Anda di halaman 1dari 16

A.

Perdarahan Uterus Abnormal (PUA)


Definisi
Perdarahan uterus abnormal (PUA) meliputi semua kelainan haid baik
dalam hal jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa
perdarahan banyak, sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak
beraturan.
Etiologi
Terminologi menoragia saat ini diganti dengan perdarahan haid
banyak atau heavy menstrual bleeding (HMB) sedangkan perdarahan
uterus abnormal yang disebabkan faktor koagulopati, gangguan hemostatis
lokal endometrium dan gangguan ovulasi merupakan kelainan yang
sebelumnya termasuk dalam perdarahan uterus disfungsional (PUD).

Tabel Terminologi pola perdarahan uterus


Tabel Pembagian PUA
1. Perdarahan uterus abnormal akut
Perdarahan haid yang banyak sehingga perlu dilakukan
penanganan yang cepat untuk mencegah kehilangan darah. Perdarahan
uterus abnormal akut dapat terjadi pada kondisi PUA kronik atau tanpa
riwayat sebelumnya.
2. Perdarahan uterus abnormal kronik
Merupakan terminologi untuk perdarahan uterus abnormal
yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak
memerlukan penanganan yang cepat dibandingkan PUA akut.

3. Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding) 


Perdarahan haid yang terjadi di antara 2 siklus haid yang
teratur. Perdarahan dapat terjadi kapan saja atau dapat juga terjadi di
waktu yang sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan untuk
menggantikan terminologi metroragia.

Klasifikasi PUA
Berdasarkan International Federation of Gynecology and
Obstetrics (FIGO), terdapat sembilan kategori utama yang disusun sesuai
dengan akronim “PALM-COEIN” yakni; polip, adenomiosis, leiomioma,
malignancy and hyperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction,
endometrial, iatrogenik dan not yet classified.
Kelompok “PALM” merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai
dengan berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi.
Kelompok COEIN merupakan kelainan non struktur yang tidak dapat
dinilai dengan teknik pencitraan atau histopatologi.

Klasifikasi PUA berdasarkan FIGO.

1) Polip (PUA-P)
 Definisi: Pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus,
baik bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari
stroma dan kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel
endometrium. Biasanya terjadi pada fundus dan dapat melekat dengan
adanya tangkai yang ramping (bertangkai) atau dasar yang lebar (tidak
bertangkai). Kadang-kadang polip prolaps melalui serviks.
 Gejala:
o Polip biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula
meyebabkan PUA, paling umum berupa perdarahan banyak
dan di luar siklus atau perdarahan bercak ringan pasca
menopause.
o Lesi umumnya jinak, namun sebagian atipik atau ganas.
 Diagnostik:
o Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG dan
atau histeroskopi, dengan atau tanpa hasil histopatologi.
o Histopatologi pertumbuhan eksesif lokal dari kelenjar dan
stroma endometrium yang memiliki vaskularisasi dan dilapisi
oleh epitel endometrium.
 Terapi:
o Eksisi, namun cenderung berulang.
o Untuk terapi definitif dapat dilakukan histerektomi, namun
jarang dilakukan untuk polip endometrium yang jinak.

2) Adenomiosis (PUA-A)
 Definisi: Dijumpainya jaringan stroma dan kelenjar endometrium
ektopik pada lapisan miometrium.
 Gejala:
o Nyeri haid, nyeri saat senggama, nyeri menjelang atau sesudah
haid, nyeri saat buang air besar, atau atau nyeri pelvik kronik.
o Gejala nyeri tersebut di atas dapat disertai dengan perdarahan
uterus abnormal berupa perdarahan banyak yang terjadi dalam
siklus.
 Diagnostik:
o Pemeriksaan Fisik:
 Fundus uteri membesar secara difus.
 Adanya daerah adenomiosis yang melunak, dapat
diamati tepat sebelum atau selama permulaan
menstruasi.
o Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalam jaringan
endometrium pada hasil histopatologi. Hasil histopatologi
menunjukkan dijumpainya kelenjar dan stroma endometrium
etopik pada jaringan miometrium.
o Adenomiosis dimasukkan dalam sistem klasifikasi berdasarkan
penelitian MRI dan USG. Mengingat terbatasnya fasilitas MRI,
pemeriksaan USG cukup untuk mendiagnosis adenomiosis.
Hasil USG menunjukkan jaringan endometrium heteropik pada
miometrium dan sebagian berhubungan dengan adanya
hipertrofi miometrium.
 Diagnosis banding
o Kehamilan.
o Leiomioma submukosa.
o Hipertrofi uteri idiopatik.
o Karsinoma endometrium.
 Terapi:
o Simptomatik: diberikan jika masih ingin mempertahankan
kemampuan untuk memiliki anak.
o Reseksi.
o Terapi kuratif: histerektomi.

