Anda di halaman 1dari 12

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/305207603

OPTIMALISASI PERAN LEMBAGA AMIL ZAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL

Article · November 2012


DOI: 10.18860/j.v0i0.2182

CITATION READS

1 6,305

1 author:

Ramadhita Ramadhita
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
5 PUBLICATIONS   5 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Ramadhita Ramadhita on 07 June 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


OPTIMALISASI PERAN LEMBAGA AMIL ZAKAT
DALAM KEHIDUPAN SOSIAL

Ramadhita
Program Studi al-Ahwal al-Syakhshiyah
Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
e-mail: dhita_rama@yahoo.com

Abstrak
Zakat, infaq, shadaqah (ZIS) as funding sources in Islam, were not able to solve Indonesian muslim’s
sosio-econimic problem yet. According some studies, the potential amount of ZIS reached 100 bilion per
year. This problems were caused by two factor, muzakki and amil. Muzakki still not trully believe in amil
to distribute funds zakat , infaq , and shadaqah to mustahik. In other side, LAZ as frontier operator, was
not optimal in digging and distributing the potential of zakat. To create public trust, LAZ has to optimize
its functions, based on four basic prinsipals: the principle of faith, the moral principle, the principle of
institutions, and principle menajemen .
Zakat, infaq, shadaqah sebagai sumber-sumber pendanaan sosial dipandang belum mampu menyelesai­
kan persoalan-persoalan sosio-ekonomi yang dihadapi masyarakat muslim di Indonesia. Padahal, ber­
dasarkan sejumlah penelitian, potensi dana ZIS di Indonesia mencapai 100 miliyar lebih per tahunnya.
Hal ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor muzakki dan faktor amil zakat. Muzakki belum percaya
sepenuhnya terhadap amil, untuk mendistribusikan dana zakat, infaq, maupun shadaqah kepada
mustahik. Selain itu, lembaga amil yang berperan sebagai operator, belum optimal dalam menggali dan
mendayagunakan potensi zakat. Untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap LAZ, perlu
dilakukan optimalisasi peran dan fungsi amil berdasarkan prinsip rukun iman, prinsip moral, prinsip
lembaga, dan prinsip menajemen.

Kata Kunci: Lembaga Amil Zakat, Mustahik, Kesejahteraan

Islam merupakan agama yang menekankan layak dan terpenuhi kebutuhan pokoknya. Namun,
keseimbangan dalam hidup. Melalui ajaran-ajaran­ kenyataannya tidak semua orang berkesempatan me­
nya, Islam memberikan acuan, keyakinan, dan jalan nikmati hal itu karena berbagai faktor, seperti tidak
hidup agar umat manusia mampu mengatasi per­ ter­sedianya lapangan pekerjaan, kemiskinan, atau
soalan-persoalan di dunia, serta mencapai ke­ba­ha­ rendah­nya tingkat pendidikan.3 Melalui berbagai cara,
giaan yang kekal di akhirat.1 Tidak hanya itu, ajaran Islam mencoba memberikan solusi sekaligus upaya
Islam bergerak pada dua arah sekaligus, arah vertikal preventif dalam menghadapi berbagai persoalan sosial
(habl min Allâh) dan horizontal (habl min al-nâs). dan ekonomi, seperti larangan menimbun kekayaan
Atau dengan kata lain, ajaran-ajaran Islam tidak dan imbauan untuk berbagi.
hanya mementingkan hubungan individu dengan Sumber-sumber keuangan Islam yang diperoleh
Tuhannya (ta’abbudi), melainkan juga bersifat sosial dari zakat, infaq, dan shadaqah (ZIS) telah terbukti
kemasyarakatan (ijtima’iyyah).2 mensejahterakan umat bahkan menguatkan ekonomi
negara.4 Contoh keberhasilan ZIS ini terlihat pada
Zakat dan Kesejahteraan Masyarakat zaman pemerintahan khalifah Umar ibn Abdul
Kesejahteraan menjadi salah satu prioritas Aziz, hanya dalam waktu sekitar dua tahun lima
utama umat Islam. Menurut M. Ali Hasan, pada bulan masa pemerintahannya, program ZIS terbukti
dasarnya semua orang menginginkan kehidupan yang telah dapat menghilangkan kemiskinan di wilayah

1 Umratul Khasanah, Manajemen Zakat Modern Instrumen Pemberdayaan


Ekonomi Umat (Malang: UIN-Malang Press,2010), h. 2 3 M. Ali Hasan, Zakat dan Infak Salah Satu Solusi Mengatasi Problema Sosial
2 Fakhruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia (Malang: UIN-Malang di Indonesia (Jakarta: Kencana,2006), h. 1
Press,2008), h. 193 4 Umratul Khasanah, Manajemen, h. 5

24
Ramadhita, Optimalisasi Peran Lembaga Amil Zakat Dalam Kehidupan Sosial...~ 25
yang dipimpinnya, dan bahkan kemudian hasil ZIS zakat BUMN, dan potensi zakat tabungan sebesar Rp.
yang telah terkumpul, dikirim ke negara tetangga, 17 triliun.10
khususnya Afrika Utara yang masih miskin. Bahkan, Potensi ZIS yang begitu besar per tahun, di­harap­
jauh sebelum itu, pada masa Rasulullah Saw. dan kan mampu menanggulangi persoalan kemiskinan di
empat khalifah berikutnya (al-khulafâ’ al-râshidûn) Indonesia yang mencapai 29,89 juta orang (12,36 %)
telah terbukti bahwa zakat mempunyai peran yang dari jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2011.11
sangat penting sebagai sumber penerimaan negara Untuk mewujudkan hal ini, diperlukan kerjasama dari
dan sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan berbagai pihak, khususnya peran aktif dari institusi
umat.5 pengelola zakat. Sejak lahirnya Undang-Undang
Perhatian yang besar terhadap kesejahteraan Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat,
umat, menurut Yusuf al-Qardhawi menunjukkan institusi pengelola zakat baik yang dibentuk oleh
bahwa Islam memandang kemiskinan sebagai se­ pemerintah atau swadaya masyarakat di tingkat pusat
suatu yang membahayakan akidah, akhlak, akal sehat, maupun daerah mulai bermunculkan dan mendapat
keluarga dan masyarakat. Sebab, seseorang yang legalitas dari negara. Menurut Imam Suprayogo,
terjerat kesulitan ekonomi, pada umumnya menyimpan masyarakat Islam di Indonesia sesungguhnya tidak
kedengkian terhadap orang yang kaya. Perasaan ini, lagi kesulitan dalam menyalurkan zakat, infak,
menurut Imam al-Nawawi sebagaimana di­kutip al- maupun shadaqahnya. Terlebih beberapa institusi
­Qardhawi mampu melenyapkan kebaikan, me­­muncul­ pengelola zakat memiliki tenaga-tenaga volunteer
kan kehinaan, dan mendorong seseorang me­lakukan yang bersedia menghitung berapa zakat yang harus
apapun untuk mencapai ambisinya. Dengan demikian, dikeluarkan, mengambil dan mendistribusikannya
kemiskinan harus dianggap se­bagai bencana dan segera kepada yang berhak menerima. Ironisnya, fenomena
ditanggulangi, salah satu­nya melalui pem­berdayaan di atas belum berhasil mendorong umat Islam untuk
potensi ZIS.6 mengeluarkan zakat.12
Potensi dana ZIS yang dapat dikumpulkan dan Potensi ZIS yang demikian besar belum
di­­kelola di Indonesia cukup besar. Dalam penelitian terealisasi. Dana zakat yang dihimpun oleh institusi
yang dilakukan oleh Center for the Studi of Religion pengelola zakat di Indonesia masih sangat kecil.
and Culture (CSRC) ditemukan bahwa potensi zakat Menurut Didin Hafidhuddin, pada tahun 2008 dana
di Indonesia mencapai Rp. 19,3 triliun rupiah.7 Jumlah yang terkumpul di Badan Amil Zakat Nasional
ter­sebut terdiri dari Rp. 5.1 triliun dalam bentuk (BAZNAS) baru 900 miliar.13 Pada Tahun 2011 saja,
barang dan Rp. 14.2 triliun sisanya adalah uang dana ZIS yang berhasil dihimpun oleh BAZNAS hanya
tunai. Sedangkan PIRAC (Public Interest Reseach 39 miliar.14 Yusuf Wibisono menyatakan bahwa per­
and Advocacy Centre) menyebutkan bahwa potensi bandingan rata-rata pencapaian penghimpunan dana
zakat di Indonesia tiap tahunnya berkisar antara 10 ZIS antara pendapatan Baznas dan LAZ adalah Rp
hingga 15 triliun rupiah.8 Bahkan menurut Direktur 2 Miliar oleh masing-masing BAZ se-Indonesia (33
Toha Putra Center Semarang, H. Hasan Toha Putra Baznas provinsi dan 502 Baznas kabupaten atau kota)
MBA diperkirakan potensi zakat masyarakat Indo­ dan Rp 15 miliar oleh setiap LAZ dalam setahun (18
nesia setiap tahunnya mencapai Rp. 100 triliun lebih.9 Laznas dan 22 Lazda). Dengan perbandingan angka
Penelitian terbaru tahun 2011, BAZNAS menyebutkan ini, Yusuf berhipotesis bahwa pengelolaan zakat
potensi zakat nasional Rp. 217 triliun, terdiri dari Rp. oleh LAZ lebih unggul dibandingkan Baznas yang
82,7 triliun potensi zakat rumah tangga, Rp. 2,4 triliun memiliki organ yang lebih banyak.15

10 Fakhruddin, “Rekontruksi Paradigma Zakat: Sebuah Ikhtiar Untuk Pem­


5 Multifiah, Peran Zakat, Infaq, dan Shadaqah terhadap Kesejahteraan berdayaan Mustahiq”, Makalah disampaikan dalam international guest
Rumah Tangga Miskin, Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial (Social Sciences), Volume lecture “ Manajemen Zakat Kontemporer Malaysia-Indonesia, tanggal 10
21 Nomor 1 (Februari,2009), h. 2 Maret 2012 (Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
6 Yusuf al-Qardhawi, Dauru al-Zakat fi ‘ilâj al-musykilât al-Istishâdiyah, Malang, 2012), h. 3
terj. Sari Nurilita, Spektrum Zakat dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan 11 Badan Pusat Statistik, Jumlah Penduduk Miskin Indonesia (www.bps.go.id,
(Jakarta: Zikrul Hakim,2005), h. 24-25 diakses tanggal 17 Mei 2012)
7 Irfan Abubakar dan Chaider S. Bamualim, (ed.), Filantropi Islam dan 12 Imam Suprayogo, Zakat, Modal Sosial, dan Pengentasan Kemiskinan, dalam
Keadilan Sosial, Studi tentang Potensi, Tradisi dan Pemanfaatan Filantropi Didin Hafidhuddin. dkk, The Power of Zakat Studi Perbandingan Pengelolaan
Islam di Indonesia, (Jakarta: Center for the Studi of Religion and Cultur, Zakat Asia Tenggara (Malang: UIN-Malang Press, 2008), h. 5-6
UIN Syarif Hidayatullah, 2006), h. 3 13 Fakhruddin, Rekontruksi, h. 3
8 Noor Aflah, Arsitektur Zakat Indonesia Dilengkapi Kode Etik Amil Zakat 14 Badan Amil Zakat Nasional, Penerimaan dan Penyaluran Tahun 2011,
Indonesia (Jakarta: UI-Press, 2009), h. 25 (Online) (www.baznas.or.id, diakses tanggal 17 Mei 2012)
9 Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Pemberdayaan Zakat, (Yogyakarta: 15 Yusuf Wibisono, Ironi Undang-Undang Zakat, (Online) (www.republika.
Pilar Media, 2006), h. 92. co.id, diakses tanggal 17 Mei 2012)
26 ~ Jurisdictie, Jurnal Hukum dan Syariah, Volume 3, Nomor 1, Juni 2012, hlm 24-34

