Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SYARAT-SYARAT ALAT PENILAIAN YANG BAIK

DI AJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT RASIONALISME

DOSEN PENGAMPU : EDY NURKHOLIS S,Q.M.H

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

UMI ROHIMAH (1811306005)

CHRISNA ARTA MARDANI (1811306056)

RAHMADANI (1811306040)

PRODI STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SAMARINDA

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat , inayah , Taufik
dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusun makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan , petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam
profesi keguruan.

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya
dapat lebih baik.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat
kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………… 1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ……………………………………………………………………… 2

B. RUMUSAN MASALAH …………………………………………………………………… 3

BAB II PEMBAHASAN

PENGERTIAN

TOKOH-TOKOH RASIONALISME …………………………………………………………………. 4

PEMIKIRAN POKOK DESCRATES ………………………………..……………………………….. 5

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN ……………………………………………………… 6

SARAN ……………………………………………………………… 7

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………. 8


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rene Descartes atau yang biasa disebut dengan Descartes saja adalah seorang
tokoh yang dipelopori bapak filsafat abad modern. Beliau adalah orang yang
mendirikan aliran rasionalisme.
Aliran rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason)
adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran ini suatu
pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Aliran ini juga mempunyai
pandangan atau berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama
dalam penjelasan. Beliau menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber
pengetahuan mendahului atau unggul atas dan bebas terlepas dari pengamatan
inderawi.

Rumusan Masalah

Banyaknya hal yang perlu kita ketahui dan kita kaji mengenai filsafat pada abad
modern, khususnya pada masa Rene Descartes atau yang lebih dikenal sebagai
seorang bapak filsafat pada masa ini, yang juga seorang pendiri aliran
rasionalisme.
Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan :
1.    Apa pengertian dari rasionalisme itu sendiri ?
2.    Apa sajakah ciri-ciri dari filsafat Descartes ?
3.    Bagaimana sebab awal timbulnya pemikiran rasionalisme ?
4.    Bagaimana pola pikir rasionalisme ?
5.    Bagaimanakah implikasinya terhadap dunia pendidikan ?

Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini ialah untuk mengetahui bagaimana pandangan
aliran rasionalisme terhadap pemahaman filsafat yang didirikan oleh Descartes
sebagai bapak filsafat abad modern ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Secara etimologis Rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata
ini berakar dari kata bahasa Latin ratio  yang berarti “akal”. A.R. Lacey
menambahkan bahwa berdasarkan akar katanya Rasionalisme adalah sebuah
pandangan yang berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan
dan pembenaran. Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal
(reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh dan mengetes pengetahuan. Jika
empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan alam mengalami
objek empiris, maka rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh
dengan cara berpikir. Alat dalam berpikir itu ialah kaidah-kaidah logis atau kaidah-
kaidah logika. Dalam aliran rasionalisme ada dua macam bidang, yaitu bidang
agama dan bidang filsafat. Dalam bidang agama rasionalisme adalah lawan
autoritas, dan biasanya digunakan untuk mengkritik ajaran agama. Sementara
dalam bidang filsafat rasionalisme adalah lawan empirisme dan terutama berguna
sebagai teori pengetahuan. Sebagai lawan empirisisme, rasionalisme berpendapat
bahwa sebagian dan bagian penting pengetahuan datang dari penemuan akal.
Contoh yang paling jelas ialah pemahaman kita tentang logika dan matematika.
Rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650) yang disebut sebagai
bapak filsafat modern. Ia ahli dalam I lmu alam, ilmu hokum, dan ilmu kedokteran.
Ia menyatakan, bahwa ilmu pengetahuan harus satu, tanpa bandingannya, harus
disusun oleh satu orang, sebagai bangunan yang berdiri sendiri menurut satu
metode yang umum. Beliau berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang dapat
dipercaya adalah akal. Hanya pengetahuan yang diperoleh lewat akallah yang
memenuhi syarat yang ditentukan oleh semua ilmu pengetahuan ilmiah. Dengan
akal dapat diperoleh kebenaran dengan metode deduktif, seperti yang dicontohkan
dalam ilmu pasti.

Latar belakang munculnya rasionalisme adalah, keinginan untuk membebaskan diri


dari segala pemikiran tradisional (skolastik; skolastik adalah kata sifat yang berasal
dari kata school yang berarti sekolah. Jadi, skolastik yang berarti aliran yang
berkaitan dengan sekolah, perkataan skolastik merupakan corak khas dari sejarah
filsafat abad pertengahan), yang pernah diterima, tetapi ternyata tidak mampu
menangani hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi. Apa yang ditanam
Aristoteles dalam pemikiran saat itu juga masih dipengaruhi oleh khayalan-
khayalan. Descartes menginginkan cara yang baru dalam berpikir, maka diperlukan
titik tolak pemikiran pasti yang dapat ditemukan dalam keragu-raguan, cogito ergo
sum (saya berpikir maka saya ada). Jelasnya bertolak dari keraguan untuk
mendapatkan kepastian.

B. Tokoh-Tokoh Rasionalisme

 Rene Descartes

C. Ciri Filsafat Descartes


Inti metode Descartes adalah keraguan yang mendasar. Dia meragukan segala
sesuatu yang dapat diragukan semua pengetahuan tradisional, kesan indrawinya,
dan bahkan juga kenyataan bahwa dia mempunyai tubuh sekalipun hingga dia
mencapai satu hal yang tidak dapat diragukan, keberadaan dirinya sebagai
pemikir. Oleh karena itu, dia sampai pada pertanyaan yang terkenal Cogito ergo
sum. Sehingga dalam berhubungan dengan realita, Descartes mencoba untuk
meragukan segala apa yang diterima oleh inderanya dan dia berusaha untuk
menguak realitas dengan menggunakan akalnya. Karena menurutnya  hanya
pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang dapat disebut sebagai
pengetahuan yang ilmiah. Dan kebenaran yang diperoleh melalui indera
mempunyai tingkat kesalahan yang lebih tinggi.
Meskipun demikian dia tidak mengingkari pengetahuan yang diperoleh melalui
pengalaman. Hanya saja pengalaman  dipandang sebagai sejenis perangsang
bagi pikiran. Karenanya, aliran ini yakin bahwa kebenaran dan kesesatan
terletak di dalam ide, dan bukannya di dalam barang sesuatu. Jika kebenaran
bermakna sebagai mempunyai ide yang sesuai dengan atau yang menunjuk
kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan
hanya dapat diperoleh dengan akal saja.
Kemudian Descartes menolak untuk bergantung pada pendapat umum yang
berkembang dalam masyarakat dalam melandaskan pemikirannya. Karena itu ia
menolak seluruh hal kecuali kepastian dari pendapatnya sendiri. Sebagaimana
yang diungkapkannya dalam buku Filsafat untuk umum karya Bambang Q.
Anees dan Radea Juli A. Hambali,“Andaikata Kita membaca setiap karangan
Plato dan Aristoteles, namun tanpa kepastian sendiri, kita tidak maju satu
langkah pun dalam filsafat…Pengertian historis kita lalu ditambah, namun
bukan pemahaman kita.
D. Sebab Timbulnya Pemikiran Rasionalisme

Descartes merupakan orang pertama yang memiliki kapasitas filosofis yang sangat
dipengaruhi oleh fisika baru dan astronomi. Ia banyak menguasai filsafat
Scholastic, namun ia tidak menerima dasar-dasar filfasat Scholastic yang dibangun
oleh para pendahulunya. Ia berupaya keras untuk mengkonstruksi bangunan baru
filsafat. Hal ini merupakan terobosan baru semenjak zaman Aristoteles dan hal ini
merupakan sebuah neo-self-confidence yang dihasilkan dari kemajuan ilmu
pengetahuan. Dia berhasrat untuk menemukan “sebuah ilmu yang sama sekali baru
pada masyarakat yang akan memecahkan semua pertanyaan tentang kuantitas
secara umum, apakah bersifat kontinim atau terputus.”

Visi Descartes telah menumbuhkan keyakinan yang kuat pada dirinya tentang
kepastian pengetahuan ilmiah, dan tugas dalam kehidupannya adalah membedakan
kebenaran dan kesalahan dalam semua bidang pelajaran. Karena menurutnya
“semua ilmu merupakan pengetahuan yang pasti dan jelas.
Pada dasarnya, visi dan filsafat Descartes banyak dipengaruhi oleh ilmu alam dan
matematika yang berasas pada kepastian dan kejelasan perbedaan antara yang
benar dan salah. Sehingga dia menerima suatu kebenaran sebagai suatu hal yang
pasti dan jelas atau disebut Descartes sebagai kebenaran yang Clear and Distinct.
Dalam usahanya untuk mencapai kebenaran dasar tersebut Descartes menggunakan
metode “Deduksi”, yaitu dia mededuksikan prinsip-prinsip kebenaran yang
diperolehnya kepada prinsip-prinsip yang sudah ada sebelumnya yang berasal dari
definisi dasar yang jelas. Sebagaimana yang ditulis oleh Robert C. Solomon dan
Kathleen M. Higgins dalam buku sejarah filsafat,“kunci bagi deduksi keseluruhan
Descartes akan berupa aksioma tertentu yang akan berfungsi sebagai sebuah
premis dan berada diluar keraguan. Dan aksioma ini merupakan klaimnya yang
terkenal Cogito ergo sum “Aku berpikir maka aku ada”.
E. Sebab Timbulnya Pemikiran Rasionalisme

Descartes merupakan orang pertama yang memiliki kapasitas filosofis yang sangat
dipengaruhi oleh fisika baru dan astronomi. Ia banyak menguasai filsafat
Scholastic, namun ia tidak menerima dasar-dasar filfasat Scholastic yang dibangun
oleh para pendahulunya. Ia berupaya keras untuk mengkonstruksi bangunan baru
filsafat. Hal ini merupakan terobosan baru semenjak zaman Aristoteles dan hal ini
merupakan sebuah neo-self-confidence yang dihasilkan dari kemajuan ilmu
pengetahuan. Dia berhasrat untuk menemukan “sebuah ilmu yang sama sekali baru
pada masyarakat yang akan memecahkan semua pertanyaan tentang kuantitas
secara umum, apakah bersifat kontinim atau terputus.”

Visi Descartes telah menumbuhkan keyakinan yang kuat pada dirinya tentang
kepastian pengetahuan ilmiah, dan tugas dalam kehidupannya adalah membedakan
kebenaran dan kesalahan dalam semua bidang pelajaran. Karena menurutnya
“semua ilmu merupakan pengetahuan yang pasti dan jelas.
Pada dasarnya, visi dan filsafat Descartes banyak dipengaruhi oleh ilmu alam dan
matematika yang berasas pada kepastian dan kejelasan perbedaan antara yang
benar dan salah. Sehingga dia menerima suatu kebenaran sebagai suatu hal yang
pasti dan jelas atau disebut Descartes sebagai kebenaran yang Clear and Distinct.
Dalam usahanya untuk mencapai kebenaran dasar tersebut Descartes menggunakan
metode “Deduksi”, yaitu dia mededuksikan prinsip-prinsip kebenaran yang
diperolehnya kepada prinsip-prinsip yang sudah ada sebelumnya yang berasal dari
definisi dasar yang jelas. Sebagaimana yang ditulis oleh Robert C. Solomon dan
Kathleen M. Higgins dalam buku sejarah filsafat,“kunci bagi deduksi keseluruhan
Descartes akan berupa aksioma tertentu yang akan berfungsi sebagai sebuah
premis dan berada diluar keraguan. Dan aksioma ini merupakan klaimnya yang
terkenal Cogito ergo sum “Aku berpikir maka aku ada”.
F. Pola Pikir Rasionalisme
Rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa
kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang
berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama. Rasionalisme
mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme,
dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus
sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan atau takhayul. Meskipun begitu,
ada perbedaan dengan kedua bentuk tersebut: Humanisme dipusatkan pada
masyarakat manusia dan keberhasilannya. Rasionalisme tidak mengklaim bahwa
manusia lebih penting daripada hewan atau elemen alamiah lainnya. Ada rasionalis-
rasionalis yang dengan tegas menentang filosofi humanisme yang antroposentrik.
Atheisme adalah suatu keadaan tanpa kepercayaan akan adanya Tuhan atau dewa-
dewi; rasionalisme tidak menyatakan pernyataan apa pun mengenai adanya dewa-
dewi meski ia menolak kepercayaan apapun yang hanya berdasarkan iman. Meski ada
pengaruh atheisme yang kuat dalam rasionalisme modern, tidak seluruh rasionalis
adalah atheis.

Di luar konteks religius, rasionalisme dapat diterapkan secara lebih umum,


umpamanya kepada masalah-masalah politik atau sosial. Dalam kasus-kasus seperti
ini, yang menjadi ciri-ciri penting dari perspektif para rasionalis adalah penolakan
terhadap perasaan (emosi), adat-istiadat atau kepercayaan yang sedang populer.

Pada pertengahan abad ke-20, ada tradisi kuat rasionalisme yang terencana, yang
dipengaruhi secara besar oleh para pemikir bebas dan kaum intelektual. Rasionalisme
modern hanya mempunyai sedikit kesamaan dengan rasionalisme kontinental yang
diterangkan René Descartes. Perbedaan paling jelas terlihat pada ketergantungan
rasionalisme modern terhadap sains yang mengandalkan percobaan dan pengamatan,
suatu hal yang ditentang rasionalisme kontinental sama sekali
G.     Implikasi Aliran Rasionalisme Terhadap Dunia Pendidikan