3) Leiomioma (PUA-L)
 Definisi: pertumbuhan jinak otot polos uterus pada lapisan
miometrium.
 Jenis berdasarkan lapisan uterus tempat tumbuhnya:
o Submukosa
o Intramural
o Subserosa.
Mioma submukosa dan subserosa ada yang bertangkai
(pedunculated). Mioma submukosa bertangkai seringkali sampai
keluar melewati ostium uteri eksternum yang disebut sebagai mioma
lahir (myoom geburt).

 Gejala:
o Perdarahan uterus abnormal berupa pemanjangan periode,
ditandai oleh perdarahan menstruasi yang banyak dan/atau
menggumpal, dalam dan di luar siklus.
o Pembesaran rahim (bisa simetris ataupun berbenjol-benjol).
o Seringkali membesar saat kehamilan.
o Penekanan terhadap organ sekitar uterus, atau benjolan pada
dinding abdomen.
o Nyeri dan/atau tekanan di dalam atau sekitar daerah panggul.
o Peningkatan frekuensi berkemih atau inkontinensia.
 Diagnosis Banding:
o Kehamilan.
o Adenomiosis.
o Karsinoma uteri.
 Pemeriksaan Penunjang:
o Darah lengkap dan urine lengkap.
o Tes kehamilan.
o Dilatasi dan kuretase pada penderita yang disertai perdarahan
untuk menyingkirkan kemungkinan patologi lain pada rahim
(hyperplasia atau adenokarsinoma endometrium).
o USG.

 Terapi:
1. Observasi: jika uterus diameternya kurang dari ukuran uterus pada
masa kehamilan 12 minggu tanpa disertai penyulit.
2. Ekstirpasi: biasanya untuk mioma submukosa bertangkai atau
mioma lahir/geburt, umumnya dilanjutkan dengan tindakan
dilatasi dan kuretase.
3. Laparotomi miomektomi: bila fungsi reproduksi masih diperlukan
dan secara teknis memungkinan untuk dilakukan tidakan tersebut.
Biasanya untuk mioma intramural, subserosa, dan subserosa
bertangkai, tindakan tersebut telah cukup memadai.
4. Laparotomi histerektomi:
 Bila fungsi reproduksi tak diperlukan lagi,
 Pertumbuhan tumor sangat cepat.
 Sebagai tindakan hemostatis, yakni dimana terjadi perdarahan
terus menerus dan banyak serta tidak membaik dengan
pengobatan.

4) Malignancy and hyperplasia (PUA-M)


 Definisi: pertumbuhan hiperplastik atau pertumbuhan ganas dari
lapisan endometrium.
 Gejala: perdarahan uterus abnormal.
 Diagnostik:
o Meskipun jarang ditemukan, namun hyperplasia atipik dan
keganasan merupakan penyebab penting PUA.
o Klasifikasi keganasan dari hiperplasia menggunakan system
klasifikasi FIGO dan WHO.
o Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
histopatologi.
5) Coagulopathy (PUA-C)
 Definisi: gangguan hemostatis sistemik yang berdampak terhadap
perdarahan uterus.
 Gejala: perdarahan uterus abnormal
 Diagnostik:
o Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostatik
sistemik yang terkait dengan PUA.
o 13% perempuan dengan perdarahan haid banyak memiliki
kelainan hemostatis sistemik, dan yang paling sering
ditemukan adalah penyakit von Willebrand.
6) Ovulatory Disfunction (PUA-O)
 Definisi: kegagalan ovulasi yang menyebabkan terjadinya perdarahan
uterus.
 Gejala: perdarahan uterus abnormal.
 Diagnostik:
o Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA
dengan manifestasi perdarahan yang sulit diramalkan dan
jumlah darah yang bervariasi.
o Dahulu termasuk dalam criteria perdarahan uterus
disfungsional (PUD).
o Gejala bervariasi mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan
jarang, hingga perdarahan haid banyak.
o Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh sindrom ovarium
polikistik (SOPK), hiperprolaktinemia, hipotiroid, obesitas,
penurunan berat badan, anoreksia, atau olahraga berat yang
berlebihan.

7) Endometrial (PUA-E)
 Definisi: Gangguan hemostatis local endometrium yang memiliki
kaitan erat dengan terjadinya perdarahan uterus.
 Gejala: perdarahan uterus abnormal.
 Diagnostik:
o Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan
dengan siklus haid teratur.
o Penyebab perdarahan pada kelompok ini adalah gangguan
hemostatis local endometrium.
o Adanya penurunan produksi faktor yang terkait vasokonstriksi
seperti endothelin-1 dan prostaglandin F2α serta peningkatan
aktivitas fibrinolisis.
o Gejala lain kelompok ini adalah perdarahan tengaha atau
perdarahan yang berlanjut akibat gangguan hemostatis local
endometrium.
o Diagnosis PUA-E ditegakkan setelah menyingkirkan gangguan
lain pada siklus haid yang berovulasi.

8) Latrogenik (PUA-I)
 Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi
medis seperti penggunaan estrogen, progesterin, atau AKDR.
 Perdarahan haid di luar jadwal yang terjadi akibat penggunaan
estrogen atau progestin dimasukkan dalam istilah perdarahan sela atau
breakthrough bleeding (BTB).
 Perdarahan sela terjadi karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam
sirkulasi yang dapat disebabkan oleh sebagai berikut:
o Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi’
o Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin
o Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan
pengguna anti koagulan (warfarin, heparin, dan low molecular
weight heparin) dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C.

9) Not yet classified (PUA-N)


 Kategori ini dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit
dimasukkan dalam klasifikasi.
 Kelainan yang termasuk dalam kelompok ini adalah endometritis
kronik atau malformasi arteri-vena.
 Kelainan tersebut masih belum jelas kaitannya dengan PUA.
Diagnosis Perdarahan Uterus Abnormal
1.    Anamnesis
 Anamnesis dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya faktor risiko
kelainan tiroid, penambahan dan penurunan BB yang drastis, serta riwayat
kelainan hemostasis pada pasien dan keluarganya. Perlu ditanyakan siklus
haid sebelumnya serta waktu mulai terjadinya perdarahan uterus
abnormal.
 Prevalensi penyakit von Willebrand pada perempuan perdarahan haid rata-
rata meningkat 10% dibandingkan populasi normal. Karena itu perlu
dilakukan pertanyaan untuk mengidentifikasi penyakit von Willebrand.
 Pada perempuan pengguna pil kontrasepsi perlu ditanyakan tingkat
kepatuhannya dan obat-obat lain yang diperkirakan mengganggu
koagulasi.
 Anamnesis terstruktur dapat digunakan sebagai penapis gangguan
hemostasis dengan sensitivitas 90%.  Perlu dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut pada perempuan dengan hasil penapisan positif.

Tabel Penapisan klinis pasien dengan perdarahan haid banyak karena kelainan
hemostatis
Tabel Diagnosis banding PUA
2.    Pemeriksaan Umum
 Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan
hemodinamik.
 Pastikan bahwa perdarahan berasal dari kanalis servikalis dan tidak
berhubungan dengan kehamilan.
 Pemeriksaan indeks massa tubuh, tanda tanda hiperandrogen, pembesaran
kelenjar tiroid atau manifestasi hipotiroid/hipertiroid, galaktorea
(hiperprolaktinemia), gangguan lapang pandang (adenoma hipofisis),
purpura dan ekimosis wajib diperiksa.

3.     Pemeriksaan Ginekologi


 Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan
pap smear.
 Harus disingkirkan pula kemungkinan adanya mioma uteri, polip,
hiperplasia endometrium atau keganasan.
  Penilaian Ovulasi
 Siklus haid yang berovulasi berkisar 22-35 hari.
 Jenis perdarahan PUA-O bersifat ireguler dan sering diselingi amenorea.
 Konfirmasi ovulasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan progesteron
serum fase luteal atau USG transvaginal bila diperlukan.
Penilaian Endometrium
 Pengambilan sampel endometrium tidak harus dilakukan pada semua
pasien PUA. Pengambilan sampel endometrium hanya dilakukan pada:
o Perempuan umur > 45 tahun
o Terdapat faktor risiko genetik
 USG transvaginal menggambarkan penebalan endometrium kompleks
yang merupakan faktor risiko hiperplasia atipik atau kanker endometrium
 Terdapat faktor risiko diabetes mellitus, hipertensi, obesitas, nulipara
 Perempuan dengan riwayat keluarga nonpolyposis colorectal
cancer memiliki risiko kanker endometrium sebesar 60% dengan  rerata
umur saat diagnosis antara 48-50 tahun
 Pengambilan sampel endometrium perlu dilakukan pada perdarahan uterus
abnormal yang menetap (tidak respons terhadap pengobatan).

Penilaian Kavum Uteri


 Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya polip endometrium atau
mioma uteri submukosum.
 USG transvaginal merupakan alat penapis yang tepat dan harus dilakukan
pada pemeriksaan awal PUA.
 Bila dicurigai terdapat polip endometrium atau mioma uteri submukosum
disarankan untuk melakukan Saline Infusion Sonography (SIS) atau
histeroskopi.  Keuntungan dalam penggunaan histeroskopi adalah
diagnosis dan terapi dapat dilakukan bersamaan.

Penilaian Miometrium
 Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya mioma uteri atau
adenomiosis.
 Miometrium dinilai menggunakan USG (transvaginal, transrektal dan
abdominal), SIS, histeroskopi atau MRI.
 Pemeriksaan adenomiosis menggunakan MRI lebih unggul dibandingkan
USG transvaginal.

5.Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Primer sekunder tertier


Penunjang Laboratorium Hb Darah lengkap Prolaktin

Tes kehamilan Hemostasis (BTCT, Tiroid (TSH, FT4)

urin lainnya sesuai DHEAS, Testosteron

fasilitas) Hemostasis (PT,

aPTT, fibrinogen,

D-dimer)

USG USG transabdominal USG transabdominal

USG transvaginal USG transvaginal

SIS SIS

Doppler

Penilaian Endometrium Mikrokuret Mikrokuret / D&K

D&K Histeroskopi

Endometrial sampling

(hysteroscopy guided)

Penilaian serviks (bila ada IVA Pap smear Pap smear

patologi Kolposkopi

Keterangan:
aPTT = activated partial tromboplastin time, BT-CT = bleeding time-clotting
time,
DHEAS = dehidroepiandrosterone sulfat, D&K = dilatasi dan kuretase, FT4 =
free T4,
Hb = hemoglobin, PT = protrombin time, TSH = thyroid stimulating hormone,
USG =
ultrasonografi, SIS = saline infusion sonography, IVA = inspeksi visual asam
asetat
6. Penatalaksanaan
1.  Perdarahan uterus abnormal akut
1. Jika perdarahan aktif dan banyak disertai dengan gangguan hemodinamik
dan atau Hb < 10 g/dl  perlu dilakukan rawat inap.
2. Jika hemodinamik stabil, cukup rawat jalan.
3. Pasien rawat inap, berikan infus cairan kristaloid, oksigen 2 liter/menit dan
transfusi darah jika Hb < 7 g/dl, untuk perbaikan hemodinamik.
4. Stop perdarahan dengan estrogen ekuin konyugasi (EEK) 2.5 mg per oral
setiap 4-6 jam, ditambah prometasin 25 mg peroral atau injeksi IM setiap 4-
6 jam (untuk mengatasi mual). Asam traneksamat 3 x 1 gram atau anti
inflamasi non-steroid 3 x 500 mg diberikan bersama EEK. Untuk pasien
dirawat, dapat dipasang balon kateter foley no. 10 ke dalam uterus dan diisi
cairan kurang lebih 15 ml, dipertahankan 12-24 jam.
5. Jika perdarahan tidak berhenti dalam 12-24 jam lakukan dilatasi dan
kuretase (D&K).
6. Jika perdarahan berhenti dalam 24 jam, lanjutkan dengan kontrasepsi oral
kombinasi (KOK) 4 kali 1 tablet perhari (4 hari), 3 kali 1 tablet perhari (3
hari), 2 kali 1 tablet perhari (2 hari) dan 1 kali 1 tablet sehari (3 minggu),
kemudian stop 1 minggu, dilanjutkan KOK siklik 3 minggu dengan jeda 1
minggu sebanyak 3 siklus atau Levonorgestrel Intrauterine System (LNG-
IUS).
7. Jika terdapat kontraindikasi KOK, berikan medroksi progesteron asetat
(MPA) 10 mg perhari (7 hari), siklik, selama 3 bulan.
8. Untuk riwayat perdarahan berulang sebelumnya, injeksi gonadotropin-
releasing hormone (GnRH) agonis dapat  diberikan bersamaan dengan
pemberian KOK untuk stop perdarahan. GnRH diberikan 2-3 siklus dengan
interval 4 minggu.
9. Ketika hemodinamik pasien stabil, perlu upaya diagnostik untuk mencari
penyebab perdarahan. Lakukan pemeriksaan USG transvaginal
(TV)/transrektal (TR), periksa darah perifer lengkap (DPL), hitung
trombosit, prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin
time (aPTT) dan thyroid stimulating hormone (TSH).  Saline-infused
sonohysterogram (SIS) dapat dilakukan jika endometrium yang terlihat
tebal, untuk melihat adanya polip endometrium atau mioma submukosum.
Jika perlu dapat dilakukan pemeriksaan histeroskopi “office”.
10. Jika terapi medikamentosa tidak berhasil atau ada kelainan organik, maka
dapat dilakukan  terapi pembedahan seperti ablasi endometrium ,
miomektomi, polipektomi, histerektomi.
Tabel Panduan Investigasi Perdarahan Uterus Abnormal Akut dan Banyak
2. Perdarahan uterus abnormal kronik
 Jika dari anamnesis yang terstruktur ditemukan bahwa pasien mengalami satu
atau lebih kondisi perdarahan yang lama dan tidak dapat diramalkan dalam 3
bulan terakhir.
 Pemeriksaan fisik berikut dengan evaluasi rahim, pemeriksaan darah perifer
lengkap wajib dilakukan.
 Pastikan fungsi ovulasi dari pasien tersebut.
 Tanyakan pada pasien adakah penggunaan obat tertentu yang dapat memicu
PUA dan lakukan pula pemeriksaan penyakit koagulopati bawaan jika terdapat
indikasi.
 Pastikan apakah pasien masih menginginkan keturunan.
 Anamnesis dilakukan untuk menilai ovulasi, kelainan sistemik, dan
penggunaan obat-obatan yang mempengaruhi kejadian PUA. Keinginan pasien
untuk memiliki keturunan dapat menentukan penanganan selanjutnya.
Pemeriksaan tambahan meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap,
pemeriksaan untuk menilai gangguan ovulasi (fungsi tiroid, prolaktin, dan
androgen serum) serta pemeriksaan hemostasis.

Tabel Panduan Investigasi Perdarahan Uterus Abnormal Kronik


Referensi :

1. Badziad, A. Hestiantoro, A. Wiweko, B. Sumapradja, K. Panduan


Tatalaksana Perdarahan Uterus Abnormal. Himpunan Endokrinologi
Reproduksi dan Fertilitas Indonesia dan Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia, Aceh, 2011.
2. Munro, Malcolm ; Hilary O.D. Critchley, Michael S Broder, Ian S Fraser.
FIGO Classification System (PALM-COEIN) for Causes of Abnormal
Uterine Bleeding in Nongravid Women of Reproductive Age. American
Society for Reproductive Medicine. June, 2011
3. Achadiat, CM. Prosedur Tepat Obstetri dan Ginekologi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta. 2003.

Anda mungkin juga menyukai