Terlepas dari perbedaan capaian dari masing- men­jadi tiga periode: Pertama, Sebelum Lahirnya
masing institusi, kedua institusi tersebut dirasa belum Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
maksimal dalam menjalankan peran dan fungsinya Pengelolaan Zakat. Pengumpulan dan pendistribusian
dalam menggali potensi ZIS untuk meningkatkan ke­ zakat telah dilakukan sejak Islam masuk ke Nusantara.
sejahteraan muzakki di Indonesia. Gagasan ini mencoba Pada masa penjajahan Belanda, pelaksanaan ajaran
membidik salah satu institusi pengelola zakat, yaitu agama Islam termasuk zakat diatur dalam Ordonantie
Lembaga Amil Zakat (LAZ) untuk ditinjau peran dan Pemerintah Hindia Belanda Nomor 6200 tanggal 28
fungsinya, serta bagaimana mengoptimalkan kinerja Februari 1905. Dalam pengaturan ini pemerintah
LAZ dalam menjalankan fungsi sosial. Persoalan tidak mencampuri masalah pengelolaan zakat dan
ini diangkat dengan pertimbangan, institusi inilah menyerahkan sepenuhnya kepada umat Islam.
yang terbentuk atas dasar kesadaran masyarakat Pada awal kemerdekaan pengelolaan zakat
(community consciousness) akan urgensi zakat dalam masih diserahkan pada masyarakat. Baru pada tanggal
mengatasi persoalan sosial ekonomi di Indonesia. 8 Desember 1951, Kementerian Agama menge­
luarkan Surat Edaran Nomor: A/VII/17367 tentang
Eksistensi Lembaga Amil Zakat di Indonesia Pelaksanaan Zakat Fitrah, yang intinya pemerintah
Pengelolaan zakat menurut Undang-Undang mendorong masyarakat secara aktif meng­awasi
Nomor 23 Tahun 2011 adalah kegiatan perencanaan, pendistribusian zakat agar sesuai dengan hukum Islam.
pe­­laksanaan, dan pengoordinasian pengawasan dalam Dengan demikian, pemungutan dan pen­distribusian
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat belum dilakukan oleh sebuah lembaga dan
zakat. Kegiatan-kegiatan tersebut, salah satunya masih bersifat sporadis. Pada tahun 1968, muncul dua
Lembaga Amil Zakat sebagaimana diatur dalam Pasal institusi yang berhubungan erat dengan pengelolan
17 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang zakat, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) melalui
Pengelolaan Zakat. Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 4 Tahun
Menurut Sudirman, Lembaga Amil Zakat 1968 dan bait al-mâl yang diatur dalam Peraturan
merupakan institusi pengelola zakat yang dibentuk Menteri Agama Nomor 5 Tahun 1968. Berdasarkan
oleh masyarakat sehingga tidak memiliki afiliasi dua PMA ini Bait al-mâl berfungsi sebagai penerima
dengan Badan Amil Zakat,16 yang notabene dibentuk dan penampung zakat, dan kemudian dikumpulkan
atas prakarsa pemerintah. Secara yuridis, definisi kepada Badan Amil Zakat untuk didistribusikan
LAZ dapat ditemukan dalam penjelasan Pasal 7 kepada mustahiq. Bait al-mâl yang dimaksud dalam
Ayat (1) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 PMA Nomor 4 Tahun 1968 berstatus yayasan dan
tentang Pengelolaan Zakat. Lembaga amil zakat di­ bersifat semi resmi.19 Dua peraturan ini memberikan
pandang sebagai institusi pengelolaan zakat yang se­ peluang lahirnya sejumlah Lembaga Amil Zakat di
penuhnya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh Indonesia seperti Yayasan Baitul Mal Umat Islam
masyarakat.17 Bank Negara Indonesia (BAMUIS BNI) pada tanggal
Setelah Undang-Undang ini diubah, definisi 5 Oktober 1967 di Jakarta, Yayasan Dana Sosial al-
LAZ turut mengalami perubahan sebagaimana diatur Falah (YDSF) pada tanggal 1 Maret 1987 di Surabaya,
dalam Pasal 1 poin 8 Undang-Undang Nomor 23 dan Dompet Dhuafa Republika pada 14 September
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Lembaga 1994 di Jakarta.
Amil Zakat yang selanjutnya disingkat LAZ adalah Kedua, Pasca Lahirnya Undang-Undang
lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan Hukum Islam semakin mendapatkan tempat dalam
pendayagunaan zakat.18 Melalui definisi ini, peran proses legislasi setelah dilakukan reformasi. Pada
yang dimainkan oleh LAZ turut berubah, yaitu sebagai tahun 1999, Pemerintah beserta DPR mengesahkan
pembantu dalam pengelolaan zakat di Indonesia. Undang-Undang Nomor 38 tentang Pengelolaan
Perkembangan LAZ sebagai institusi pengelola Zakat, dengan peraturan pelaksana berupa Keputusan
zakat, infaq dan shadaqah di Indonesia, dapat dibagi Menteri Agama Nomor 581 Tahun 1999 jo. Keputusan
Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 373 Tahun
16 Sudirman, Zakat dalam Pusaran Arus Modernitas (Malang: UIN-Malang 2003 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38
Press,2007), h. 99
17 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat Lembaran Tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jendral Bimas
Negara Tahun 1999 Nomor 164 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3885
18 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 115 19 Fakhruddin, Fiqh, h. 244-245
Ramadhita, Optimalisasi Peran Lembaga Amil Zakat Dalam Kehidupan Sosial...~ 27
Islam dan Urusan Haji Nomor D-291 Tahun 2000.20 mencantumkan sanksi bagi orang-orang yang tidak
Melalui Undang-Undang ini, keberadaan Lembaga mau melaksanakan zakat. Sehingga potensi zakat
Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk dan dikelola belum dapat didayagunakan secara maksimal.
oleh masyarakat, yang terhimpun dalam berbagai Ketiga, Pasca berlakunya Undang-Undang
organisasi masyarakat (ormas), yayasan, atau institusi Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
lain­nya diakui dan mendapat perlindungan hukum, Selama 12 tahun setelah berlakunya Undang-Undang
dengan catatan harus dikukuhkan terlebih dahulu Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat,
oleh pemerintah. Sebagaimana dalam Pasal 21 ayat tidak sedikit persoalan yang muncul dalam proses
(1) Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia pengumpulan, pendayagunaan, dan pendistribusian
Nomor 373 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Undang- zakat. Undang-Undang ini dinilai memiliki banyak
Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan ke­kurangan dan amat ringkas. Selain itu, Undang-
Zakat. Undang ini hanya menyebutkan peraturan menteri
Menarik untuk dicermati, dalam Pasal 22 di­ se­bagai aturan pelaksana. Berdasarkan hal ini, pada
nyata­kan bahwa yang dapat mengajukan diri sebagai tahun 2007 Forum Zakat dan BAZNAS menyusun
LAZ adalah organisasi Islam dan atau Lembaga konsep amandemen Undang-undang Pengelolaan
Dakwah yang bergerak di bidang dakwah, pendidikan, Zakat dan diajukan ke DPR.
sosial dan kemaslahatan umat Islam, dengan per­ Menurut Ahmad Juwaini, ada tiga isu sentral
syaratan: (1) Berbadan hukum; (2) Memiliki data yang diusung dalam draft revisi Undang-Undang
muzakki dan mustahiq; (3) Telah beroperasi minimal Pengelolaan Zakat : Pertama, adanya sanksi bagi
selama 2 tahun; (4) Memiliki laporan keuangan muzakki yang ingkar, baik sanksi administrasi mau­
yang telah diaudit oleh akuntan publik selama 2 pun sanksi finansial; Kedua, Penataan organisasi
tahun terakhir; (5) Memiliki wilayah operasi secara penge­lola zakat dan pemisahan fungsi regulator atau
nasional minimal 10 provinsi untuk LAZNAS dan pengawas, operator dan kordinator; Ketiga, men­
memiliki wilayah operasional minimal 40% dari jadikan Zakat sebagai pengurang pajak. 21 Noor Aflah
jumlah Kabupaten/Kota di Propinsi untuk LAZDA; mengatakan bahwa organisasi pengelola zakat di
(5) Mendapat rekomendasi dari Forum Zakat (FOZ); Indo­nesia tidak memiliki struktur pengendalian yang
(6) Telah mampu mengumpulkan dana minimal Rp. jelas. Dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999
500.000.000, untuk LAZDA dan Rp. 1.000.000.000 hanya mengatur mengenai operator yang bertugas
untuk LAZNAS dalam satu tahun; (7) Melampirkan meng­himpun dan mendistribusikan zakat, tanpa ada
surat pernyataan bersedia disurvei oleh Tim yang lembaga pengawas. Akibatnya, sering terjadi tumpang
di­bentuk oleh Departemen Agama dan diaudit oleh tindih yang memicu distrust terhadap LAZ. Dalam
akuntan publik; dan terakhir dalam melaksanakan RUU Pengelolaan Zakat, BAZNAS diposisikan
ke­giatan bersedia berkoordinasi dengan BAZNAS, sebagai regulator teknis dan pengawas bagi seluruh
BAZDA dan Departemen Agama. lembaga amil zakat di Indonesia, seperti peran Bank
Di antara LAZ yang didirikan pasca berlakunya Indo­nesia dalam dunia perbankan. Setidaknya ada
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 antara lain dua sebab perubahan posisi ini, (1) fungsi pengawasan
Baitul Maal Muamalat yang didirikan oleh Bank yang dilakukan Kementerian Agama dipandang tidak
Muamalat Indonesia pada tanggal 16 Juni 2000. efektif, karena banyaknya tugas dan tanggungjawab
Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia pada yang diembannya. (2) Lembaga ini merupakan satu-
tanggal 10 Agustus 2001. Lembaga Amil Zakat Infaq satunya lembaga yang dibentuk melalui Keputusan
Shadaqah Muhamadiyah (LAZISMU) yang didirikan Presiden.22
oleh PP. Muhamadiyah Pada Tahun 2002. Pasca Dalam proses pembahasan Rancangan Undang-
lahirnya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999, Undang Pengelolaan Zakat yang baru, pemerintah
tidak terdapat perbedaan signifikan peran dan fungsi sempat mewacanakan penggabungan antara LAZ
institusi pengelola zakat. Amil zakat, baik BAZ dengan BAZ. Padahal banyak LAZ yang muncul
mau­pun LAZ tidak memiliki otoritas memaksa agar lebih dahulu sebelum Undang-Undang Pengelolaan
seseorang membayar zakat. Para wajib zakat tidak Zakat. Dalam catatan Noor Aflah, setidaknya terdapat
didaftar dan diatur oleh pemerintah, seperti halnya
para wajib pajak. Undang-Undang inipun juga tidak
21 Ahmad Juwaini, Mencermati dan Menyikapi Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2011, (Online) (www.forumzakat.net, diakses tanggal 18 Mei 2012)
20 Fakhruddin, Fiqh, h. 247 22 Noor Aflah, Arsitektur, h. 2-4
28 ~ Jurisdictie, Jurnal Hukum dan Syariah, Volume 3, Nomor 1, Juni 2012, hlm 24-34

tiga pandangan yang berbeda:23 Pertama, Pandangan garapan. Kepengurusan BAZ juga harus melihatkan
yang menolak penggabungan. Hamy Wahjunianto masyarakat. Sehingga potensi zakat dapat digali
– mantan ketua umum Forum Zakat - menyatakan secara optimal.
bahwa LAZ merupakan bentuk partisipasi positif Kekhawatiran Hamy Wahjunianto, tidak dapat
masyarakat yang perlu didukung, bukan sebaliknya. di­salahkan sepenuhnya. Jika melihat fenomena yang
Publik lebih percaya kepada LAZ daripada BAZ ada, masyarakat cenderung tidak percaya terhadap
dalam menyalurkan zakat, infak, atau shadaqahnya. kinerja lembaga-lembaga bentukan pemerintah, ter­
Hal ini terbukti dari capaian dana yang diperoleh lebih untuk mengelola asset ZIS yang demikian besar.
LAZ jauh lebih besar dari dana yang dikelola BAZ. Berdasarkan track record selama ini, sumber-sumber
Jumlah donatur dan muzakki yang menjalin kemitraan ke­uangan yang dikelola oleh negara, dijadikan lahan
dengan LAZ juga semakin bertambah. Jika LAZ dan korupsi oleh oknum-oknum pejabat negara, dan tidak
BAZ digabung apakah pemerintah menjamin bahwa menutup kemungkinan asset ZIS juga bernasib sama.
para donatur dan muzakki mau menyalurkan ZIS Masyarakat miskin yang seharusnya diberdayakan
kepada BAZ. Optimalisasi fungsi pengelolaan zakat tetap dibiarkan miskin, meskipun mendapat bagian
bukan dengan menggabungkan dua lembaga tersebut. zakat, infaq, maupun shadaqah. Dana ZIS yang di­
Me­lainkan memberikan ruang gerak yang luas bagi distribusikan kepada para mustahik hanya sekedar
LAZ untuk menjalankan fungsinya. Penggabungan formalitas menjalankan perintah Undang-Undang,
bisa dilakukan setelah terbentuk lembaga pengawas tanpa mem­berikan cara pengelolaan agar dana tersebut
pengeloaan zakat dan adanya standarisasi mutu tetap mengalir dan merubah mereka menjadi muzakki
lembaga zakat. suatu saat nanti. Banyaknya LAZ yang berlomba-
Kedua, pendapat yang mengharuskan peng­ lomba mengumpulkan dana ZIS juga memimbulkan
gabungan. Kelompok ini diwakili oleh Mukhtar berbagai persoalan. Misalnya, satu orang muzakki
Zarkasyi dari Kementerian Agama, yang menyatakan atau donatur menjadi sumber dana dari beberapa
bahwa sejak awal pengelolaan zakat di Indonesia LAZ sehingga memberatkan muzakki. Selain itu, ada
di­arahkan hanya dikelola oleh Badan Amil Zakat kecenderungan masing-masing LAZ mementingkan
sebagai lembaga remi yang dibentuk oleh pemerintah. institusinya sendiri dalam upaya mensejahtrakan
Tujuannya, agar pengumpulan, pendistribusian, dan masyarakat kurang mampu, sekalipun ada lembaga
pendayagunaannya dapat berjalan dengan efektif, bersama seperti Forum Zakat (FOZ) sehingga
efisien, dan dapat mewujudkan kesejahteraan sosial pengentasan kemiskinan terkesan gerakan parsial dan
sebagaimana amanat UUD RI 1945. LAZ yang bukan gerakan bersama.
dikehendaki Undang-Undang hanyalah LAZ yang Setelah menempuh proses yang cukup panjang,
berasal dari ormas-ormas Islam. Banyaknya LAZ pada 25 November 2011 secara resmi pemerintah
saat ini sebenanya tidak sesuai dengan amanat mengundangkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
Undang-Undang. Ironisnya, menurut Mukhtar justru 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan mencabut
di­kukuhkan oleh Menteri Agama. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999. Dalam
Ketiga. Pandangan yang moderat seperti yang di­ Undang-Undang Zakat baru pengelolaan zakat menjadi
sampaikan Didin Hafidhuddin. Penyatukan BAZ dan kewenangan negara, masyarakat dapat mengelola
LAZ yang diwacanakan pemerintah pasti bertujuan apabila mendapat izin dari pemerintah. Ada beberapa
baik, namun idealnya pengelolaan zakat di Indonesia hal yang menarik dari Undang-Undang Pengelolaan
ke depan tetap harus mengakomodasi keberadaan BAZ Zakat yang baru, khususnya berkaitan dengan relasi
dan LAZ. Sebab, melalui LAZ muncul kesadaran dari BAZ dan LAZ dalam pengelolaan zakat. Pasal 5
masyarakat untuk membayar Zakat. Sedangkan BAZ ayat (1) menyatakan bahwa untuk melaksanakan
me­miliki kekuatan yang mengikat. Akan tetapi, harus pengelolaan zakat, Pemerintah membentuk BAZNAS.
ada pembagian peran di antara keduanya. BAZ yang Secara eksplisit, peran BAZNAS ditegaskan kembali
mewakili pemerintah diproyeksikan sebagai regulator dalam Pasal 6 yang menyatakan bahwa BAZNAS
dan LAZ sebagai cerminan keterlibatan masyarakat merupakan lembaga yang berwenang melakukan
juga dihargai keberadaannya. Meskipun demikian, tugas pengelolaan zakat secara nasional. Eksistensi
program-program LAZ harus diawasi sehingga tidak LAZ dalam pengelolaan zakat masih diakui dalam
ber­jalan sendiri-sendiri, bahkan rebutan wilayah Undang-Undang. Sekalipun perannya dianggap
dikerdilkan oleh praktisi pengelolaan zakat. Pasal 17
23 Noor Aflah, Arsitektur, h. 13-22
menyatakan untuk membantu BAZNAS dalam pe­lak­
Ramadhita, Optimalisasi Peran Lembaga Amil Zakat Dalam Kehidupan Sosial...~ 29
sanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pen­daya­ pidana penjara maksimal 1 (satu) tahun atau denda
gunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ. maksimal Rp. 50.000.000. Dengan merujuk pada
Melalui beberapa pasal di atas, dua lembaga ini ke­umuman teks, tidak menutup kemungkina ta’mir
yang sebelumnya berdiri sejajar, kini berubah. LAZ masjid, kiai, pondok pesantren, muzakki yang tidak
sekarang menjadi pendukung BAZNAS yang ber­ mengantongi izin dari pemerintah untuk mengambil
peran sebagai koordinator. Atau dengan kata lain, atau mendistribusikan zakat terkena pidana. Jika
BAZ berfungsi sebagai operator sekaligus pengawas penjelasan dan petunjuk pelaksanaannya tidak jelas,
pengelolaan zakat, sedangkan LAZ hanya merupakan bisa berakibat menjadi kontra produktif dan me­
operator zakat yang wajib bertanggungjawab kepada matikan sebagian potensi perkembangan zakat yang
BAZNAS sebagaimana diatur dalam Pasal 19. Syarat- sudah baik selama ini.
syarat pembentukan LAZ juga mengalami perubahan, Menurut Rohadi Abdul Fatah selaku Direktur
se­bagaimana diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Pem­berdayaan Zakat Kementerian Agama RI,
Pengelolaan Zakat yang baru. Beberapa poin yang menyatakan bahwa LAZ harus berbasis organisasi
me­narik dicermati yaitu, LAZ harus terdaftar sebagai kemasyarakatan (ormas) Islam dan berbadan hukum,
organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola untuk memastikan keamanan aset umat yang dikelola.
bidang pendidikan, dakwah, dan sosial; mendapat Pemerintah memberikan jaminan bahwa LAZ yang
rekomendasi dari BAZNAS; dan memiliki pengawas sudah ada tidak akan dihapus. Posisi LAZ dalam
syariat. Syarat-syarat ini memiliki perbedaan yang Undang-Undang tidak boleh diartikan secara sempit
signifikan jika dibandingkan dengan syarat-syarat dan letterlijk, tetapi harus dimaknai dalam konteks
pendirian LAZ yang diatur dalam Keputusan Menteri ke­harusan berkoordinasi. Pemerintah berperan dalam
Agama Republik Indonesia Nomor 373 Tahun 2003. pembinaan, regulasi dan pengawasan, serta moti­
Rekomendasi bukan lagi berasal Forum Zakat, vasi dan fasilitatif, sedangkan BAZNAS sebagai
melainkan wewenang BAZNAS untuk memberikan organisasi pemerintah non-struktural yang akan
ijin operasi terhadap LAZ. meng­koordinir pengelolaan zakat secara nasional. Hal
Selain itu, apa yang digagas oleh Mukhtar ini akan memudahkan muzakki membayar zakat, serta
Zarkasyi menjadi kenyataan. Salah satu syarat men­ memudahkan mustahik memperoleh haknya.24 Didin
dirikan LAZ adalah berafiliasi dengan salah satu Hafidhuddin menambahkan bahwa Undang-Undang
ormas Islam yang ada. Hal ini menimbulkan pesoalan tidak memarginalkan peran LAZ dan mengunggulkan
baru, bagaimana dengan sejumlah LAZ, seperti BAZNAS. Tugas BAZNAS sebenarnya hanya dua,
Dompet Dhuafa Republika, Yayasan Dana Sosial al- yakni sebagai operator terbatas dan koordinator.
Falah, Rumah Zakat Indonesia yang besikap netral, Sedangkan yang lain diberikan pada LAZ.25
tidak berafiliasi dengan ormas apapun sejak didirikan. Munculnya lembaga-lembaga amil zakat me­
Dalam Pasal 43 ayat (3) dan ayat (4) disebutkan bahwa nampilkan sebuah harapan akan tertolongnya ke­
LAZ yang telah dikukuhkan oleh menteri sebelum sulitan hidup kaum dhuafa. Masalah kemiskinan
Undang-Undang pengelolaan zakat yang baru berlaku dan pengangguran yang terjadi di Indonesia akan
tetap diakui, namun dalam jangka waktu 5 tahun ter­selesaikan. Namun, menurut Umratul Khasanah,
mereka wajib menyesuaikan dengan syarat-syarat harapan ini akan sulit tercapai jika lembaga amil zakat
yang baru. Dengan jumlah LAZ yang ada dan ormas tidak memiliki orientasi dalam pemanfaatan dana
Islam yang diakui, apakah mungkin pengelolaan zakat yang tersedia. Jika merujuk pada sejarah Islam,
potensi zakat di Indonesia akan maksimal. Terlebih dana zakat memiliki arti yang signifikan, karena
masih ada rasa sentimen di antara ormas-ormas Islam peran serta khalifah. Lembaga-lembaga amil zakat
di Indonesia. Hal ini tentu akan mengganggu kinerja yang ada di bawah satu atap koordinasi dan bersinergi
LAZ dalam memberdayakan mustahik, jika tidak satu sama lain melalui bantuan negara.26 Dana yang
ada Peraturan Pemerintah sebagai pelaksana teknis telah terkumpul harus didistribusikan sesuai sasaran
Undang-Undang. yang telah direncanakan sebelumnya. Untuk menjaga
Pasal 38 dan pasal 41 tentang ancaman sanksi kepercayaan publik, dana tersebut harus dikelola ber­
bagi masyarakat yang mengelola zakat tapi tidak me­
miliki izin dari pemerintah juga memicu kontroversi 24 Untung Kasirin, Notulensi Seminar Zakat dengan tema “Masa Depan Zakat
Indonesia Pasca UU Zakat Baru: Peluang dan Tantangan”, (Online) (www.
di masyarakat. Dari dua pasal ini diketahui bahwa imz.or.id, diakses tanggal 18 Mei 2012)
setiap orang yang menyelenggarakan pengelolaan 25 Afriza Hanifa, Penguatan BAZ pengerdilan LAZ?, (Online) (www.republika.
co.id, tanggal 18 Mei 2012)
zakat, tanpa ada izin dari pemerintah dipidana dengan 26 Umratul Khasanah, Manajemen, h. 60
30 ~ Jurisdictie, Jurnal Hukum dan Syariah, Volume 3, Nomor 1, Juni 2012, hlm 24-34

dasakan proses pertanggungjawaban agar para sumber negara telah memberikan payung hukum terhadap
dana yakin bahwa zakat yang dikeluarkan, di­salurkan pelaksanaan ajaran agama Islam di Indonesia.
dan dimanfaatkan sesuai ketentuan Syariah.27 Dukungan terhadap institusi pengelola zakat
dikuatkan dan diperjelas melalui Undang-Undang
Munculnya Lembaga Amil Zakat di Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor
Menurut Adiwarman Karim dan A. Azhar 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. (3) Infra­
Syarief,28 munculnya sejumlah LAZ di Indonesia terdiri struktur IT yang menunjang (IT Infrastructure).
dari faktor penarik seperti: (1) Semangat Menyadarkan Untuk menanggulangi penumpukan aliran dana
Umat (Spirit of Consciousness). LAZ menjadi motor zakat, infaq, shadaqoh pada satu orang, Direktorat
dalam penyadaran umat akan urgensi zakat yang se­ Pemberdayaan Zakat Kementerian Agama telah
harusnya menjadi tugas negara. Hal ini didasari atas mem­bangun sistem informasi zakat nasional yang
kenyataan bahwa Indonesia bukanlah negara Islam ber­basis teknologi informasi sehingga dapat diketahui
yang bisa memaksa bahkan memerangi mereka yang data base mustahik dan muzakki secara menyeluruh
tidak mau membayar zakat. (2) Semangat Melayani serta hasil penghimpunan dan penyaluran zakat, infak
Secara Profesional (Spirit of Professional Services). dan shadaqah dapat dimonitor setiap saat. Melalui
Ke­percayaan yang tinggi terhadap lembaga yang teknologi yang ada, muzakki dapat menyalurkan
dikelola secara profesional pada gilirannya akan atau mengetahui laporan pendistribusian zakat,
mem­buat para muzakki semakin gemar berzakat. infaq maupun shadaqah yang dilakukan oleh LAZ
Implikasinya, potensi zakat yang dapat dikumpulkan secara online kapanpun dan dimanapun. (4) Tingkat
akan semakin besar dan persoalan kesenjangan Ke­sadaran Masyarakat Yang Makin Meningkat
ekonomi akan mudah diatasi. (2) Semangat Berinovasi (Awareness Increasing). Menarik jika kita melihat
Membantu Mustahik (Spirit of Inovation). Kemajuan ke­sadaran masyarakat yang semakin meningkat
sebuah lembaga bergantung pada inovasi. Tanpanya, ter­hadap pentingnya berzakat. Survei PIRAC me­
suatu lembaga hanya akan melakukan pekerjaan lapor­kan tingkat kesadaran muzakki meningkat dari
yang sama dari waktu ke waktu. Berdasarkan hal ini, 49,8% di tahun 2004 menjadi 55% di tahun 2007.
banyak LAZ yang memiliki program-program unik Hal ini berarti dalam kurun waktu 3 tahun terjadi
dalam memikat hati muzakki. Misalnya, Rumah peningkatan sebesar 5,2% kesadaran berzakat dalam
Zakat Indonesia dengan program Super Qurban-nya. masyarakat, jika 5,2% itu dikalikan dengan populasi
(3) Semangat Memberdayakan Masyarakat (Spirit muzakki di Indonesia, maka terdapat lebih dari 29 juta
of Empowering). Munculnya LAZ maupun BAZ di keluarga sejahtera yang akan menjadi warga sadar
Indonesia, menandakan masih banyaknya orang- zakat. Akan tetapi, diperkirakan hanya ada se­kitar 12
orang yang peduli terhadap derita yang dialami oleh – 13 juta muzakki yang membayar zakat via LAZ, ber­
lingkungan sekitar kita. Sehingga hal ini perlu di­ arti masih ada lebih dari separuh potensi zakat yang
apresiasi positif. belum tergarap oleh LAZ.
Sedangkan faktor pendorong terbentuknya LAZ
antara lain: (1) Potensi Penghimpunan Dana Zakat Peran dan Fungsi Lembaga Amil Zakat
Yang Besar (Huge Market Potential). Potensi zakat Lembaga Amil Zakat diakui oleh Undang-Undang
yang dikemukakan oleh beberapa lembaga di atas, sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam penge­
berapapun nilainya, bukanlah angka yang kecil, jika lolaan dana zakat, infaq, dan shadaqah di Indonesia.
semua dana itu bisa terkumpul dan dikelola oleh Pasal 1 poin 1 Undang-Undang Nomor 38 Tahun
lembaga yang profesional dan didistribusikan secara 1999 me­nye­bu­tkan bahwa pengelolaan zakat adalah
produktif, maka bisa dibayangkan besarnya manfaat ke­giatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
yang diperoleh masyarakat kurang mampu agar bisa ter­hadap pengumpulan dan pendistribusian serta pen­
bangkit dari keterpurukannya. (2) Regulasi Yang dayagunaan zakat. Berdasarkan ketentuan di atas
Mulai Mendukung (Friendly Regulation). Meski­ terdapat tiga peran yang dimainkan dalam penge­
pun pengelolaan zakat pada awalnya hanya diatur lolaan zakat, yaitu operator, pengawas dan regulator.
dengan keputusan dan instruksi menteri, setidak­nya Peran yang dimainkan LAZ hanya sebagian kecil,
yaitu sebagai operator. Sedangkan peran-peran
27 Umratul Khasanah, Manajemen, h. 61
yang lain menjadi kewenangan pemerintah. Peran
28 Adiwarman Karim dan A. Azhar Syarief, “Fenomena Unik Di Balik ini diatur dalam Pasal 8 yang menyatakan badan
Menjamurnya Lembaga Amil Zakat (LAZ) Di Indonesia”, (Online) (www.
imz.or.id, diakses tanggal 18 Mei 2012)
amil zakat sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 dan
Ramadhita, Optimalisasi Peran Lembaga Amil Zakat Dalam Kehidupan Sosial...~ 31
lembaga amil zakat sebagaimana dimaksud pada Skema relasi BAZ dan LAZ dalam
Pasal 7 mempunyai tugas pokok mengumpulkan, UU. 38 Tahun 1999
men­distribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai
dengan ketentuan agama.
LAZ dengan BAZ memiliki peran dan kedudukan
yang sama, yaitu membantu pemerintah mengelola
zakat. Keduanya berdiri sendiri dalam melakukan aset
zakat. Keberadaan LAZ maupun BAZ harus mampu
mewujudkan tujuan besar dilaksanakannya penge­
lolaan zakat, seperti meningkatkan kesadaran masya­
rakat dalam penunaian zakat, meningkatkan fungsi
pranata keagamaan untuk mewujudkan ke­sejah­teraan
masya­rakat dan keadilan sosial, serta meningkatkan
hasil guna dan daya guna zakat.29
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Penge­lolaan Zakat yang baru, membawa perubahan
ter­hadap peran LAZ dalam menjalankan fungsi penge­
Skema relasi BAZ dan LAZ dalam
lolaan zakat. Pasal 17 yang menyatakan bahwa untuk
UU. 21 Tahun 2011
membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengum­
pulan dan pendistribusian, dan pendayagunaan zakat,
masyarakat dapat membentuk LAZ.
Jika dalam Undang-Undang yang lama posisi
kedua­nya dipandang sejajar dan seimbang dalam men­
jalankan fungsi pengelolaan zakat, dalam Undang-
Undang yang baru ini peran LAZ menjadi dikerdilkan
dan diposisikan sebagai subordinat dari BAZ yang
di­bentuk oleh pemerintah. Pergeseran inilah yang
ditentang oleh LAZ-LAZ yang tergabung dalam
Forum Zakat, bahkan ada wacana untuk melakukan
judicial review kepada Mahkamah Konstitusi, meski­
pun instrumen yang keberlakuannya, yaitu Peraturan
Pemerintah diberi tenggat satu tahun.30 Adapun
perbandingan skema hubungan peran antara BAZ dan
LAZ dalam Undang-Undang 38 Tahun 1999 maupun
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 sebagai
berikut: Optimalisasi Peran Lembaga Amil Zakat
Indonesia sebagai negara terbesar penduduk
muslim­nya di dunia mempunyai peluang yang sangat
besar untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya
lewat zakat. Namun demikian menurut penelitian
yang dilakukan oleh Eri Sudewo bahwa secara umum
zakat di Indonesia belum banyak berdampak pada pe­
ningkatan kualitas kehidupan kaum miskin. Hal ini
di­sebabkan karena pengelolaan zakat oleh lembaga
amil zakat, baik Badan Amil Zakat (BAZ) maupun
Lembaga Amil Zakat (LAZ) kebanyakan masih
meng­gunakan manajemen tradisional. Oleh karena itu
menurutnya untuk meningkatan kualitas kehidupan
29 Fakhruddin, Fiqh, h. 253-254
kaum miskin, maka disarankan untuk meninggalkan
30 Abdul Mukthie Fadjar, Menguji Konstitusionalitas Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, makalah disampaikan dalam 15 tradisi yang selama ini berkembang di BAZ dan
forum kuliah umum dan konsultasi publik “Mengkritisi UU 23/2011”,
LAZ tersebut, kemudian menerapkan 4 prinsip dasar.
tanggal 12 April 2012 (Malang, Universitas Brawijaya,2012), h. 1
32 ~ Jurisdictie, Jurnal Hukum dan Syariah, Volume 3, Nomor 1, Juni 2012, hlm 24-34

Kelima belas tradisi dimaksud adalah: (1) menggunakan prinsip 5 W + 1 H. Dalam persoalan
anggapan sepele, bahwa zakat merupakan bantuan how, dalam ibadah zakat pengaturannya diserahkan
yang kemudian membentuk paradigma bahwa bantuan ke­pada manusia. Sebab, sifat dan kebutuhan setiap
adalah pekerjaan sosial semata sehingga tidak perlu manusia berbeda. Misalnya, ijab kabul atau pe­
mendapat perhatian ekstra. (2) kelas dua, di­mana zakat nye­rahan zakat dari muzakki dengan amil secara
tidak perlu dikelola dengan serius, akan tetapi cukup langsung tidak lagi banyak terjadi. Sebab, melalui
dengan sisa-sisa tenaga saja, (3) tanpa mana­jemen per­kembangan teknologi muzakki dapat menyalurkan
akan tetapi pengelolaan zakat kebanyakan meng­ dananya melalui mesin ATM atau transfer via bank.
gunakan intuisi sehingga pengeloalaan zakat ber­jalan Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan muzakki
sesuai dengan persepsi masing-masing, (4) tanpa ter­hadap amil meningkat, tanpa harus bertatap muka
perencanaan karena bersifat bantuan, maka kapan­ dengannya. Selain itu, kesalehan dalam ibadah zakat
pun bisa dijalankan, (5) oleh karena tidak adanya me­rupakan keberhasilan membentuk suatu masyarakat
pe­rencanaan, maka pembentukan struktur organisasi yang saling membantu berdasarkan kesadaran.
sering­kali tumpang tindih, (6) tanpa fit and proper Kedua, prinsip moral. Dalam pengelolaan
test karena hal ini merupakan suatu hal yang sangat zakat, para ‘âmil dituntut memiliki sifat jujur,
muluk bagi pengelolaan zakat yang bersifat bantuan amanah, siddiq, tanggung jawab, adil, kasih, gemar
tersebut, sehingga dengan demikian menimbulkan menolong, dan tabah. Menurut Sadewo, kejujuran
(7) kaburnya batasan antara wewenang dan tanggung men­jadi kata kunci utama, sebab pengelolaan zakat
jawab, (8) ikhlas tanpa imbalan karena anggapan belum dikontrol oleh lembaga resmi yang dapat
bahwa hal ini meruapakan pekerjaan sosial, akan mem­berikan sanksi, muzakki tidak tahu kemana
tetapi kemudian menimbulkan pengelolaan zakat (9) zakatnya disalurkan, masyarakat seolah tidak punya
di­kelola dengan paruh waktu, (10) lemahnya SDM, hak memantau pengelolaan zakat. Ketiga, prinsip
(11) bukan pilihan, hal ini akan berpengaruh besar pada lembaga. Ada beberapa prinsip kelembagaan yang
kondisi kejiwaan yang bersangkutan dan lembaga itu harus dimiliki oleh lembaga zakat agar bisa dipercaya
sendiri, (12) lemahnya kreatifitas yang menyebabkan oleh donatur dan masyarakat, yaitu: figur yang tepat,
program-program yang dilahirkan tidak inovatif, (13) non-politik, non-golongan, independen, dan netral
tidak ada monitoring dan evaluasi, (14) tidak disiplin, obyektif. Keempat, prinsip manajemen. Terdapat dua
(15) kepanitiaan tidak ada perencanaan kegiatan yang gaya dalam manajemen, yaitu management by result
sifatnya sporadis dan berjangka pendek.31 dan management by process. Management by result
Kelima belas persoalan yang dikemukakan, mementingkan hasil sehingga dengan demikian dia
Eri Sadewo masih dapat dijumpai dalam kehidupan berjangka pendek, sedangkan management by process
sehari-hari. Dalam suatu kepengurusan LAZ misal­nya, lebih mementingkan proses sehingga berjangka
pengelola zakat masih “nyambi” dengan pekerjaan yang panjang. Menurut Eri Sudewo, lembaga zakat lebih
lain, seperti pendidik, pedagang, atau perkerjaan lain tepat menggunakan management by process. Hal ini
dengan alasan memenuhi kebutuhan ekonomi agar ia di­sebab­kan karena nilai yang menjadi landasan utama
mampu beramal secara ikhlas pada saat mengelola lembaga zakat menjadi pas dengan karakter dasar
asset zakat. Padahal, tenaga yang digunakan pada mana­gement by process, karena tujuan lembaga zakat
saat mengurus LAZ adalah sisa-sisa yang digunakan adalah memberdayakan masyarakat. Untuk menuju
dalam pekerjaan ekonomis yang ia lakukan sehari- pada pemberdayaan yang dimaksud dibutuhkan
hari. Hal ini membuat penggalian potensi zakat tidak waktu yang cukup. Di samping itu, dibutuhkan pula
maksimal. partisipasi dan pengertian muzakki, mustahiq, mitra
Sedangkan 4 prinsip dasar yang dikembangkan,: kerja, pemerintah, dan masyarakat.32
Pertama, prinsip rukun Islam yang dibedakan menjadi Prinsip pertama, dalam pandangan penulis sudah
dua, yaitu rukun pribadi dan rukun masyarakat. Zakat ter­aplikasikan. Sudah banyak LAZ yang berinovasi
me­rupakan rukun masyarakat, yang artinya zakat dalam melakukan penggalian potensi zakat, salah
merupakan bentuk ibadah vertikal kepada Allah satunya memanfaatkan perkembangan teknologi
sekaligus merupakan ibadah yang horizontal, karena informasi. Hampir semua LAZ memiliki website dan
menyangkut kebutuhan manusia. Menurut Sadewo, jejaring sosial. Dengan demikian, masyarakat dapat
sifat dan karakter masing-masing ibadah dapat didekati meng­akses program dan laporan pendayagunaan

