supine di tempat tidur
b. Langkah-langkah :
Mencuci tangan
Memasang sarung tangan bersih
Bantu klien melepas pakainnya
Tempatkn alas mandi dibawah punggung klien
Pasang selimut mandi diarea tubuh yang tidak dilakukan tepid water
sponge
Cek kembali temperature air, rendam waslap dan handuk diperas
Pasang waslap basah di bawah aksila dan selangkangan paha (karena
terdapat pembuluh darah besar) serta pasang pula handuk dibagian
tubuh anterior agar terjadi perpindahan panas dengan cara konduksi,
jika gunakan bak mandi “tub” rendam klien selama 20-30 menit
Ganti waslap dan handuk tiap 5 menit
Jika sudah selesai keringkan bagian tubuh klien
Ukur kembali nadi dan temperature badan klien, observasi kembali
respon klien terhadap terapi
Lanjutkan kembali tepid water spoongeini dibagian tubuh posterior
selama 3-5 menit. Kaji kembali nadi dan temperature setiap 15 menit
Hentikan tindakan jika suhu tubuh klien sudah kembali dalam batas
normal jika suhu turun di bawah batas normal tindakan tidak
dilanjutkan
Keringkan seluruh tubuh dan bantu klien memakai pakaian
Alat-alat dan pasien dirapikan, ganti linen jika basah
Lepaskan sarung tangan
Cuci tangan
Dokumentasikan prosedur.
2.3.9 Prosedur restraint pasien di tempat tidur.
1. Pengertian
Restrain adalah terapi dengan alat – alat mekanik atau manual untuk
membatasi mobilitas fisik klien, dilakukan pada kondisi khusus,
merupakan intervensi yang terakhir jika perilaku klien sudah tidak dapat
diatasi atau di kontrol dengan strategi perilaku maupun modifikasi
lingkungan (Widyodinigrat. R, 2009).
2. Jenis – Jenis Restrain
Camisole (Jaket Pengekang)
Manset / tali untuk pergelangan tangan dan kaki
3. Tujuan Pemasangan Restrain
Menghindari hal – hal yang membahayakan pasien selama pemberian
asuhan keperawatan
Memberi perlindungan kepada pasien dari kecelakaan (jatuh dari
tempat tidur)
Memenuhi kebutuhan pasien akan keselamatan dan rasa aman (safety
and security needs)
4. Sasaran Pemasangan Restrain
Pasien dengan penurunan kesadaran disertai gelisah
Pasien dengan indikasi gangguan kejiwaan (gaduh gelisah)
5. Persiapan Alat
Pilihlah restrain yang cocok sesuai kebutuhan
Bantalan pelindung kulit/ tulang
6. Persiapan Pasien
Kaji keadaan pasien untuk menentukan jenis restrain sesuai keperluan
7. Cara Kerja
Perawat cuci tangan
Gunakan sarung tangan
Gunakan bantalan pada ekstremitas klien sebelum dipasang restrain
Ikatkan restrain pada ekstremitas yang dimaksud
Longgarkan restrain setiap 4 jam selama 30 menit
Kaji kemungkinan adanya luka setiap 4 jam (observasi warna kulit
dan denyut nadi pada ekstremitas)
Catat keadaan klien sebelum dan sesudah pemasangan restrain
2.3.10 Proses assesmen/penilain pasien kritis di IGD Rumah Saklit.
Asesmen gawat darurat merupakan asesmen medis yang dilakukan terhadap
pasien dengan kondisi gawat darurat (emergensi). Asesmen gawat darurat
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Primary Survey
a. Penilaian tahap primary survey, meliputi :
A = Airway adalah mempertahankan jalan napas dengan teknik
manual atau menggunakan slat bantu. Tindakan ini mungkin
akan banyak memanipulasi leher sehingga harts diperhatikan
untuk menjaga stabilitas tulang leher (cervical spine control).
B = Breathing adalah menjaga pemafasankentilasi dapat berlangsung
dengan baik.
C = Circulation adalah mempertahankan sirkulasi bersama
dengan tindakan untuk menghentikan perdarahan (hemorrhage
control).
D = Disability adalah pemeriksaan untuk mendapatkan kemungkinan
adanya gangguan neurologic.
E = Exposure/environmental control adalah pemeriksaan pada seluruh
tubuh penderita untuk melihat jejas atau tanda-tanda kegawatan yang
mungkin tidak terlihat dengan menjaga supaya tidak terjadi
hipotermi.
Selama primary survey, keadaan yang mengancam nyawa harus
dikenali, dan resusitasinva dilakukan pada saat itu juga.
Prioritas penanganan untuk pasien usia muda maupun usia
lanjut adalah sama. Salah satu perbedaannya adalah bahwa pada usia
muda ukuran organ relatif lebih kecil, dan fungsinya belum
berkembang secara maksimal.
Pada ibu hamil prioritas tetap sama, hanya saja proses kehamilan
membuat proses fisiologis berubah karena adanya janin.
Pada orang tua, Karena proses penuaan fungsi tubuh menjadi lebih
rentan terhadap trauma karena berkurangnya daya adaptasi tubuh
b. Anamnesa
Anamnesa yang dilakukan merupakan anamnesa singkat, cepat, dan
tepat (disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi pasien).
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik untuk pasien emergensi menggunakan penilaian
sebagai berikut :
1. A = Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal (cervical
spine control)
Penilaian :
Mengenal patensi airway.
Penilaian cepat akan adanya obstruks
2. B = Breathing dan Ventilasi
Penilaian :
Buka leher dan dada sambil menjaga imobilisasi leher dan
kepala.
Tentukan laju dan dalamnya pemafasan.
Inspeksi dan palpasi leher dan. toraks untuk
adanya deviasi trakea, ekspansi toraks simeteris atau tidak
simetris, pemakaian otot tambahan, dan tandatanda cedera
Perkusi toraks untuk menentukan redup atau hipersonor.
Auskultasi toraks bilateral
3. Circulation engan control perdarahan
Penilaian :
Dapat mengetahui sumber perdarahan ekstemal yang fatal.
Mengetahui sumber perdarahan internal.
Nadi : Kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoxus.
Warna kulit.
Tekanan darah (bila ada waktu).
4. Disability (Neurologic Evaluation)
Penilaian :
Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS.
Nilai pupil untuk besarnya, isokor dan reaksi
5. Exposure/Environment
Buka pakaian pasien tetapi cegah hipotermia
BAB lll
PENETUP
3.1 KESIMPULAN
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut
meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan
dapat mencegah terjadinya cedera yan disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan. Salah satu cedera yang paling sering terjadi di
rumah sakit adalah akibat jatuh.
Langkah pencegahan pasien resiko jatuh antara lain mengupayakan
untuk menganjurkan pasien untuk meminta bantuan yang diperlukan,
menggunakan alas kaki anti slip, menyediakan kursi roda yang terkunci di
samping tempat tidur pasien, memastikan bahwa jalur ke kamar kecil
bebas dari hambatan dan terang, memastikan lorong bebas hambatan,
menempatkan alat bantu seperti walker/tongkat dalam jangkauan pasien,
memasang bedside rel, mengevaluasi kursi dan tinggi tempat tidur dan
mempertimbangkan efek puncak obat yang diresepkan yang
mempengaruhi tingkat kesadaran, mengamati lingkungan untuk kondisi
berpotensi tidak aman dan segera laporkan untuk perbaikan, jangan
membiarkan pasien beresiko jatuh tanpa pengawasan saat di daerah
diagnostik atau terapi, memastikan pasien yang diangkut dengan
brandcard/tempat tidur, posisi bedside rel dalam keadaan terpasang,
menginformasikan dan mendidik pasien dan /atau anggota keluarga
mengenai rencana perawatan untuk mencegah jatuh, berkolaborasi dengan
pasien atau keluarga untuk memberikan bantuan yang dibutuhkan.
3.2 SARAN
Diharapkan dengan wawasan seperti ini tenaga medis maupun non
medis dapat lebih peduli terhadap keselamatan pasien yang merupakan
prioritas dalam pelayanan di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul hidayat, A. Aziz. 2006. Pengantar kebutuhan dasar manusia jilid 1. Salemba
medika: jakarta(5/10/2016-8.10)