Makalah Difteri Anak
Makalah Difteri Anak
“DIFTERI”
Disusun Oleh:
2B DIII Keperawatan
2019-2020
I
II
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmat
nya saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “DIFTERI” dengan
baik dan tepat waktu. Adapun pembuatan makalah ini dilakukan sebagai pemenuhan
nilai tugas dari mata kuliah Keperawatan anak dengan dosen pengampu Eva Daniati,
S.Kep., Ners., M.Pd
Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan untuk memberikan manfaat yang
berguna bagi ilmu pengetahuan.Saya menyadari dalam penyusunan makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, baik dari segi penyusunan,bahasan,ataupun penulisanya.
Oleh sebab itu, kami mengaharpakan kritik dan saran yang sifatnya membangun,
khususnya dari dosen mata kuliah yang bersangkutan guna menjadi acuan dalam
bekal pengalamn bagi kami.
YayuYulianti Oktavia
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB 1 .......................................................................................................... 1
1.2 Tujuan................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
BABIII PENUTUP
3.1 kesimpulan.............................................................................................18
3.2.Saran......................................................................................................18
DAFTAR FUSTAKA
II
BAB 1
PENDAHULUAN
Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease).
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheria yaitu kuman
yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, Nasofaring (bagian
antara hidung dan faring atau tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui
hubungan dekat, udara yang tercemar oleh carier atau penderita yang akan sembuh,
juga melalui batuk dan bersin penderita.
1
Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
2.Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan yang tepat untuk membantu
klien yang mengalami difteri
1
BAB II
PEMBAHASAAN
A. DEFINISI
Difteri adalah infeksi bakteri yang dapat dicegah dengan imunisasi. Infeksi
saluran resprirotik atas atau nasofaring yang menyebabkan selaput berwarna keabuan
dan bila mengenai laring atau trakea dapat menyebabkan ngorok (stidor) dan
penyumbatan.sekret hidung berwarna kemerahan .Toksin difteri menyebabkan
paralisis otot dan miokarditis, yang berhubungan dengan tingginya angka kematian.
Ciri yang khusus pada difteri ialah terbentuknaya lapisan yang khas selaput lendir
pada saluran nafas, adanya kerusakan otot jantung dan saraf bagian atas. Penularan
difteri dapat melalui hubungan dekat, udara yang tercemar oleh carier atau penderita
yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.
B.Etiologi
Disamping itu bakeri ini dapat mati pada pemanasan 60º C selama 10 menit, tahan
beberapa minggu dalam es, air, susu dan lendir yang telah mengering.Terdapat tiga
jenis basil yaitu bentuk gravis, mitis, dan intermedius atas dasar perbedaan bentuk
koloni dalam biakan agar darah yang mengandung kalium telurit. Basil Difteria
mempunyai sifat:
2
2. Mengeluarkan eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan setelah
beberapa jam diserap dan memberikan gambaran perubahan jaringan yang khas
terutama pada otot jantung, ginjal dan jaringan saraf.
1.Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan
gejala hanya nyeri menelan.
3. Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala
komplikasi seperti miokarditis (radang otot jantung), paralysis (kelemahan anggota
gerak) dan nefritis (radang ginjal).
penyakit ini juga dibedakan menurut lokasi gejala yang dirasakan pasien :
1. Difteri hidung
Gejala paling ringan dan paling jarang (2%). Mula-mula tampak pilek, kemudian
secret yang keluar tercampur darah sedikit yang berasal dari pseudomembran.
Penyebaran pseudomembran dapat mencapai faring dan laring.
Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa mengancam nyawa
penderita akibat gagal nafas. Paling sering dijumpai ( 75%). Gejala mungkin ringan
tanpa pembentukan pseudomembran. Dapat sembuh sendiri dan memberikan imunitas
pada penderita.Pada kondisi yang lebih berat diawali dengan radang tenggorokan
dengan peningkatan suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi, pseudomembran awalnya
hanya berupa bercak putih keabu-abuan yang cepat meluas ke nasofaring atau ke
laring, nafas berbau, dan ada pembengkakan regional leher tampak seperti leher
sapi (bull’s neck). Dapat terjadi sakit menelan, dan suara serak serta stridor inspirasi
walaupun belum terjadi sumbatan laring.
Lebih sering merupakan penjalaran difteri faring dan tonsil, daripada yang primer.
Gejala gangguan nafas berupa suara serak dan stridor inspirasi jelas dan bila lebih
3
berat timbul sesak nafas hebat, sianosis, dan tampak retraksi suprasternal serta
epigastrium. Ada bull’s neck, laring tampak kemerahan dan sembab, banyak sekret,
dan permukaan ditutupi oleh pseudomembran. Bila anak terlihat sesak dan payah
sekali perlu dilakukan trakeostomi sebagai pertolongan pertama.
Dengan gejala berupa luka mirip sariawan pada kulit dan vagina dengan pembentukan
membrane diatasnya. Namun tidak seperti sariawan yang sangat nyeri, pada difteri,
luka yang terjadi justru tidak terasa apa-apa. Difteri dapat pula timbul pada daerah
konjungtiva dan umbilikus.
Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada dasarnya.
Kelainan cenderung menahun. Diphtheria pada mata dengan lesi pada konjungtiva
berupa kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva palpebra. Pada telinga
berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan berbau.
1 .Tenggorokan terasa nyeri, Sulit menelan, Suara parau dan tidak nafsu makan
merupakan salah satu gejala difteri pada orang dewasa dan anak.
2.Gangguan tenggorokan meliputi terlihat adanya selaput putih ke abu abuan yang
melekat pada dinding tenggorokan dekat amandel, Dinding seluruh rongga mulut dan
bahkan mudah dilihat dirongga hidung
3.Setelah muncul gangguan pada tenggorokan , Rongga mulut dan hidung maka
seseorang akan terserang demam ringan hingga berat.
4.Demam yang muncul biasanya akibat telah ada pembengkakan pada kelenjar limfa
dimana ciri cirinya dapat dilihat saat muncul bengkak di leher (Kelenjar getah bening)
D.FATOFISIOLOGI
4
terutama daerah tonsil, kadang-kadang di daerah kulit, konjungtiva, atau genital. Basil
kemudian akan memproduksi eksotoksin.
Toksin yang terbentuk akan diabsorpsi melewati membrane sel mukosa, menimbulkan
peradangan dan epitel diikuti oleh nekrosis. Pada daerah nekrosis ini terbentuk fibrin,
kemudian diinfiltrasi oleh sel darah putih; keadaan ini mengakibatkan
terbentuknya patchy exuddate yang pada permulaan masih bisa terkelupas. Pada
keadaan yang lebih lanjut toksin yang diproduksi basil ini semakin meningkat
menyebabkan daerah nekrosis ini bertambah luas dan bertambah dalam, sehingga
menimbulkan terbentuknya membrane palsu yang terdiri atas jaringan nekrotik, fibrin,
sel epitel, sel leukosit dan eritrosit, berwarna abu-abu sampai hitam. Membrane palsu
ini sulit terkelupas, apabila dipaksa terjadi perdarahan. Membrane palsu ini terbentuk
di tonsil, faring, laring dan dalam keadaan berat bisa meluas sampai ke trakea dan
kadang-kadang ke bronkus , diikuti edema soft tissue dibawah mukosanya.
Toksin yang terbentuk selanjutnya masuk kedalam sirkulasi darah dan menyebar ke
seluruh tubuh dan menyebabkan kerusakan organ dan jaringan berupa degenerasi,
fatty infiltration dan nekrosis, terutama pada jantung, ginjal, hati, kelenjar adrenalin
dan jaringan saraf. Apabila mengenai jantung akan menyebabkan mikorditis .
Setelah terinfeksi, zat-zat berbahaya yang dihasilkan oleh bakteri dapat menyebar
melalui aliran darah penderita ke organ lain, seperti jantung, sehingga dapat
menyebabkan kerusakan organ yang signifikan. Selanjutnya, penyakit ini dapat
ditularkan dari seseorang yang telah terjangkit melalui ludah. Bakteri ini juga dapat
menghasilkan racun yang diproduksididalam aliran darah.
Difteri menyebar dari seseorang ke oranglain melalui kontak langsung dengan orang-
orang yang memiliki penyakit atau yang membawanya. Penyakit ini juga dapat
menyebar melalui kontak dengan barang yang telah digunakan oleh penderita,
misalnya tisu atau cangkir. Bakteri Corynebacterium diphtheriae hidup sehingga
menyebabkan orang terinfeksi pada hidung, tenggorokan, kulit atau mata, serta dapat
ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui bersin dan batuk.
5
Orang bisa terinfeksi difteri dengan menyentuh luka terbuka dari seseorang yang
terinfeksi.Transisi bakteri melalui media luka ini sangat umum terjadi di negara-
negara tropis ataupun di daerah dengan kondisi yang padatdisertai kebersihan yang
tidak memadai.
Bakteri Difteri dapat bertambah dan berkembang biak pada bagian mulut dan
tenggorokan yang lembab, sehingga dapat menyebabkan peradangan.
E.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
2.Pemeriksaan bakteriologis:
Kultur:
3..Toksigenisitas:
6
yang sudah diberikan antitoksin dan diletakkan di agar yang terdapat hasil kultur
kuman yang ingin dinilai. Selain itu dapat dilakukan Polymerase Chain
Reaction (PCR) untuk mendeteksi sekuens DNA yang mengkode subunit A toksin.
Pemeriksaan ini bersifat cepat dan sensitif sehingga sangat bermanfaat untuk skrining
dan untuk konfirmasi bakteriologis terutama pada saat terjadi wabah.
4. Pemeriksaan radiologi
5.Pemeriksaan EKG
F.KOMPLIKASI DIFTERI
1 Kerusakan Saraf
Jangan kira difteri adalah penyakit menular yang meski bisa disembuhkan tak bisa
memicu adanya komplikasi. Saat tak ditangani atau ditangani secara tak tepat, racun
bisa menyebar yang kemudian bisa merusak saraf penderita. Bagian tubuh penderita
yang kemungkinan mengalami bahaya komplikasi ini adalah saraf tenggorokan
sehingga tandanya adalah sulit untuk menelan.Peradangan juga dapat menyerang
7
bagian saraf lengan dan tungkai sehingga menimbulkan kelemahan otot di bagian
tersebut. Apabila racun sudah sampai pada saraf pengendali otot terutama otot
pernapasan, otomatis otot sebagai akibatnya akan lumpuh. Pernapasan pun menjadi
lebih sulit dan terganggu sehingga penderita membutuhkan alat bantu pernapasan
demi dapat bernapas.
2.Gangguan Pernapasan
Masalah pernapasan bisa juga menjadi salah satu bahaya yang terjadi bila penderita
gejala difteri tak segera ditangani. Bakteri yang menyebabkan difteri akan
menghasilkan toksin atau racun di mana racun itulah yang berperan sebagai perusak
jaringan pada area yang terkena infeksi di mana hidung adalah salah satunya selain
tenggorokan.Pada area tersebut, infeksi kemudian akan menghasilkan membran di
mana warnanya diketahui abu-abu pekat dan membran inilah yang diketahui menjadi
penghambat pernapasan. Supaya tidak menjadi berkelanjutan dan makin parah, tentu
penderita disarankan untuk secepatnya menemui dokter untuk menangani masalah ini.
3.Kerusakan Jantung
Racun yang dihasilkan bakteri penyebab difteri bisa terjadi penyebaran lewat aliran
darah dan pada akhirnya menjadi perusak jaringan lain pada tubuh penderita,
termasuk otot jantung. Miokarditis atau kondisi membengkaknya otot jantung adalah
salah satu contoh komplikasi kerusakan jantung akibat difteri yang tak segera
ditangani secara tepat.
G.PENCEGAHAN
Difteri jenis penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Berikanlah imunisasi
pada bayi umur dua bulan sebanyak tiga kali dengan selang satu bulan. Jenis
imunisasi ini termasuk dalam Lima Imunisasi Dasar Lengkap. Biasanya imunisasi ini
berbarengan dengan imunisasi polio, hepatitis B. Sedangkan imunisasi Difteri
tergabung dalam Imunisasi D P T atau Difteri, Pertusis dan Tetanus. Untuk bayi umur
sembilan bulan dilengkapi dengan imunisasi Campak (Morbili) . Segeralah imunisasi
anak anda di Posyandu, Puksemas atau pelayanan kesehatan lainnya.
8
H.PENANGANAN
3.Dilakukan penetesan vaksin yang disesuaikan dengan usia yang diberikan melalui
mulut
4.Penyuntikan vaksin pada lapisan kulit terluar, Yang biasanya akan meninggalkan
a. Dibawah 12 bulan – Usia anak dibawah 12 bulan akan dilakukan metode sederhana
berupa imunisasi jenis suntikan subkutan yang dilakukan tepat dipaha bagian atas.
b. .Diatas 12 bulan – Usia anak diatas 12 bulan akan dilakukan metode pemberian
imunisasi jenis suntikan subkutan tetapi pada kulit lengan bagian atas.
c. Usia 1 sampai 2 tahun – Untuk anak anak usia 1 sampai 2 tahun diberikan
imunisasi jenis suntikan intramuskular dibagian paha atas dan lemgan atas.
d. Usia 3 hingga 18 tahun dan orang dewasa diatas 18 tahun akan diberikan imunisasi
jenis suntikan intramuskular pada bagian lengan atas saja.
Pemberian dosis imunisasi difteri pada anak anak dan orang dewasa berbeda, Hal
ini mempertimbangkan tingkat imunitas atau daya tahan tubuh manusia berbeda beda
sesuai dengan usianya.
9
2.Usia 18 bulan imunisasi akan diberikan hanya 1 dosis DPT-HB-Hib
6.Dewasa yang tidak pernah imunisasi jenis Td maka akan diberikan 1 dosis
7.Dewasa yang belum pernah sama sekali mendapatkan imunisasi 2 dosis dengan
jarak 4 minggu.
Pada masa awal munculnya difteri pada anak , orang tua mungkin akan keliru
megdiagnosisnya sebagai radang tenggorokan biasa. Pasalnya anak akan mengalami
demam ringan dengan leher terlihat bengkak. Karena difteri bisa menular dengan cara
kontak langsung maupun tidak langsung .Air ludah yang berterbangan saat penderita
berbicara, batuk atau kuman kuman difteri. Melalui pernafasan kuman masuk
kedalam tubuh orang disekitarnya maka terjadilah penularan penyakit difteri dari
seorang penderita kepada orang orang disekitarnya.
Hal utama yang membedakan difteri dari radang tenggorokan adalah difteri
menyebabkan munculnya selaput berwarna putih keabu-abuan pada hidung atau
tenggorokan. Selaput ini akan membuat anak yang terkena difteri sulit menelan
bahkan bernapas.Selain dua kesulitan tersebut, difteri pada anak akan menimbulkan
gejala-gejala seperti Munculnya pandangan ganda ,bicara yang tidak jelas , selaput
putih di tenggorokan yang mudah berdarah ,muncul tanda-tanda syok, seperti kulit
terlihat pucat dan teraba dingin, jantung berdetak lebih cepat, muncul keringat dingin,
dan gelisah.
Dalam kondisi yang lebih parah, racun difteri akan menyebar dari tenggorokan
ke seluruh tubuh lewat aliran darah. Racun ini dapat merusak sistem kerja dari organ-
organ vital, seperti jantung, ginjal, hingga sistem saraf yang ditandai
dengan kelumpuhan.
Jika tidak ditangani secara intensif, difteri pada anak dapat menyebabkan
10
kematian. Oleh karena itu, jika Anda mencurigai anak terkena gejala difteri, segera
periksakan ia ke dokter untuk mendapatkan penanganan secepat mungkin, serta
menghindarkan anggota keluarga lain dari terkena penyakit yang sama.
Jika difteri pada anak terbukti positif, tapi tidak memiliki gejala di atas, mereka
juga berpeluang menularkan penyakit ke orang lain selama 4 minggu ke depan.
Ketika anak tertular bakteri difteri, ia memiliki waktu 2-4 hari sebelum merasakan
gejala-gejalanya. prosedur penanganan difteri pada anak
Menangani pasien difteri, apalagi difteri pada anak tidak bisa sembarangan
karena penyakit ini sangat mudah menulari orang dewasa sekalipun. Jika dokter
menduga anak Anda terkena difteri, ia akan mengambil sampel membran berwarna
abu-abu yang ada di mulut atau tenggorokan anak.
1.Antitoksin
2.Antibiotik
3.Oksigen
Pemberian oksigen hanya ketika terjadi sumbatan jalan napas (obstruksi). Selain
11
itu, jika dokter melihat adanya tarikan dinding dada saat bernapas dan anak tampak
gelisah, dokter mungkin akan melakukan trakeostomi, yaitu membuat lubang di
tenggorokan agar udara bisa masuk ke paru-paru.
Pengkajian
1. Biodata
a) umur
Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan jarang ditemukan pada bayi
berumur dibawah 6 bulan dari pada orang dewasa diatas 15 tahun
b)Suku bangsa
c)Tempat tinggal
2. Keluhan Utama
Klien mengalami sesak napas disertai dengan nyeri menelan demam ,lesu, pucat,
sakit kepala, anoreksia.
12
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring, dan saluran
nafas atas dan mengalami pilek dengan sekret bercampur darah
b. Pola aktivitas
d. Pola eliminasi
Klien mengalami penurunan jumlah urin dan feses karena jumlah asupan nutrisi
kurang disebabkan oleh anoreksia .
Pemeriksaan Fisik
TD:menurun
RR: meningkat
Pemeriksaan Penunjang
13
Untuk melihat kelainan jantung, bisa dilakukan pemeriksaan EKG.
.Penatalaksanaan
Penderita diisolasi sampai biakan negatif 3 kali berturut-turut setelah masa akut
terlampaui.Kontak penderita diisolasi sampai tindakan-tindakan berikut terlaksana :
D. Anak yang telah mendapat imunisasi dasar diberikan booster dengan toksoid
diphtheria.
Diagnosa keperawatan
A Pola nafas napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret dan
edema kelenjer limfe, laring dan trakea.
Kriteria Hasil :
Intervensi
Rasional
14
2.Peninggian kepala mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan
gravitasiatau mempermudah pertukaran O2 dan CO2.
.Intervensi
Rasional
4. Sebagai profilaksis untuk menghilangkan /mengurangi rasa nyeri dan spasme otot.
Kriteria hasil :
15
Suhu tubuh normal (36,50C-37,50C. Akral hangat.
Intervensi
2. Berikan kompres dengan air hangat pada daerah dahi, axila, lipatan paha.
Rasional
3. Peningkatan suhu tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan
yang banyak.
Intervensi
16
Rasional
3.Makanan dalam porsi kecil mudah dikonsumsi oleh klien dan mencegah terjadinya
anoreksia.
A. Kesimpulan
Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease).
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae, yaitu
kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring
(bagian antara hidung dan faring/ tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat
melalui kontak hubungan dekat, melalui udara yang tercemar oleh karier atau
penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.
B. Saran
C. untuk pembuatan makalah ini saya menyadari masih banyak kekurangan saya
berharap bagi pembacanya untuk mengkritik guna untuk menyempurnakan makalah
ini terima kasih
DAFTAR FUSTAKA
17
Stephen S. tetanus edited by.Behrman, dkk. Dalam Ilmu Kesehatan Anak
Nelson Hal.1004-07. Edisi 15-Jakarta : EGC, 2000
Merdjani, A., dkk. 2003. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.Badan Penerbit IDAI,
Jakarta.
Dr. Rusepno Hasan, dkk. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid II. Hal 568-72.. Cetakan kesebelas Jakarta:
2005
18