31 Eri Sudewo, Manajemen Zakat, Tinggalkan 15 Tradisi, Terapkan 4 Prinsip


Dasar, (Jakarta: IMZ, 2004), h. 11-20. 32 Eri Sudewo, Manajemen Zakat, h. 30-57.
Ramadhita, Optimalisasi Peran Lembaga Amil Zakat Dalam Kehidupan Sosial...~ 33
zakat, infaq, shadaqah untuk kepentingan mustahiq. Pengelolaan Zakat yang baru. Adapun fungsi LAZ
Namun, Prinsip tidak berafiliasi dengan golongan ter­ yang paling utama adalah menumbuhkan kesadaran
tentu, saat ini tengah menghadapi tantangan. Sebab, muzakki untuk menyalurkan dana ZIS kepada LAZ dan
hal itu justru menjadi syarat utama pendirian LAZ men­dayagunakannya untuk kepentingan Mustahik,
dalam Undang-Undang Pengeloaan Zakat yang baru. agar dikemudian hari mereka mampu menghadapi
Ke­khawatiran ini belum sepenuhnya terbukti hingga per­soalan sosio-ekonomi secara mandiri.
di­keluarkannya Peraturan Pemerintah sebagai aturan Untuk meningkatkan peran dan fungsi LAZ
penjelas sekaligus aturan teknis. perlu dikembangkan empat prinsip, yaitu prinsip
rukun iman, prinsip moral, prinsip manajemen,
Kesimpulan dan prinsip lembaga. Prinsip moral, rukun iman,
Lembaga Amil Zakat (LAZ) sebagai wujud lembaga, berfungsi meningkatkan kepercayaan
partisipasi masyarakat, baik dalam Undang-Undang publik, khususnya muzakki untuk menyalurkan
Nomor 38 Tahun 1999 maupun Undang-Undang zakat, infaq, shadaqahnya kepada LAZ. Sedangkan
Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat prinsip menajemen berfungsi memberdayakan para
ber­peran sebagai operator yang berfungsi melakukan mustahik, sehingga mereka dapat berubah menjadi
pengelolaan terhadap aset zakat, sekalipun posisinya muzakki dikemudian hari.
berada di bawah BAZNAS dalam Undang-Undang

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mukthie Fadjar, Menguji Konstitusionalitas Anshori, Abdul Ghofur. Hukum dan Pemberdayaan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Zakat.Yogyakarta: Pilar Media, 2006.
Pengelolaan Zakat, makalah disampaikan Badan Amil Zakat Nasional, Penerimaan dan
dalam forum kuliah umum dan konsultasi publik Penyaluran Tahun 2011, (Online) www.baznas.
“Mengkritisi UU 23/2011”, tanggal 12 April or.id, diakses tanggal 17 Mei 2012
2012. Malang, Universitas Brawijaya, 2012 Badan Pusat Statistik, Jumlah Penduduk Miskin
Abubakar, Irfan dan Bamualim,Chaider S. Indonesia www.bps.go.id, diakses tanggal 17
(ed.).Filantropi Islam dan Keadilan Sosial, Mei 2012
Studi tentang Potensi, Tradisi dan Pemanfaatan Eri Sudewo, Manajemen Zakat, Tinggalkan 15
Filantropi Islam di Indonesia.Jakarta: Center Tradisi, Terapkan 4 Prinsip Dasar, Jakarta:
for the Studi of Religion and Cultur, UIN Syarif IMZ, 2004
Hidayatullah, 2006.
Fakhruddin, “Rekontruksi Paradigma Zakat: Sebuah
Adiwarman Karim dan A. Azhar Syarief, “Fenomena Ikhtiar Untuk Pemberdayaan Mustahiq”,
Unik Di Balik Menjamurnya Lembaga Amil Makalah disampaikan dalam international
Zakat (LAZ) Di Indonesia”, (Online) www.imz. guest lecture “ Manajemen Zakat Kontemporer
or.id, diakses tanggal 18 Mei 2012 Malaysia-Indonesia, tanggal 10 Maret 2012
Aflah, Noor. Arsitektur Zakat Indonesia Dilengkapi Malang: Universitas Islam Negeri Maulana
Kode Etik Amil Zakat Indonesia.Jakarta: UI- Malik Ibrahim Malang, 2012.
Press, 2009. Fakhruddin. Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia.
Afriza Hanifa, Penguatan BAZ pengerdilan LAZ?, Malang: UIN-Malang Press, 2008.
(Online) www.republika.co.id, tanggal 18 Mei Hasan, M. Ali. Zakat dan Infak Salah Satu Solusi
2012 Mengatasi Problema Sosial di Indonesia.
Ahmad Juwaini, Mencermati dan Menyikapi Undang- Jakarta: Kencana, 2006.
Undang Nomor 23 Tahun 2011, (Online) www. Khasanah, Umratul. Manajemen Zakat Modern
forumzakat.net, diakses tanggal 18 Mei 2012 Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat.
al-Qardhawi, Yusuf. Dauru al-Zakat fi ‘ilaj al- Malang: UIN-Malang Press, 2010.
musykilat al-Istishadiyah, terj. Sari Nurilita. Multifiah, Peran Zakat, Infaq, dan Shadaqah terhadap
Spektrum Zakat dalam Membangun Ekonomi Kesejahteraan Rumah Tangga Miskin, Jurnal
Kerakyatan. Jakarta: Zikrul Hakim, 2005. Ilmu-Ilmu Sosial (Social Sciences), Volume 21
Nomor 1, Februari,2009.
34 ~ Jurisdictie, Jurnal Hukum dan Syariah, Volume 3, Nomor 1, Juni 2012, hlm 24-34

Sudirman. Zakat dalam Pusaran Arus Modernitas. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Malang: UIN-Malang Press, 2007. Pengelolaan Zakat Lembaran Negara Tahun
Suprayogo,Imam.Zakat, Modal Sosial, dan 1999 Nomor 164 Tambahan Lembaran Negara
Pengentasan Kemiskinan, dalam Didin Nomor 3885.
Hafidhuddin. Dkk. The Power of Zakat Untung Kasirin, Notulensi Seminar Zakat dengan
Studi Perbandingan Pengelolaan Zakat Asia tema “Masa Depan Zakat Indonesia Pasca UU
Tenggara.Malang: UIN-Malang Press, 2008. Zakat Baru: Peluang dan Tantangan”, (Online)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang www.imz.or.id, diakses tanggal 18 Mei 2012.
Pengelolaan Zakat Lembaran Negara Tahun Wibisono,Yusuf. Ironi Undang-Undang Zakat,
2011 Nomor 115 . (Online) www.republika.co.id, diakses tanggal
17 Mei 2012.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai