Maritim di Nusantara
Sejarah Maritim A, Kelompok 3 :
Bambang Bayu Pamungkas (121811433026)
Mochammad Andafi Naufal (121811433050)
Abstrak
Latar Belakang
1
melintasi daerah kekuasaan miliknya dengan aman, sehingga bangsa Eropa lebih
memilih untuk melewati jalur samudera mencari jalan memutar dibanding
berurusan dengan kekuatan militer milik Turki Utsmani yang sedang berada pada
masa puncak kejayaan. Hal ini tentu saja menjadi semacam tanda sebagai sebuah
awal lahirnya kolonialisme diseluruh dunia. Karena eksplorasi samudera ini pada
dasarnya menjadi alasan kuat bagi bangsa Eropa dalam menemukan dunia baru
yang sebelumnya belum pernah mereka lihat, sekaligus turut memberikan
sumbangan peningkatkan penting terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada
masa tersebut.
2
Gambar 1. Peta Jalur Pelayaran Bangsa Eropa
3
yang dinamakan Verenigde Oostindische Compagnie (VOC) sebagai serikat
perusahaan Belanda di Asia. Selain memiliki fungsi memperkuat perdagangan
Belanda, VOC juga berfungsi secara efektif sebagai wakil pemerintahan Belanda
di wilayah koloni Hindia Belanda, meski tidak berstatus sebagai bagian dari
administrasi pemerintahan tersebut.
4
rempah, yang menjadi komoditas paling diminati dalam perdagangan
internasional maupun perdagangan antar daerah. Akan tetapi untuk memperoleh
dominasinya di Nusantara, baik Belanda maupun Portugis menjalankan sistem
perdagangan yang dipersenjatai (armed-trading system)2. Selanjutnya sistem
perdagangan VOC sendiri mereka cenderung persanjatai sehingga memperlancar
upaya terjadinya proses aktivitas militerisasi perdagangan di kawasan Nusantara.
Artinya baik Portugis maupun Belanda, mereka sama-sama menggunakan
kekuatan militer untuk mendukung ekspansi perdagangannya masing-masing.3
5
tersebut merupakan hal baru, menjerat dan tidak lazim di antara para penguasa
pribumi di Nusantara yang sebelumnya menerapkan sistem pasar bebas.
6
D. H. Burger. Sociologisch-Economische Geschiedenis van Indonesia I. (Amsterdam:
Royal Tropical Institute, 1975), hal. 28.
6
daerah-daerah koloninya, membuat kehancuran bagi sistem perdagangan
masyarakat setempat yang telah ada sebelumnya sehingga sulit untuk bisa bangkit
kembali dan berakhir dengan kemiskinan.7 Rempah-rempah dan segala bentuk
hasil komoditas hutan dari luar pulau Jawa dikirim ke pelabuhan-pelabuhan di
sepanjang pantai utara Jawa untuk selanjutnya dikapalkan menuju Eropa oleh
VOC. Dengan demikian VOC menerapkan reformasi jaringan perdagangan di
Nusantara, yang disesuaikan dengan jaringan pelayaran global.
7
Walaupun sebelumnya etnis Tionghoa sudah lama dikenal sebagai
perantau sekaligus pedagang asal Tiongkok. Namun sebelumnya peran mereka
sangatlah kecil dan tidak sepesat pada masa VOC tiba di Nusantara, yakni hanya
sebagai para pengecer atau para pedagang kecil dan hanya sedikit yang berperan
sebagai pedagang besar yang menghubungkan antara kerajaan-kerajaan maritim di
Nusantara dengan dunia luar. Kehadiran VOC tentu saja dengan cepat
memperkuat motif serta pengaruh ekonomi orang-orang Tionghoa Perantauan
dalam menekuni bidang perdagangan khususnya sebagai pihak perantara.8
Para pedagang perantara dalam hal ini sangat melekat diberikan kepada
orang-orang Tionghoa yang berperan sebagai perantara antara produsen bahan
mentah atau komoditas tertentu dengan pihak konsumen dalam sebuah hubungan
perdaganan. Fungsi perantara di sini tentu bervariasi. Mereka dapat berfungsi
sebagai pembeli, pengolah, importir, pemborong, penyalur, maupun sebagai
distributor.9 Dalam hal ini juga fungsi tersebut lebih sering dijumpai dalam bentuk
kombinasi antara salah satu maupun beberapa pihak sekaligus selama hal tersebut
menguntungkan dari sisi ekonomi menurut etnis Tionghoa yang terlibat.
Ditambah lagi sejak awal kedatangan VOC juga telah menganggap baik
keberadaan orang-orang Tionghoa disekitar mereka. Mereka menilai etnis
Tionghoa lebih unggul dibandingkan dengan etnis pribumi lainnya yang ada di
Nusantara, beberapa alasannya karena semangat dagang yang mereka miliki
sangat tinggi dan melihat dari sistem pengelolaan dagang mereka juga cukup baik
menurut sudut pandang pihak VOC. Disamping itu dalam hal budaya etnis
Tionghoa juga cenderung lebih disukai karena setiap kali mereka menerima tamu
selalu disertai dengan adanya semacam acara perjamuan makan lengkap dengan
sikap mereka yang ramah.10
8
pedagang etnis pribumi menjadi tersisihkan. Kasus yang terjadi di Banten dapat
dijadikan sebagai contoh, dimana pihak VOC yang bekerjasama dengan para
pedagang Tionghoa, berhasil memojokan jalur perdagangan lada yang
sebelumnya telah dikuasai oleh Kesultanan Banten. VOC sebagai kongsi dagang
milik Belanda, juga mempermainkan kurs picis dengan cara mengontrol bahan
bakunya dan memaksakan hanya boleh berdagang langsung dengan VOC
sehingga tercipta sebuah transaksi yang menguntungkan. Seiring dengan
berkembangnya kekuasaan VOC di Nusantara pada umumnya dan di Jawa pada
khususnya, dapat kita lihat bagaimana aktivitas orang-orang Tionghoa tersebut
baik dalam masa awal VOC mencari posisi dalam perdagangan di sepanjang
pesisir pantai utara Jawa maupun sampai saat VOC mampu menguasai dan
mengontrol perdagangan di hamper setiap kota-kota Maritim di seluruh
Nusantara. Dengan demikian sudah jelas bahwa orang-orang Tionghoa merupakan
salah satu mitra dagang penting yang dimiliki oleh VOC.
Sekitar akhir abad ke-17 tampak suatu keadaan baru. Pada masa itu semua
pusat perdagangan maritim di wilayah Nusantara satu persatu jatuh ke tangan
VOC. Para pedagang Pribumi pun sampai mencoba berkali-kali mencari solusi,
tetapi selalu gagal karena adanya blokade yang dilakukan oleh kapal-kapal dagang
milik VOC, karena diterapkannya politik monopoli perdagangan. Setelah Malaka
ditaklukan oleh Portugis pada tahun 1511, maka peran perdagangan kota itu
pindah menuju Aceh dan Banten. Adapun perdagangan di Jawa Timur pada
permulaan abad-17 pindah menuju Makassar dan Banjarmasin karena disebabkan
oleh faktor penyerangan dari pihak Mataram dan kemudian pada akhir abad-17
pindah lagi dari Makassar menuju Banten. Sejarah dari pusat perdagangan itu
adalah sejarah perdagangan laut Indonesia. Pada akhir abad-17, semua pusat
perdagangan maritim yang penting seperti Malaka, Aceh, Banten, Jawa Timur dan
Makassar runtuh satu persatu. Namun sebaliknya, di sisi lain sejak akhir abad-17
VOC telah mencapai puncak dari kekuasaannya.11
11
D. H. Burger. Sejarah Ekonomis Sosiologis Indonesia. (Jakarta: Pradnja Paranita,
1962), hal. 63.
9
Nusantara? Sepeti dikatakan ketika VOC masih dalam rangka mencari posisi
dalam perdagangan di sekitar pantai utara Jawa, VOC telah memilih orang-orang
Tionghoa sebagai mitra dagang mereka. Sejak saat itu telah terjalin sistem
jaringan kerja perdagangan antara VOC dengan para pedagang perantara
Tionghoa. Bahkan justru sejak zaman VOC tersebut sebenarnya perdagangan
modern orang-orang Tionghoa mulai tumbuh secara pasti. Dari sini sudah terlihat
jelas bahwa orang-orang Tionghoa cermat dalam melihat setiap peluang yang
menguntungkan bagi mereka, sehingga inilah yang menjadi alasan meskipun
terjadi perubahan arus politik mereka masih bisa tetap bertahan bahkan dapat terus
berkembang.
Sejak akhir abad ke-17 kekuasaan VOC mulai stabil. Maka perdagangan
orang-orang Tionghoa pun juga mengikuti irama perkembangan perdagangan
VOC tersebut. Sejak saat itu peran para pedagang distribusi Tionghoa yang ada di
Nusantara juga berubah dengan sendirinya. Dari mulai menjadi penghubung
antara para pedagang kelontong besar Tionghoa dan penduduk pribumi seperti
etnis Jawa, Madura dan sebagainya, hingga sampai berubah menjadi penghubung
antara VOC dengan para etnis pribumi. VOC selain menjadi satu-satunya
pedagang besar yang menguasai komoditas rempah-rempah, mereka juga
merangkap sebagai satu-satunya pedagang besar yang mendistribusikan sekaligus
mengangkut berbagai macam barang-barang khas benua Eropa menuju wilayah
koloni di Hindia Belanda. Dalam hal ini VOC mempercayakannya kepada para
saudagar Tionghoa untuk mengurusi segala urusan pengangkutan barang-barang
ekspor yang menjadi keinginan bagi para seluruh penduduk pribumi di seluruh
Nusantara. Sedang pihak VOC sendiri tetap mempertahankan hubungan
perdagangan barang-barang dengan Jepang, serta perdagangan dengan kerajaan di
sepanjang pantai India.12
10
hingga sampai kenyamanan berlayar karena tidak perlu khawatir kehadiran para
bajak laut selama masih diwilayah VOC. Perlindungan semacam itu diperlukan
untuk menciptakan suatu kondisi yang mendukung orang-orang etnis Tionghoa,
dengan tujuan memperluas jaringan kerja perdagangan mereka keseluruh penjuru
wilayah koloni Hindia Belanda.13
Kesimpulan
Sebenarnya masih banyak lagi hal-hal yang dapat ditelusuri dari segala
aktivitas yang dilakukan oleh VOC pada masa lalu, tulisan diatas hanya sedikit
memberi gambaran betapa besarnya peran VOC dalam sektor perdagangan
maupun sector politik di Nusantara. Aktivitas perdagangan antara Eropa
13
Burger, op.cit., hal. 34.
14
Ibid., hal. 71.
15
Ibid.
11
khususnya VOC dengan Nusantara sangat penting sehinnga mereka mau berlayar
berbulan-bulan untuk mencapai Batavia, aktivitas dagang ini pun yang telah
membuat negeri Belanda tersebut mencapai masa kejayaannya dalam
perdagangan sehingga mereka mampu memenangkan perang delapan puluh tahun
dan membuat Belanda akhirnya terbebas dari pengaruh Spanyol.
Di sisi lain Indonesia juga tidak boleh merasa berkecil hati karena dalam
sejarahnnya berada di posisi sebagai negara terjajah pada masa tersebut, namun
seharusnya kita dapat berpikir sebaliknya yakni dengan merasa bangga karena
memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah, sehingga menarik bangsa-bangsa
asing tersebut untuk mencari dan menguasai kota-kota maritim di Nusantara. Hal
ini tentu dapat dijadikan sebuah pelajaran penting baik di masa sekarang maupun
masa yang akan datang supaya kekayaan alam milik Indonesia dapat dinikmati
sendiri demi kemakmuran dan kepentingan bangsa, tidak seperti saat berada pada
masa VOC. Indonesia juga harus mampu kembali menghasilkan komoditas-
komoditas dagang yang berkualitas seperti yang terjadi pada masa lalu, sehingga
produk-produk kita dapat terkenal dan mendominasi di kancah perdagangan
dunia. Suka atau tidak suka kedatangan VOC ke wilayah Nusantara juga
12
merupakan bagian dari sejarah panjang kemaritiman bangsa Indonesia, yang perlu
kita pelajari dan ceritakan ke pada anak cucu kita selaku penerus bangsa.
Daftar Pustaka
13
Chaudari, K. N, 1989. Trade and Civilization in Indian Ocean: An Economic
History from the Rise of Islam to 1750. Cambridge: Cambridge University
Press, hal. 15.
Cowan, C. D. 2001. Continuity and change in the international history of
maritime South East Asia. hal. 9.
Manguin, Pierre-Ives. 1993. Southeast Asia in the Early Modern Era: Trade,
Power, and Belief. “The Vanishing Jong: Insalar Southeast Asian Fleet in
Trade and War (Fifteenth to Seventeeth Centuries)”. Dalam A. Reid (ed.).
Lodon: Cornell University Press, hal. 198-199.
Nagtegaal, L. 1996. Riding the Dutch Tiger: The Dutch East Indies Company and
the Northeast Coast of Java. Leiden: KITLV Press, hal. 21-69.
Ricklefs, M. C. 1981. A history of Modern Indonesia c. 1300 to the Present.
London: Macmillan, hal. 22-46.
Willmot, Donalt Earl. 1960. The Chinese of SemarangL A Changing Minority in
Indonesia. New York: Conen University, hal. 45.
Winarni, Retno. 2009. Cina Pesisir: Jaringan Bisnis orang-orang Cina di pesisir
Utara Jawa Timur sekitar Abad XVIII. Denpasar: Pustaka Larasan, hal.
98-114
14