Seperti kita ketahui bahwa Logika adalah kaidah-kaidah berfikir. Subyeknya akal-
akal rasional. Obyeknya adalah proposisi bahasa. Proposisi bahasa yang
mencerminkan realitas, apakah itu realitas di alam nyata ataupun realitas di alam
fikiran. Kaidah-kaidah berfikir dalam logika bersifat niscaya atau mesti. Penolakan
terhadap kaidah berfikir ini adalah mustahil (tidak mungkin). Bahkan mustahil pula
dalam semua khayalan atau “angan-angan” yang mungkin (all possible
intelligebles).
Contohnya, sesuatu apapun pasti sama dengan dirinya sendiri, dan tidak sama
dengan yang bukan dirinya. Prinsip berfikir ini telah tertanam secara niscaya sejak
manusia lahir. Tertanam secara kodrati dan spontan. Dan selalu hadir kapan saja
fikiran digunakan. Dan ini harus selalu diterima kapan saja realitas apapun
dipahami. Bahkan, lebih jauh, prinsip ini sesungguhnya adalah satu dari watak
niscaya seluruh yang maujud (the very property of being). Tidak mengakui prinsip
ini, yang biasa disebut dengan prinsip non-kontradiksi, akan menghancurkan
seluruh kebenaran dalam alam bahasa maupun dalam semua alam lain. Tidak
menerimanya berarti meruntuhkan seluruh arsitektur bangunan agama, filsafat,
sains dan teknologi, dan seluruh pengetahuan manusia.
Rasionalisme mencapai puncaknya melalui Rene Descartes yang terkenal dengan
adagiumnya: Cogito ergo sum (Aku berpikir, maka aku ada). Ia beranggapan
bahwa pengetahuan dihasilkan oleh indra. Tetapi karena indra itu tidak dapat
meyakinkan, bahkan mungkin pula menyesatkan, maka indra tidak dapat
diandalkan. Yang paling bisa diandalkan adalah diri sendiri.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan (Secara etimologis)

Secara etimologis Rasionalisme berasal dari bahasa Inggris rationalism.


berdasarkan akar katanya Rasionalisme adalah sebuah pandangan yang
berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran.
Paham ini dicetuskan oleh seorang bapak filsafat pada zaman modern yaitu Rene
Descartes atau biasa disebut dengan Descartes. Sebab awal
timbulnya pemikiran rasionalisme, karena,descartes merupakan orang pertama
yang memiliki kapasitas filosofis yang sangat dipengaruhi oleh fisika baru dan
astronomi. Ia banyak menguasai filsafat Scholastic, namun ia tidak menerima
dasar-dasar filfasat Scholastic yang dibangun oleh para pendahulunya.
Pola pikir rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang
menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan
analisis yang berdasarkan fakta, dari pada melalui iman, dogma, atau ajaran
agama.Sementara implikasi aliran rasionalisme terhadap dunia pendidikan,
yaitu Seperti kita ketahui bahwa logika adalah kaidah-kaidah berfikir. Subyeknya
akal-akal rasional. Obyeknya adalah proposisi bahasa. Proposisi bahasa yang
mencerminkan realitas, apakah itu realitas di alam nyata ataupun realitas di alam
fikiran. Kaidah-kaidah berfikir dalam logika bersifat niscaya atau mesti. Penolakan
terhadap kaidah berfikir ini adalah mustahil (tidak mungkin). Bahkan mustahil pula
dalam semua khayalan atau “angan-angan” yang mungkin (all possible
intelligebles).
Ia beranggapan bahwa pengetahuan dihasilkan oleh indra. Tetapi karena indra itu
tidak dapat meyakinkan, bahkan mungkin pula menyesatkan, maka indra tidak
dapat diandalkan. Yang paling bisa diandalkan adalah diri sendiri. Dengan
demikian, inti rasionalisme adalah bahwa pengetahuan yang dapat diandalkan
bukan berasal dari pengalaman, melainkan dari pikiran.
Kesimpulan ke 2

Dari apa yang telah kami uraikan diatas maka kami dapat menyimpulkan sebagai
beriku:
1.Rasionalisme adalah paham yang mengangap bahwa pikiran dan akal merupakan
dasar satu-satunya untuk memecahkan kebenaran lepas dari
jangkauan indra
2.descartes, spinoza dan Leibniz mereka adalah tokoh besar dalam filsafat
rasionalisme.
3.Pokok pemikiran
4.Resionalisme ada dua macam: dalam bidang agama dan dalam bidang filsafat.
Dalam bidang agama rasionalisme adalah lawan autoritas. Dalam bidang filsafat
rasionalisme adalah lawan empirisme.

Saran
penulis sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih belum
sempurna. Penulis sangat membutuhkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun, untuk kesempurnaan makalah ini, dengan meningkatkan wawasan
dan pengetahuan kita tentang filsafat umum khususnya rasionalisme (descarte,
spinoza dan Leibniz).
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi Asmoro, 2010, Filsafat Ilmu, PT Raja Grafind Persada, Jakarta.


Ahmad Tafsir, 2010, Filsafat Umum, PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung.
Louis A. Kattsoff ; Penerjemah Soejono Soemargono, 2004, Pengantar Filsafat,
Tiara Wacana, Yogyakarta.

Meilani Kasim, Aliran
Rasinalisme“Descartes”, http://meilanikasim. wordpress. com, 20 Juni 2011

Anda mungkin juga menyukai