Klasifikasi PUA
Berdasarkan International Federation of Gynecology and
Obstetrics (FIGO), terdapat sembilan kategori utama yang disusun sesuai
dengan akronim “PALM-COEIN” yakni; polip, adenomiosis, leiomioma,
malignancy and hyperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction,
endometrial, iatrogenik dan not yet classified.
Kelompok “PALM” merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai
dengan berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi.
Kelompok COEIN merupakan kelainan non struktur yang tidak dapat
dinilai dengan teknik pencitraan atau histopatologi.
1) Polip (PUA-P)
Definisi: Pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus,
baik bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari
stroma dan kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel
endometrium. Biasanya terjadi pada fundus dan dapat melekat dengan
adanya tangkai yang ramping (bertangkai) atau dasar yang lebar (tidak
bertangkai). Kadang-kadang polip prolaps melalui serviks.
Gejala:
o Polip biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula
meyebabkan PUA, paling umum berupa perdarahan banyak
dan di luar siklus atau perdarahan bercak ringan pasca
menopause.
o Lesi umumnya jinak, namun sebagian atipik atau ganas.
Diagnostik:
o Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG dan
atau histeroskopi, dengan atau tanpa hasil histopatologi.
o Histopatologi pertumbuhan eksesif lokal dari kelenjar dan
stroma endometrium yang memiliki vaskularisasi dan dilapisi
oleh epitel endometrium.
Terapi:
o Eksisi, namun cenderung berulang.
o Untuk terapi definitif dapat dilakukan histerektomi, namun
jarang dilakukan untuk polip endometrium yang jinak.
2) Adenomiosis (PUA-A)
Definisi: Dijumpainya jaringan stroma dan kelenjar endometrium
ektopik pada lapisan miometrium.
Gejala:
o Nyeri haid, nyeri saat senggama, nyeri menjelang atau sesudah
haid, nyeri saat buang air besar, atau atau nyeri pelvik kronik.
o Gejala nyeri tersebut di atas dapat disertai dengan perdarahan
uterus abnormal berupa perdarahan banyak yang terjadi dalam
siklus.
Diagnostik:
o Pemeriksaan Fisik:
Fundus uteri membesar secara difus.
Adanya daerah adenomiosis yang melunak, dapat
diamati tepat sebelum atau selama permulaan
menstruasi.
o Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalam jaringan
endometrium pada hasil histopatologi. Hasil histopatologi
menunjukkan dijumpainya kelenjar dan stroma endometrium
etopik pada jaringan miometrium.
o Adenomiosis dimasukkan dalam sistem klasifikasi berdasarkan
penelitian MRI dan USG. Mengingat terbatasnya fasilitas MRI,
pemeriksaan USG cukup untuk mendiagnosis adenomiosis.
Hasil USG menunjukkan jaringan endometrium heteropik pada
miometrium dan sebagian berhubungan dengan adanya
hipertrofi miometrium.
Diagnosis banding
o Kehamilan.
o Leiomioma submukosa.
o Hipertrofi uteri idiopatik.
o Karsinoma endometrium.
Terapi:
o Simptomatik: diberikan jika masih ingin mempertahankan
kemampuan untuk memiliki anak.
o Reseksi.
o Terapi kuratif: histerektomi.
3) Leiomioma (PUA-L)
Definisi: pertumbuhan jinak otot polos uterus pada lapisan
miometrium.
Jenis berdasarkan lapisan uterus tempat tumbuhnya:
o Submukosa
o Intramural
o Subserosa.
Mioma submukosa dan subserosa ada yang bertangkai
(pedunculated). Mioma submukosa bertangkai seringkali sampai
keluar melewati ostium uteri eksternum yang disebut sebagai mioma
lahir (myoom geburt).
Gejala:
o Perdarahan uterus abnormal berupa pemanjangan periode,
ditandai oleh perdarahan menstruasi yang banyak dan/atau
menggumpal, dalam dan di luar siklus.
o Pembesaran rahim (bisa simetris ataupun berbenjol-benjol).
o Seringkali membesar saat kehamilan.
o Penekanan terhadap organ sekitar uterus, atau benjolan pada
dinding abdomen.
o Nyeri dan/atau tekanan di dalam atau sekitar daerah panggul.
o Peningkatan frekuensi berkemih atau inkontinensia.
Diagnosis Banding:
o Kehamilan.
o Adenomiosis.
o Karsinoma uteri.
Pemeriksaan Penunjang:
o Darah lengkap dan urine lengkap.
o Tes kehamilan.
o Dilatasi dan kuretase pada penderita yang disertai perdarahan
untuk menyingkirkan kemungkinan patologi lain pada rahim
(hyperplasia atau adenokarsinoma endometrium).
o USG.
Terapi:
1. Observasi: jika uterus diameternya kurang dari ukuran uterus pada
masa kehamilan 12 minggu tanpa disertai penyulit.
2. Ekstirpasi: biasanya untuk mioma submukosa bertangkai atau
mioma lahir/geburt, umumnya dilanjutkan dengan tindakan
dilatasi dan kuretase.
3. Laparotomi miomektomi: bila fungsi reproduksi masih diperlukan
dan secara teknis memungkinan untuk dilakukan tidakan tersebut.
Biasanya untuk mioma intramural, subserosa, dan subserosa
bertangkai, tindakan tersebut telah cukup memadai.
4. Laparotomi histerektomi:
Bila fungsi reproduksi tak diperlukan lagi,
Pertumbuhan tumor sangat cepat.
Sebagai tindakan hemostatis, yakni dimana terjadi perdarahan
terus menerus dan banyak serta tidak membaik dengan
pengobatan.
7) Endometrial (PUA-E)
Definisi: Gangguan hemostatis local endometrium yang memiliki
kaitan erat dengan terjadinya perdarahan uterus.
Gejala: perdarahan uterus abnormal.
Diagnostik:
o Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan
dengan siklus haid teratur.
o Penyebab perdarahan pada kelompok ini adalah gangguan
hemostatis local endometrium.
o Adanya penurunan produksi faktor yang terkait vasokonstriksi
seperti endothelin-1 dan prostaglandin F2α serta peningkatan
aktivitas fibrinolisis.
o Gejala lain kelompok ini adalah perdarahan tengaha atau
perdarahan yang berlanjut akibat gangguan hemostatis local
endometrium.
o Diagnosis PUA-E ditegakkan setelah menyingkirkan gangguan
lain pada siklus haid yang berovulasi.
8) Latrogenik (PUA-I)
Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi
medis seperti penggunaan estrogen, progesterin, atau AKDR.
Perdarahan haid di luar jadwal yang terjadi akibat penggunaan
estrogen atau progestin dimasukkan dalam istilah perdarahan sela atau
breakthrough bleeding (BTB).
Perdarahan sela terjadi karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam
sirkulasi yang dapat disebabkan oleh sebagai berikut:
o Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi’
o Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin
o Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan
pengguna anti koagulan (warfarin, heparin, dan low molecular
weight heparin) dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C.
Tabel Penapisan klinis pasien dengan perdarahan haid banyak karena kelainan
hemostatis
Tabel Diagnosis banding PUA
2. Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan
hemodinamik.
Pastikan bahwa perdarahan berasal dari kanalis servikalis dan tidak
berhubungan dengan kehamilan.
Pemeriksaan indeks massa tubuh, tanda tanda hiperandrogen, pembesaran
kelenjar tiroid atau manifestasi hipotiroid/hipertiroid, galaktorea
(hiperprolaktinemia), gangguan lapang pandang (adenoma hipofisis),
purpura dan ekimosis wajib diperiksa.
Penilaian Miometrium
Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya mioma uteri atau
adenomiosis.
Miometrium dinilai menggunakan USG (transvaginal, transrektal dan
abdominal), SIS, histeroskopi atau MRI.
Pemeriksaan adenomiosis menggunakan MRI lebih unggul dibandingkan
USG transvaginal.
5.Pemeriksaan Penunjang
aPTT, fibrinogen,
D-dimer)
SIS SIS
Doppler
D&K Histeroskopi
Endometrial sampling
(hysteroscopy guided)
patologi Kolposkopi
Keterangan:
aPTT = activated partial tromboplastin time, BT-CT = bleeding time-clotting
time,
DHEAS = dehidroepiandrosterone sulfat, D&K = dilatasi dan kuretase, FT4 =
free T4,
Hb = hemoglobin, PT = protrombin time, TSH = thyroid stimulating hormone,
USG =
ultrasonografi, SIS = saline infusion sonography, IVA = inspeksi visual asam
asetat
6. Penatalaksanaan
1. Perdarahan uterus abnormal akut
1. Jika perdarahan aktif dan banyak disertai dengan gangguan hemodinamik
dan atau Hb < 10 g/dl perlu dilakukan rawat inap.
2. Jika hemodinamik stabil, cukup rawat jalan.
3. Pasien rawat inap, berikan infus cairan kristaloid, oksigen 2 liter/menit dan
transfusi darah jika Hb < 7 g/dl, untuk perbaikan hemodinamik.
4. Stop perdarahan dengan estrogen ekuin konyugasi (EEK) 2.5 mg per oral
setiap 4-6 jam, ditambah prometasin 25 mg peroral atau injeksi IM setiap 4-
6 jam (untuk mengatasi mual). Asam traneksamat 3 x 1 gram atau anti
inflamasi non-steroid 3 x 500 mg diberikan bersama EEK. Untuk pasien
dirawat, dapat dipasang balon kateter foley no. 10 ke dalam uterus dan diisi
cairan kurang lebih 15 ml, dipertahankan 12-24 jam.
5. Jika perdarahan tidak berhenti dalam 12-24 jam lakukan dilatasi dan
kuretase (D&K).
6. Jika perdarahan berhenti dalam 24 jam, lanjutkan dengan kontrasepsi oral
kombinasi (KOK) 4 kali 1 tablet perhari (4 hari), 3 kali 1 tablet perhari (3
hari), 2 kali 1 tablet perhari (2 hari) dan 1 kali 1 tablet sehari (3 minggu),
kemudian stop 1 minggu, dilanjutkan KOK siklik 3 minggu dengan jeda 1
minggu sebanyak 3 siklus atau Levonorgestrel Intrauterine System (LNG-
IUS).
7. Jika terdapat kontraindikasi KOK, berikan medroksi progesteron asetat
(MPA) 10 mg perhari (7 hari), siklik, selama 3 bulan.
8. Untuk riwayat perdarahan berulang sebelumnya, injeksi gonadotropin-
releasing hormone (GnRH) agonis dapat diberikan bersamaan dengan
pemberian KOK untuk stop perdarahan. GnRH diberikan 2-3 siklus dengan
interval 4 minggu.
9. Ketika hemodinamik pasien stabil, perlu upaya diagnostik untuk mencari
penyebab perdarahan. Lakukan pemeriksaan USG transvaginal
(TV)/transrektal (TR), periksa darah perifer lengkap (DPL), hitung
trombosit, prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin
time (aPTT) dan thyroid stimulating hormone (TSH). Saline-infused
sonohysterogram (SIS) dapat dilakukan jika endometrium yang terlihat
tebal, untuk melihat adanya polip endometrium atau mioma submukosum.
Jika perlu dapat dilakukan pemeriksaan histeroskopi “office”.
10. Jika terapi medikamentosa tidak berhasil atau ada kelainan organik, maka
dapat dilakukan terapi pembedahan seperti ablasi endometrium ,
miomektomi, polipektomi, histerektomi.
Tabel Panduan Investigasi Perdarahan Uterus Abnormal Akut dan Banyak
2. Perdarahan uterus abnormal kronik
Jika dari anamnesis yang terstruktur ditemukan bahwa pasien mengalami satu
atau lebih kondisi perdarahan yang lama dan tidak dapat diramalkan dalam 3
bulan terakhir.
Pemeriksaan fisik berikut dengan evaluasi rahim, pemeriksaan darah perifer
lengkap wajib dilakukan.
Pastikan fungsi ovulasi dari pasien tersebut.
Tanyakan pada pasien adakah penggunaan obat tertentu yang dapat memicu
PUA dan lakukan pula pemeriksaan penyakit koagulopati bawaan jika terdapat
indikasi.
Pastikan apakah pasien masih menginginkan keturunan.
Anamnesis dilakukan untuk menilai ovulasi, kelainan sistemik, dan
penggunaan obat-obatan yang mempengaruhi kejadian PUA. Keinginan pasien
untuk memiliki keturunan dapat menentukan penanganan selanjutnya.
Pemeriksaan tambahan meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap,
pemeriksaan untuk menilai gangguan ovulasi (fungsi tiroid, prolaktin, dan
androgen serum) serta pemeriksaan hemostasis.