Anda di halaman 1dari 6

LAKSAMANA CHENG HO DARI TIONGKOK SERTA PENGARUH

KEDATANGANNYA KE THAILAND
TAHUN 1407-1408 M
Bambang Bayu Pamungkas
121811433026
Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga

Nama kecil dari Laksama Cheng Ho adalah Ma He, nama tersebut merupakan pemberian
dari sang kakek. Sedangkan ketika ia beranjak remaja dan dijadikan seorang perajurit di kerajaan
Dinasti Ming, ia mempunyai nama lain yang dianugerahkan oleh Kaisar Yong le, yakni Sam Po
Kong yang mempunyai arti cerdas, kebijaksanaan serta gagah perkasa. Nama tersebut
disematkan kepada Ceng Ho, karena ia dianggap oleh Kaisar Yong Le sebagai pribadi yang
memiliki tiga karakter tersebut. Sedangkan Cheng Ho sendiri merupakan sebuah gelar yang
diberikan oleh Kaisar Yong Lee karena ia mampu memenangkan setiap peperangan yang ia
ikuti.1
Karena berlatar belakang sebagai seorang muslim, walaupun sejak kecil Cheng Ho sudah
berpisah dari keluarganya dan dibawa oleh pasukan Ming dan dijadikan seorang kasim untuk
mengabdi kepada seorang pangeran yang bernama Yan. Cheng Ho tidak pernah lupa atas apa
yang telah ia dapat dari keluarganya yang beragama Islam.2
Buku yang ditulis Prof. Kong Yuangzi menjelaskan tentang biografi dan sepak terjang
dari Laksamana Cheng Ho, menyebutkan bahwa Laksamana Cheng Ho merupakan keturunan
ke-37 dari Nabi Muhammad. Prof. Kong Yuangzi mengambil silsilah dari Sayyid Ajall
Sayyidina Syamsudin, yang merupakan kakek dari Cheng Ho. Menurutnya Cheng Ho adalah
keturunan Hou- Sai – Ni yang tak lain pengejaan dari bahasa Mandarin yaitu Sayyidina Husain,
cucu dari Nabi Muhammad SAW. Sayyidina Husain mempunyai keturunan yaitu Ali Zainal
Abidin, Muhammad Bakir, mempunyai putra Jaffar Shadiq, Musa Kazim, Ali Reza, Muhammad
Javvad, Ali Haddi, Hasan Asghari, Muhammad Muntadzir. Dari keturunan inilah pada ujungnya
melahirkan keturunan Sayyidina Ajall yang tak lain adalah kakek dari Ma He atau Laksamana
Cheng Ho, berasal dari Persia dan memutuskan untuk bermigrasi ke Tiongkok, kemudian
dijadikan seorang gubernur pada masa pemerintahan Dinasti Yuan.3
Ketika terjadi peperangan, dan pasukan Ming menyerbu ke daerahnya, banyak yang
menjadi tawanan, termasuk anak-anak seperti Cheng Ho, yang kemudian dibawa ke Nanjing, ibu
1
Baha Zarkofiche, Jejak-jejak Emas Laksamana Cheng Ho, (Yogyakarta : Araska, 2017), hal. 107-108.
2
Zaenuddin, Zakaria. 2012. Atlas Sejarah Indonesia dan Dunia. PT. Bahana Tuladan: Jakarta. hal. 108.
3
Menzies, Gavin. 2002. 1421 Saat China Menemukan Dunia. PT. Pustaka Alvabet. Jakarta. hal. 71
(Lampiran 1, Silsilah nasab keluarga Cheng Ho hingga ke Nabi Muhammad SAW).

1
kota kekaisaran Tiongkok saat itu. Dengan cara yang kejam dan keji anak-anak ini dikebiri,
termasuk Cheng Ho yang ketika itu masih berusia 12 tahun, hingga ia akhirnya hidup sebagai
kasim yang tak dapat lagi berketurunan. Cheng Ho kemudian diserahkan oleh Zhu Yuanchang,
kaisar pertama Dinasti Ming, untuk dijadikan pelayan pada putranya yang bernama Zhu De.
Dalam perkembangannya kemudian Cheng Ho senantiasa mendampigi Zhu De dalam berbagai
peperangan dan selama itu Cheng Ho yang berpostur tinggi besar itu, selalu menunjukkan
prestasi yang luar biasa gemilang.4
Ketika Zhu De kemudian menjadi Kaisar, ia menugasi orang kepercayaannya yakni
Cheng Ho untuk menjadikannya sebagai seorang Laksamana yang akan membawa armada besar
Tiongkok dalam ekspedisi-ekspedisi pelayaran jarak jauh ke Samudra Hindia. Adapun tujuan
pelayaran besar itu adalah untuk diplomasi muhibah, menggalang pesahabatan dengan negeri-
negeri yang dikunjungi dan sekaligus untuk mengembangkan perdagangan. Ada pula disebutkan
bahwa misi ekspedsisi ini adalah untuk memperkenalkan dan mengangkat prestise Dinasti Ming
ke seluruh dunia. Maksudnya agar negara-negara lain mengakui kebesaran Kaisar Tiongkok
sebagai Putra Dewata (the Sun of Heaven). Dalam kaitan itu, aspek ilmu pengetahuan tidak
ditinggalkan antara lain dengan pembuatan peta-peta laut, dan merekam kondisi geografi dan
budaya negara maupun kerajaan yang telah dikunjungi.5
Selain itu, tujuan sebenarnya Laksamana Cheng Ho melakukan pelayaran ini selain
bersilaturahmi juga ingin menyebarkan dan memperkenalkan agama Islam kepada penduduk
yang dikunjungi tak terkecuali di Thailand tepatnya di wilayah selatan yakni Pattani, Narathiwat
dan Yala. Sekaligus membuktikan bahwa Islam merupakan agama yang rasional dan universal.
Dalam setiap pelayarannya, Laksamana Cheng Ho pun telah melakukan manajemen strategi
Nabi Muhammad SAW. Manajemen Tao Zhugong, manajemen Confuciusme dan manajemen
Lautze. Dengan menerapkan empat manajemen tersebut, Laksamana Cheng Ho mampu
mengatur dengan cerdik setiap sistem kerja dari awak kapalnya sesuai dengan tugas masing-
masing.
Dalam tujuh kali pelayaran besarnya selama kurun waktu hampir 30 tahun, armadanya
telah mengunjungi lebih dari 30 negeri maupun kerajaan, yang terbentang dari Asia Tenggara,
Samudra Hindia, Laut Merah, Afrika Timur, dan lain-lain. Tetapi ekspedisi-ekspedisinya tidak
pernah melakukan perebutan wilayah sejengkal pun untuk pendudukan atas wilayah yang
dikunjungi. Sangat berbeda dengan kedatangan para penjelajah dari Eropa, yang berdatangan ke
wilayah Asia Tenggara mulai seabad sesudah Laksamana Cheng Ho berlayar, yang selalu
diiringi dengan nafsu kolonialisme dan imperialisme untuk menjajah dan menguasai daerah yang
dikunjungi. Meski begitu Thailand merupakan satu-satunya negara dikawasan Asia Tenggara
yang tidak mengalami yang namanya penjajahan.
Armada kapal-kapal Laksamana Cheng Ho merupakan armada terbesar yang pernah
tercatat dalam sejarah maritim, dilihat dari banyaknya kapal dan personalia yang terlibat. Dalam
4
Ibid., hal. 17-18.
5
Ibid., hal. 21-22.

2
pelayarannya dapat dikerahkan lebih dari 60 buah “kapal harta” (baochuan), yang ukurannya
raksasa, masing-masing dengan panjang 120 m, bagian terlebar 50 m, dengan sembilan tiang
layar, geladak utama seluas 4.600 m2 dan bobot sekurang-kurangnya 2.700 metrik ton. Ini
membuat kapal-kapal para penjelajah dari Eropa, yang mulai berlayar seabad atau lebih
kemudian, menjadi terlihat kecil dan tak ada artinya. Kapal terbesar dari armada Columbus
(tahun 1492) Santa Maria misalnya hanya berukuran 100 ton, kapal terbesar armada Vasco da
Gama (tahun 1497) 120 ton dan Ferdinand Magellan (tahun 1519) sebesar 130 ton. Dari segi
ukuran, seluruh empat kapal dari armada Vasco da Gama bisa muat dalam satu bouchuan.6
Kapal-kapal raksasa baochuan itu didampingi oleh kapal-kapal machuan yang lebih kecil,
yang berukuran panjang 110 m dengan delapan tiang layar yang merupakan kapal-kapal cepat,
yang diberi julukan “kuda-kuda yang berderap”. Di samping itu ada juga kapal-kapal perbekalan,
kapal pengangkut pasukan, dan kapal layar perang khas Tiongkok yang bernama “jung”
berukuran lebih kecil dan lincah. Diperkirakan sekitar 300 kapal yang bisa terlibat dalam satu
perlayaran ekspedisi yang diawaki oleh sekitar 30.000 pelaut, dan disertai pula dengan ratusan
tabib, ahli nujum, tukang kayu, pandai besi, penjahit, koki, saudagar, dan penerjemah. Dalam
pelayaran itu dibawa pula beragam perbekalan termasuk hewan seperti sapi, kambing, ayam,
yang kemudian dapat disembelih untuk di konsumsi para anak buah kapal selama dalam
perlayaran. Di samping itu banyak pula dibawa teh, minuman asli Tiongkok yang ternyata dapat
mencegah penyakit scurvy, penyakit yang sering melanda pelaut-pelaut Eropa dalam pelayaran
panjang mereka.
Diperkirakan para penyebar agama Islam oleh saudagar asal Tiongkok dibawah pimpinan
Laksamana Cheng Ho yang paling banyak untuk singgah ke Thailand pada sekitaran tahun 1407-
1408 saat pelayaran ke-2 berlangsung dan secara berangsur-angsur bertahap namun pasti datang
hingga ke awal abad lima belas bahkan abad enam belasan dan diduga bahwa penyebar-penyebar
tersebut mayoritas merupakan para saudagar Tionghoa yang memeluk agama Muslim.
Pada tahap pertama penyebaran agama Islam para saudagar tersebut mewarnai
dakwahnya dengan Tasawuf dan Mistik setidaknya sampai awal pada abad ke-17. Hal tersebut
dinilai paling cocok dengan latar belakang masyarakat Thailand yang pada masa tersebut masih
dipengaruhi oleh pengaruh Budha dan sinkretisme aliran kepercayaan lokal dan sifat dari tarekat
sendiri cenderung lebih toleran dan bersifat mudah berbaur dengan tradisi semacam itu. Selain
untuk memperkenalkan budaya Tionghoa dan berniaga, Laksamana Cheng Ho juga melakukan
syiar agama Islam. Peranan Laksamana Cheng Ho dalam penyebaran agama Islam di Thailand
pada abad ke-14 terlihat adanya keharmonisan di tengah masyarakat Tionghoa-Thailand yang
ditandai dengan akulturasi antara nilai-nilai Tiongkok, Thailand dan Islam secara harmonis, hal
ini terbukti dengan terjadinya akulturasi tersebut di beberapa wilayah di selatah Thailand yang
membentang dari wilayah Pattani, Narathiwat dan Yala. Bentuk akulturasi tidak hanya tampak
dalam berbagai bangunan peribadatan Islam yang menunjukan unsur Thailand, Islam, Tiongkok
6
Smith, Miranda. 2006. THE KINGFISHER HISTORY ENCYCLOPEDIA. Kingfisher Publications Plc. London. hal.
206-207.

3
tetapi juga berbagai seni atau sastra dan unsur kebudayaan lain, salah satunya yaitu bangunan
masjid yang berbentuk klenteng yang bernama Kelenteng Namanya Wat Phanan Choeng alias
Kelenteng Panan Choeng. Tapi lebih dikenal dengan nama Kelenteng Sam Po Kong. Letaknya
persis di tepi sebelah timur Sungai Chao Praya. Sungai yang memanjang hingga Bangkok. Sam
Po Kong yang dulunya digunakan oleh umat Islam untuk beribadah (sekarang digunakan untuk
beibadah agama Budha).
Disamping itu bahwa peranan Laksmaana Cheng Ho dam menyebarkan agama Islam di
Thailand antara lain dalam bidang Perkawinan. Para saudagar Tionghoa yang sudah menetap di
kota-kota pelabuhan di Thailand seperti di Pattani itu memiliki kedudukan ekonomi sekaligus
status sosial yang tinggi. Mereka menjadi terhormat sekaligus dalam kategori golongan orang-
orang kaya, akan tetapi orang-orang Tionghoa ini saat melakukan pelayaran bersama Laksamana
Cheng Ho, tidak turut serta membawa segenap keluarganya dalam perjalanan tersebut. Sehingga
para saudagar ini kemudian memutuskan untuk mengawini gadis-gadis setempat dengan syarat
mereka harus memeluk agama Islam terlebih dahulu, dalam bidang perdagangan di
perkampungan itu juga terdapat beberapa orang yang melakukan proses Islamisasi yang dibantu
para pedagang Muslim untuk semakin lebih mengenal tentang apa itu Islam. Bidang seni budaya,
Laksamana Cheng Ho juga telah meninggalkan warisan abadi berupa pertukaran budaya lintas-
benua antara Timur dan Barat di Pattani Darusalam sebagai lokasi yang strategis sebagai jalur
pelabuhan yang menghubungkan antara Tiongkok dengan Persia dan Arab.
Dalam pelayaran-pelayarannya ke Thailand, Laksamana Cheng Ho membawa dari
Tiongkok barang-barang seperti sutra, keramik porselen, berbagai barang logam (emas, perak,
besi, perunggu), kertas, teh, obat-obatan, alat-alat pertanian, dan sebagainya. Sedangkan dari
Thailand ia membawa berbagai hasil bumi, antara lain beras, biji-bijian, gula, tapioka, karet,
kayu cendana, gajah, produk hasil perikanan, dan lain-lain.
Dalam pelayarannya Laksamana Cheng Ho juga membawa pasukan bersenjata tetapi
tidak dimaksudkan untuk memerangi maupun menjajah negeri-negeri baru yang dikunjunginya.
Pasukannya lebih dimaksudkan untuk menjamin keamanan dalam pelayaran perniagaan dari
ancaman bandit dan bajak laut. Laksamana Cheng Ho pernah sempat terhitung lima kali
memerintahkan tindakan militer untuk menyingkirkan kekuatan-kekuatan asing yang berusaha
untuk menghalangi kegiatan perniagaannya. Ia menumpas gerombolan bajak laut asal Canton,
Chen Zhuji, yang terkenal ganas beroperasi di perairan sekitar Teluk Thailand hinga Selat
Malaka. Hampir tiap pelayaran yang melewati daerah tersebut saat berkunjung dikawasan Asia
Tenggara selalu dihadang oleh bajak laut Chen Zhuji, tetapi gerombolan bajak laut tersebut
kemudian dapat ditangkap dan ditawan, sampai akhirnya dieksekusi di hadapan masyarakat
Nanjing.
Sesungguhnya Laksamana Cheng Ho juga berkontribusi sangat penting dalam
pengetahuan kelautan masyarakat Thailand. Salah satunya adalah dalam ilmu pelayaran yang
telah menunjukkan teknik navigasi yang bermutu tinggi yang pada saat itu tidak tertandingi di

4
seluruh penjuru dunia. Dari pelayaran-pelayarannya telah dihasilkan 24 peta-peta pelayaran yang
diterbitkan dalam buku bertajuk Peta Pelayaran Untuk Menuju Negeri-Negeri Asing dari Dok
Kapal Pusaka dan Berangkat dari Pelabuhan Sungai Naga. Peta-peta ini berisi pokok-pokok
mengenai arah pelayaran, pengukuran jarak di laut, petunjuk pemakaian kompas, letak terumbu
yang dapat membahayakan pelayaran, tanda-tanda letak bintang yang penting untuk navigasi di
laut. Buku tersebut merupakan buku geografi kelautan pertama yang di produksi Tiongkok,
dimana akurasi peta-petanya tidak kalah dibandingkan dengan peta-peta yang dihasilkan dengan
teknologi yang lebih maju.
Dengan prestasi pelayarannya boleh dikatakan Laksamana Cheng Ho berhasil
mengaitkan jalur laut yang dikenal dengan “jalur rempah-rempah” (Spice Route) dengan jalur
perdagangan tradisional lewat daratan yang dikenal sebagai “jalur sutra” (Silk Route), dua jalur
perniagaan penting yang menghubungkan dunia Timur (Asia) dengan dunia Barat (Eropa).
Dalam pelayarannya Laksamana Cheng Ho dibantu oleh Ma Huan, seorang cendekiawan muslim
yang fasih berbahasa Arab dan menjadi penerjemah, yang menerbitkan bukunya berjudul Yung-
Jai sheng-lan: Survei Menyeluruh tentang Pantai-Pantai Samudra, tahun 1451. Dari pelayaran itu
Ma Huan juga menulis tentang ritual pernikahan dan pemakaman, arsitektur domestik,
kepercayaan keagamaan, bahasa dan dialek, praktek perdagangan, satuan berat dan ukuran yang
dipakai, flora-fauna setempat, ilmu pengetahuan dan teknologi serta kekuatan dan kelemahan
pemerintahan setiap negeri yang telah dikunjungi.7
Selain itu, Cheg Ho juga mengenalkan kepada masyarakat Thailand berbagai
pengetahuan misalnya berbagai teknik pertanian, penggunaan alat timbangan yang penting dalam
perniagaan, kalender untuk menemukan hari-hari penting, berbagai jenis makanan, beragam
bentuk kesenian, dan sebagainya. Sebaliknya, ia pun menerima atau menyerap berbagai hal yang
berasal dari negeri Siam tersebut. Sebagai seorang Muslim yang taat, ia pun berperan dalam
penyampaian dakwah Islam di tempat-tempat yang dikunjungnya khususnya di daerah Pattani
dan wilayah Thailand Selatan lainnya. Meskipun demikian ia sangat toleran hidup berdampingan
dengan masyarakat disekitar lingkungannya yang tetap menjunjung agama dan budaya
tradisional Tiongkok.
Dalam pelayarannya yang ketujuh atau yang terakhir ini Laksamana Cheng Ho wafat
pada tahun 1433. Ini berarti ia telah menghabiskan sekitar 30 tahun usianya untuk melaksanakan
pelayaran-pelayran kolosal, yang hampir tiada henti. Sebagian penulis biografi Laksamana
Cheng Ho juga menyatakan bahwa laksamana agung itu kembali ke Tiongkok dan meninggal
dua tahun kemudian di Nanjing. Namun batu nisan bertuliskan namanya di lereng bukit di
pinggir kota Nanjing itu tampak kosong. Ada spekulasi bahwa kemungkinan besar Laksamana
Cheng Ho wafat dalam perjalanan pulang dan dimakamkan di lepas pantai Malabar, India.
Setelah Laksamana Cheng Ho wafat, ekspedisi-ekspedisi kolosal dari Tiongkok tidak lagi
diteruskan. Setelah terjadi pergantian pemerintahan di Tiongkok, ekspedisi dengan pelayaran
7
Kong, Y. 2005. Muslim Tinghoa Cheng Ho: Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara. Pustaka Penerbit
Obor: Jakarta. Hal. 299.

5
jauh ini dipandang sebagai suatu hal yang terlalu mahal dan tidak sebanding dengan manfaaat
yang diperoleh. Tetapi Laksamana Cheng Ho telah menorehkan catatan sejarah penjelajahan
maritim kolosal yang banyak membawa iklim perdamaian dan pertukaran budaya di berbagai
penjuru dunia, termasuk di wilayah Thailand dan Nusantara. Laksamana Cheng Ho juga turut
ikut serta menyebarkan syiar islam di wilayah tersebut.

Daftar Pustaka

Baha Zarkofiche. 2017. Jejak-jejak Emas Laksamana Cheng Ho. Araska: Yogyakarta.

Zaenuddin, Zakaria. 2012. Atlas Sejarah Indonesia dan Dunia. PT. Bahana Tuladan: Jakarta.

Menzies, Gavin. 2002. 1421 Saat China Menemukan Dunia. PT. Pustaka Alvabet: Jakarta.

Smith, Miranda. 2006. THE KINGFISHER HISTORY ENCYCLOPEDIA. Kingfisher


Publications Plc: London.

Kong, Y. 2005. Muslim Tinghoa Cheng Ho: Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara. Pustaka
Penerbit Obor: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai