Anda di halaman 1dari 23

TUGAS MAKALAH

“DIFTERI”

Dosen Pengampu : Eva Daniati, S.Kep., Ners., M.Pd

Disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Keperawatan Anak

Disusun Oleh:

Yayu Yulianti Oktavia(KHGA18085)

2B DIII Keperawatan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA


GARUT

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

2019-2020

I
II
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmat
nya saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “DIFTERI” dengan
baik dan tepat waktu. Adapun pembuatan makalah ini dilakukan sebagai pemenuhan
nilai tugas dari mata kuliah Keperawatan anak dengan dosen pengampu Eva Daniati,
S.Kep., Ners., M.Pd
Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan untuk memberikan manfaat yang
berguna bagi ilmu pengetahuan.Saya menyadari dalam penyusunan makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, baik dari segi penyusunan,bahasan,ataupun penulisanya.
Oleh sebab itu, kami mengaharpakan kritik dan saran yang sifatnya membangun,
khususnya dari dosen mata kuliah yang bersangkutan guna menjadi acuan dalam
bekal pengalamn bagi kami.

Garut, 8 Mei 2020

YayuYulianti Oktavia

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................ ii

BAB 1 .......................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1

1.2 Tujuan................................................................................................... 1

1.3 Rumusan masalah................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1Konsep medis difteri pada anak......................................................... 2

2.2 Difteri yang perlu dipahami orang tua............................................. 12

2.3Asuhan keperawatan pada DIFTERI pada anak............................. 16

BABIII PENUTUP

3.1 kesimpulan.............................................................................................18

3.2.Saran......................................................................................................18

DAFTAR FUSTAKA

II
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease).
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheria yaitu kuman
yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, Nasofaring (bagian
antara hidung dan faring atau tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui
hubungan dekat, udara yang tercemar oleh carier atau penderita yang akan sembuh,
juga melalui batuk dan bersin penderita.

Penderita difteri umumnya anak-anak, usia dibawah 15 tahun. Dilaporkan 10 %


kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama
permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian
bayi dan anak-anak muda. Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk
diangkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan diri sangatlah penting,
karena berperan dalam menunjang kesehatan kita. Lingkungan buruk merupakan
sumber dan penularan penyakit.Ada banyak faktor risiko untuk penyakit ini, antara
lain Lokasi yang Anda tinggali, tiidak mendapat vaksinasi terbaru, memiliki gangguan
sistem imun, seperti AIDS ,tinggal di kondisi yang tidak bersih atau ramai.

Kondisi ini banyak terjadi di negara-negara berkembang yang kesadaran untuk


amunisinya Penyakit ini merupakan ancaman bagi orang-orang yang tidak divaksinasi
atau melakukan perjalanan internasional ke negara berkembang yang tidak
menyediakan imunisasi yang masih rendah

Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyptheria, Pertusis, Tetanus), penyakit difteri


jarang dijumpai. Vaksin imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk
meningkatkan system kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut. Anak-
anak yang tidak mendapatkan vaksi difteri akan lebih rentan terhadap penyakit yang
menyerang saluran pernafasan ini.

1
Rumusan Masalah

1. Konsep medis difteri pada anak

2. Difteri yang perlu dipahami orang tua

3. Asuhan keperawatan pada DIFTERI pada anak

1.3 Tujuan

1.Untuk mengetahui pemahaman tentang penyakit Difteri

2.Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan yang tepat untuk membantu
klien yang mengalami difteri

1
BAB II

PEMBAHASAAN

2.1 Konsep medis difteri pada Anak

A. DEFINISI

Difteri adalah infeksi bakteri yang dapat dicegah dengan imunisasi. Infeksi
saluran resprirotik atas atau nasofaring yang menyebabkan selaput berwarna keabuan
dan bila mengenai laring atau trakea dapat menyebabkan ngorok (stidor) dan
penyumbatan.sekret hidung berwarna kemerahan .Toksin difteri menyebabkan
paralisis otot dan miokarditis, yang berhubungan dengan tingginya angka kematian.

Ciri yang khusus pada difteri ialah terbentuknaya lapisan yang khas selaput lendir
pada saluran nafas, adanya kerusakan otot jantung dan saraf bagian atas. Penularan
difteri dapat melalui hubungan dekat, udara yang tercemar oleh carier atau penderita
yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.

 B.Etiologi

Penyebabnya adalah Corynebacterium diphteriae. Bakteri ini ditularkan melalui


percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang
telah terkontaminasi  oleh bakteri. Biasanya bakteri ini berkembangbiak pada atau
disekitar selaput lender mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan.
Pewarnaan sediaan langsung dapat dialkuakan dengan biru metilen atau biru toluidin.
Basil ini dapat ditemukan dengan sediaan langsung dari lesi.

Disamping itu bakeri ini dapat mati pada pemanasan 60º C selama 10 menit, tahan
beberapa minggu dalam es, air, susu dan lendir yang telah mengering.Terdapat tiga
jenis basil yaitu bentuk gravis, mitis, dan intermedius atas dasar perbedaan bentuk
koloni  dalam biakan agar darah yang mengandung kalium telurit. Basil Difteria
mempunyai sifat:

1. Mambentuk psedomembran yang sukar dianggkat, mudah berdarah, dan berwarna


putih keabu-abuan yang meliputi daerah yang terkena.terdiri dari fibrin, leukosit,
jaringan nekrotik dan kuman.

2
2. Mengeluarkan eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan setelah
beberapa jam diserap dan memberikan gambaran perubahan jaringan yang khas
terutama pada otot jantung, ginjal dan jaringan saraf.

penyakit ini menjadi 3 tingkat yaitu :

1.Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan
gejala hanya nyeri menelan.

2.Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyaring sampai faring (dinding


belakang rongga mulut), sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.

3. Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai  dengan gejala
komplikasi  seperti miokarditis (radang otot jantung), paralysis (kelemahan anggota
gerak) dan nefritis (radang ginjal).

penyakit ini juga dibedakan menurut lokasi gejala yang dirasakan pasien :

1.  Difteri hidung

Gejala paling ringan dan paling jarang (2%). Mula-mula tampak pilek, kemudian
secret yang keluar tercampur darah sedikit yang berasal dari pseudomembran.
Penyebaran pseudomembran dapat mencapai faring dan laring.

2.      Difteri faring dan tonsil ( Difteri Fausial ).

Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa mengancam nyawa
penderita akibat gagal nafas. Paling sering dijumpai ( 75%). Gejala mungkin ringan
tanpa pembentukan pseudomembran. Dapat sembuh sendiri dan memberikan imunitas
pada penderita.Pada kondisi yang lebih berat diawali dengan radang tenggorokan
dengan peningkatan suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi, pseudomembran awalnya
hanya berupa bercak putih keabu-abuan yang cepat meluas ke nasofaring atau ke
laring, nafas berbau, dan ada pembengkakan regional leher tampak seperti leher
sapi (bull’s neck). Dapat terjadi sakit menelan, dan suara serak serta stridor inspirasi
walaupun belum terjadi sumbatan laring.

3.      Difteri laring dan trakea

Lebih sering merupakan penjalaran difteri faring dan tonsil, daripada yang primer.
Gejala gangguan nafas berupa suara serak dan stridor inspirasi jelas dan bila lebih

3
berat timbul sesak nafas hebat, sianosis, dan tampak retraksi suprasternal serta
epigastrium. Ada bull’s neck, laring tampak kemerahan dan sembab, banyak sekret,
dan permukaan ditutupi oleh pseudomembran. Bila anak terlihat sesak dan payah
sekali perlu dilakukan trakeostomi sebagai pertolongan pertama.

4. Difteri kutaneus dan vaginal

Dengan gejala berupa luka mirip sariawan pada kulit dan vagina dengan pembentukan
membrane diatasnya. Namun tidak seperti sariawan yang sangat nyeri, pada difteri,
luka yang terjadi justru tidak terasa apa-apa. Difteri dapat pula timbul pada daerah
konjungtiva  dan umbilikus.

5. Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga

Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada dasarnya.
Kelainan cenderung menahun. Diphtheria pada mata dengan lesi pada konjungtiva
berupa kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva palpebra. Pada telinga
berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan berbau.

C.TANDA DAN GEJALA

1 .Tenggorokan terasa nyeri, Sulit menelan, Suara parau dan tidak nafsu makan
merupakan salah satu gejala difteri pada orang dewasa dan anak.

2.Gangguan tenggorokan meliputi terlihat adanya selaput putih ke abu abuan yang
melekat pada dinding tenggorokan dekat amandel, Dinding seluruh rongga mulut dan
bahkan mudah dilihat dirongga hidung

3.Setelah muncul gangguan pada tenggorokan , Rongga mulut dan hidung maka
seseorang akan terserang demam ringan hingga berat.

4.Demam yang muncul biasanya akibat telah ada pembengkakan pada kelenjar limfa
dimana ciri cirinya dapat dilihat saat muncul bengkak di leher (Kelenjar getah bening)

D.FATOFISIOLOGI

Penyakit difteri timbul dimulai dengan masuknya basil Corynebacterium diphteriae ke


dalam hidung atau mulut, dan berkembang pada mukosa saluran napas bagian atas

4
terutama daerah tonsil, kadang-kadang di daerah kulit, konjungtiva, atau genital. Basil
kemudian akan memproduksi eksotoksin.

Toksin yang terbentuk akan diabsorpsi melewati membrane sel mukosa, menimbulkan
peradangan dan epitel diikuti oleh nekrosis. Pada daerah nekrosis ini terbentuk fibrin,
kemudian diinfiltrasi oleh sel darah putih; keadaan ini mengakibatkan
terbentuknya patchy exuddate  yang pada permulaan masih bisa terkelupas. Pada
keadaan yang lebih lanjut toksin yang diproduksi basil ini semakin meningkat
menyebabkan daerah nekrosis ini bertambah luas dan bertambah dalam, sehingga
menimbulkan terbentuknya membrane palsu yang terdiri atas jaringan nekrotik, fibrin,
sel epitel, sel leukosit dan eritrosit, berwarna abu-abu sampai hitam. Membrane palsu
ini sulit terkelupas, apabila dipaksa terjadi perdarahan. Membrane palsu ini terbentuk
di tonsil, faring, laring dan dalam keadaan berat bisa meluas sampai ke trakea dan
kadang-kadang ke bronkus , diikuti edema soft tissue dibawah mukosanya.

Toksin yang terbentuk selanjutnya masuk kedalam sirkulasi darah dan menyebar ke
seluruh tubuh dan menyebabkan kerusakan organ dan jaringan berupa degenerasi,
fatty infiltration dan nekrosis, terutama pada jantung, ginjal, hati, kelenjar adrenalin
dan jaringan saraf. Apabila mengenai jantung akan menyebabkan mikorditis .

Bebeapa jenis Corynebacterium yang hidup pada saluran napas atau konjungtiva tidak


menimbulkan penyakit, jenis ini disebut difteroid, misalnya corynebacterium
pseudodiphtheriticum, C. cerosis, C.Haemolyticum dan C.Ulcerans.

Setelah terinfeksi, zat-zat berbahaya yang dihasilkan oleh bakteri dapat menyebar
melalui aliran darah penderita ke organ lain, seperti jantung, sehingga dapat
menyebabkan kerusakan organ yang signifikan. Selanjutnya, penyakit ini dapat
ditularkan dari seseorang yang telah terjangkit melalui ludah. Bakteri ini juga dapat
menghasilkan racun yang diproduksididalam aliran darah.

Difteri menyebar dari seseorang ke oranglain melalui kontak langsung dengan orang-
orang yang memiliki penyakit atau yang membawanya. Penyakit ini juga dapat
menyebar melalui kontak dengan barang yang telah digunakan oleh penderita,
misalnya tisu atau cangkir. Bakteri Corynebacterium diphtheriae hidup sehingga
menyebabkan orang terinfeksi pada hidung, tenggorokan, kulit atau mata, serta dapat
ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui bersin dan batuk.

5
Orang bisa terinfeksi difteri dengan menyentuh luka terbuka dari seseorang yang
terinfeksi.Transisi bakteri melalui media luka ini sangat umum terjadi di negara-
negara tropis ataupun di daerah dengan kondisi yang padatdisertai kebersihan yang
tidak memadai.

Bakteri Difteri dapat bertambah dan berkembang biak pada bagian mulut dan
tenggorokan yang lembab, sehingga dapat menyebabkan peradangan.

E.PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada difteri bertujuan untuk menentukan


diagnosis definitif difteri melalui pemeriksaan bakteriologis dan kultur. Penting juga
untuk dilakukan pemeriksaan EKG sedini mungkin untuk melihat ada tidaknya
miokarditis akibat difteri.

1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan bakteriologis,


kultur, pemeriksaan toksigenisitas, dan pemeriksaan laboratorium lainnya. Walau
demikian, perlu diingat bahwa tata laksana difteri harus segera dilakukan pada pasien
tanpa menunggu hasil pemeriksaan laboratorium terlebih dahulu.

2.Pemeriksaan bakteriologis:

Pewarnaan gram menunjukkan gambaran kuman gram positif, berbentuk basil


seperti tongkat, tidak berkapsul, dan nonmotil dalam kelompok-kelompok.

Kultur:

Sampel dapat diambil dengan menggunakan apusan dari hidung, pseudomembran,


kripta tonsil, ulkus, atau diskolorasi. Kuman difteri yang terisolasi harus diperiksa
lebih lanjut untuk menilai produksi toksin. Apus tenggorokan dan faring juga perlu
dilakukan pada orang yang sering kontak dengan pasien.

3..Toksigenisitas:

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan apakah terdapat produksi toksin.


Pemeriksaan Elek menilai terbentuknya immunoprecipitin band pada kertas saring

6
yang sudah diberikan antitoksin dan diletakkan di agar yang terdapat hasil kultur
kuman yang ingin dinilai. Selain itu dapat dilakukan Polymerase Chain
Reaction (PCR) untuk mendeteksi sekuens DNA yang mengkode subunit A toksin.
Pemeriksaan ini bersifat cepat dan sensitif sehingga sangat bermanfaat untuk skrining
dan untuk konfirmasi bakteriologis terutama pada saat terjadi wabah.

4. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan foto polos toraks dan radiografi/Computed


Tomography/ultrasonografi jaringan lunak leher dapat menunjukkan pembengkakan
jaringan lunak, epiglotis yang membesar, serta penyempitan area subglotis.
Ekokardiografi dapat menunjukkan vegetasi katup, tetapi manifestasi sistemik ini
jarang terjadi.

5.Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) sebaiknya dilakukan pada waktu pertama kali


terdiagnosis difteri untuk mendeteksi miokarditis secara dini. Pemeriksaan EKG serial
juga perlu dilakukan jika selama perjalanan penyakit dicurigai terjadi miokarditis.
Gejala miokarditis difteri pada anak mulai dari kelemahan badan yang tidak spesifik
sampai keluhan terkait gagal jantung kongestif, seperti keluhan sesak nafas, rasa tidak
nyaman di dada, hipotensi, dan palpitasi. Pemeriksaan EKG dapat menunjukkan
gambaran sinus takikardi, perubahan gelombang ST (elevasi atau depresi), inversi
gelombang T, right bundle branch block, dan multiple atrial ectopic. Selain itu,
peningkatan enzim jantung, seperti enzim CK-MB dan troponin T juga mendukung
diagnosis dan memprediksi mortalitas.

F.KOMPLIKASI DIFTERI

1 Kerusakan Saraf

Jangan kira difteri adalah penyakit menular yang meski bisa disembuhkan tak bisa
memicu adanya komplikasi. Saat tak ditangani atau ditangani secara tak tepat, racun
bisa menyebar yang kemudian bisa merusak saraf penderita. Bagian tubuh penderita
yang kemungkinan mengalami bahaya komplikasi ini adalah saraf tenggorokan
sehingga tandanya adalah sulit untuk menelan.Peradangan juga dapat menyerang

7
bagian saraf lengan dan tungkai sehingga menimbulkan kelemahan otot di bagian
tersebut. Apabila racun sudah sampai pada saraf pengendali otot terutama otot
pernapasan, otomatis otot sebagai akibatnya akan lumpuh. Pernapasan pun menjadi
lebih sulit dan terganggu sehingga penderita membutuhkan alat bantu pernapasan
demi dapat bernapas.

2.Gangguan Pernapasan

Masalah pernapasan bisa juga menjadi salah satu bahaya yang terjadi bila penderita
gejala difteri tak segera ditangani. Bakteri yang menyebabkan difteri akan
menghasilkan toksin atau racun di mana racun itulah yang berperan sebagai perusak
jaringan pada area yang terkena infeksi di mana hidung adalah salah satunya selain
tenggorokan.Pada area tersebut, infeksi kemudian akan menghasilkan membran di
mana warnanya diketahui abu-abu pekat dan membran inilah yang diketahui menjadi
penghambat pernapasan. Supaya tidak menjadi berkelanjutan dan makin parah, tentu
penderita disarankan untuk secepatnya menemui dokter untuk menangani masalah ini.

3.Kerusakan Jantung

Racun yang dihasilkan bakteri penyebab difteri bisa terjadi penyebaran lewat aliran
darah dan pada akhirnya menjadi perusak jaringan lain pada tubuh penderita,
termasuk otot jantung. Miokarditis atau kondisi membengkaknya otot jantung adalah
salah satu contoh komplikasi kerusakan jantung akibat difteri yang tak segera
ditangani secara tepat.

G.PENCEGAHAN

Difteri jenis penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Berikanlah imunisasi
pada bayi umur dua bulan sebanyak tiga kali dengan selang satu bulan. Jenis
imunisasi ini termasuk dalam Lima Imunisasi Dasar Lengkap. Biasanya imunisasi ini
berbarengan dengan imunisasi polio, hepatitis B. Sedangkan imunisasi Difteri
tergabung dalam Imunisasi D P T atau Difteri, Pertusis dan Tetanus. Untuk bayi umur
sembilan bulan dilengkapi dengan imunisasi Campak (Morbili) . Segeralah imunisasi
anak anda di Posyandu, Puksemas atau pelayanan kesehatan lainnya.

8
H.PENANGANAN

Metode Pemberian Imunisasi Difteri Untuk Dewasa Dan Anak .Metode


pemberian imunisasi dapat diberikan pada balita, Anak anak dan orang dewasa dalam
bentuk vaksin. Vaksin difteri itu sendiri ada 3 golongan yaitu Vaksin DPT-HB-Hib
,Vaksin DT dan vaksin Td.

Ada beberapa lokasi suntikan imunisasi yang disarankan:

1.Penyuntikan vaksin langsung pada area otot

2.Penyuntikan vaksin pada lapisan bawah kulit

3.Dilakukan penetesan vaksin yang disesuaikan dengan usia yang diberikan melalui

mulut

4.Penyuntikan vaksin pada lapisan kulit terluar, Yang biasanya akan meninggalkan

jejak berupa penggelembungan permukaan kulit menyerupai keloid.

Metode pemberian imunisasi difteri sesuai usia

a. Dibawah 12 bulan – Usia anak dibawah 12 bulan akan dilakukan metode sederhana
berupa imunisasi jenis suntikan subkutan yang dilakukan tepat dipaha bagian atas.

b. .Diatas 12 bulan – Usia anak diatas 12 bulan akan dilakukan metode pemberian
imunisasi jenis suntikan subkutan tetapi pada kulit lengan bagian atas.

c. Usia 1 sampai 2 tahun – Untuk anak anak usia 1 sampai 2 tahun diberikan
imunisasi jenis suntikan intramuskular dibagian paha atas dan lemgan atas.

d. Usia 3 hingga 18 tahun dan orang dewasa diatas 18 tahun akan diberikan imunisasi
jenis suntikan intramuskular pada bagian lengan atas saja.

Dosis Imunisasi Difteri Untuk Dewasa Dan Anak

Pemberian dosis imunisasi difteri pada anak anak dan orang dewasa berbeda, Hal
ini mempertimbangkan tingkat imunitas atau daya tahan tubuh manusia berbeda beda
sesuai dengan usianya.

1.Usia 1 tahun imunisasi akan diberikan dengan 3 dosis vaksin DPT-HB-Hib

9
2.Usia 18 bulan imunisasi akan diberikan hanya 1 dosis DPT-HB-Hib

3.Anak sekolah 1 SD dosis yang diberikan 1 dosis PT setiap bulan November

4.Anak sekolah 2 SD diberikan 1 dosis Td pada bulan November

5.Anak sekolah 5 SD diberikan 1 dosis Td juga dibulan November

6.Dewasa yang tidak pernah imunisasi jenis Td maka akan diberikan 1 dosis

7.Dewasa yang belum pernah sama sekali mendapatkan imunisasi 2 dosis dengan
jarak 4 minggu.

2.2 Difteri yang perlu dipahami Orang tua

Pada masa awal munculnya difteri pada anak , orang tua mungkin akan keliru
megdiagnosisnya sebagai radang tenggorokan biasa. Pasalnya anak akan mengalami
demam ringan dengan leher terlihat bengkak. Karena difteri bisa menular dengan cara
kontak langsung maupun tidak langsung .Air ludah yang berterbangan saat penderita
berbicara, batuk atau kuman kuman difteri. Melalui pernafasan kuman masuk
kedalam tubuh orang disekitarnya maka terjadilah penularan penyakit difteri dari
seorang penderita kepada orang orang disekitarnya.

Hal utama yang membedakan difteri dari radang tenggorokan adalah difteri
menyebabkan munculnya selaput berwarna putih keabu-abuan pada hidung atau
tenggorokan. Selaput ini akan membuat anak yang terkena difteri sulit menelan
bahkan bernapas.Selain dua kesulitan tersebut, difteri pada anak akan menimbulkan
gejala-gejala seperti Munculnya pandangan ganda ,bicara yang tidak jelas , selaput
putih di tenggorokan yang mudah berdarah ,muncul tanda-tanda syok, seperti kulit
terlihat pucat dan teraba dingin, jantung berdetak lebih cepat, muncul keringat dingin,
dan gelisah.

Dalam kondisi yang lebih parah, racun difteri akan menyebar dari tenggorokan
ke seluruh tubuh lewat aliran darah. Racun ini dapat merusak sistem kerja dari organ-
organ vital, seperti jantung, ginjal, hingga sistem saraf yang ditandai
dengan kelumpuhan.

Jika tidak ditangani secara intensif, difteri pada anak dapat menyebabkan

10
kematian. Oleh karena itu, jika Anda mencurigai anak terkena gejala difteri, segera
periksakan ia ke dokter untuk mendapatkan penanganan secepat mungkin, serta
menghindarkan anggota keluarga lain dari terkena penyakit yang sama.

Jika difteri pada anak terbukti positif, tapi tidak memiliki gejala di atas, mereka
juga berpeluang menularkan penyakit ke orang lain selama 4 minggu ke depan.
Ketika anak tertular bakteri difteri, ia memiliki waktu 2-4 hari sebelum merasakan
gejala-gejalanya. prosedur penanganan difteri pada anak

Menangani pasien difteri, apalagi difteri pada anak tidak bisa sembarangan
karena penyakit ini sangat mudah menulari orang dewasa sekalipun. Jika dokter
menduga anak Anda terkena difteri, ia akan mengambil sampel membran berwarna
abu-abu yang ada di mulut atau tenggorokan anak.

Sampel tersebut langsung dikirim ke laboratorium dengan terlebih dahulu


memperingatkan petugas lab bahwa itu adalah sampel penderita penyakit difteri.
Meski demikian, dokter akan langsung merawat anak yang menderita difteri dengan
berbagai langkah pengobatan sebagai berikut:

1.Antitoksin

Antitoksin yang disuntikkan lewat pembuluh vena atau otot yang bertujuan


menetralisir racun difteri yang telah beredar ke seluruh tubuh lewat pembuluh darah.
Tidak jarang, dokter akan melakukan uji alergi terlebih dahulu untuk memastikan
anak Anda tidak alergi terhadap pengobatan ini. Antitoksin yang diberikan adalah
Anti Difteri Serum (ADS).Jika anak memiliki alergi obat ini, ia harus dibuat agar
tidak terlalu sensitif terlebih dahulu. Setelah itu, dokter akan memberi antitoksin
dengan dosis sangat rendah yang kemudian dinaikkan secara bertahap.

2.Antibiotik

Antibiotik, seperti penisilin atau prokain, digunakan untuk membunuh bakteri di


dalam tubuh. Antibiotik hanya diberikan untuk mengatasi difteri pada anak selama
pasien masih dalam masa penularan bakteri ini. Antibiotik akan diberikan selama
tujuh hari berturut-turut.

3.Oksigen

Pemberian oksigen hanya ketika terjadi sumbatan jalan napas (obstruksi). Selain

11
itu, jika dokter melihat adanya tarikan dinding dada saat bernapas dan anak tampak
gelisah, dokter mungkin akan melakukan trakeostomi, yaitu membuat lubang di
tenggorokan agar udara bisa masuk ke paru-paru.

Selain itu, dokter juga akan melakukan pembersihkan lapisan membran di


tenggorokan jika membran sampai menyebabkan anak kesulitan bernapas. Pasien
difteri pada anak juga harus menjalani perawatan di ruang isolasi agar tidak menulari
orang lain, terutama anak-anak lain yang belum diimunisasi.

2.3 KONSEP KEPERAWATAN ANAK

Contok Konsep Keperwatan pada difteri anak

Pengkajian

1.  Biodata

a) umur

Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan jarang ditemukan pada bayi 
berumur dibawah 6 bulan dari pada orang dewasa diatas 15 tahun

b)Suku bangsa

Dapat terjadi diseluruh dunia terutama di negara-negara miskin

c)Tempat tinggal

Biasanya terjadi pada penduduk di tempat-tempat pemukiman yang rapat-rapat,


higine dan sanitasi jelek dan fasilitas kesehatan yang kurang.

2. Keluhan Utama

    Sesak napas disertai dengan nyeri menelan.

3. Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien mengalami sesak napas disertai dengan nyeri menelan demam ,lesu, pucat,
sakit kepala, anoreksia.

12
4. Riwayat Kesehatan Dahulu

Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring, dan saluran
nafas atas dan mengalami pilek dengan sekret bercampur darah

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Adanya keluarga yang mengalami difteri

6.  Pola Fungsi Kesehatan

a.  Pola nutrisi dan metabolisme

Jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoraksia

b. Pola aktivitas

Klien mengalami gangguan aktivitas karena malaise dan demam

c. Pola istirahat dan tidur

Klien mengalami sesak nafas sehingga mengganggu istirahat dan tidur.

d. Pola eliminasi

Klien mengalami penurunan jumlah urin dan feses karena jumlah asupan nutrisi
kurang disebabkan oleh anoreksia .

Pemeriksaan Fisik

Tanda tanda vital: Nadi : meningkat

TD:menurun

RR: meningkat

Suhu: kurang dari 38°C

B Inspeksi : Lidah kotor, anoreksia, ditemukan pseudomembran

C  Auskultasi :Nafas cepet dan dangkal

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan terhadap apus tenggorokan dan dibuat biakan di laboratorium.

13
Untuk melihat kelainan jantung, bisa dilakukan pemeriksaan EKG.

.Penatalaksanaan

Penderita diisolasi sampai biakan negatif 3 kali berturut-turut setelah masa akut
terlampaui.Kontak penderita diisolasi sampai tindakan-tindakan berikut terlaksana :

A.    biakan hidung dan tenggorok

B.     seyogyanya dilakukan tes Schick (tes kerentanan terhadap diphtheria)

C.     diikuti gejala klinis setiap hari sampai masa tunas terlewati.

D.    Anak yang telah mendapat imunisasi dasar diberikan booster dengan toksoid
diphtheria.

Diagnosa keperawatan

A Pola nafas napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret dan
edema kelenjer limfe, laring dan trakea.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tentang Oxygen theraphy


diharapkan pola nafas pasien kembali normal

Kriteria Hasil : 

Frekuensi pernafasan dalam batas normaldan tidakada suara nafas tambahan

Intervensi

1.Observasi tanda – tanda vital.

2. Berikan posisi yang nyaman /semi fowler.

3.Anjurkan pasien agar tidak terlalu banyak bergerak.

4.Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian O2lembab  atau inhalasi

Rasional

1. untuk mengetahui keadaan umum pasien terutama pada pernapasannya.

14
2.Peninggian kepala mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan
gravitasiatau mempermudah pertukaran O2 dan CO2.

3.Agar sesak tidak bertambah.

4. Membantu kekentalan secret sehingga mempermudah pengeluarannya.

B .Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi pada tonsil dan faring.

Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mengalami pengurangan


nyeri.

Kriteria hasil :Klien tampak rileks, nyeri berkurang/ hilang.

.Intervensi

1. Kaji status nyeri (lokasi, frekuensi, durasi, dan intensitas nyeri).

2. Berikan posisi yang nyaman/ semi fowler.

3.Ajarkan tekhnik relaksasi, seperti napas dalam, visualisasi, dan bimbingan


imajinasi.

4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik

Rasional

1. Memberikan data dasar untuk menentukan dan mengevaluasi intervensi yang


diberikan.

2. Menurunkan stimulus terhadap renjatan nyeri.

3. Meningkatkan relaksasi yang dapat menurnkan rasa nyeri klien.

4.  Sebagai profilaksis untuk menghilangkan /mengurangi rasa nyeri dan spasme otot.

C .Hipertermi berhubungan dengan proses masuknya kuman dalam tubuh.

Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapakan suhu tubuh klien


diharapkan normal.

Kriteria hasil :

15
Suhu tubuh normal (36,50C-37,50C. Akral hangat.

Intervensi

1. Kaji suhu klien.

2. Berikan kompres dengan air hangat pada daerah dahi, axila, lipatan paha.

3.Anjurkan minum yang banyak seseuai toleransi klien.

4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi   ( antipieretik)

Rasional

1. Untuk mengidentifikasi pola demam  klien.

2. Vasodilatasi pembuluh darah akan melepaskan panas tubuh.

3. Peningkatan suhu tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan
yang  banyak.

4. Obat antipiretik membantu klien menurunkan suhu tubuh.

D.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatn diharapkan kebutuhan nutrisi klien


terpenuhi.

Kriteria hasil:Nafsu makan klien membaik,Porsi makanan yang dihidangkan habis.

Klien tidak mengalami mual, muntah.

Intervensi

1. Kaji pola makan klien.

2. Anjurkan kebersihan oral sebelum makan.

3.   Anjurkan makan dalam

porsi kecil disertai dengan makanan lunak/lembek.

4. Berikan makan sesuai dengan selera.

5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antiemetic.

16
Rasional

1. Menganalisis penyebab ketidakadekuatan nutrisi.

2. Mulut yang bersih dapat meningkatkan/ merangsang nafsu makan klien.

3.Makanan dalam porsi kecil mudah dikonsumsi oleh klien dan mencegah terjadinya
anoreksia.

4. Meningkatkan intake makanan.

5. Menghilangkan mual, muntah dan meningkatkan nafsu makan.

A.    Kesimpulan

Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease).
Penyakit ini  disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae, yaitu
kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring
(bagian antara hidung dan faring/ tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat
melalui kontak hubungan dekat, melalui udara yang tercemar oleh karier atau
penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.

Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun. Dilaporkan 10 % kasus


difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan
pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan
anak - anak muda. Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan
tingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan sangatlah penting, karena
berperan dalam menunjang kesehatan kita.

B.      Saran

C. untuk pembuatan makalah ini saya menyadari masih banyak kekurangan saya
berharap bagi pembacanya untuk mengkritik guna untuk menyempurnakan makalah
ini terima kasih

DAFTAR FUSTAKA

17
Stephen S. tetanus edited by.Behrman, dkk. Dalam Ilmu Kesehatan Anak
Nelson Hal.1004-07. Edisi 15-Jakarta : EGC, 2000
 Merdjani, A., dkk. 2003. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.Badan Penerbit IDAI,
Jakarta.
 Dr. Rusepno Hasan, dkk. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid II. Hal 568-72.. Cetakan kesebelas Jakarta:
2005

18

Anda mungkin juga menyukai