Anda di halaman 1dari 101

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

DENGAN PERILAKU PENGGUNAAN ALAT


PELINDUNG DIRI (APD) KARYAWAN PABRIK
ROKOK PRAOE LAJAR DI SEMARANG

SKRIPSI

Oleh :
NINDYA KURNIA APRINITA
NIM : 25010113120145

Pembimbing :
1. Kusyogo Cahyo, SKM, M.Kes
2. Ratih Indraswari, SKM, M.Kes

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang dikenal sebagai Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD), merupakan obstruksi saluran
pernafasan yang progresif dan ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis
kronik, emfisema atau kedua-duanya dan merupakan salah satu penyebab
kematian terbanyak di negara dengan pendapatan tinggi sampai rendah.
Menurut World Health Organization (WHO), PPOK menempati urutan ke-4
dan ke-5 bersama HIV/AIDS sebagai penyebab kematian utama di negara
maju dan berkembang.(1-3)
Pada tahun 2004, terhitung 64 juta orang menderita PPOK diseluruh
dunia dan di tahun 2005, 3 juta orang meninggal karena PPOK.(4) The Asia
Pacific Chronic Obstructive Pulmonary Disease Roundtable Group
memperkirakan jumlah penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik sedang
hingga berat di negara-negara Asia Pasifik tahun 2006 mencapai 56,6 juta
penderita dengan prevalensi 6,3%, sementara di Indonesia berkisar 4,8 juta
dengan prevalensi 5,6%.(5) Di wilayah Asia-Pasifik yang telah di survei,
prevalensi PPOKnya sangatlah tinggi. Menunjukan Subsatansial beban
sosial ekonomi. Temuan ini menunjukan bahwa ada ruang untuk perbaikan
dalam mengelolaan PPOK dan tersorot pada kebutuhan untuk terus
meningkatkan pendidikan pasien dan pendidikan dokter di wilayah tersebut.
(6)

Studi nasional di Inggris menyebutkan 10% laki-laki dan 11%


perempuan berusia 16-65 tahun mengalami obstruksi ringan, sedangkan di
Kota Manchester dilaporkan sekitar 11% orang dewasa berusia lebih dari 45
tahun mengalami obstruksi saluran nafas yang irreversible, 6,8% penduduk
dewasa di Amerika mengalami PPOK ringan, 1,5 % derajat sedang dan
0,5% dalam kondisi derajat berat. Angka kesakitan penderita PPOK laki-laki
mencapai 4%, angka kematian mencapai 6% dan angka kesakitan pada
wanita adalah 2% dengan angka kematian 4% pada usia di atas 45 tahun.
Prevalensi PPOK pada laki-laki sebesar 8,5-22,2% dan pada perempuan
sebesar 5,1-16,7%, sedangkan pada orang dewasa pada usia lebih dari 40
tahun mencapai 9-10%.(7) Sedangkan di Amerika Serikat, PPOK

1
menyebabkan masalah kesehatan berat dan beban ekonomi bahkan
diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi penyebab kematian ke-3
terbanyak pada pria maupun wanita. Diperkirakan juga di Amerika Serikat
terdapat 16 juta penduduk terdiagnosa PPOK dan ada 14 juta penduduk
atau lebih yang belum terdiagnosa dan pada penelitian COPD Working
Group tahun 2002 di 12 negara Asia Pasifik menunjukkan estimasi prevalens
PPOK sebesar 5,6%.(3,2,8) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Prevalensi PPOK di Asia berkisar 3,5 – 6,7 %, di
Cina insiden kasus mencapai 38,160 juta jiwa, di Jepang sebanyak 5,014
juta jiwa.(9) Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jendral PPM
dan PL di 5 rumah sakit provinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Lampung dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004,
menunjukan PPOM menempati urutan yang pertama untuk menyumbang
angka kesakitan (35%), diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%) dan
lainnya (2%).(10)
Di indonesia terjadi perubahan pola penyakit yaitu dari penyakit
menular ke penyakit tidak menular, yang di kenal sebagai transisi
epidemologi. Penyakit tidak menular yang utama adalah penyakit jantung
termasuk kardiovaskuler, paru-paru terutama yang kronis, stroke dan kanker,
dan angka penyakit tidak menular di Indonesia ini terus meningkat. Angka
Kejadian PPOK di Jawa Tengah tahun 2013 adalah 1,8% dan tahun 2014
mengalami kenaikan menjadi 1,95.(11) Sedengkan menurut data distribusi
penyebaran kasus Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di kota
Semarang pada tahun 2015 terdapat sebesar 670 kasus, dibandingkan
dengan kasus CA Bronkus yang memiliki 121 kasus.(12)
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang
ditandai dengan adanya hambatan aliran udara yang bersifat progresif dan
tidak sepenuhnya reversible, yang disebabkan proses inflamasi pada paru.
(13)
Paru-paru merupakan organ manusia yang mempunyai fungsi sebagai
ventilasi udara, difusi O2 dan CO2 antara alveoli dan darah, transportasi O2
dan CO2, serta pengaturan ventilasi dan hal-hal lain dari pernafasan. Fungsi
paru dapat menjadi tidak maksimal oleh karena faktor dari luar tubuh atau
faktor ekstrinsik yang meliputi kandungan komponen fisik udara dan

2
komponen kimiawi, serta faktor dari dalam tubuh penderita itu sendiri atau
intrinsik. Faktor ekstrinsik yang penting adalah keadaan bahan yang
diinhalasi (gas, debu, uap). Ukuran dan bentuk berpengaruh dalam proses
penimbunan debu, demikian pula dengan kelarutannya.14) Prevalens PPOK
diperkirakan akan meningkat sehubungan dengan peningkatan usia harapan
hidup penduduk dunia, pergeseran pola penyakit infeksi yang menurun
sedangkan penyakit degeneratif meningkat serta meningkatnya kebiasaan
masyarakat merokok dan polusi udara.(15)
Faktor risiko terjadinya PPOK yaitu usia, jenis kelamin, merokok,
hiperresponsif saluran pernafasan, pemaparan akibat kerja, polusi udara,
dan faktor genetik. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Diseaase
(COPD) menyajikan prevalensi PPOK berdasarkan usia, jenis kelamin,
status merokok, dan jumlah rokok yang dikonsumsi. PPOK lebih sering pada
yang masih aktif merokok dan bekas perokok dan meningkat dengan banyak
jumlah rokok yang dikonsumsi.(16) Faktor ekstrinsik lainnya adalah lamanya
paparan, perilaku merokok, penggunaan alat pelindung diri (APD) terutama
yang dapat melindungi sistem pernafasan, dan kebiasaan berolah raga.
Faktor intrinsik dari dalam diri manusia juga perlu diperhatikan, terutama
yang berkaitan dengan sistem pertahanan paru, baik secara anatomis
maupun fisiologis, jenis kelamin, riwayat penyakit yang pernah
diderita,indeks massa tubuh (IMT) penderita dan kerentanan individu. (14)
Semakin banyak jumlah batang rokok yang dihisap dan makin lama masa
waktu menjadi perokok, semakin besar risiko dapat mengalami PPOK.
Survey saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan konsumen rokok
tembakau serta menduduki urutan kelima setelah negara dengan konsumsi
rokok terbanyak di dunia, yaitu China mengkonsumsi 1.643 miliar batang
rokok per tahun, Amerika Serikat 451 miliar batang per tahun, Jepang 328
miliar per tahun, Rusia 258 miliar per tahun, dan Indonesia 215 batang
pertahun. Merokok merupakan faktor risiko terpenting penyebab PPOK di
samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-
lainnya.(17)
Dunia perindustrian merupakan salah satu pencipta lapangan kerja
yang potensial bagi penyerapan tenaga kerja, salah satunya adalah industri
rokok. Industri rokok banyak menyerap tenaga kerja yang khususnya tenaga

3
kerja dengan tingkat keahlian dan pendidikan formal yang rendah. Hal
tersebut sangat membantu pemerintah dalam berupaya menkankan angka
pengangguran. Tetapi, disisi lain tidak dapat dihindari bahwa industri rokok
juga dapat memberikan dampak negatif bagi masyarakat. Salah satu dari
kerugiannya terjadi pada kesehatan pernafasan para pekerja. Gangguan
fungsi paru yang terjadi pada para pekerja pabrik rokok telah banyak
dilaporkan.(14,18)
Seperti yang sudah dijelaskan bahwa salah satu faktor penyebab
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yaitu pemaparan akibat kerja, polusi
udara dll. Lingkungan kerja di industri rokok dapat menyumbangkan penyakit
paru karena dapat terpapar oleh debu tembakau. Pada penelitian
sebelumnya terdapat prevalensi PPOK sebesar 38,18% pada pekerja tobong
genteng di Kabupaten Kebumen, bahwa hasilnya menunjukan faktor resiko
kebiasaan merokok memiliki kemaknaan yang paling tinggi diikuti dengan
faktor resiko kebiasaan memakai masker.(19)
Pada penelitian terdahulu disebutkan, bahwa para pekerja di industri
tembakau memperlihatkan adanya gejala gangguan fungsi paru dan
kerusakan paru-paru sebanyak 70,8%. Keterpaparan debu tembakau pada
industri rokok melalui proses pemotongan, perajangan, maupun produksi
rokok bisa menganggu kesehatan.(14) Partikel Debu Melayang (Suspended
Particulate Metter) adalah suatu kumpulan senyawa dalam bentuk padatan
maupun cairan yang tersebar di udara dengan diameter yang sangat kecil,
dengan ukuran satu mikrn hingga sampai maksimal 500 mikron. Ukuran
partikel debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1
mikron sampai 10 mikron. Partikel debu tersebut akan berada di udara
dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang, dan dapat
masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan.(20)
Wilayah Kota Semarang memiliki potensi untuk mendukung timbulnya
PPOK pada penduduk karena adanya industri pabrik rokok. Pada studi
pendahuluan pada pabrik rokok tersebut mayoritas perempuan, meskipun
tidak menghirup asap rokok, mereka tetap berpotensi terkena toksin yang
terkandung dalam rokok karena intensif berhubungan dengan tembakau
hampir setiap hari dengan keadaan yang terlihat tidak semuanya karyawan
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Sampai saat ini belum diketahui

4
bagaimana hubungannya antara kondisi kesehatan masyarakat dengan
kesehatan paru-paru pada pekerja industri rokok tersebut. Mengingat
dampak yang dapat ditimbulkan oleh paparan debu tembakau terhadap
kesehatan para pekerja, terutama pengaruhnya terhadap fungsi paru-paru
yang cukup besar yang dapat menyebabkan PPOK. Di pabrik rokok itu
sendiri memiliki tingkat kejadian PPOK sebanyak 4 orang karyawan dari
keseluruhan sample yang diambil yang dilakukan oleh peneliti dengan
menggunakan alat spiromery, maka perlu dilakukan penelitian mengenai
pengaruh paparan tempat kerja terhadap kesehatan para tenaga kerja di
perusahaan rokok. Keterpaparan debu tembakau pada industri rokok melalui
proses pemotongan, perajangan, maupun produksi rokok bisa menganggu
kesehatan.

B. Rumusan Masalah
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan penyakit yang
termasuk dalam kelompok kronis, progresif dan dapat melemahkan kondisi
pernafasan yang ditandai dengan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversible dan penyakit tersebut dapat membunuh seorang manusia setiap
sepuluh detiknya. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) termasuk dalam
salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Timbulnya kasus PPOK disebabkan oleh beberapa faktor resiko
yang ada, salah satunya adalah paparan debu dan polusi udara terutama di
kota besar, lokasi industri dan pertambangan. Dan salah satu jenis industri
yang beresiko terhadap PPOK tersebut adalah industri pabrik rokok. Wilayah
Kota Semarang memiliki potensi untuk mendukung timbulnya PPOK pada
penduduk karena adanya industri pabrik rokok. Pada studi pendahuluan
pada pabrik rokok tersebut mayoritas perempuan, meskipun tidak menghirup
asap rokok, mereka tetap berpotensi terkena toksin yang terkandung dalam
rokok karena intensif berhubungan dengan tembakau hampir setiap hari
dengan keadaan yang terlihat tidak semuanya karyawan menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD). Sampai saat ini belum diketahui bagaimana
hubungannya antara kondisi kesehatan masyarakat dengan kesehatan paru-
paru pada pekerja industri rokok tersebut. Mengingat dampak yang dapat
ditimbulkan oleh paparan debu tembakau terhadap kesehatan para pekerja,

5
terutama pengaruhnya terhadap fungsi paru-paru yang cukup besar yang
dapat menyebabkan PPOK, maka perlu dilakukan penelitian mengenai
pengaruh paparan tempat kerja terhadap kesehatan para tenaga kerja di
perusahaan rokok. Keterpaparan debu tembakau pada industri rokok melalui
proses pemotongan, perajangan, maupun produksi rokok bisa menganggu
kesehatan.
Oleh karena itu penting untuk diadakan pengkajian dalam menyikapi
permasalah di atas, bedasarkan latar bbelakang yang ada, perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Apa saja faktor – faktor yang
berhubungan dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri (APD)
karyawan pabrik rokok Praoe Lajar di Semarang?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor – faktor yang
berhubungan dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri (APD)
karyawan pabrik rokok Praoe Lajar di Semarang.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan perilaku pengunaan alat pelindung diri (APD)
karyawan pabrik rokok Praoe di Semarang.
b. Mendeskripsikan karakteristik responden yang meliputi usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama berkerja pada karyawan
pabrik rokok Praoe Lajar di Semarang.
c. Mendeskripsikan pengetahuan dan responden terhadap perilaku
pengunaan alat pelindung diri (APD) karyawan pabrik rokok
Praoe Lajar di Semarang.
d. Mendeskripsikan sikap responden terhadap perilaku pengunaan
alat pelindung diri (APD) karyawan pabrik rokok Praoe Lajar di
Semarang.
e. Mendeskripsikan ketersediaan peraturan kerja mengenai Alat
Pelindung Diri (APD) terhadap perilaku pengunaan alat
pelindung diri (APD) karyawan pabrik rokok Praoe Lajar di
Semarang.

6
f. Mendeskripsikan ketersedian alat pelindung diri (APD) terhadap
perilaku pengunaan alat pelindung diri (APD) karyawan pabrik
rokok Praoe Lajar di Semarang.
g. Mendeskripsikan dukungan atasan atau pimpinan terhadap
perilaku pengunaan alat pelindung diri (APD) karyawan pabrik
rokok Praoe Lajar di Semarang.
h. Mendeskrpsikan dukungan rekan kerja terhadap perilaku
pengunaan alat pelindung diri (APD) karyawan pabrik rokok
Praoe Lajar pada di Semarang.
i. Menganalisis hubungan karakteristik responden yang meliputi
usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama berkerja dengan
perilaku pengunaan alat pelindung diri (APD) karyawan pabrik
rokok Praoe Lajar di Semarang.
j. Menganalisis hubungan pengetahuan dengan perilaku
pengunaan alat pelindung diri (APD) karyawan pabrik rokok
Praoe Lajar di Semarang.
k. Menganalisis sikap responden dengan perilaku pengunaan alat
pelindung diri (APD) karyawan pabrik rokok Praoe Lajar di
Semarang.
l. Menganalisis hubungan ketersediaan peraturan kerja mengenai
pengguanaan alat pelindung diri (APD) dengan perilaku
pengunaan alat pelindung diri (APD) karyawan pabrik rokok
Praoe Lajar di Semarang.
m. Menganalisis hubungan ketersediaan alat pelindung diri (APD)
dengan perilaku pengunaan alat pelindung diri (APD) karyawan
pabrik rokok Praoe Lajar di Semarang.
n. Menganalisis hubungan dukungan atasan atau pimpinan dengan
perilaku pengunaan alat pelindung diri (APD) karyawan pabrik
rokok Praoe Lajar di Semarang.
o. Menganalisis hubungan dukungan rekan kerja dengan perilaku
pengunaan alat pelindung diri (APD) karyawan pabrik rokok
Praoe Lajar di Semarang.

7
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan
informasi untuk pembaca sekaligus memberikan tambahan pustaka
bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat dalam pengembangan Ilmu
Kesehatan Masyarakat.
2. Manfaat bagi Pabrik Rokok
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi bagi
perusahaan pabrik rokok Praoe Lajar dalam hal pencegahan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di tempat kerja.
3. Manfaat bagi Fakultas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan
informasi untuk pembaca sekaligus memberikan tambahan pustaka
bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat dalam pengembangan Ilmu
Kesehatan Masyarakat.
4. Manfaat bagi pengembangan ilmu perilaku
Mendapatkan informasi dalam perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya dalam bidang Promosi Kesehatan Masyarakat.
5. Manfaat bagi Peneliti lain
Memberikan informasi atau masukan tentang hasil penelitian dalam
mengembangkan penelitian-penelitian berikutnya terutama mengenai
faktor-faktor berhubungan dengan perilaku penggunaan APD dalam
kaitanya dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

8
E. Ruang Lingkup Penelitian
Batasan yang akan dilakukan penulis dalam melaksanakan penelitian
adalah sebagai berikut :
1. Lingkup Keilmuan
Penelitian ini merupakan bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya
di bagian Promosi Kesehatan.
2. Lingkup Masalah
Penelitian ini terbatas pada masalah faktor – faktor yang berhubungan
dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri (APD) karyawan pabrik
rokok Praoe Lajar di Semarang.
3. Lingkup Lokasi
Penelitian ini terbatas pada masalah faktor – faktor yang berhubungan
dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri (APD) karyawan pabrik
rokok Praoe Lajar di Semarang.
4. Lingkup sasaran
Penelitian ini ditujukan kepada karyawan pabrik rokok Praoe Lajar di
Semarang pada kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
5. Lingkup metode
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis
penelitian analitik obesvasional dan desain studi cross sectional serta
menggunakan alat spyromtry, timbangan berat badan, dan stature
meter sebagai alat pengukur kapasitas paru dan menggunakan
kuesioner sebagai instrumen pengumpulan data.
6. Lingkup waktu
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2016.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pencemaran Udara

1. Tipe pencemaran Udara


2. Bentuk Bahan Pencemaran Udara
3. Pencemaran Udara oleh Partikulat (Debu)
4. Partikulat Melayang
5. Penyakit Akibat Partikulat
B. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

1. Definisi PPOK
2. Diagnosis PPOK
3. Derajat PPOK
4. Patogenesis PPOK
5. Faktor Resiko PPOK
C. Pemeriksaan Fungsi Paru
D. Karyawan
E. Alat Pelindung Diri (APD)
F. Perilaku Merokok
G. Teori Perubahan Perilaku Lawrence Green

10
H. Kerangka Teori
Kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori
Lawrence Green yang memperlihatkan bagaimana faktor predisposing,
enabling dan reinforcing dapat mempengaruhi perilaku.(66) Aplikasi kerangka
teori menurut Lawrence Green adalah sebagai berikut :

Predisposing Factor
(Faktor pendorong)
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Nilai
4. Kepercayaan
5. Persepsi
6. Variabel demografik

Enabling Factor
(Faktor pemungkin)
1. Ketersediaan sumber
daya Masalah
2. Keterjangkauan sumber Perilaku
daya Spesifik
3. Rujukan
4. Peraturan dan hukum
5. Keterampilan yang terkait
dengan kesehatan

Reinforcing Factor
(Faktor penguat)
Dukungan , sikap dan perilaku
Keluarga, teman sebaya, guru,
karyawan, petugas kesehatan,
pemimpin, majikan, pengambilan
keputusan

Gambar 2.4 Teori Perubahan Perilaku Lawrence Green

11
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Bedasarkan kerangka teori dari Lawrence Green yang telah


disebutkan sebelumnya, maka dapat disusun kerangka konsep penelitian
sebagai berikut:

Variabel Bebas Variabel Terikat

Predisposing Factor
(Faktor pendorong)
a. Karakteristik:
1. Diagnosa PPOK
2. Usia
3. Jenis Kelamin
4. Tingkat pendidikan
5. Lama berkerja
b. Pengetahuan responden
mengenai APD
c. Sikap responden
mengenai APD

Enabling Factor
(Faktor pemungkin) Perilaku
a. Ketersediaan peraturan Penggunaan APD
kerja terhadap Karyawan Pabrik
penggunaan APD Rokok Praoe Lajar di
b. Ketersediaan Fasilitas Semarang
atau APD

Reinforcing Factor
(Faktor penguat)
a. Dukungan rekan kerja
b. Dukungan atasan atau
pimpinan

12
Gambar 3.1 Kerang Konsep Penelitian bedasarkan Teori Lawrence Green

13
B. Hipotesis

Hipotesis adalah sebuah pernyataan tentang sesuatu yang diduga


atau hubungan yang di harapkan anatar dua variabel atau lebih yang
dapat diuji secara empiris.(67) Dari uraian tersebut hipotesis penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Ada hubungan antara usia terhadap perilaku penggunaan alat
pelindung diri APD karyawan pabrik rokok Praoe Lajar di Semarang.
2. Ada hubungan antara jenis kelamin terhadap perilaku penggunaan
alat pelindung diri APD karyawan pabrik rokok Praoe Lajar di
Semarang.
3. Ada hubungan antara tingkat pendidikan terhadap perilaku
penggunaan alat pelindung diri APD karyawan pabrik rokok Praoe
Lajar di Semarang.
4. Ada hubungan antara lama berkerja terhadap perilaku pengunaan
alat pelindung diri (APD) karyawan pabrik rokok Praoe Lajar di
Semarang.
5. Ada hubungan antara pengetahuan responden terhadap perilaku
pengunaan alat pelindung diri (APD) karyawan pabrik rokok Praoe
Lajar di Semarang.
6. Ada hubungan antara sikap responden terhadap perilaku pengunaan
alat pelindung diri (APD) karyawan pabrik rokok Praoe Lajar di
Semarang.
7. Ada hubungan antara ketersediaan peraturan kerja pengguanaan alat
pelindung diri (APD) terhadap perilaku penggunaan alat pelindung diri
(APD) karyawan pabrik rokok Praoe Lajar di Semarang.
8. Ada hubungan antara ketersediaan alat pelindung diri (APD)
terhadap perilaku penggunaan alat pelindung diri (APD) karyawan
pabrik rokok Praoe Lajar di Semarang.
9. Ada hubungan antara dukungan atasan atau pimpinan terhadap
perilaku penggunaan alat pelindung diri (APD) karyawan pabrik rokok
Praoe Lajar di Semarang.

14
10. Ada hubungan antara dukungan rekan kerja terhadap perilaku
penggunaan alat pelindung diri (APD) karyawan pabrik rokok Praoe
Lajar di Semarang.

C. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan kuantitaif.


Dalam hal ini peneliti akan melakukan pengukuran variabel bebas dan
variabel terikat, kemudian akan menganalisa data yang diolah dengan
metode statistik untuk mencari hubungan variabelnya.(67)
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik yang dimana
bertujuan untuk mencari hubungan antar-variabel yaitu variabel bebas
dengan variabel terikat. Sedangkan rancangan penelitian yang digunakan
adalah studi cross sectional dimana penelitian ini melakukan pengukuran
sesaat.

D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi
Populasi merupakan jumlah besar subyek yang mempunyai
karakteristik tertentu dan karakteristik yang sama. (68) Populasi dalam
penelitian ini adalah karyawan yang berkerja di pabrik rokok Praoe Lajar
di Semarang sejumlah 336 orang.
Tabel 3.1 Jumlah karyawan pabrik rokok Praoe Lajar di Semarang

Bagian Karyawan

Linting 160

Batil 80

Slop 38

Supervisor
54
(Mandor)

Satpam 4

Jumlah 336

15
2. Sampel
Sampel adalah bagian (substet) dari populasi yang dipilih dengan
cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasinya. Dalam
mengambil sampel penelitian digunakan cara atau teknik sampling yang
dapat mempengaruhi validitas hasil penelitian tersebut.(67) Teknik
sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random
sampling yang mana dihitung terlebih dahulu jumlah subyek dalam
populasi (terjangkau) yang dipilih subyeknya sebagai sampel penelitian.
Setiap subyek diberi nomor dan dipilih sebagian dari mereka.(67)
Kriteria Sampel penelitian memiliki kriteria inklusi:
a. Karyawan Pabrik Rokok Praoe Lajar di Semarang
b. Bagian pekerja yang terkontak lansung dengan tembakau

Sedangkan kriteria eksklusi penelitian ini adalah:

a. Tidak bersedia terlibat di dalam penelitian.

Populasi pada penelitian ini berjumlah 336 orang yang akan di gunakan
sebagai perhitungan sampel berjumlah 278 orang (bagian linting, batil
dan slop). Besar sampel akan didapat dengan perhitungan
menggunakan rumus Lemeshow yaitu:

Z ² . P(1−P)N
n=
d ² ( N −1 )+ Z 2 . P(1−P)

Keterangan :
n = besar sampel total yang diperlukan
N = jumlah populasi total penelitian yaitu 278
d = presisi populasi 10%
P = porposi populasi 0,5
Z21-α/2 = standar defisasi normal (1,96) sesuai taraf signifikansi 95%

Berdasarkan rumus diatas, besar sampel dalam penelitian ini adalah :

n = Z². P (1  P ) N

16
d² ( N - 1 ) + Z². P ( 1 – P )

(1,96)2 . 0,5 (1- 0,5) 278


n =
(0,1)2 . (278 – 1) + (1,96)2 . 0,5 (1-0,5)

n= 71,5

Dalam perhitungan rumus minimal sampel diperoleh hasil 71,5


dibulatkan menjadi 72, kemudian ditambahkan 8 responden sebagai
cadangan dan total sampelnya sebanyak 80 responden.

Dikarenakan adanya keterbatasan perizinan dari pihak pimpinan


perusahaan sehingga peneliti tidak dapat menggunakan 80 orang
karyawan sebagai responden, maka hanya 46 orang karyawan saja
yang dapat dijadikan sampel, sesuai izin dari pihak pimpinan
perusahaan.

17
E. Variabel Penelitian, Definisi Operasional, dan Skala Penelitian

Adapun variabel dalam penelitian ini antara lain :


1. Variabel Penelitian
a. Variabel terikat
Yang dimaksud dengan variabel terikat dalam penelitian ini
adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena
variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini adalah perilaku
pengunaan alat pelindung diri (APD) karyawan pabrik rokok Praoe
Lajar di Semarang.
b. Variabel bebas
Yang dimaksud dengan variabel bebas dalam penelitian ini
adalah variabel yang menjadi penyebab timbulnya atau berubahnya
variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini anatara lain :
1) Predisposing Factor (Faktor Pendorong)
a) Karakteristik
- Usia
- Jenis Kelamin
- Tingkat pendidikan
- Lama berkerja
b) Pengetahuan mengenai APD
c) Sikap mengenai APD
2) Enabling Factor (Faktor Pemungkin)
a) Ketersediaan peraturan kerja terhadap penggunaan APD
b) Ketersediaan fasilitas atau APD
3) Reinforcing Factor (Faktor Penguat)
a) Dukungan rekan kerja
b) Dukungan atasan / pimpinan

2. Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Data


Dari kerangka konsep yang telah dijelaskan sebelumnya dapat
diuraikan menjadi definisi operasional, sebagai berikut:

18
F. Definisi Operasional
Tabel 3.2 definisi Tabel Variabel Penelitian

Definisi
No Variabel Skala Keterangan
Operasional

a. Variabel Dependen

1 Perilaku Perbuatan atau Nominal Disediakan 9 pertanyaan


pengunaan tindakan dari dengan berbagai jenis
alat karyawan pabrik jawaban yang dapat dipilih
pelindung diri untuk menggunakan lebih dari 1 jawaban yang
(APD) APD saat berkerja mempunyai skor berbeda-
karyawan yang dapat beda.
pabrik rokok mencegah penyakit
Praoe Lajar saat berkerja.

Terdapat 9 Total Skor : 23


pertanyaan
mengenai perilaku Median :4
responden saat
berkerja, meliputi: Kategori :

1. Pemakaian Alat 1. Perilaku


Pelindung Diri (APD) penggunaan APD
kurang baik : < 4
2. Kebiasaan 2. Perilaku
berolahraga penggunaan APD
baik : ≥ 4
3. Kebiasaan
mencuci tangan

4. Pemeriksaan
kesehatan secara
rutin.

b. Variabel Independen

1 Diagnosa PPOK adalah Nominal Diagnosis


PPOK penyakit kronik
saluran nafas yang 1. Sakit
ditegakkan dengan
menghitung 2. Tidak sakit
perbandingan antara
VEP1/KVP, diukur
dengan spyrometer,
Kategori dibagi

19
menjadi 2 yaitu:

1. PPOK jika
VEP1/KVP <
70% atau VEP1
< 80% prediksi
2. Normal jika
VEP1/KVP >
70% atau VEP1
≥ 80% prediksi.

2 Usia Usia adalah usia Nominal Untuk memudahkan


responden dalam pengolahan data, maka
satuan tahun. usia dikategorikan
(69)
menjadi:
1. Dewasa awal (18 – 40
tahun)
2. Dewasa Lanjut (41 –
60 tahun)

3 Jenis Jenis kelamin Nominal Kategori :


Kelamin adalah identitas
responden yang 1. Laki-laki
digunakan untuk 2. Perempuan
mebedakan antara
perempuan dengan
laki-laki secara
biologis sejak
seseorang lahir.
Jenjang pendidikan
4 Tingkat formal terakhir yang Nominal Kategori :
Pendidikan ditempuh oleh 1. Tidak sekolah
responden. 2. Tidak tamat SD
3. Tamat SD
4. Tamat SMP
5. Tamat SMA/SMK
6. Tamat Perguruan
Tinggi

Untuk memudahakan
pengolahan data, maka
tingkat pendidikan
dikategorikan menjadi:

1. Tidak Sekolah
2. Sekolah

20
5 Lama Kerja Lama kerja adalah Nominal Untuk mempermudah
waktu dimana pengolahan data, maka
responden mulai lama kerja dikategorikan
diterima berkerja di menjadi:(49)
pabrik rokok Praoe 1. > 10 Tahun
Lajar hingga tahun 2. ≤ 10 Tahun
penelitian.

8 Pengetahuan Tingkat Nominal Total skor : 23


mengenai pengetahuan atau
APD pemahaman Mean :7
responden
mengenai APD. Kategori :

Terdapat 11 1. Pengetahuan Kurang :


pertanyaan meliputi; <7
penggunaan APD 2. Pengetahuan Baik : ≥
pada pertanyaan 7
nomor 1 – 5,
pencemaran udara
pada pertanyaan
nomor 6,

PPOK pada
pertaanyaan nomor
7 – 11.

9 Sikap Tanggapan atau Nominal Pilihan jawaban :


mengenai respon responden
APD terhadap kesetujuan 1. Setuju
atau ketidak 2. Tidak setuju
setujuan
penggunaan APD di
tempat kerja
terdapat 15 Skoring :
pertanyaan.
a. Untuk pertanyaan
favorable jawaban Ya
diberi skor 1,
jawaban Tidak diberi
skor 0

b. Untuk pertanyaan
unfavorable jawaban
Tidak diberi skor 1,
jawaban Ya diberi
skor 0

21
Total skor : 15

Median : 10

Kategori :

1. Respon Kurang : < 10


2. Respon Baik : ≥ 10

10 Ketersediaan Terdapat 13 Nominal Pilihan jawaban :


peraturan pertanyaan
kerja mengenai adanya 1. Ya
peraturan kerja yang 2. Tidak
mengatur responden
diharuskan untuk
menggunakan APD
saat berkerja. Total skor : 14

Mean :3

Kategori :

1. Ketersediaan
peraturan kerja
kurang : < 3
2. Ketersediaan
peraturan kerja baik : ≥
3

10 Ketersedian Terdapat 13 Nominal Pilihan jawaban :


APD pertanyaan
mengenai 1. Ya
ketersedian APD 2. Tidak
yang dibutuhkan
responden di tempat
kerja.
Total skor : 14

Median :4

Ketegori :

1. Ketersediaan fasilitas
atau APD kurang : < 4
2. Ketersediaan fasilitas
atau APD baik : ≥ 4

11 Dukungan Terdapat 13 Nominal Pilihan Jawaban :


rekan kerja pertanyaan
mengenai dukungan 1. Ya

22
dari teman atau 2. Tidak
rekan kerja di
perusahaan
terhadap sikap dan
praktik penggunaan Total skor : 13
APD di tempat kerja.
Median :7

Kategori :

1. Dukungan rekan kerja


kurang : < 7
2. Dukungan rekan kerja
baik : ≥ 7

11 Dukungan Terdapat 14 Nominal Pilihan Jawaban :


atasan atau pertanyaan
pimpinan mengenai dukungan 1. Ya
dari atasan atau 2. Tidak
pimpinan di
perusahaan
terhadap sikap dan
praktik penggunaan Total skor : 14
APD di tempat kerja.
Median :8

Kategori :

1. Dukungan pimpinan
kurang : < 8
2. Dukungan pimpinan
baik : ≥ 8

G. Sumber Data Penelitian

1. Sumber Data Primer


Data yang diperoleh dari responden secara langsung melalui
kuesioner yang terstruktur.(67) Data tersebut meliputi karakteristik
responden, termasuk didalamnya usia, enis kelamin, tingkat pendidikan,
lama berkerja, berat badan, tinggi badan, KVP, VEP1/KVP, riwayat
merokok; enegtahuan mengenai PPOK; sikap mengenai PPOK;
ketersediaan peraturan kerja terhadap penggunaan APD; ketersediaan
APD; dukungan eksternal (rekan kerja dan atasan); serta diagnosa

23
Penyakit Obstruktif Kronik (PPOK) pada karyawan pabrik rokok Praoe
Lajar di Semarang.
2. Sumber Data Sekunder
Data yang diperoleh dari sumber – sumber informasi terkait.(67)
Data sekunder merupakan data penunjang dari data primer yang relevan
dengan keperluan penelitian. Data teersebut dapat diperoleh dari
kepustakaan, internet ataupun hasil penelitin sebelumnya. Dalam hal ini
sumber data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Semarang
dan Pabrik Rokok terkait.

24
H. Alat / Instrumen Penelitian

a. Kuesioner yang berisi daftar pertanyaan yang bertujuan untuk


mendapatkan informasi tentang responden yang berpengaruh dengan
topik penelitian.
b. Spyrometer
c. Timbangan berat badan
d. Stature mater
e. Alat tulis untuk mencatat hasil wawancara.
f. Kamera untuk dokumentasi kegiatan
g. Perangkat komputer untuk mengolah dan menganalisis data.

I. Pengolahan Data dan Analisis Data

1. Pengolahan Data
Penelitian ini akan menggunakan pengolahan data kuantitatif yaitu
data yang berpengaruh dengan angka – angka, baik yang diperoleh dari
hasil pengukuran maupun hasil dari merubah data kualitatif menjadi data
kuantitatif.(67)
Data yang terkumpul selanjutnya dilakukan proses pengolahan
data. Adapun tahap – tahap pengolahan data adalah sebagai berikut :
a. Editing (penyuntingan)
Meneliti kembali jawaban dari responden penelitian. Pemeriksaan
data meliputi kebenaran pengisian, kelengkapan jawaban,
konsistensi dan relevansi jawaban dengan pertanyaan. Hal tersebut
langsung dilakukan di lapangan.
b. Coding (pengkodean)
Memberikan kode angka untuk masing-masing data atau variabel
untuk memudahkan pengolahan dan analisis data.
c. Entry Data
Memasukkan data yang diperoleh ke dalam suatu software
pengolahan data komputer.
d. Cleaning (Pembersihan Data)
Melakukan pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk
melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan kode,

25
ketidaklengkapan dan sebagainya kemudian dilakukan perbaikan
atau koreksi.
e. Tabulating
Pengelompokan data berdasarkan variabel yang diteliti, disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang selanjutnya dianalisis
menggunakan software komputer.
2. Analisis Data
Data yang diperoleh dari jawaban responden dianalisis secara
kuantitatif. Analisis kuantitatif akan dilakukan dengan metode tertentu
dan dilakukann secara bertahap. Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
a. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisa yang dilakukan pada variabel hasil
penelitian, baik variabel bebas maupun variabel terikat yang disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase dari tiap
variabelnya.(67) Tabel distribusi frekuensi yang disusun disertai
penjelasan dengan tujuan untuk menjelaskan atau mendeksripsikan
karakteristik dari setiap variabel penelitian.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk menganalisis
hubungan dua variabel, yaitu variabel bebas dengan variabel terikat.
Analisis bivariat menggunakan uji statistik yang sesuai dengan tujuan
penelitian yang ada. Uji statistik yang digunakan dalam analisis ini
yaitu Chi-square. Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ha : ada hubungan antara kedua variabel
Ho : tidak ada hubungan antara dua variabel.

26
BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian


Pabrik Rokok Praoe Layar terletak di Jalan Merak No. 15
Kelurahan Tanjung Mas Kelurahan Semarang Utara, Kota Semarang
Jawa Tengah. Bedasarkan data kependudukan Kecamatan Semarang
Utara mempunyai luas wilayah sebesar 1097 Hektar (Ha) dan mencakup
sembilang kelurahan yaitu Kelurahan Bandarharjo, Kelurahan Bulu Lor,
Kelurahan Plombokan, Kelurahan Purwosari, Kelurahan Panggung Kidul,
Kelurahan Panggung Lor. Kelurahan Kuningan, Kelurahan Tanjung Mas,
dan Kelurahan Dapasari. Dengan batas wilayah kecamatan Semarang
Utara meliputi:
1. Sebelah Utara : Laut Jawa
2. Sebelah Timur : Kecamatan Semarang Timur
3. Sebelah Selatan : Kecamatan Semarang Tengah
4. Sebelah Barat : Kecamatan Barat
Jumlah penduduk Kecamatan Semarang Utara seluruhnya
125.956 jiwa terdiri dari, penduduk berjenis kelamin laki-laki sebesar
62.028 jiwa dan perempuan sebesar 63.928 jiwa.(70)
Pabrik Rokok Praoe Lajar ini sudah berdiri sejak tahun 1945 dan
rokok ini termasuk pada rokok indie dengan pangsa pasar perokok dari
kalangan menengah kebawah 4.500-5.000 rupiah perbungkus. Pangsa
pasarnya biasanya di daerah pesisir. Mulai dari Weleri sampai Brebes.
Bahan baku tembakau yang didatangkan dari beberapa daerah seperti
Weleri, Kendal, Temanggung, dan Madura. Dalam satu hari pabrik
mampu memproduksi hingga 700ribu batang rokok. Pada tahun 2016
pabrik rokok ini memiliki karywan sebanyak 336 orang gabungan dari
beberapa bagian di pabrik dengan proporsi karyawan berjenis kelamin
perempuan sebanyak 291 orang dan laki-laki sebanyak 45 orang.

27
B. Analisa Univariat
Variabel yang diukur dalam analisa univariat terdiri dari Distribusi
usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama kerja di perusahaan tersebut,
pengetahuan mengenai APD, sikap mengenai APD, ketersediaan
peraturan kerja, ketersediaan APD, dukungan rekan kerja, dukungan
pimpinan, dan perilaku penggunaan APD yang kaitannya dengan
kejadian penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
1. Karakteristik responden
Karakteristik responden terdiri dari usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, dan lama kerja di perusahaan tersebut. Hasil analisis
univariat penelitian pada kategori karakteristik responden adalah
sebagai berikut :

28
29
a. Usia
Tabel 4.1 Distribusi Usia Responden
Jumlah
No Usia
frekuensi %
1 19 tahun 1 2
2 21 tahun 1 2
3 24 tahun 1 2
4 28 tahun 2 4
5 30 tahun 3 7
6 31 tahun 2 4
7 32 tahun 2 4
8 33 tahun 1 2
9 34 tahun 2 4
10 35 tahun 2 4
11 36 tahun 4 9
12 37 tahun 3 7
13 38 tahun 2 4
14 39 tahun 2 4
15 40 tahun 2 4
16 41 tahun 1 2
17 42 tahun 1 2
18 43 tahun 2 4
19 45 tahun 5 11
20 46 tahun 2 4
21 47 tahun 3 7
22 49 tahun 2 4
Total 46 100

Bedasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa mayoritas


responden berusia 45 tahun (11%).

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kategori Usia Responden


Jumlah
Usia Responden
frekuensi %
Dewasa Muda (18-40 30 65,2
tahun)
Dewasa Madya (40-60 16 34,8
tahun)
Total 46 100

30
Bedasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa sebagian
besar responden berada pada kategori usia dewasa muda
(rentang usia 18-40 tahun) yaitu sebanyak 65,2%.

b. Jenis Kelamin Responden


Tabel 4.3 Distribusi Jenis Kelamin Responden
Jumlah
Usia Responden
frekuensi %
Laki-laki 0 0
Perempuan 46 100
Total 46 100

Bedasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa seluruh responden


adalah perempuan.

c. Tingkat Pendidikan Responden


Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan
Responden
Tingkat Pendidikan Jumlah
frekuensi %
Responden
Tidak Sekolah 2 4,3
Tidak Tamat SD 5 10,9
Tamat SD 12 26,1
Tamat SMP 16 34,8
Tamat SMA / SMK 10 21,7
Tamat Perguruan Tinggi 1 2,2
Total 46 100

31
Bedasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa sebagian
besar responden Tamat SMP (34,8%). Sedangkan lainnya
Tamat SD (26,1%), Tamat SMA/SMK (21,7%), Tidak
Tamat SD (10,9%), idak Sekolah (4,3%), dan Tamat
Perguruan Tinggi (2,2%).

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kategori Tingkat Pendidikan


Responden
Tingkat Pendidikan Jumlah
frekuensi %
Responden
Tidak Sekolah 2 4,3
Sekolah 44 95,7
Total 46 100

Bedasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa sebagian


besar responden sekolaah (95,7%).

d. Lama Kerja
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Lama Kerja Responden
Jumlah
No Lama Kerja
frekuensi %
1 1 bulan 1 2
2 9 bulan 1 2
3 5 tahun 1 2
4 7 tahun 5 11
5 8 tahun 4 9
6 9 tahun 2 4
7 10 tahun 14 30
8 11 tahun 3 7
9 12 tahun 2 4
10 17 tahun 2 4
11 18 tahun 1 2
12 19 tahun 4 9
13 20 tahun 4 9
14 22 tahun 1 2
15 28 tahun 1 2
Total 46 100

32
Bedasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa sebagian
besar responden telah bekerja di perusahaan tersebut
selama 10 tahun (30%).

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Kategori Lama Kerja


Responden
Jumlah
Lama Kerja
frekuensi %
> 10 tahun 18 39,1
≤ 10 tahun 28 60,9
Total 46 100

Bedasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa sebagian


besar responden telah berkerja kurang dari 10 tahun
(60,9%).

e. Pengetahuan Responden mengenai penggunaan APD


Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi pengetahuan Responden
mengenai penggunaan APD
Pengetahuan Jumlah
frekuensi %
Responden
Kurang 12 26,1
Baik 34 73,9
Total 46 100

Bedasarkan tabel 4.8 diketahui bahwa sebagian


besar responden memiliki pengetahuan yang baik
mengenai pengunaan APD di tempat kerja (73,9%).

33
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi jawaban Responden terkait
Pengetahuan mengenai penggunaan APD
Jawaban
No Pernyataan
f %
1 Yang termasuk dari Alat Pelindung Diri
(APD)
a. Sarung tangan (Safety Glove) 6 13
b. Alat pelindung hidung (Masker) 36 78,3
c. Pelindung dada (Appron) 16 34,8
d. Alat pelindung kepala (Safety helmet / 19 41,3
headdcap)
e. Tidak tahu 1 2,2
2 Kegunaan dari Alat Pelindung Diri
a. Alat untuk mengurangi dampak 19 41,3
kecelakaan kerja
b. alat yang digunakan saat berkerja 5 10,9
c. Tidak tahu 19 41,3
d. Menjaga kesehatan 2 6,5
e. Terhindar dari penyakit 1 2,2
3 Penggunaan Alat Pelinung Diri (APD) 46 100
digunakan saat berkerja
4 Salah satu cara mengendalikan bahaya 39 84,8
atau penyakit di tempat kerja dengan
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
5 Gejala-gejala penyakit pernafasan
a. Batuk 13 28,3
b. Sakit Tenggorokam 7 15,2
c. Sesak nafas 39 84,8
d. Bersin - bersin 6 13
e. Tidak tahu 2 4,3
6 Sumber yang dapat membuat udara
tercemar atau berpolusi
a. Letusan gunung berapi 0 0
b. Kebakaran hutan 1 2,2

34
c. Asap rokok 18 39,1
d. Aktivitas transportasi 17 37
e. Aktivitas industri/pabrik 11 24
f. Tidak tahu 7 15,2
7 Penyakit yang disebabkan oleh adanya
pencemaran udara atau polusi udara
a. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 0 0
b. Asma 22 47,8
c. Sinusitis 2 4,3
d. Tidak tahu 16 34,8
e. Bronkitis 2 4,3
f. Kanker Paru-paru 6 13
8 Upaya pencegahan dalam mencegah
penyakit akibat rusaknya saluran
pernafasan
a. Menggunakan masker 36 78,3
b. Tidak merokok atau menghindari asap 7 15,2
rokok
c. Hidup sehat 2 4,3
d. Tidak tahu 2 4,3
9 Mengetahui Penyakit Paru Obstruktif 3 6,5
Kronik
10 Pengertian dari Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) adalah
a. Penyakit Paru Obstruktif Kronik ialah 2 4,3
penyakit yang menyerang saluran
pernafasan / paru-paru
b. Penyakit Penyakit Paru Obstruktif 1 2,2
Kronik ialah penyakit yang hampir mirip
gejalanya dengan asma
c. Tidak tahu 43 93,5
11 Faktor terjadinya Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK)
a. Faktor usia 1 2,2
b. Faktor kebiasaan merokok 0 0
c. Faktor memakai masker 0 0
d. Menghirup udara yang kotor) 1 2,2
e. Tidak tahu 44 95,7

Bedasarkan tabel 4.9 menunjukan bahwa sebanyak


78,3% responden mengetahui bahwa alat pelidung diri
(APD) yaitu pelindung hidup (masker), 43% menjawab
penutup kepala (haircap) dan 34,8% menjawab pelindung
dada (Appron). Sebanyak 41,3% responden kegunaan alat
pelindung diri (APD) untuk mengurangi dampak
kecelakaan kerja, 6,5% menjawab lainnya yaitu untuk

35
menjaga kesehatan dan terhindar dari penyakit dan 41,3%
reponden tidak mengetahui kegunaannya.
Seluruh responden mengetahui bahwa
penggunaan alat pelindung diri (APD) digunakan saat
berkerja. Sebanyak 84,8% responden tidak mengetahui
salah satu cara mengendalikan bahaya atau penyakit di
tempat kerja dengan menggunakan alat pelindung diri
(APD). Sebanyak 39,1% responden mengetahui bahwa
sumber dari pencemaran udara berasal dari asap rokok.
Sebanyak 41,3% responden mengetahui bahwa penyakit
akibat dari pencemaran udara yaitu asma dan sebanyak
34,8% responden tidak mengetahuinya. Sebanyak 78%
responden mengetahui bahwa upaya pencegahan yang
dapat mencegah penyakit akibat rusaknya saluran
pernafasan ialah menggunakan masker. Sebanyak 93,5%
responden tidak mengetahui apa itu penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK).

f. Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Sikap Responden


mengenai penggunaan APD
Jumlah
Sikap Responden
frekuensi %
Respon Kurang 7 15,2
Respon Baik 39 84,8
Total 46 100

36
Bedasarkan tabel 4.10 diketahui bahwa sebagian
besar responden memiliki respon yang baik mengenai
penggunaan alat pelindung diri (APD) di tempat kerja
(84,8%).

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden


mengenai Sikap penggunaan APD
Jawaban
Tidak
No Pernyataan Setuju
setuju
f % f %
1 Memakai alat pelindung diri 33 71,7 13 28,3
(APD) berupa masker tidak
akan membuat saya kesulitan
bekerja
2 Sebelum melakukan pekerjaan 31 67,4 15 32,6

37
dibutuhkan pengarahan (safety
briefing)
3 Jika diadakan sosialisasi 43 93,5 3 6,5
pengarahan penggunaan alat
pelindung diri (APD) akan
mengurangi kejadian penyakit
akibat kerja
4 Pemeriksaan kesehatan pekerja 36 78,3 10 21,7
saat awal masuk di perlukan di
perusahaan
5 Menggunakan alat pelindung 9 19,6 37 80,4
diri (APD) hanya saat ada
atasan saja
6 Jika diadakan peraturan 33 71,7 13 28,3
dilarang merokok di dalam
ruangan kerja tidak akan
mengurangi kejadian penyakit di
wilayah kerja
7 Perusahaan tidak harus 13 28,3 33 71,7
menyediakan alat pelindung diri
(APD) untuk setiap
karyawannya
8 Poster rambu-rambu 45 97,8 1 2,2
penggunaan alat pelindung diri
(APD) dapat membantu
mengingatakan karyawan untuk
bekerja secara tertib
9 Masker akan diganti saat 11 24 35 76
merasa sudah kotor saja, tidak
perlu setiap hari diganti
10 Rasa batuk dapat di tanggulangi 17 36,6 29 63,4
hanya dengan meminum obat
warung
11 Saat rutin berolahraga badan 44 95,7 2 4,3
akan terasa lebih bugar dan
terhindar dari penyakit
12 Jika ada rekan kerja yang 43 93,5 3 6,5
terserang batuk akan
mengganggu pekerjaannya
13 Saat memeriksakan kesehatan 37 80,4 9 19,6
secara rutin, menjadi tahu
segala gangguan yang ada di
tubuh sehingga dapat
mencegah penyakitnya
14 Jika ada seseorang yang 24 52,2 22 47,8
merokok membuat rasa tidak
nyaman
15 Jika ada seseorang yang 26 56,6 20 43,5
merokok akan menjauhi dan
menutup mulut/hidung

38
Bedasarkan tabel 4.11 diketahui bahwa hasil
penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden
71,7% setuju jika diadakan peraturan dilarang merokok di
dalam ruangan kerja tidak akan mengurangi kejadian
penyakit di wilayah kerja. Sebanyak 47,8% responden
merasa nyaman jika ada yang merokok dan sebanyak
43,5% responden tidak akan menjauhi atau menutup
hidung jika ada yang merokok.

g. Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Ketersediaan Peraturan


kerja

Ketersediaan Jumlah
Peraturan Kerja frekuensi %
Kurang 10 21,7
Baik 36 78,3
Total 46 100

Bedasarkan tabel 4.12 diketahui bahwa sebagian


besar responden menajawab baik mengenai ketersediaan
peraturan kerja yang ada di perusahaan (78,3%).

Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden


mengenai Ketersediaan Peraturan Kerja
Jawaban
No Pernyataan Ya Tidak
f % f %
1 Tersedianya SOP (Standart 0 0 46 100
Operating Procedure) mengenai
pemakaian Alat Pelindung Diri
(APD) seperti masker dan sarung
tangan di bagian produksi
2 Adanya kegiatan sosialisasi 0 0 46 100

39
tentang penggunaan Alat
pelindung diri (APD)
3 Adanya pengawasan 3 6,5 43 93,5
penggunaan alat pelindung diri
(APD) yang dilakukan
perusahaan
4 Pengawas selalu mengingatkan 6 13 40 87
untuk menggunakan alat
pelindung diri (APD) saat bekerja
5 Saat tidak mematuhi peraturan 14 30,4 32 69,6
penggunaan alat pelindung diri
akan mendapatkan hukuman
6 Saat mematuhi peraturan / 46 100 0 0
memakai penggunaan alat
pelindung diri akan mendapatkan
penghargaan/pujian
7 Peraturan kerja di tempel di 42 91,3 4 8,7
wilayah lingkungan kerja
8 Saat pertama kali bekerja di 11 23,9 35 76,1
perusahaan, di beri lembar
peraturan kerja
9 Di perusahaan terdapat 2 4,3 44 95,7
pelaksanaan evaluasi pekerja
mengenai APD
10 Perusahaan memiliki petunjuk 41 8 5 10,9
kerja
11 Mengerti dengan peraturan kerja 33 71,7 13 28,3
yang ada
12 Peraturan kerja tersebut tersebut 1 2,2 45 97,8
diletakan di tempat yang ada
13 Dengan adanya peraturan 1 2,2 45 97,8
tersebut keselamatan dan
kesehatan terjaga
14 Peraturan tersebut sudah 34 73,9 12 26,1
diketahui setiap karyawan

Bedasarkan 4.13 tabel diketahui bahwa terdapat 14


pertanyaan terkait ketersediaan peraturan kerja. Hasil
penelitian menunjukan bahwa seluruh responden akan
mendapatkan pujian jika mengguanakan alat pelindung
diri. Sebanyak 95,7% responden menjawab tidak adanya
evaluasi pekerja mengenai APD dan sebanyak 97,8%
responden menjawab tidak adanya peraturan kerja yang
diletakan di tempat kerja yang ada.

40
h. Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Ketersediaan Fasilitas atau
APD

Ketersediaan Jumlah
Fasilitas atau APD frekuensi %
Kurang 20 43,5
Baik 26 56,5
Total 46 100

Bedasarkan tabel 4.14 diketahui bahwa sebagian


besar responden memiliki ketersediaan fasilitas atau APD
yang baik (56,6%).

Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden


mengenai Ketersediaan Fasilitas atau APD
Jawaban
No Pernyataan Ya Tidak
f % f %
1 Perusahaan menyediakan 0 0 46 100
masker untuk setiap
karyawannya
2 Perusahaan menyediakan 0 0 46 100
sarung tangan untuk setiap
karyawannya
3 Perusahaan menyediakan 46 100 0 0
penutup kepala
4 Masker yang disediakan sudah 0 0 46 100

41
sesuai dengan pekerjaan
dibagian produksi
5 Sarung tangan yang disediakan 0 0 46 100
sudah sesuai dengan pekerjaan
dibagian produksi
6 Penutup kepala yang 35 76,1 11 23,9
disediakan dengan kondisi
baik/bagus
7 Seluruh karyawan telah 23 50 23 50
mendapatkan APD secara gratis
8 Perusahaan memberikan APD 1 2,2 45 97,8
setiap harinya
9 Adanya tempat khusus 0 0 46 100
penyimpanan APD bagi
karyawan
10 Perusahaan memberikan 16 34,8 30 65,2
bilik/tempat merokok khusus
11 Perusahaan memberikan 38 82,7 8 17,3
tempat cuci tangan / washtafel
yang cukup
12 Terdapat klinik kesehatan di 0 0 46 100
perusahaan
Bedasarkan tabel 4.15 diketahui bahwa terdapat 12
pertanyaan terkait keterjangkauan fasilitas atau APD. Hasil
penelitian menunjukan bahwa seluruh responden tidak
mendapatkan masker dan sarung tangan yang didapatkan hanya
penutup kepala dengan kondisi yang baik dan seluruh responden
menjawab tidak adanya tempat penyimpanan APD khusus bagi
karyawan. Sebanyak 82,7% menjawab adanya fasilitas tempat
mencuci tangan.
i. Tabel 4.16 Distribusi Frekuensi Dukungan Rekan Kerja
Dukungan Rekan Jumlah
Kerja frekuensi %
Kurang 9 19,6
Baik 37 80,4
Total 46 100

Bedasarkan tabel 4.16 diketahui bahwa sebagian


besar responden memiliki dukungan rekan kerja yang baik
(80,4%).

42
Tabel 4.17 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden
mengenai Dukungan Rekan Kerja
Jawaban
No Pernyataan Ya Tidak
f % f %
1 Rekan kerja selalu 22 47,8 24 52,2
menggunakan Alat Pelindung
Diri (APD) berupa masker saat
bekerja
2 Rekan kerja selalu 46 100 0 0
menggunakan Alat Pelindung
Diri (APD) berupa penutup
kepala saat bekerja
3 Rekan kerja tidak 25 54,3 21 45,7
mengingatkan untuk
menggunakan APD berupa

43
masker atau penutup kepala
saat bekerja
4 Rekan kerja mengatakan 25 54,3 21 45,7
bahwa menggunakan masker
membuat sulit bernafas saat
bekerja
5 Rekan kerja tidak peduli 41 89,1 5 10,9
memakai masker atau tidak
saat bekerja
6 Rekan kerja memberikan 20 43,5 26 56,5
informasi tentang manfaat
penggunaan masker saat
bekerja sebagai alat pelindung
diri (APD)
7 Rekan kerja berani menegur 0 0 46 100
perusahaan jika tidak
memberikan APD
8 Memiliki komunikasi yang baik 44 95,7 2 4,3
antar karyawan di perusahaan
9 Rekan kerja menghubungi jika 8 17,4 38 82,6
tidak masuk kerja karna sakit
10 Rekan kerja memberikan 37 80,4 9 19,6
solusi terhadap kekurangan
sumber daya berupa APD
kepada perusahaan
11 Sering berdiskusi mengenai 3 6,5 43 93,5
masalah APD
12 Rekan kerja memberikan 19 41,3 27 58,7
saran agar masker di ganti
setiap hari
13 Rekan kerja memberikan APD 14 30,4 32 69,6
saat tidak menggunakan APD

Bedasarkan tabel 4.17 diketahui bahwa terdapat 13


pertanyaan terkait dukungan rekan kerja dalam
penggunaan alat pelindung diri (APD). Hasil penelitian
menunjukan bahwa seluruh responden mengatakan rekan
kerjanya tidak berani menegur perusahaan saat tidak
memberikan fasilitas APD kepada karyawannya dan
seluruh responden mengatakan bahwa rekan kerjanya
memakai alat pelindung diri (APD) berupa penutup kepala
dan hanya 45,7% yang mengingatkan untuk menggunakan
APD berupa masker atau penutup kepala saat bekerja.
Sebanyak 54,3% responden mengatakan bahwa

44
menggunakan masker membuat sulit bernafas saat
bekerja.

j. Tabel 4.18 Distribusi Frekuensi Dukungan Pimpinan


Dukungan Jumlah
frekuensi %
Pimpinan / atasan
Kurang 15 32,6
Baik 31 67,4
Total 46 100

Bedasarkan tabel 4.18 diketahui bahwa responden


mengetakan dukungan pimpinan atau atasannya baik
(67,4%).

Tabel 4.19 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden


mengenai Dukungan Pimpinan atau Atasan
Jawaban
Tidak
No Pernyataan Setuju
setuju
f % f %
1 Akan mendapatkan pujian dari 0 0 46 100
atasan jika menggunakan APD
seperti masker
2 Atasan selalu mengevaluasi 0 0 46 100
kinerja karyawannya dalam hal
penggunaan APD
3 Atasan perusahaan pernah 0 0 46 100
memberikan pelatihan tentang
tata cara pelaksanaan
penggunaan APD
4 Atasan menegur jika tidak 44 95,7 2 14,3

45
memakai APD
5 Atasan mewajibkan untuk 1 2,2 45 97,8
menggunakan masker sebagai
APD
6 Komunikasi dengan atasan 23 50 23 50
terjalin dengan baik
7 Atasan tidak menanyakan 15 32,6 31 67,4
kabar jika sakit
8 Atasan sering memberikan 33 71,7 13 28,3
pengarahan mengenai standar
kerja dari perusahaan
9 Pengawasan yang dilakukan 45 97,8 1 2,2
atasan dalam bekerja,
membuat bekerja lebih baik
10 Atasan memberikan APD saat 31 67,4 15 32,6
tidak membawa atau lupa
memakai APD
11 Atasan sering mengingatkan 0 0 46 100
untuk masker di ganti setiap
hari
12 Saat atasan memberikan 33 71,7 13 28,3
pengarahan tentang APD
pada karyawan, termotivasi
dalam bekerja lebih baik
13 Atasan sering bersosialisasi 33 71,7 13 28,3
dengan sesama karyawan
14 Atasan memberikan informasi 43 93,5 3 6,5
mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja

Bedasrkan tabel 4.19 diketahui bahwa terdapat 14


pertanyaan terkait dukungan pimpinan atau atasan dalam
penggunaan alat pelindung diri (APD). Seluruh responden
menjawab bahwa pimpinannya tidak selalu mengevaluasi
kinerja karyawannya dalam hal penggunaan APD dan tidak
pernah memberikan pelatihan tentang tata cara
pelaksanaan penggunaan APD. Sebanyak 71,7%
responden mengatakan bahwa atasannya memberikan
pengarahan tentang APD pada karyawan, karyawan
termotivasi dalam bekerja lebih baik. Sebanyak 97,8%
responden juga mengatakan bahwa atasannya tidak
mewajibkan karyawannya menggunakan masker sebagai
alat pelindiung diri (APD) saat berkerja.

46
k. Tabel 4.20 Distribusi Frekuensi Perilaku Penggunaan APD
Perilaku Jumlah
Responden frekuensi %
Kurang 16 34,8
Baik 30 65,2
Total 46 100

Bedasarkan tabel 4.20 diketahui bahwa reponden memiliki


perilaku penggunaan APD dengan baik (65,2%).

Tabel 4.21 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden


mengenai Perilaku penggunaan APD
No Pernyataan Jawaban
f %

1 Alat pelindung diri yang


digunakan saat bekerja
a. Sarung tangan (Safety 0 0
Glove)
b. Alat pelindung hidung 21 45,7
(Respirator / masker)
c. Pelindung dada (Appron) 37 80,4
d. Alat pelindung kepala 46 100
(Safety helmet/haircap)
2 Alat Pelindung Diri (APD) yang
digunakan diganti setiap
a. Sehari 1 kali, lalu dibuang 7 15,2
atau dicuci
b. Seminggu sekali 39 84,8
3 Selalu mencuci tangan setiap 27 58,7
sehabis menyentuh atau

47
berkontak langsung dengan
tembakau saat di tempat kerja
4 Mencuci tangan setiap sehabis
menyentuh atau berkontak
langsung dengan tembakau
saat di tempat kerja
a. 1 – 2 kali perhari 23 50
b. > 2 kali perhari 15 32,6
C. Tidak pernah 8 17,4
5 Menggunakan pakaian khusus 10 21,7
saat berkerja
6 Rutin berolahraga setiap
minggunya
a. 1-2 kali dalam seminggu 6 13
b. Tidak pernah 40 87
7 Rutin memeriksakan
kesehatan di klinik kesehatan
atau rumah sakit atau lainnya
a. 1 – 2 kali dalam sebulan 4 8,7
b. Jika hanya ada gangguan 24 52,2
kesehatan saja
c. Tidak pernah 18 39,1
8. Mengikuti pengarahan /
pelatihan mengenai
penggunaan Alat Pelindng Diri
(APD) di tempat kerja maupun
dari luar tempat kerja
a. 1 – 2 kali dalam seminggu 1 2,2
b. Tidak pernah 45 97,8
9 Tidak pengikuti evaluasi 46 100
mengenai penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) di tempat
kerja

Bedasarkan tabel 4.21 diketahui bahwa seluruh


responden memakai alat pelindung diri (APD) berupa
penutup kepala dan hanya 45,7% reponden yang memakai
masker dan sebanyak 80,4% responden yang
menggunakan pelindung dada (appron/celemek).
Sebanyak 15,2% responden yang hanya mengganti
mencuci atau membuang alat pelindung dirinya setiap hari
sisanya diganti setiap seminggu sekali saja. Sebanyak
78,3% responden mtidak menggunakan pakaian khusus
saat berkerja. Hanya sebanyak 2,2% responden yang

48
mengikuti pengarahan mengenai penggunaan Alat
Pelindng Diri (APD) di tempat kerja maupun di luar.

l. Tabel 4.22 Distribusi Frekuensi Diagnosa PPOK

Jumlah
Diagnosa PPOK
frekuensi %
Sakit 4 8,7
Tidak Sakit 42 91,3
Total 46 100

Bedasarkan tabel 4.22 diketahui yang terdiagnosis


penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) sebanyak 8,7% dari
keseluruhan responden.

49
C. Analisa Bivariat
1. Variabel yang Berhubungan
Tabel 4.23 Analisa Hubungan Lama Kerja Responden dengan
Perilaku Penggunaan APD
Perilaku Penggunaan APD
Jumlah
Lama Kerja Kurang Baik
f % f % f %
> 10 Tahun 15 32,6 3 6,5 18 100
≤ 10 Tahun 1 2,2 27 58,7 28 100
α = 0,05 p = 0,0001 Ho = ditolak
Bedasarkan tabel 4.23 diketahui bahwa perilaku penggunaan
APD lebih banyak dijumpai pada kelompok responden yang
mempunyai masa kerja lebih dari 10 tahun (32,6%) dibandingkan
dengan kelompok responden yang mempunyai masa kerja kurang dari
10 tahun (2,2%). Bedasarkan hasil pengujian hipotesis dengan Chi
Square Test diperoleh nilai p-value sebesar 0,0001 yang berarti ada
hubungan antara lama kerja responden dengan perilaku penggunaan
APD.

Tabel 4.24 Analisa Ketersediaan Peraturan Kerja dengan Perilaku


Penggunaan APD

Perilaku Penggunaan APD


Ketersediaan Jumlah
Kurang Baik
Peraturan Kerja
f % f % f %
Tidak Ada 8 17,4 2 4,3 10 100
Ada 8 17,4 28 60,9 36 100
α = 0,05 p = 0,001 Ho = ditolak
Bedasarkan tabel 4.24 diketahui bahwa perilaku penggunaan
APD setara dengan ketersediaan peraturan kerja yang baik (17,4%)
dan yang kurang (17,4%). Bedasarkan hasil pengujian hipotesis
dengan Chi Square Test diperoleh nilai p-value sebesar 0,001 yang
berarti ada hubungan ketersediaan peraturan kerja dan perilaku
penggunaan APD.

50
Tabel 4.25 Analisa Dukungan Rekan Kerja dengan Perilaku
Penggunaan APD

Perilaku Penggunaan APD


Kuran Jumlah
Dukungan Rekan Kerja Baik
g
f % f % f %
Kurang 8 17,4 1 2,2 9 100
Baik 8 17,4 29 63 37 100
α = 0,05 p = 0,0001 Ho = ditolak
Bedasarkan tabel 4.25 diketahui bahwa perilaku penggunaan
APD setara dengan dukungan rekan yang baik (17,4%) dan yag buruk
(17,4%). Bedasarkan hasil pengujian hipotesis dengan Chi Square
Test diperoleh nilai p-value sebesar 0,0001 yang berarti ada hubungan
dukungan rekan kerja responden mengenai penggunaan APD dan
perilaku penggunaan APD.

Tabel 4.26 Analisa Dukungan Pimpinan dengan Perilaku Penggunaan


APD

Perilaku Penggunaan APD


Jumlah
Dukungan Pimpinan Kurang Baik
f % f % f %
Kurang 11 24 4 8,7 15 100
Baik 5 10,9 26 56,5 31 100
α = 0,05 p = 0,0001 Ho = ditolak
Bedasarkan tabel 4.26 diketahui bahwa perilaku penggunaan
APD lebih banyak di jumpai pada kelompok responden dengan
dukungan pimpinan yang baik (24%) dibandingkan dengan responden
dengan dukungan responden yang kurang (10,9%). Bedasarkan hasil
pengujian hipotesis dengan Chi Square Test diperoleh nilai p-value
sebesar 0,0001 yang berarti ada hubungan antara dukungan pimpinan
mengenai penggunaan APD dan perilaku penggunaan APD.

51
2. Variabel yang Tidak Berhubungan
Tabel 4.27 Analisis Hubungan Usia Responden dengan Perilaku
Penggunaan APD
Perilaku Penggunaan
APD Jumlah
Usia
Kurang Baik
f % f % f %
Dewasa Muda (18-40 9 19,6 21 45,7 30 100
tahun)
Dewasa Madya (40-60 7 15,2 9 19,6 16 100
tahun)
α = 0,05 p = 0,517 Ho = diterima
Bedasarkan tabel 4.27 diketahui bahwa perilaku penggunaan APD
lebih banyak di jumpai pada kelompok responden yang berada pada
kategori usia dewasa muda (19,6%) dibandingkan dengan kelompok
responden yang berada pada kategori usia dewasa madya (15,2%).
Bedasarkan hasil pengujian hipotesis dengan Chi Square Test diperoleh
nilai p-value sebesar 0,517 yan berarti tidak ada hubungan antara usia
responden dengan perilaku penggunaan APD.

Tabel 4.28 Analisa Hubungan Tingkat Pendidikan Responden dengan


Perlaku Pengunaan APD

Perilaku Penggunaan APD


Jumlah
Tingkat Pendidikan Kurang Baik
f % f % f %
Tidak Sekolah 1 2,2 1 2,2 2 100
Sekolah 15 32,6 29 63 44 100
α = 0,05 p = 1,000 Ho = diterima
Bedasarkan tabel 4.28 diketahui bahwa perilaku penggunaan APD
lebih banyak dijumpai pada kelompok responden yang sekolah (32,6%)
dibandingkan dengan kelompok responden yang tidak bersekolah (2,2%).
Bedasarkan hasil pengujian hipotesis dengan Chi Square Test diperoleh
nilai p-value sebesar 1,000 yang berarti tidak ada hubungan antara
tingkat pendidikan responden dengan perilaku penggunaan APD.

52
Tabel 4.29 Analisa Pengetahuan Responden dengan Perilaku
Penggunaan APD

Perilaku Penggunaan APD


Jumlah
Pengetahuan Kurang Baik
f % f % f %
Kurang 3 6,5 9 19,6 12 100
Baik 13 28,3 21 45,7 34 100
α = 0,05 p = 0,498 Ho = diterima
Bedasarkan tabel 4.29 diketahui bahwa perilaku penggunaan APD
lebih banyak di jumpai pada kelompok responden dengan pengetahuan
mengenai penggunaan APD yang baik (28,3%) dibandingkan dengan
responden dengan pengetahuan yang kurang (6,5%). Bedasarkan hasil
pengujian hipotesis dengan Chi Square Test diperoleh nilai p-value
sebesar 0,498 yang berarti tidak ada hubungan pengetahuan responden
mengenai penggunaan APD dan perilaku penggunaan APD.

Tabel 4.30 Analisa Sikap Responden dengan Perilaku Penggunaan APD

Perilaku Penggunaan APD


Jumlah
Sikap Kurang Baik
f % f % f %
Respon Kurang 3 6,5 4 8,7 7 100
Respon Baik 13 28,3 26 56,5 39 100
α = 0,05 p = 0,681 Ho = diterima
Bedasarkan tabel 4.30 diketahui bahwa perilaku penggunaan APD
lebih banyak di jumpai pada kelompok responden dengan respon yang
baik mengenai penggunaan APD (28,3%) dibandingkan dengan
responden dengan respon yang kurang (6,5%). Bedasarkan hasil
pengujian hipotesis dengan Chi Square Test diperoleh nilai p-value
sebesar 0,681 yang berarti tidak ada hubungan sikap responden terhadap
penggunaan APD dan perilaku penggunaan APD.

Tabel 4.31 Analisa Ketersediaan Fasilitas atau APD

53
Perilaku Penggunaan APD
Ketersediaan Fasilitas Jumlah
Kurang Baik
atau APD
f % f % f %
Tidak Ada 6 13 14 30,4 20 100
Ada 10 21,7 16 34,8 26 100
α = 0,05 p = 0,756 Ho = diterima

Bedasarkan tabel 4.31 diketahui bahwa perilaku penggunaan APD


lebih banyak di jumpai pada kelompok responden dengan ketersediaan
fasilitas atau APD yang baik (21,7%) dibandingkan dengan ketersediaan
fasilitas atau APD yang kurang (13%). Bedasarkan hasil pengujian
hipotesis dengan Chi Square Test diperoleh nilai p-value sebesar 0,756
yang berarti tidak ada hubungan antara ketersediaan fasilitas atau APD
dan perilaku penggunaan APD.

Tabel 4.32 Analisa Diagnosa PPOK dengan Perilaku Penggunaan APD

Perilaku Penggunaan APD


Jumlah
Kurang Baik
Diagnosa PPOK
f % f % f %
Sakit 0 0 4 8,7 4 100
Tidak Sakit 16 28,3 30 62,2 42 100
α = 0,05 p = 0,282 Ho = diterima
Bedasarkan tabel 4.32 diketahui bahwa perilaku penggunaan APD
lebih banyak di jumpai pada kelompok responden dengan diagnosa
PPOK yang tidak sakit dengan perilaku baik (8,7%) dibandingkan dengan
responden diagnosa PPOK yang sakit dengan perilaku yang kurang
(28,3%). Bedasarkan hasil pengujian hipotesis dengan Chi Square Test
diperoleh nilai p-value sebesar 0,282 yang berarti tidak ada hubungan
antara diagnosa PPOK dan perilaku penggunaan APD.

Tabel 4.33 Rekapitulasi Analisis Faktor-faktor yang berhubungan dengan


Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Karyawan Pabrik Rokok
Praoe Lajar di Semarang

54
Variabel P=value Analisis
Usia 0,193 Tidak ada hubungan
Tingkat Pendidikan 1,000 Tidak ada hubungan
Lama Kerja 0,0001 Ada hubungan
Pengetahuan 0,498 Tidak ada hubungan
Sikap 0,681 Tidak ada hubungan
Ketersediaan Peraturan Kerja 0,001 Ada hubungan
Ketersediaan Fasilitas atau
0,756 Tidak ada hubungan
APD
Dukungan Rekan Kerja 0,0001 Ada hubungan
Dukungan Pimpinan 0,0001 Ada hubungan
Diagnosa PPOK 0,282 Tidak ada hubungan

Bedasarkan tabel 4.33 diketahui bahwa variabel yang


berhubungan dengan perilaku penggunaan APD adalah la kerja
responden (p=0,0001), ketersediaan peraturan kerja (p=0,001), dukungan
rekan kerja (p=0,0001), dan dukungan pimpinan (p=0,0001).

55
BAB V

PEMBAHASAN

A. Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Karyawan


Alat Pelindung Diri (APD) adalah peralatan keselamatan yang
harus digunakan oleh karyawan apabila berada pada suatu tempat kerja
yang berbahaya. APD digunakan karyawan untuk melindungi sebagian
atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya kecelakaan kerja
maupun penyakit akibat adanya kontak dengan bahaya di tempat kerja
baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan
lainnya. Hasil penelitian yang dilakukan pada pabrik rokok Praoe Lajar di
Semarang tahun 2017 menunjukan bahwa karyawan yang memiliki
berperilaku penggunaan APD yang baik sebanyak 30 orang (65,2%) lebih
besar dibandingkan berperilaku penggunaan APD yang kurang sebanyak
16 orang (34,8%).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat responden yang
memiliki perilaku penggunaan APD yang baik (65,2%) karena
keseluruhan dari karyawan pabrik menggunakan alat pelindung kepala
(haircap) (100%) tetapi masih banyak yang tidak menggunakan pelindung
dada (80,4%), alat pelindung hidung (masker) (45,7%), dan tidak ada
sama sekali karyawan yang menggunakan alat pelindung diri berupa
sarung tangan dengan alasan ketidak nyamanan saat bekerja dan tidak
tersedianya dari perusahaan.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian mengenai penggunaan
APD di pabrik yang menghasilkan debu, diantaranya penelitian yang
dilakukan Nur Faizah tentang faktor-faktor derteminan yang berhubungan
dengan perilaku penggunaan APD di PT. Indocement Tunggal Prakasa,
tbk. Unit Plant Site Cirebon menjelaskan bahwa 54 responden yang
diwawancarai menggunakan kuesioner terdapat 43 responden (79,6%)
yang berperilaku baik sedangkan 11 responden (20,4%) berperilaku
kurang baik.(71)

56
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Musiyanto yang dilakukan di industri pabrik Genteng Kabupaten
kebumen tahun 2013 dengan jumlah responden 110 karyawan bahwa
terdapat 63 karyawan yang lebih banyak tidak menggunakan APD berupa
masker berupa (57,3%) daripada yang menggunakan APD berupa
masker sebanyak 47 karyawan (42,7%).(19)
Namun penelitian ini tidak sejalan dengan Pratama Frendy
mengenai perilaku penggunaan APD berupa masker di Pabrik Rokok
Berkah Nalami Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo yang memiliki
94 responden dengan berperilaku negatif (57,4%) dan berperilaku positif
(42,6%).(72) Dari hasil penelitian ini dapat di lihat bahwa karyawan yang
menggunakan APD pada Pabrik Rokok Praoe Lajar Semarang tahun
2017 lebih sedikit yang menggunakan APD berupa masker (45,7%). Hal
ini menunjukan bahwa karyawan kurang memiliki awarness terhadap
upaya pencegahan dan pengendalian potensi bahaya di tempat kerja.
Sehingga karyawan merasa kurang penting menggunakan APD saat
bekerja agar mengurangi dampak bahaya yang ada di tempat kerja.
Seluruh karyawan hanya memakai alat elindung kepala (haircap) yang
memang diwajibkan dari pihak perusahaan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ilham Noviandry mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku karyawan dalam penggunaan APD pada industri pengelasan
informal di Kelurahan Gondrong Kota Tangerang tahun 2013 yang
menghasilkan debu industri seperti di pabrik rokok menunjukan bahwa
karyawan yang mempunyai perilaku penggunaan APD yang baik lebih
banya (52,2%) daripada karyawan yang berperilaku kurang dalam
penggunaan APD (47,8%).(73)
Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Linggasari di
PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Tangerang tahun 2008 pada yang
mendapatkan pengarahan atau pelatihan dari pengawasan mengenai
penggunaan APD sebanyak 70 responden (64,8%) dan yang tidak
mendapatkan pelatihan berupa pengarahan sebanyak 38 responden
(35,2%)(74) dibandingkan penelitian yang dilakukan di pabrik rokok Praoe
Lajar hanya 1 orang yang pernah mendapatkan pengarahan dari

57
pengawasan pihak pabrik (2,2%) dan sisanya 45 karyawan tidak pernah
(97,8%). Hal ini terjadi karena dari pihak perusahaan tidak memberikan
pengarahan yang spesifik terhadap karyawannya, 1 karyawan tersebut
hanya mendapatkan sekali pengarahan saat pertama kali masuk
keperusahaan pada tahun 2007 dan diberikan pengarahan hanya secara
lisan bukan pelatihan maupun pengarahan secara resmi.
Hasil penelitian ini juga berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh Nur Faizah yang menyatakan bahwa pengawasan berupa evaluasi
penggunaan APD juga baik (87,5%) dari 54 responden dan yang kurang
baik (12,5%).(71) Berbeda dengan penelitian di pabrik rokok Praoe Lajar
yang tidak ada satupun mendapatkan pengawasan berupa evaluasi
mengenai penggunaan APD di tempat kerja dikarenakan memang dari
pihak perusahaan rokok tersebut tidak ada pengevaluasian karyawan dan
pabrik rokok Praoe Lajar yang termasuk perusahaan rokok masih illegal
dibandingkan penelitian yang dilakukan Nur Faizah yang memang
perusahan industri legal yang sudah mempunyai standart operating
procedure (SOP) khusus dan tertulis.
Penelitian ini menggunakan teori Lawrence Green untuk
mengetahui hubungan antara perilaku penggunaan APD karyawan Pabrik
Rokok Praoe Lajar di Semarang. Teori Lawrence Green ini didasarkan
dengan pada tiga variabel, yaitu variabel predisposing yaitu usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, lama kerja di Pabrik Rokok Praoe Lajar,
pengetahuan, dan sikap. Variabel enabling yaitu ketersediaan paraturan
kerja terhadap penggunaan APD dan ketersediaan fasilitas atau APD.
Variabel reinforcing yaitu dukungan rekan kerja dan dukungan atasan
atau pimpinan. Bedasarkan hasil penelitian diketahui bahwa variabel yang
yang berhubungan dengan perilaku penggunaan APD pada karyawan
pabrik rokok Praoe Lajar adalah lama kerja responden (p=0,0001),
ketersediaan peraturan kerja (p=0,001), dukungan rekan kerja
(p=0,0001), dan dukungan pimpinan (p=0,0001). Sementara variabel
yang tidak berhubungan dengan perilaku oenggunaan APD karyawan
pabrik rokok Praoe Lajar adalah usia (p=0,193), tingkat pendidikan
(p=1,000), pengetahuan (p=0,498), sikap (p=0,681), ketersediaan fasilitas
atau APD (p=0,746), dan diagnosa PPOK (p=0,114).

58
B. Karakteristik Responden
1. Usia Responden
Usia merupakan lama hidup responden dihitung bedasarkan
tahun lahir hingga tahun penelitian. Usia merupakan salah satu
faktor demografi yang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan
seseorang. Pada penelitian ini, usia di kategorikan bedasarkan
teori Hurlock (1968) yang membeagi perkembangan manusia
dewasa menjadi kategori , yaitu (1) usia dewasa muda (18-40
tahun) yang merupakan masa optimal pertumbuhan fisik dan
psikis termasuk indra pendengaran, penglihatan, daya ingat, cara
berfikir, dan interaksi sosial, (2) usia dewasa madya (41-60 tahun)
yang ditandai dengan mulai melemahnya aspek fisik dan psikis,
serta (3) usia dewasa lanjut (>60 tahun) yang ditandai dengan
semakinmelemahnya kemampuan fisik dan psikis.(69) Sebagian
besar responden penelitian pada karyawan pabrik rokok Praoe
Lajar memiliki kelompok usia dewasa muda (18-40 tahun) yaitu
sebanyak 65,2% dibandingkan dengan kelompok usia madya
yaitu sebanyak 34,8%. Pada kelompok usia dewasa muda
memang lebih produktif karena berada pada fisik dan psikis yang
sangat baik dalam pekerjaan sehingga lebih mudah menerima,
memahami, dan menerapkan sebuah informasi dilingkungan kerja.

2. Jenis Kelamin Responden


Jenis kelamin adalah konsep diri dari individu yang
menyatakan identitas, penghayatan laki-laki atau perempuan.
Penentuan jenis kelamin pada penelitian ini ditentukan dengan
cara responden merepresentasekan diri melalui cara bicara,
berpakaian, dan berperilaku. Seluruh responden pada peneltian ini
adalah perempuan. Tidak ada satupun laki-laki yang menjadi
responden karena memang mayoritas dari karyawan pabrik
hampir 90%. Pabrik rokok ini mempunyai karyawan hampir 90%
perepuan dikarenakan pabrik membutuhkan ketelitian yang lebih
dibagian produksi rokok dan biasanya hal tersebut didapatkan di
perempuan. Karyawan laki-laki di pabrik ini hanya bagian beban

59
kerja yang lebih seperti mandor, satpam, dan jasa angkut.
Keselamatan kerja di suatu perusahaan seharusnya sangat di
perhatikan khususnya karyawan perempuan. Sebaiknya tidak
memakai pakaian longgar, tetapi memakai celana panjang.
Rambut di potong pendek dan diikat rapih.

3. Tingkat Pendidikan Responden


Pendidikan adalah usaha dan berencana untuk mewujudkan
suasana belajaar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Pendidikan terakhir
adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang telah diselesaikan
oleh responden. Pada penelitian ini pendidikan terakhir
dikategorikan menjadi : (1) tidak sekolah (2) tidak tamat SD (3)
tamat SD, (4) tamat SMP, (5) tamat SMA, (6) tamat Perguruan
Tinggi (D3/S1/S2/S3). Pada penelitian ini terdapat 95,7% yang
bersekolah dengan rata-rata paling tinggi 34,8% yang tamat SMP.
Menurut Hurlock (2001), tingkat pendidikan berperan dalam
menentukan mudah atau kurangnya seseorang tersebut dalam
menerima informasi. Sedangkata pendidikan yang kurang dapat
menghambat perkembangan sikap seseorang terutamaa dalam
menerima setiap informasi yang diperoleh. Oleh karena itu,
pendidikan dianggap memiliki peranan penting dalam menentukan
kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan manusia akan
memperoleh beragam informasi yang dapat meningkatkan
pengetahuan. Sehingga, semakin tinggi pependidikan seseorang
maka hidup manusia akan semakin berkualitas.(69)

4. Lama Kerja Responden


Lama kerja atau masa kerja sangat mempengaruhi
pengalaman seseorang terhadap pekerjaan dan lingkungan
tempat ia berkerja, semakin lama ia berkerja semakin banyak
pengalamannya. Hal ini akan mempengaruhi persepsi, sikap,
mengerjakan yang lebih terkontrol. Tenaga kerja yang mempunyai
masa kerja yang lama akan lebih terampil dan berpengalaman di

60
dalam mengerjakan pekerjaannya sehingga hasilnya akan lebih
baik dan aman.(75) Dalam penelitian ini di kelompokan pada masa
kerja karyawan menjadi : (1) masa kerja <10 tahun dan (2) ≥10
tahun, karena melihat dari faktor resiko yang dimiliki penderita
PPOK. Paparan debu yang terhirup akan menunjukkan hubungan
yang bermakna dengan terjadinya gangguan fungsi paru pada
pekerja yang berada di lingkungan dengan kadar debu tinggi
dalam waktu yang lama. Masa kerja yang mempunyai
kecenderungan sebagai faktor risiko terjadinya obstruksi pada
pekerja di industri yang berdebu adalah lebih dari 10 tahun.(49)
Pada penelitian di pabrik rokok Praoe Lajar responden yang
memiliki masa kerja yang lebih dari 10 tahun hanya sebesar
39,1%.

C. Variabel yang Berhubungan dengan Perilaku Penggunaan Alat


Pelindung Diri (APD) pada Karyawan
1. Lama Kerja
Lama kerja atau masa kerja sangat mempengaruhi
pengalaman seseorang terhadap pekerjaan dan lingkungan
tempat ia berkerja, semakin lama ia berkerja semakin banyak
pengalamannya. Hal ini akan mempengaruhi persepsi, sikap,
mengerjakan yang lebih terkontrol. Tenaga kerja yang mempunyai
masa kerja yang lama akan lebih terampil dan berpengalaman di
dalam mengerjakan pekerjaannya sehingga hasilnya akan lebih
baik dan aman.(75) Menurut Sastrohadiwiryo menyatakan bahwa
semakin lama tenaga kerja bekerja, maka semakin banyak
pengalaman yang dimiliki tenaga kerja yang bersangkutan.
Demikian juga sebaliknya semakin singkat tenaga kerja bekerja,
maka semakin sedikit pula pengalaman yang diperolehnya.
Pengalaman berkerja banyak memberikan keahlian dan
ketrampilan kerja, sebaliknya terbatasnya pengalaman kerja
mengakibatkan tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki
semakin rendah.(76)

61
Hasil analisis statistik hubungan antara perilaku penggunaan
APD dengan lama karyawan pabrik rokok Praoe Lajar pada tabel
4,23 yang menyatakan ada hubungan antara lama kerja
responden dengan perilaku penggunaan APD (p= 0,0001 < 0,05)
tetapi hasil penelitian ini bertolak belakang dengan teori yang
sebelumnya disebutkan dan penelitian terdahulu oleh Haris dkk
mengenai praktik keselamatan kebakaran pada operator SPBU di
Kebumen yang menyatakan bahwa masa kerja seseorang tidak
berpengaruh terhadap baiknya perilaku penggunaan APD, ada
faktor lain yang menentukan sesorang untuk mengambil
keputusan untuk melaksanakan pekerjaan dengan aman.(77)
Sedangkan penelitian di pabrik rokok Praoe Lajar karyawan yang
mempunyai masa kerja lebih dari 10 tahun dengan perilaku
penggunaan APD yang kurang (32,6%) lebih banyak ditemui
dibandingkan dengan masa kerja lebih dari 10 tahun dengan
perilaku penggunaan APD yang baik (6,5%), hal tersebut
dikarenakan karyawan yang sudah lama lebih merasa percaya
bahwa dirinya sudah terbiasa dari dahulu tidak akan mendapatkan
kecelakaan ataupun penyakit tertentu jika tidak menggunakan
APD.

2. Ketersediaan Peraturan
Ketersediaan peraturan atau kebijakan tentang penggunaan
APD pada saat berkeja yang dibuat oleh tempat usaha merupakna
faktor pendorong untuk terciptanya perubahan perilaku. Sebagian
besar perilaku manusia adalah operant response atau
instrumental respons yang timbul berkembang kemudian dengan
diikuti oleh perangsang tertentu. Peraturan penggunaan APD
dilapangan didapatkan adanya rambu penggunaan APD, jenis-
jenis Apd yang diilustrasikan dengan gambar yang tertempel di
wilayah pekerja. Manajemen memiliki panduan peraturan K3
termasuk didalamnya mengenai APD. Undang-undang No. 1
tahun 1970 Pasal 9 ayat (1) butir c menyatakan bahwa pengurus

62
diwajibkan menunjukan dan menjelaskan tiap tenaga kerja baru
tentang APD.(78)
Hasil analisis antara ketersedian peraturan kerja dengan
perilaku penggunaan APD diperoleh sebanyak 8 (17,4%) dari 36
responden yang mengatakan tersedianya peraturan kerjatentang
penggunaan sedangkan yang lainnya mengatakan tidak
ketersediaan peraturan kerja mengenai APD ada 8 (17,4%) dari
10 responden yang berperilaku baik dalam penggunaan APD.
Hasil analisis statistik hubungan antara perilaku
penggunaan APD dengan ketersedian peraturan kerja di pabrik
rokok Praoe Lajar pada tabel 4,24 yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara ketersedian peraturan kerja dengan perilaku
penggunaan APD (p= 0,001 < 0,05).
Sebagian besar adanya ketersedian peraturan kerja yang di
buat oleh perusahaan hanya mengarah pada pelindung penutup
kepala dengan alasan selain melindungi rambut dari debu
tembakau yaitu untuk menjaga kualitas rokok yang diproduksi
agar tidak tercampur dengan rambut yang rontok. Selebihnya
tidak ada pertauran tertulis yang disediakan perusahaan yang
menyatakan bahwa karywan diwajibkan menggunakan alat
pelindung mulut (masker) ataupun sarung tangan, jikapun ada
yang menggunakan alat pelindung tersebut sebagian besar terjadi
karena inisiatif karyawan sendiri. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang di lakukan oleh Bambang mengenai tahun
bahwa ada hubungan antara kebijakan memberikan penghargaan
atau pujian dengan pemakaian APD maka bukan tidak mungkin
hal tersebut akan dapat merangsang pekerja lainnya untuk
menggunakan APD.
Penelitian Bambang juga menyatakan pengawasan tidak
berhubungan dengan perilaku penggunaan APD, hal tersebut
dikarenakan pengawasan pada hanya dibebankan pada pemilik
usaha dimana pengawasan yang dilakukan tiddak rutin setiap hari
hanya pada saat-saat tertentu saja.(79) Sedangkan di pabrik rokok
Praoe Lajar sendiri pengawasan yang dilakukan juga masih

63
kurang baik melihat presentase 6,5% responden yang hanya
menyatakan bahwa adanya pengawasan APD yang dilakukan
perusahaan, pengawasan tersebut berjalan setiap jadwal sebelum
masuk ke pabrik karyawan yang hanya mengharuskan
menggunakan pelindung kepala (haircap) jika tidak pengawas
dengan tegas tidak mengizinkan karyawan tersebut masuk
berkerja. Sedangkan karyawan tidak menggunakan APD lainnya
tidak masalah. Peraturan yang diterapkan perusahaan kepada
karyawan bersifat lisan, sehingga terdapat kemungkinan karyawan
melakukan pelanggaran.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Nur Faizah yang menyatakan tidak ada hubungan
antara perilaku penggunaan APD dengan pengawasan APD, hal
tersebut mungkin disebabkan karena jadwal pengawasan yang
tidak tentu, sehingga ada atau tidak adanya pengawasan tidak
berhubungan dengan perilaku penggunan APD pada karyawan.(71)
Dari penelitian ini juga seluruh reponden menjelaskan bahwa
perusahaan tidak mengadakan sosialisasi terhadap penggunaan
APD dan memberikan SOP dalam penggunaan APD berupa
masker dan sarung tangan, yang menyebabkan masih banyak
sekali karyawan yang tidak menggunakan alat pelindung tersebut
saat berkerja. Peraturan yang di ketahui hanya sekedar
penggunaan APD berupa penutup kepala (haircap). Menurut
Green (dalam Notoatmodjo 2002) menjelaskan bahwa penyuluhan
ataupun sosialisasi tentang APD merupakan salah satu faktor
yang mendorong terbentuknya perilaku, oleh karena itu
penyuluhan tentang APD sangat penting peranannya untuk
meningkatkan penggunaan APD saat berkerja. Media yang
digunakan dapat berupa leaflet, poster atau bisa dilakukan dengan
suatu pelatihan khusus untuk karyawan bagian produksi di
perusahaan yang membutuhkan pengetahuan tersebut.(80) Dengan
diberikan penyuluhan karyawan akan lebih memahami dan dapat
berperilaku sehat, baik di dalam tempat kerja maupun di luar
tempat kerja. Kepuasan kerja meningkat ketika mereka menyadari

64
bahwa perusahaan peduli dengan kesehatan dan keselamatan
mereka.

3. Dukungan Rekan Kerja


Faktor penguat atau reinforcing factors ialah faktor yang
memperkuat untuk terjadinya perilaku tertentu. Lingkungan sosial
dalam penelitian ini merupakan peran atau dukungan sosial baik
sesama karyawan maupun dari pimpinan terhadap penggunaan
APD. Peran rekan kerja berupa ajakan untuk menggunakan APD
berupa perilaku yang di lakukan rekan kerja dalam penggunaan
APD sebagai motivasi satu sama lainnya (47,8%) komunikasi
antara karyawan dengan mengingatkan menggunakan APD saat
berkerja (45,7%), meberi informasi tentang manfaat penggunaan
APD berupa masker (43,5%), memiliki komunikasi yang baik antar
karyawan (95,7%).
Hasil analisis statistik hubungan antara perilaku penggunaan
APD dengan dukungan rekan kerja pabrik rokok Praoe Lajar pada
tabel 4,2 yang menyatakan ada hubungan antara usia responden
dengan perilaku penggunaan APD (p= 0,001 < 0,05) dengan
kenyataan bahwa pada responden yang memiliki dukungan rekan
kerja baik dengan responden yang memiliki perilaku penggunaan
APD baik sebesar 63%% dibandingkan dengan perilaku
penggunaan APD yang kurang sebesar 17,4% pada dukungan
rekan kerja yang kurang.
Almalik Faisal dalam penelitiannya menyatakan perilaku
seseorang ditentukan oleh pemikiran dan perasaan, adanya orang
lain yang dijadikan panutan yang dapat mendorong perilaku.
Soekijo Notoatmodjo dalam bukunnya menggambarkan hubungan

65
individu dengan lingkungan sosial akan mempengaruhi perilaku
didalam suatu kelompok., karena setiap kelompok berlaku aturan-
aturan dan norma-norma tertuntu.(81)
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Haris tahun 2013 yang menyatakan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara dukungan rekan kerja dan
perilaku penggunaan APD di tempat kerja (p= 0,412). Hal ini
terjadi karena rekan kerja responden tidak menujukan pengaruh
terhadap praktik responden.(77)
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang di lakukan
oleh Ireng Sigit mengenai Behavior Determinants works in the use
of PPE Based on Hazard Assessment in Foundry Company Ceper
Klaten tahun 2011. Hal ini terjadi karena sebenarnya baik dari
rekan kerja sudah memperingatkan namun tidak secara tegas
untuk mengingatkan selalu memaki APD karen memang jika
memakai APD membuat mereka tidak nyaman.(82)
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh
Riana mengenai faktor-faktor kontekstual komitmen supervisiors
tehradap safety leadership tahun 2013 dengan penelitian
berbentuk kulitatif yang menyatakan bahwa dukungan rekan kerja
satu sama lain sangatlah bagus karena diperusahaan
membutuhkan bantuan orang lain dalam berkerja dan karywan
merasa bahwa mereka satu tim satu kesatuan yang harus
mendukung sesama sehingga membentuk perilaku yang baik juga
dalam penggunaan APD.(83)

4. Dukungan Pimpinan
Faktor penguat atau reinforcing factors ialah faktor yang
memperkuat untuk terjadinya perilaku tertentu. Lingkungan sosial
dalam penelitian ini merupakan peran atau dukungan sosial baik
sesama karyawan maupun dari pimpinan terhadap penggunaan
APD. Dukungan pimpinan yang di berikan berupa peneguran saat
karyawan tidak menggunakan APD berupa penutup kepala yang
dikarenakan diwajibkan di pabrik (95,7%), komunikasi yang

66
jalankan juga tergolong baik kepada pekerja (50%), karyawan
merasa termotivasi saat di beri pengawasan oleh atasan merasa
diberikan perhatian (97,8%), atasan memberikan APD berupa
penutup kepala saat karyawan lupa membawa (67,4%), atasan
sering bersosialisasi dan berinteraksi dengan karywana (71,7%),
dan atasan memberikan informasi mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja (93,5%).
Hasil analisis statistik hubungan antara perilaku penggunaan
APD dengan dukungan pimpinan pabrik rokok Praoe Lajar pada
tabel 4,2 yang menyatakan ada hubungan antara usia responden
dengan perilaku penggunaan APD (p= 0,001 < 0,05) dengan
kenyataan bahwa pada responden yang memiliki dukungan
pimpinan baik dengan responden yang memiliki perilaku
penggunaan APD baik sebesar 56,5%% dibandingkan dengan
perilaku penggunaan APD yang kurang sebesar 24% pada
dukungan pimpinan yang kurang.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Diah Pitaloka
mengenai penggunaan APD pada karyawan percetakan tahun
2013 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara perilaku
penggunaan APD pada karywan dengan dukungan lingkungan
sosial berupa dukungan pimpinan (p= 0,000 < 0,05). Dukungan
tersebut berupa adanya anjuran untuk menggunakan APD saat
berkerja, pemberian sanksi maupun pemberian hadia/rewards.(84)
Penelitian ini tidak sejalan dengan peneltian yang dilakukan
oleh Friendika R tahun 2014 yang menyatakan bahwa hubungan
antara pimpinan dan pengawasan dengan perilaku selamat adalah
sangat rendah. Hal tersebut dapat di lihat dari hasil obesvasi
peneliti di PT. Aneka Gas Industri masih belum ada pendekatan
serta motivasi dari pimpinan terkait penggunaan APD pada
pengemudi bahan kimia berbahaya.
Menurut Notoatmodjo memberikan reward atau
penghargaan kepada anggota atau bawahan yang berprestasi
akan meningkatkan semangat berperilaku sehat atau kerja para
anggota masyarakat memacu perilaku sehat mereka lebih

67
meningkat, hadiah atau reward ini dapat berupa uang, barang
atau non materil.(80) Tetapi yang di dapatkan dari hasil penelitian di
pabrik rokok Praoe Lajar tidak mendapatkan rewards dari
pimpinan perusahaan.

68
D. Variabel yang Tidak Berhubungan dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) pada Karyawan
1. Usia Responden
Usia merupakan lama hidup responden dihitung bedasarkan
tahun lahir hingga tahun penelitian. Usia merupakan salah satu
faktor demografi yang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan
seseorang. Pada penelitian ini, usia di kategorikan bedasarkan
teori Hurlock (2001) yang membeagi perkembangan manusia
dewasa menjadi kategori , yaitu (1) usia dewasa muda (18-40
tahun) yang merupakan masa optimal pertumbuhan fisik dan
psikis termasuk indra pendengaran, penglihatan, daya ingat, cara
berfikir, dan interaksi sosial, (2) usia dewasa madya (41-60 tahun)
yang ditandai dengan mulai melemahnya aspek fisik dan psikis,
serta (3) usia dewasa lanjut (>60 tahun) yang ditandai dengan
semakinmelemahnya kemampuan fisik dan psikis.(69)
Hasil analisis statistik hubungan antara perilaku penggunaan
APD dengan usia karyawan pabrik rokok Praoe Lajar pada tabel
4,27 yang menyatakan tidak ada hubungan antara usia responden
dengan perilaku penggunaan APD (p= 0,517 > 0,05) dengan
kenyataan bahwa pada responden usia dewasa muda (18-40
tahun) memiliki perilaku penggunaan APD dengan baik sebesar
45,7% dibandingkan dengan perilaku penggunaan APD yang
kurang sebesar 19,6 pada kelompok usia dewasa muda.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang lakukan
oleh Widyaningsih mengenai faktor predisposing dengan
implementasi pemakaian APD di PT X tahun 2012 yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan dengan
hasil yang didapatkan bahwa responden yang masuk kategori
dewasa muda yang implementasi pemakaian APDnya baik lebih
banya dibandingkan yang kurang. Hal ini di karenakan usia
produktif seseorang berada pada rentan dewasa muda.(75)
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Pitri mengenai faktor-faktor penggunaan APD di

69
PT. X tahun 2001 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan
antara usia pekerja dengan perilaku penggunaan APD. Jika
terdapat kecendrungan pekerja yang berumur tua berperilaku baik
dalam menggunakan APD, maka hal tersebut tejadi karena
kebetulan. Menurut (Robins 1996) dalam penelitiannya yang
melihat hubungan faktor-faktor di dalam individu dengan
perilakunya dikaitkan dengan produktivitas, ia menyatakan bahwa
ada satu keyakinan yang meluas bahwa perilaku seseorang
seperti: ketrampilan, kecepatan, kecekatan, kekuatan dan
koordinasi seseorang individu menurun seiring dengan
bertambahnya umur.(85)

2. Tingkat Pendidikan Responden


Pendidikan adalah usaha dan berencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Pendidikan terakhir
adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang telah diselesaikan
oleh responden. Pada penelitian ini pendidikan terakhir
dikategorikan menjadi : (1) tidak sekolah (2) tidak tamat SD (3)
tamat SD, (4) tamat SMP, (5) tamat SMA, (6) tamat Perguruan
Tinggi (D3/S1/S2/S3). (69)
Hasil analisis statistik hubungan antara perilaku penggunaan
APD dengan tingkat pendidikan karyawan pabrik rokok Praoe
Lajar pada tabel 4,28 yang menyatakan tidak ada hubungan
antara tingkat pendidikan responden dengan perilaku penggunaan
APD (p= 1,000 > 0,05) dan didapatkan bahwa yang memiliki
perilaku baik (63%) pada responden yang bersekolah.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakuan oleh Wekoyla pada tahun 2012 yang menyatakan bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan terhadap tingkat pendidikan
seseorang dengan penggunaan APD dan tidak ada perbedaan
proporsi kejadian penggunaan APD dengan tingkat pendidikan
yang di tempuh.(86)

70
3. Pengetahuan Responden
Menurut Green dkk, peningkatan pengetahuan tidak selalu
menyebabkan perubahan sikap pada diri seseorang. Pengetahuan
adalah sesuatu yang perlu, tetapi bukan merupakan faktor yang
cukup untuk merubah sikap yang baik. Perlu ada “isyarat “ yang
cukup kuat untuk seseorang untuk berteindak sesuai dengan
pengetahuannya.(87) Pengetahuan adalah hasil proses tahu
setelah melalui proses penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Pengetahuan memegang peranan penting untuk
terbentuknya perilaku.(80) Pada penelitian ini diketahui bahwa
sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik
tentang penggunaan APD di tempat kerja (73,9%). Hanya
sebagian kecil yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang
(26,1).
Hasil penelitian menunjukan bahwa keseluruhan responden
tidak mengetahui bahwa pelampung, alat pelindung telinga, dan
kacamata termasuk kedalam jenis-jenis APD dikarenakan alat
yang yang hanya di butuhkan di pabrik rokok Praoe Lajar
hanyalah penutup kepala, masker, pelindung dada, dan sarung
tangan. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa sebagian besar
responden menyatakan kegunaan APD sebagai alat untuk
mengurangi dampak kecelakaan kerja (41,3%) dan sebagian kecil
menyatakan sebagai alat yang digunakan saat berkerja (10,9%)
dan sebagian besar menyatakan ketidaktahuan tentang kegunaan
APD (41,3%). Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa
keseluruhan responden sudah mengetahui bahwa penggunaan
APD digunakan saat berkerja tetapi masih ada sebagian kecil dari
responden yang menyatakan bahwa salah satu cara
mengendalikan bahaya atau penyakit di tempat kerja tidak harus
dengan menggunakan APD (15,2%).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hanya sebagian kecil
dari seluruh responden yang mengetahui bahwa pencemaran
udara atau polusi udara dapat di timbulkan dari aktivitas industri

71
atau pabrik (24%) karna sebagian besar hanya mengetahui dari
asap rokok (39,1%), aktivitas transportasi (37%), kebakaran hutan
(2,2%) dan sisanya tidak mengetahui sumber pencemaran udara
(15,2%). Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa seluruh,
responden sebagian besar mengetahui apa saja jenis penyakit
yang disebabkan oleh pencemaran udara seperti; asma (41,3%),
sinusitis (4,3%), bronkitis (4,3%), kanker paru-paru (13%), dan
selebihnya tidak mengetahui (34,8%). Sebagian besar reponden
tidak mengetahui Penyakit Paru Obstruktif Kronik (93,5%), dan
yang dapat menjelaskan bahwa PPOK ialah penyakit yang
menyerang saluran pernafasan atau paru-paru hanya 2 responden
dan menjawab bahwa PPOK ialah penyakit yang hampir mirip
dengan asma.
Hasil analisis statistik hubungan antara perilaku penggunaan
APD dengan pengetahuan karyawan pabrik rokok Praoe Lajar
pada tabel 4,29 yang menyatakan tidak ada hubungan antara
pengetahuan responden dengan perilaku penggunaan APD (p=
0,498 > 0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Diah Pithaloka mengenai determinan
penggunaan APD pada karyawan percetakan di kota Makassar
tahun 2013 yang sebagian besar memiliki pengetahuan yang
tinggi sebesar 79,5%.(84) Pada umumnya karyawan pabrik rokok
dan karyawan percetakan di Makassar mengetahui bahaya yang
dapat di timbulkan jika tidak menggunakan APD di tempat kerja.
Namun dengan tidak semua karyawan dengan pengetahuan yang
baik tersebut menggunakan APD berupa masker sebab merasa
bahwa mereka sudah terbiasa dengan paparan bahaya yang ada
dan menganggap bahwa paparan bahaya hanya sedikit sehingga
tubuh masih menerimanya.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Dona
Riska mengenai perilaku penggunaan APD pada bidan yang
menyebutkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan
perilaku penggunaan APD bahwa responden yang memiliki
pengetahuan kurang baik ternyata proporsi untuk tidak

72
menggunakan APD lebih besar dibandingkan dengan repsonden
yang pengetahuan APDnya baik berkebalikan dengan penelitian di
pabrik rokok Praoe Lajar yang mempunyai hasil bahwa responden
yang memiliki pengetahuan yang kurang baik ternyata proporsi
untuk menggunakan APD lebih besar di karenakan karyawan
pabrik rokok sudah mengetahui pentingnya penggunaan APD di
tempat kerja dan mengharuskan dirinya untuk memakai APD.(88)
Walaupun pengetahuan responden tidak mempunyai
hubungan dengan perilaku penggunaan APD, seharusnya
perusahaan perlu meningkatkan kembali pegetahuan responden
terutama mengenai pentingnya menggunakan APD saat berkerja
sehingga resiko terjadina cedera dan kecelakaan kerja dapat
diminimalis atau bahkan tidak ada kecelakaan dan penyakit akibat
kerja.

4. Sikap Responden
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup
dari seseorang terhadap stimulus atau obyek. Manifestasi sikap itu
tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih
dahulu dari perilaku yang tertutup. Sifat secara nyata menunjukan
konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu
yang ada dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang
bersifat emosional terhadap stimulus sosial.(80)
Sikap adalah determinan perilaku, karena mereka berkaitan
dengan persepsi kepribadian, dan motivasi. Sebuah sikap
merupakan suatu keadaan sikap mental, yang dipelajari dan
diorganisasi menurut pengalaman, dan yang menyebabkan
timbulnya pengaruh khusus atas reaksi seseorang terhadap
orang-orang, objek-objek, dan situasi-situasi dengan siapa ia
berhubungan.(89) Untuk mengubah sikap dan pemahaman
karyawan di perulukan program-program diantaranya kampanye
dan sosialisasi keselamatan kerja, publikasi dan kecelakaaan
kerja. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata
diperlukan faktor pendukung atau suatu suatu kondisi yang

73
memungkinkan anatra lain fasilitas yaitu berupa tersedianya APD
yang cukup.
Hasil analisis statistik hubungan antara perilaku penggunaan
APD dengan sikap karyawan pabrik rokok Praoe Lajar pada tabel
4,29 yang menyatakan tidak ada hubungan antara sikap
responden dengan perilaku penggunaan APD (p= 0,681 > 0,05).
Hasil analisis tabel silang menunjukan bahwa perilaku
penggunaan APD lebih banyak di jumpai pada responden dengan
respon yang baik (56,5%) dibandingkan dengan kelompok
responden yang responnya kurang (8,7%). Sedangkan perilaku
yang kurang baik dalam perilaku penggunaan APD lebih banyak di
temui di responden dengan kelompok respon yang baik (28,3%)
dibandingkan pada kelompok responden yang responnya kurang
(6,5%). Hal tersebut terjadi karena seseorang yang mempunyai
respon yang baik akan menimbulkan pemikiran yang lebih jauh
dan terbuka dan dapat memposisikan dirinya dalam berperilaku.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Arahon dan Hendra mengenai pemakaian APD di area kerja
PT. X tahun 2014 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna secara statistik antara sikap responden dengan
perilaku pemakaian APD. Hal ini diduga karena penerapaan
peraturan dan pengawasan tentang pemakaian APD yang kurang
di terapkan sehingga mendorong karyana untuk berperilaku
kurang baik.(90)
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ruhyandi dan Evi menyatakan bahwa terdap
hubungan antara penggunaan APD dengan sikap dikarenakan di
perusahaan tersebut terdapat standard oprating procedure (SOP)
yang jelas dalam penggunaan APD sehingga menimbulkan
respon karyawan yang baik dan perilaku yang baik juga dalam
penggunaan APD.(91)
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Iis Yustrianita mengenai penggunaan APD pada
pekerja di PT. X tahun 2014 yang menyatakan bahwa ada

74
hubungan yang signifikan antara sikap responden dengan perilaku
penggunaan APD hal ini terjadi karena peraturan dan
pengawasan yang mendorong karyawan untuk berperilaku baik.(92)
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakuan oleh Pitri mengenai penggunaan APD di PT. X tahun
2000 yang menyatakan bahwa adanya hubungan yang bermakna
anatara perilaku penggunaan APD dengan sikap responden. (85)
Hal tersebut terjadi karena adanya menejemen yang baik yang
diberikan oleh perusahaan tersebut sehingga mendukung
karyawan untuk bersikap lebih baik dan berperilaku yang lebih
baik juga.

5. Ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD)


Alat pelindung diri merupakan jenis pengendalian bahaya
yang paing akhir digunakan apabila pengendalian secara teknis
dan administratif telah dilakukan secara maksimal namun potensi
resiko masih tergolong tinggi. Oleh karena itu dianggap sebagai
garis pertahanan terakhir dalam metode pengendalian bahaya
maka ketersediaan alat pelindung diri yang cukup menjadi salah
satu faktor yang signifikan dari proses terbentuknya perilaku
menggunakan APD yang di harapkan.
Bedasarkan yang tertulis dalam UU No. 17 Tahun 1970 Bab
X pasal 14 butir c yaitu “Menyediakan secara cuma-cuma, semua
alat pelindung diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada
dibawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain
yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-
petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawainya atau ahli
keselamatan kerja.” Bahwa perusahaan diwajibkan untuk
menyediakan APD, yang wajib digunakan oleh seluruh pekerja
maupun orang-orang yang berada di lingkungan kerja tersebut
dan diberikan pengawasan terhadap penggunaan APD.(78)
Menurut Permenaker No. 8 Tahun 2010 tentang APD pasal
2 menjelaskan bahwwa pengusaha wajib menyediakan APD bagi
buruh / pekerja ditempat kerja. APD yang disediakan adalah APD

75
yang memiliki Standart Nasional Indonesia (SNI dan diberikan
secara cuma-cuma untuk pekerja. APD yang digunakan yaitu
untuk pelindung kepala, pelindung pernafasan, pelindung tangan
dan pelindung tubuh.(93)
Hasil analisis statistik hubungan antara perilaku penggunaan
APD dengan ketersediaan fasilitas atau APD di pabrik rokok
Praoe Lajar pada tabel 4,31 yang menyatakan tidak ada
hubungan antara ketersediaan fasilitas atau APD dengan perilaku
penggunaan APD (p= 0,756 > 0,05). Hasil analisis antara
ketersedian fasilitas atau APD dengan perilaku penggunaan APD
diperoleh sebanyak 16 (34,8%) dari 26 responden yang
mengatakan tersedianya fasilitas atau APD sedangkan yang
lainnya mengatakan tidak ada ketersediaan fasilitas atau APD
sebanyak 14 (30,4%) dari 20 responden yang berperilaku baik
dalam penggunaan APD.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yag dilakukan
oleh Ilham Noviandry yang menyatakan bahwa ada hubungan
antara kersediaan APD dengan perilaku penggunaan APD dengan
pvalue yaitu 0,143 yang berati pvalue > 0,05.(73) Sedangkan
penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Bambang yang menyatakan ada hubungan antara ketersediaan
APD dengan perilaku penggunaan APD dan penelitian Asriyani
2011 juga didapatkan pvalue sebesar 0,002 sehingga menunjukan
ada hubungan antara ketersediaan APD dengan perilaku
penggunaan APD.(94) Hal tersebut karena karyawan merasa
fasilitas APD yang tersedia tidak mencukupi dan juga bedasarkan
informasi dari pihak pemilik bahwa fasilitas APD yang disediakan
tidak mencukupi karena keterbatasan dana.
Hasil wawancara dengan karyawan pabrik rokok Praoe Lajar
menyatakan bahwa APD yang disediakan hanya penutup kepala
(haircap) saja dari perusahaan dan mencukupi untuk seluruh
karyawan bagian produksi dan 23,9% menyatakan bahwa penutup
kepala yang diberikan kondisinya kurang baik atau bagus. 50%
dari responden menyatakan bahwa penutup kepala tersebut

76
didapatkan dengan cuma-cuma atau gratis sedangkan 50% lagi
membeli penutup kepala tersebut seharga 10.000 rupiah,
dikarenakan wajib menggunakan pelindung kepala tersebut tiap
harinya karyawan membelinya saat awal masuk kerja.
Hasil di atas tidak sesuai dengan pendapat Green dalam
Notoatmodjo yang menyatakan ketersediaan APD merupakan
salah satu faktor pemungkin (enabling facctors) yang mendorong
atau menghambat individu untuk berperilaku (dalam hal ini
penggunaan APD).(80) Pendapat yang sama juga dikemukakan
oleh Bandura dalam Syaaf bahwa ketersediaan APD merupakan
faktor lingkungan yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku
seseorang , bila pekerja menggunakan APD yang ada maka dapat
mencegah risiko dan bahaya yang ada di tempat kerja. Redley
mengemukakan bahwa ketersediaan fasilitas APD dapat
berpengaruh positif maupun negatif terhadap penggunaannya. Hal
ini dapat dipengaruhin oleh jumlah, ukuran, jenis dan kondisi APD
yang disediakan. Rendahnya ketersediaan APD ini disebabkan
oleh anggapan pekerja maupun pemilik perusahaan bahwa
memproduksi rokok yang berbahan dasar tembakau tidak akan
menghasilkan debu yang dapat membahayakan bagi kesehatan
karyawan.(95)
Hal ini mungkin karena APD tidak mencakupi keseuaian
dengan risiko yang ada, yang seharusnya perusahaan penghasil
debu menyediakan pelindung mulut (masker), baju khusus
(appron), sarung tangan, dan penutup kepala (haircap). Sehingga
mengharuskan karyawan memiliki kesadaran sendiri untuk
mengguanakan APD yang diluar perusahaan berikan.

6. Diagnosa PPOK
Penyakit paru obstruktif Kronik (PPOK) atau Penyakit Paru
Obstruktif Menahun (PPOM) ialah suatu kelainan klinik, penyakit
yang menyebabakan obstruksi saluran pernafasan yang bersifat
ireversibel. Ditandai batuk-batuk kronis disertai dahak dan sesak,
nafas berbunyi akibat meningkatnya tahanan jalan nafas, san

77
bukan disebabkan oleh penyakit Tuberkulosa, Pneumonia,
Penyakit Collagen, Penyakit Jantung/injal, Psychoneurosis. Gejala
yang ditimbulkan pada PPOK biasanya terjadi bersama-sama
dengan gejala primer dari penyebab penyakit ini. Berbagai faktor
resiko penyebab dari PPOK adalah; kebiasaan merokok,
bertambahnya usia, polusi lingkungan, tempat tinggal di kota,
berkerja di tempat yang berdebu, dll.(95)
Bagi pekerja yang berkerja di tempat yang banyak
mengandung debu pemakaian masker bertujuan untuk melindungi
saluran pernafasan dari paparan debu yang berlebih. Namun
demikian pemakaian masker tidak bisa menjamin seseorang akan
terbebas dari penyakit pernafasan tergantung banyak faktor. Jenis
karakteristik debu, serta jenis masker merupakan faktor penting
untuk menetukan terkena dan tidaknya seseorang untuk menjadi
sakit.(19) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah
satu penyakit yang etiologinya berasal dari gene-enviroment
interaction.(96)
Hasil analisis statistik hubungan antara perilaku penggunaan
APD dengan ketersediaan fasilitas atau APD di pabrik rokok
Praoe Lajar pada tabel 4,32 yang menyatakan tidak ada
hubungan antara kejadian PPOK dengan perilaku penggunaan
APD (p= 0,282 > 0,05). Hasil analisis antara kejadian PPOK
dengan perilaku penggunaan APD diperoleh sebanyak 4 (8,7%)
dari 4 responden yang menderita PPOK dengan perilaku yang
baik dan tidak ada penderita PPOK yang memiliki perilaku kurang
bai tetapi masih terdapat responden yang tidak sakit memiliki
perilaku yang kurang baik (28,3%).
Penelitian ini banyak tidak sejalan dengan penelitian
terdahulu yang mengatakan bahwa ada hubungan antara perilaku
penggunaan APD di tempat kerja dengan kejadian PPOK. Seperti
penelitian yang dilakukan oleh Ming Ye, dkk yang menyatakan
bahwa banyak penelitian menunjukan paparan tempat kerja
berhubungan dengan bronkitis kronis dan PPOK di India,
penelitian itu dilakuakan oleh para petani yang berkemungkinan

78
ukuran paritikel debu akibat kerjanya lebih kecil dibandingkan
dengan pabrik rokok dan kandungan bahan kimia di pestisida
yang lebih berbahaya.(97)
Penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Budi Utomo pada tahun 2005 mengenai faktor
risiko penurunan kapasitas paru pekerja tambang batu kapur yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
kebiasan memakai masker dengan penurunan kapasitas paru. Hal
ini terjadi karena perilaku pekerja yang sudah baik dalam
menggunakan APD berupa masker dan diagnosa PPOK yang
sangat rendah.(98)
Penelitian M juga menjelaskan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara kebiasaan memakai masker dengan kejadian
PPOK berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan di pabrik
rokok, hal ini mungkin bisa terjadi karena paparan debu di pabrik
genteng lebih berbahaya dan partikel debu yang lebih mudah
terhirup di tempat kerja karena terdapat proses pembakaran di
pabrik genting sedangkan di pabrik rokok hanyalah produksi
dengan bentuk pengemasan.(

79
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Bedasarkan penelitian yang dilakukan kepada karyawan Pabrik
Rokok Praoe Lajar, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Sebagian besar responden memiliki perilaku penggunaan APD
dengan baik (65,2%), dimana sebagian besar responden memakai
APD berupa pelindung kepala (haircap) yang sudah diwajibkan dari
pihak perusahaan. Namun perilaku pemakaian APD berupa sarung
tangan dan masker pada karyawan saat berkerja masih sangat
kurang.
2. Seluruh responden adalah perempuan, sebagian besar berada pada
kategori usia dewasa muda yaitu berada pada rentang usia 18-40
tahun (65,2%), hanya sebagian kecil responden yang tidak sekolah
(4,3%), serta sebagian besar responden mempunyai masa kerja ≤ 10
tahun (60,9%). Dari keseluruhan responden, sebagian besar
responden mempunyai pengetahuan yang baik mengenai
penggunaan APD (73,9%) dan hanya sebagian kecil responden yang
memiliki respon yang kurang terhadap penggunaan APD (15,2%) dan
sebagian besar reponden menjelaskan adanya ketersediaan
peraturan kerja yang baik (78,3%) dan adanya ketersediaan fasilitas
atau APD yang diberikan perusahaan yang hanya berupa penutup
kepala (haircap) dengan keadaan yang baik (56,5%), memiliki
dukungan rekan kerja yang baik (80,4%) dan memiliki dukungan
pimpinan perusahaan yang kurang baik (32,6%). Penelitian ini juga
mengukur diagnosa Penyakit Paaru Obstruktif Kronik (PPOK) pada
karyawan pabrik rokok Praoe Lajar dan sebagian kecil dari
responden yang memiliki PPOK (8,7%).
3. Variabel yang berhubungan dengan perilaku penggunaan APD pada
karyawan :
a. Lama kerja karyawan (p=0,0001)
b. Ketersediaan peraturan kerja (p=0,001)
c. Dukungan rekan kerja (p=0,0001)

80
d. Dukungan pimpinan perusahaan (p=0,0001)
4. Variabel yang tidak berhubungan dengan perilaku penggunaan APD
pada karyawan :
a. Usia (p= 0,193)
b. Jenis kelamin (konstan)
c. Tingkat pendidikan (p= 1,000)
d. Pengetahuan (p= 0,498)
e. Sikap (p= 0,681)
f. Ketersedian fasilitas atau APD (p= 0,746)
g. Diagnosa PPOK (p= 0,282)

B. Saran
Bedasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan yang diperoleh
dapat di temukan beberapa saran sebagai berikut :
1. Bagi Pabrik Rokok
a. Hasll wawancara menunjukan bahwa hampir keseluruhan
responden menginginkan pihak pabrik memberikan fasilitas APD
berupa; masker, sarung tangan, baju khusus saat berkerja, dan
P3K.
b. Diharapkan perusahaan dapat memberikan pengarahan dan
pelatihan mengenai penggunaan APD yang baik dikarenakan
belum adanya hal tersebut.
c. Selain itu dukungan pimpinan yang diberikan dapat berupa
rewards atau hadiah dan perhatian kepada karyawan dalam
penggunaan APD.
d. Memberikan bilik merokok khusus agar tidak membuat
lingkungan kerja semakin tercemar dan mengganggu karyawan
yang lain, karena sebagian besar karyawan adalah perempuang
dan tidak merokok.
2. Bagi Dinas Kesehatan Kota Semarang
Sebagian responden mengatakan bahwa jarang mendapatkan
penjelasan penggunaan APD yang baik dan tidak pernah diberikan
penyuluhan tentang penyakit yang diakibatkan oleh lingkungan kerja
diharapkan dinas kesehatan kota Semarang dapat memberikan

81
pengarahan kepada karyawan dan pimpinan pabrik rokok Praoe
Lajar.

82
DAFTAR PUSTAKA
1. Snider, G.L. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. In: Beers et al, ed.
The Merck Manual of Medical Information 2nd Home Ed it ion. Merck &
Co, United States, 2003.
2. Mannino DM, Braman S. The Epidemiology and Economics of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. Proceedings of the American Thoracic
Society, 2007. Diakses pada tanggla 18 September 2016 melalui:
http://www.atsjournals.org/doi/full/10.1513/pats.200701001FM
3. COPD International. COPD Statistics. USA, 2004. Diakses pada tanggal
20 September 2016 melalui: http://www.copd-international.com
4. World Health Organization. Pneumonia. 2012. Diakses pada tanggal 19
September 2016 melalui:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/index.html.
5. Kemenkes RI. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruksi
Kronik, Jakarta, 2011.
6. Lim, Sam. Impact of Chronic Obstructive Plmonary Disease (COPD) in
the Asia-Pacific region: the EPIC Asia population-based survey, 2015.
7. Lopez, A.D., Shibuya, K., Rao, C., Mathers, C.D., Hansen, A.L., Held,
L.S. COPD : Current Burden and Future Projection, Eur Respir J, 2006.
8. Regional COPD Working Group. COPD Prevalence in 12 Asia-Pacific
Countries and Regions: Projections Based on The COPD Prevalence
Estimation Model Respirology, 2003. Diakses pada tanggal 16 September
2016 melalui: http://www.scribd.com/doc/51155535/COPD-asiapacifiC
9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). PPOK (Penyakit paru
Obstruktif Kronik) Pedoman praktis diagnosis dan penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta, PDPI, 2011.
10. Departemen Kesehatan R.I., Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta
11. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2015. Buku Saku Kesehatan
Triwulan 3. Semarang Jawa Tengah, 2008.
12. Dinas Kesehatan Kota Semarang. Profil Kesehatan. Semarang Jawa
Tengah, 2015.

83
13. National Heart Lung and Blood Institute. What is COPD?. USA, 2010.
Diakses pada tanggal 20 September 2016 melalui:
http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/copd/
14. Zarima, Lanira. Pengaruh Paparan Debu Tembakau Tehadap Penurunan
Fungsi Paru (FVC, FEV-1, Rasio FEV-1/FVC) Tenaga Kerja Wanita di
Bagian Persortiran PT. Export Leaf Indonesia Station Lombok. Mataram,
Universitas Mataram, 2011.
15. Wiyono HW. Penyakit Paru Obstruktif Kronik; Tantangan dan Peluang.
Pidato Pada Upacara Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap Dalam
Bidang Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Pada Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2009.
16. The Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD).
Executive summery : Global Strategy for Diagnosis, Management, and
Prevention of COPD. Medical Communication Resources, 2015. Diakses
pada tanggal 21 September 2016 melalui www.goldcopd.com
17. Riyanto, B.S., Hisyam, B., Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Dalam:
Sudoyo,A.W., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen IPD FKUI Jakarta, 2006.
18. Mustajbegovic, et al. Respiratory Findings in Tobacco Workers,
2003. Diakses pada tanggal 15 September melalui:
http://chestjournal.chestpubs.org/content/123/5/1740.full.pdf.
19. Musiyanto. Faktor Resiko Penyakit Paru Obstruktif Kronik Pada Pekerja
Tobong Genteng di Kabupaten Kebumen. Yogyakarta: Program
Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2013.
20. Lee, K.Y. dan Salminen. Handbook of probiotics & prebiotics 2ed. New
Jersey: John Wiley and sons, pp, 2009.
21. Mukono, H.J. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan
Saluran Pernapasan. Surabaya, Airlangga University Press, 1997.
22. Pusporini, Lenny Stia. Efektivitas Paket Kasih Ibu Terhadap Tingkat
Pengetahuan dan Tingkat Keemasan Ibu Tentang Efek Polusi Udara Bagi
Kehamilan pada Ibu Hamil Yang Terpapar Polusi Udara di Wilayah
Kotamadya Cilegon. Depok: Universitas Indonesia Fakultas Ilmu
Keperawatan Program Pasca Sarjana Ilmu Keperawatan, 2009.

84
23. Kusnoputranto, H. Pengantar Toksiologi Lingkungan. Jakarta: Universitas
Indonesia Berkerjasama Dengan Proyek Pengembangan Pusat Studi
Lingkungan Depdikbud, 1995.
24. Aditama. Polusi Udara dan Kesehatan. Jakarta, Arean, 1992.
25. WHO. Environment Health Criteria Human Exposure Assessment.
Geneva, Switzerland, World Health organization, 2002.
26. Suryanta, Naik. Pengaruh Pengendalian Paparan Debu Pada Pekerja
Pensoritiran Daun Tembakau di PT. X Kabupaten Deli Serdang. Medan,
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. 2009.
27. Srikandi, Fardiaz. Polusi Air dan Udara dalam Kerjasama dengan Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi Institusi Pertanian Bogor. Jakarta,
Kanisius, 1992.
28. WHO. WHO Air Quality Guidelines for Particulate Matter, Ozone, Nitrogen
dioxide and Sulfur dioxide. Gevena, Switzerland, World Health
Organization, 2006.
29. Purwana, Rachmadhi. Partikulat Rumah Sebagai Faktor Resiko
Gangguan Pernafasan pada Anak Balita. Jakarta: IKM Universitas
Indonesia, 1992.
30. Puhan, M. A., Gimeno-Santos, E., Scharplatz, M., Troosters, T., Walters,
E. H.,Steure, J. Pulmonary rehabilitation after aksaserbasi chronic
obstructive pulmonary disease, Cochrane Database of Systematic
Reviews: Issue 11. 2010. Diakses pada tanggal 21 September 2016
melalui: http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf
31. Alamsyah, Hariman. Efek Latihan Pernapasan terhadap Faal Paru
Derajat Sesak Napas dan Kapasitas Fungsional Penderita Penyakit Paru
Obstruksi Kronis Stabil. Medan, Unversitas Sumatera Utara, 2010.
32. Dobler, C.C., Wong. K.K., Marks. G.B., Assosiation betwen statin and
COPD: review sistematic, 2009. Diakses pada tanggal 21 September
2016 melalui: www.Err.ersjournals.com/content/18/114222.full
33. McNee,W. Accelerated Lung Anging: a novel pathogenic mechanism of
COPD, Biochem Soc Trans, (2009.
34. Fatkhur, A. Pemeriksaan Faal Paru (Auto) Spirometry Test. 2010.
Diakses pada tanggal 21 September 2016 melalui:

85
http://ahliparu.files.wordpress.com/2012/02/pemeriksaan-faal-paru-
blogpdf.pdf.
35. Mangunnegoro, H. Nilai normal Faal Paru Orang Indonesia Pada Nilai
Usia Sekolah dan Pekerja Dewasa Berdasarkan Rekomendasi American
Thoracic Society (ATS), Surabaya, Airlangga University Press, (2001)
36. Devereux, G. Definition, epidemiology, and risk factors, BMJ;332(7550):
1142-1144. USA, 2006. Diakses pada tanggal 16 September 2016
melalui: www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMI459603
37. Hackett, T.L., Knighht, Sin, D.D. Potential role of stem cell in management
of COPD, Int J Chron Obstruct Pulmon Dis. 2010.
38. Tabrani, R. Ilmu Penyakit Paru. Lektor Fisiologi dan Biokimia, Universitas
Riau , Direktur Chest Clinic Pekan Baru, 1996.
39. Anto, J.M., Vermiere, P., Vestbo, J., Sunyer, J. Epidemiology of COPD,
Eur Respire J; 17: 982-94., 2001.
40. Ambrosinno. American Thoracic Society/European Respiratory Society
Statement on Pulmonary Rehabilitation, Am J Respir Crit Care Med.
2006; 1973 : 1390-413., 2006.
41. Depkes. RI. Buku Pedoman Umum Gizi Seimbang , Departemen
Kesehatan RI tahun 2005. Jakarta, 2005.
42. Ratnawati. The Effect of Electrical Stimulation (ES) on Strength of
Quadricep Femoris Muscle in Acute Exacerbation and Post Acute
Exacerbation COPD Patien, Maj Kedokt Indon, Volume:60, Nomor : 6,
Juni 2010.
43. Kim, D.K., Hersh,C.P.,Washko, G.R.”Epidemiology, radiologi, and
genetics of nicotin dependence in COPD,” Respiratory Research, vol. 12,
p. 9.I, 2011.
44. Godfredsen. N.S, Lam. T.H, Hansel. T.T, et al. “COPD –related morbidity
and mortality after smoking cessation: Status of the evidence,” European
Rispiratory Journal, vol. 32, no. 4, pp.844-853. 2008.
45. Yunus. Uji Faal Paru Penyakit Paru Obstruktif dalam Cermin Dunia
Kedokteran No. 84, 1993. 2005.
46. Woloshim, S., Schwartz, L.M., Welch, H.G. The risk of death by age, sex,
and smoking status in the United States: putting health risk in context, J
Natl Cancer Inst, 100(12):845-53. 2008.

86
47. Suradi. Pengaruh Rokok Pada Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
Tinjauan Patogenesis, Klinis dan Sosial, Pidato Pengukuhan Guru Besar
Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret, 2007. Diakses pada tanggal 10 Maret 2016
melalui:http://www.si.uns.ac.id/profil/../pengukuhan/pengukuhansuradi.pdf
48. Budiono. Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Pengecetan
Mobil (Studi pada Bengkel Pengecetan Mobil di Kota Semarang). Tesis.
Semarang: UNDIP, 2007.
49. Hendrawati. Pengaruh Debu Kayu Terhadap Paru dan Faktor Risikonya
di Kalangan Pekerja Industri Permebelan Kayu PT.X di Bogor. Journal
Respir Indo vol 18, No. 4: 137-145. 1998.
50. Syamsudin. Hubungan Kualitas Udara dan Terjadinya Penyakit Paru
Obtruksi Kronis Pada Pengrajin Tembaga di Kecamatan Cepogo
Kabupaten Boyolali, Tesis, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press,
2003.
51. Mohsenin, Bourjely-Habr, Rochester, Palermo, Synder. Randomised
Controlled Trial of Transcutaneous Electrical Muscle Stimulation ofthe
Lower Exstremities in Patiens With Cronic Obstructive Pulmonary
Disease, Thorax ;57:1045-9. 2002.
52. Depkes RI. Petunjuk Pengukuran Kualitas Udara, Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman (PPM-PLP), Jakarta, 1988.
53. Mukono. Toksikologi Lingkungan, Surabaya, Airlangga University Press,
2005.
54. Broekhuizen. B.D., Sachs. A.P., Oostvogels. R., Cangkul,A.W., Verheij.
T.J., Moons, K.G. The Diagnostic Value of History and Physical
Examination for COPD in Cases of Suspected or Known: A Systematic
Review. Pubmed, Family Practice ; 26 (4): 260-268. 2009.
55. Monteagudo, M., Blanco, T.R. Variability in Performing Spirometry and Its
Consequences in the Treatment of COPD in Primary Care, Pulmonary
Medicine, vol 18-Issue 2.p. 168-172. 2012.
56. Abdullah, Ma’ruf. Manajemen dan Evaluasi Kinerja Karyawan.
Yogyakarta, Aswaja Pressindo, 2014.

87
57. Istiqomah, U. Upaya Menuju Generasi Tanpa Rokok. Surakarta, Seto Aji,
2003.
58. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan transmigrasi RI Nomor PER.08/MEN/VII/2010 TENTANG Alat
Pelindung Diri. Jakarta, 2010.
59. Harrington, J.M., dan Gill, F.S. Buku Saku Kesehatan Kerja. Jakarta,
EGC, 2003.
60. Novicka, Erine Vila. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku
Merokok pada Remaja Laki-laki di Desa Cendono Kecamatan Dawe
Kabupaten Kudus. Semarang, Universitas Muhammadiyah Semarang,
2012.
61. Mu’tadin, Z. Remaja dan rokok. 2002. Diakses pada tanggal 21
September 2016 melalui: www.e-psikologi.com
62. Sukmadinata SN. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung, Remaja
Rosdakarya, 2008.
63. Green L. Health Education Planning “A Diagnostic Approach”. California,
Mayfield Publishing Company, 2002.
64. F Khorsandi, A Hidarnia, S Faghihzades MG. The Effect of Precede
Procees Model Combined with the Belief Model and the Theory of
SelfEfficacy to Increase Normal Delivery among Nulliparous. Procedia,
Social and Behavioral Sciences, 2012.
65. Notoatmodjo S. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta, Rineka
Cipta; 2003.
66. Green L. Health Education Planning, A Diagnostic Aprroach. The John
Hopkins University, Mayfield Publishing Co, 1980.
67. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta,
2010.
68. Sastroasmoro, Sudigdo. Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi
ke -4. Jakarta, Sagung Seto, 2011.
69. Elizabeth, B. Hurlock. Psikologi perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang. 2001.
70. Badan Pusat Statistik Kota Semarang 2017. Diakses pada tanggal 20 Mei
2017 melalui: https://semarangkota.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/32

88
71. Faizah, Nur. Faktor-faktor determinan yang berhubungan dengan perilaku
penggunaan APD pada pekerja di Technical Services Tbk. Unit Plant Site
Cirebon. Depok: Program Sarjana FKM Universitas Indonesia. 2013.
72. Frendy, Pratama. Perilaku Pelinting Rokok Dalam Penggunaan APD
Masker Di Pabrik Rokok Berkah Nakami Kecamatan Babadan,
Kabupaten Ponorogo. Ponogoro: Program Studi D II Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponogoro. 2015.
73. Novriandry, Ilham. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku
pekerja dalam penggunaan APD pada industri pengelasan Informal Di
Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun
2013. Jakarta: Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah. 2013.
74. Linggarsari. 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku terhadap
penggunaan APD di Departemen Engineerin PT. Indah Kiat Pulp & Paper
Tbk. Tangerang Tahun 2008. Depok: FKM Universitas Indonesia. 2008.
75. Widyaningsih. Hubungan Faktor Predisposing Dengan Implementasi
Pemakaian APD Pada Tenaga Kerja Di PT. Suwastama Pabelan
Kartasura. Surakarta: Program Diploma IV Keselamatan dan kesehatan
Kerja Universitas Sebelas Maret. 2012.
76. Sastrohadiwiryo, S. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksana. 2002.
77. Setyawan, Haris., dkk. Praktik keselamatan kerja Kebakaran pada
Operator SPBU di Kabupaten Blora. Semarang: Program Magister FKM
UNDIP. 2013.
78. Undang- Undang No 1 Tahun 1970, Keselamatan Kerja. 12 Januari 1970.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1. Jakarta.
1970.
79. Yanu, Bambang. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku
Penggunaan APD pada pekerja Las Di Jalan Raya Kelapa Dua Kota
Tangerang 2009. Depok: Program Sarjana FKM UI. 2009.
80. Notoatmodjo, S. Ilmu PerilakuKesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. 2010.
81. Faisal, Almalik. Pengetahuan dan Sikap Tim K3 Tentang Upaya
Penyelenggaraan Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan

89
Bencana Di RSUD karimun Tahun 2009. Medan: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 2009.
82. Sigit, Ireng. Behavior Determinant Workers In The Use of PPE Based on
Hazard Assessment in Foundry Company Caper Klaten. Semarang:
Program Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik UNDIP. 2011.
83. Wulandari, Riana. Faktor-faktor Kontekstual Komitmen Supervisors
Terhadap Safety Leadership Di Proyek Pembuatan Box Tunnel Tahun
2013. Depok: FKM Universitas Indonesia. 2013.
84. Pithaloka, Diah. Determinan Penggunaan APD pada Karyawan
Percetakan Di Kota Makassar. Makassar: Bagian Kesehatan dan
keselamatan Kerja FKM UNHAS. 2013.
85. Noviadi, Pitri. Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan
penggunaan pelindung pendengaran di bagian produksi amonioa P-II PT.
Pusri Palembang. Depok: Program Pasca Sarjana FKM Universitas
Indonesia. 2001.
86. Weyloka. 2012. Hubungan Pengetahuan, Sikap, Pendidikan dan Masa
Kerja Bidan terhadap Perilaku Penggunaan APD pada Tindakan
Pertolongan Persalinan di Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi
Tenggara dan Rumah Sakit Umum Kota Kendari. Depok: Program
Sarjana FKM Universitas Indonesia. 2012.
87. Green, L., et al. Health Education Planning A Diagnostic Approach.
America: Mayfield Publising Company. 1980.
88. Riska, Dona. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan APD Pada
Bidan Saat melakukan Pertolongan Persalinan Di RSUD Bengkalis Tahun
2012. Depok: FKM UI. 2012.
89. Rahmawani, Atsni. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dalam Penggunaan
APD Pada Pekerja (Operator) Di Area Wood Working I PT. Yamaha
Indonesia Tahun 2014. Depok: FKM Universitas Indonesia. 2014.
90. Fransiska, Arahon. Analisis Pemakaian APD Di Area Kerja Lube Oil
Blending Plant (LOBP) PT. Pertamina Lubriicants Production Unit Jakarta
Tahun 2014. Depok: Program Sarjana FKM Universitas Indonesia. 2014.
91. Ruhyandi. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Kepatuhan
Penggunaan APD pada Karyawan Bagian Press Shop Di PT. Almasindo
II Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008. Bandung: Stikes A. Yani. 2008.

90
92. Yustrianita, Iis. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan
APD pada pekerja bagian Finishing PT. X di Proyek Apartemen Serpong.
Depok: Program Sarjana FKM Universitas Indonesia. 2014.
93. Peraturan Menteri tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 8 tahun 2010
tentang APD.
94. Asriyani. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sikap Penggunaan APD
Pada Pekerja Bagian Sistem Telepon Otomatis (STO) PT.
Telekomunikasi, Tbk. Riau-Daratan Kota Pekanbaru. Jakarta: Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Pembangunan
Nasional (Veteran) Jakarta. 2011.
95. Syaaf, Fathul. Analisis Perilaku Beresiko (at-risk behavior) pada Pekerja
Unit Usaha Las Sector Informal di Kota X. Depok: Program Sarjana FKM
Universitas Indonesia. 2008.
96. Rab, Tabrani. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates. 1996.
97. Janice, et al. 2010. Laporan Kasus Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK), Departemen Ilmu Penyakit Paru & Kedokteran Respirasi Medan:
USU. Diakses pada tanggal 15 Mei 2017 melalui:
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/03d30d1af7ad7c5a8d86e7c8f
2786fe69dba7492FK
98. Ye, Ming., et al. Occupational Pesticide Exposures and Respirator Health.
Kanada: International Journal of Enviromental Research and Public
Health. Diunduh pada tanggal 8 Mei 2017 melalui: www.mdpi
.com/journal/ijerph
99. Utomo, Budi. Faktor-faktor Risiko Penurunan Kapasitas Paru Pekerja
Tambang Batu Kapur (Studi kasus di Desa Darmakradenan Kecamatan
Ajibarang Kabupaten Banyumas Tahun 2005). Semarang: Magister
Epidemplogi FKM UNDIP. 2005.

91
“Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) pada Karyawan Pabrik di Semarang”
Oleh: Nindya Kurnia Aprinita
Promosi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro
No Responden :
Hari dan Tanggal :
A. Karakter Responden

Nama :

Alamat :

Usia :

1. Laki – laki
Jenis Kelamin
2. Perempuan

a. Tidak sekolah
b. Tidak tamat SD
Pendidikan Terakhir c. Tamat SD
d. Tamat SMP
e. Tamat SMA/SMK
f. Tamat Perguruan Tinggi
Lama Bekerja :

B. Pengetahuan
Skor
(Diisi
Pertanyaan
oleh
peneliti)
(Silahkan di beri X dan jawaban boleh lebih dari satu) 0 =0
1. Apa menurut anda yang termasuk dari Alat Pelindung Diri (APD)? 1–2=1
a. Sarung tangan (Safety Glove) 3–4=2
b. Alat pelindung hidung (Respirator/Masker) >4 =3

92
c. Pakaian kerja dan Pelindung dada (Appron)
d. Alat pelindung kepala (Safety helmet)
e. Alat pelindung telinga (Ear plug)
f. Pelampung (Life jacket)
g. Kacamata (Googles)
h. Lainnya, sebutkan.........................
2. Apa kegunaan Alat Pelindung Diri (APD) menurut anda?
a. Untuk mengurangi dampak kecelakaan kerja (1)
b. Alat yang digunakan saat bekerja (1)
c. Tidak tahu (0)
d. Lainnya, jelaskan........................................
3. Kapan anda menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)?
a. Saat bekerja (1)
b. Lainnya, sebutkan...............................
4. Apakah Alat Pelindung Diri (APD) adalah salah satu cara
mengendalikan bahaya / penyakit di tempat kerja?
a. Ya (1)
b. Tidak (0)
(Silahkan di beri X dan jawaban boleh lebih dari satu) 0 =0
5. Apa saja gejala-gejala penyakit pernafasan yang anda ketahui? 1–3=1
a. Batuk 3–4=2
b. Sakit tenggorokan >4 =3
c. Sesak nafas
d. Bersin - bersin
e. Tidak tahu
f. Lainnya, sebutkan.................
(Silahkan di beri X dan jawaban boleh lebih dari satu) 0 =0
6. Apa sumber yang dapat membuat udara tercemar menurut anda? 1–3=1
a. Letusan gunung berapi 3–4=2
b. Kebakaran hutan >3 =3
c. Asap rokok
d. Aktivitas transportasi
e. Aktivitas industri/pabrik
f. Tidak tahu
g. Lainnya, sebutkan.......................
7. Penyakit apa saja yang disebabkan oleh adanya pencemaran 0 =0
udara atau polusi udara yang anda ketahui? 1–2=1
a. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) >2 =2
b. Asma
c. Sinusitis
d. Tidak tahu
e. Lainnya, sebutkan................................
8. Apa saja upaya pencegahan yang dapat mencegah penyakit
akibat rusaknya saluran pernafasan?
a. Menggunakan masker (1)

93
b. Tidak merokok / menghindari asap rokok (1)
c. Lainnya, sebutkan................................
9. Apakah anda tahu Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)?
a. Ya (1)
b. Tidak (jika tidak langsung ke pertanyaan mengenai sikap) (0)
10. Apa yang anda ketahui tentang Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK)?
a. Penyakit yang menyerang saluran pernafasan / paru-paru (1)
b. Penyakit yang hampir mirip gejalanya dengan asma (1)
c. Lainnya, jelaskan...................................
11. Faktor terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) apa
saja yang anda ketahui?
a. Faktor usia (1)
b. Faktor kebiasaan merokok (1)
c. Faktor memakai masker (1)
d. Lainnya, sebutkan................................

C. Sikap
Setuj Tidak Skor
No Pernyataan
u Setuju

1. Menurut anda memakai alat pelindung diri (APD)


berupa masker tidak akan membuat saya
kesulitan bekerja

2. Menurut anda sebelum melakukan pekerjaan


dibutuhkan pengarahan (safety briefing)

3. Menurut anda jika ada seseorang yang merokok


saya akan menjauhi dan menutup mulut/hidung

4. Menurut anda jika ada seseorang yang merokok


membuat anda tidak nyaman

5. Menurut anda jika diadakan sosialisasi


pengarahan penggunaan alat pelindung diri
(APD) akan mengurangi kejadian penyakit akibat
kerja

6. Menurut anda pemeriksaan kesehatan pekerja


saat awal masuk di perlukan di perusahaan

7. Saat anda memeriksakan kesehatan secara


rutin, saya mengetahui segala gangguan yang
ada di tubuh saya sehingga saya dapat
mencegah penyakitnya

94
8. Menurut anda rasa batuk dapat di tanggulangi
hanya dengan meminum obat warung

9. Menurut anda jika diadakan peraturan dilarang


merokok di dalam ruangan kerja tidak akan
mengurangi kejadian penyakit di wilayah kerja

10. Saat anda rutin berolahraga badan akan terasa


lebih bugar dan terhindar dari penyakit

11. Jika ada rekan kerja anda yang terserang batuk


akan mengganggu pekerjaannya

12. Menurut anda masker akan diganti saat anda


merasa sudah kotor saja, tidak perlu setiap hari
diganti

13. Menurut anda perusahaan tidak harus


menyediakan alat pelindung diri (APD) untuk
setiap karyawannya

14. Menurut anda poster rambu-rambu penggunaan


alat pelindung diri (APD) dapat membantu
mengingatakan karyawan untuk bekerja secara
tertib

15. Menurut anda menggunakan alat pelindung diri


(APD) hanya saat ada atasan anda saja

95
D. Ketersedian Peraturan Kerja
No Skor
Pertanyaan Ya Tidak
.

1. Apakah tersedia SOP (Standart Operating


Procedure) mengenai pemakaian Alat Pelindung
Diri (APD) seperti masker dan sarung tangan di
bagian produksi?
2. Apakah ada kegiatan sosialisasi tentang
penggunaan Alat pelindung diri (APD)?
3. Apakah ada pengawasan penggunaan alat
pelindung diri (APD) yang dilakukan perusahaan
anda?
4. Apakah pengawas selalu mengingatkan anda untuk
menggunakan alat pelindung diri (APD) saat
bekerja?
5. Apakah saat anda tidak mematuhi peraturan
penggunaan alat pelindung diri anda akan
mendapatkan hukuman?
6. Apakah saat anda mematuhi peraturan / memakai
penggunaan alat pelindung diri anda akan
mendapatkan penghargaan/pujian?
7. Apakah anda tahu peraturan tersebut di tempel di
wilayah lingkungan kerja?
8. Apakah saat anda perama kali bekerja di
perusahaan, di beri lembar peraturan kerja?
9. Apakah perusahaan anda terdapat pelaksanaan
evaluasi pekerja?
10. Apakah perusahaan anda memiliki petunjuk kerja?

11. Apakah andamengerti dengan dengan peraturan


kerja yang ada?
12. Apakah peraturan kerja tersebut tersebut diletakan
di tempat yang ada?
13. Apakah dengan peraturan tersebut keselamatan
dan kesehatan anda terjaga?
14. Apakah peraturan tersebut sudah diketahui setiap
karyawan?

96
E. Ketersediaan APD
No Pernyataan Ya Tida Skor
k

1. Perusahaan menyediakan alat pelindung diri (APD)


berupa masker untuk setiap karyawannya

2. Perusahaan menyediakan alat pelindung diri (APD)


berupa sarung tangan untuk bagian produksi rokok

3. Masker yang disediakan sudah sesuai dengan SOP


yang seharusnya (Standart Operating Procedure)

4. Sarung tangan yang disediakan sudah sesuai


dengan SOP yang seharusnya (Standart Operating
Procedure)

5. Penggunaan alat pelindung diri (APD) berupa


masker harus dilaksanakan jika tidak akan
mendapatkan teguran atau hukuman

6. Diperusahaan anda bekerja tersedia Klinik


Kesehatan di perusahaan

7. Apakah ada tempat khusus penyimpanan APD bagi


karyawan di perusahaan?

8. Apakah perusahaan anda menyediakan APD


berupa tutup kepala untuk karyawan?

9. Apakah APD tang di sediakan cukup untuk semua


karyawan yang ada?

10. Apakah perusahaan memberikan APD setiap


harinya?

11. Apakah perusahaan anda memberikan bilik/tempat


merokok khusus?

12. Apakah perusahaan anda memberikan tempat cuci


tangan / washtafel yang cukup?

13. Menurut anda, apakah ada alat pelindung diri yang anda butuhkan yang
tidak disediakan oleh perusahaan?
Jika Ya, sebutkan......................................................................................

F. Dukungan Rekan Kerja


No Pernyataan Ya Tidak Skor

97
1. Rekan kerja anda selalu menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD) berupa masker saat bekerja
2. Rekan kerja anda selalu menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD) berupa pwnutup kepala saat
bekerja
3. Rekan kerja anda tidak mengingatkan saya untuk
menggunakan APD berupa masker atau penutup
kepala saat bekerja
4. Rekan kerja anda mengatakan bahwa menggunakan
masker membuat sulit bernafas saat bekerja
5. Rekan kerja anda tidak peduli anda memakai
masker atau tidak saat bekerja
6. Rekan kerja anda memberikan informasi tentang
manfaat penggunaan masker saat bekerja sebagai
alat pelindung diri (APD)
7. Rekan kerja saya berani menegur perusahaan jika
tidak memberikan APD
8. Anda memiliki komunikasi yang baik antar karyawan
di perusahaan anda
9. Rekan kerja anda menghubungi anda jika anda tidak
masuk kerja atau sedang sakit
10. Rekan kerja anda memberikan sosuli terhadap
kekurangan sumber daya berupa APD kepada
perusahaan
11. Anda sering berdiskusi mengenai masalah APD di
perusahaan anda bekerja
12. Kritik dan saran rekan kerja anda membuat anda
bekerja lebih baik
13 Rekan kerja anda memberikan APD saat anda tidak
menggunakan APD

G. Dukungan Atasan atau Pimpinan

No Pernyataan Ya Tidak Skor

1. Anda akan mendapatkan pujian dari atasan anda


jika menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti
masker
2. Atasan anda selalu mengevaluasi kinerja
karyawannya dalam hal penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD)
3. Atasan perusahaan pernah memberikan pelatihan
tentang tata cara pelaksanaan penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD)
4. Atasan anda menegur jika anda tidak memakai Alat
Pelindung Diri (APD) berupa masker saat bekerja
5. Atasan anda mewajibkan anda untuk menggunakan
masker sebagai alat pelindung diri (APD)

98
6. Atasan anda tidak menanyakan kabar jika anda sakit
tidak masuk bekerja
7. Komunikasi yang anda dan atasan anda terjalin
dengan baik
8. Atasan anda sering memberikan pengarahan
mengenai standar kerja dari perusahaan
9. Pengawasan yang dilakukan atasan dalam bekerja,
membuat anda bekerja lebih baik
10. Atasan anda memberikan APD saat anda tidak
membawa atau lupa memakai APD
11. Atasan sering memberikan perhatian mengenai kritik
dan saran dari karyawannya
12. Saat atasan anda memberikan
pengarahan/bimbingan pada karyawannya anda
termotivasi dalam bekerja lebih baik
13 Atasan anda sering bersosialisasi dengan sesama
karyawannya
14. Atasan memberikan pelatihan diri dalam
menanggulangi kecelakaan dan kesehatan kerja di
perusahaan anda

H. Perilaku

Skor
(Diisi
Pertanyaan
oleh
peneliti)
(Silahkan di beri X dan jawaban boleh lebih dari satu) 0 =0
1. Alat pelindung diri apa saja yang anda gunakan saat bekerja? <3 =1
a. Sarung tangan (Safety Glove) 3–4=2
b. Alat pelindung hidung (Respirator / masker) >4 =3
c. Pakaian kerja dan Pelindung dada (Appron)
d. Alat pelindung kepala (Safety helmet)
e. Alat pelindung telinga (Ear plug)
f. Pelampung (Life jacket)
g. Kacamata (Googles)
h. Lainnya, sebutkan.........................
i. Tidak menggunakan (jika tidak langsung ke pertanyaan
nomor 3) (0)
2. Berapa kali anda mengganti alat pelindung diri yang anda
gunakan perharinya (masker, haircap, sarungtangan dll)?
a. Sehari 1 kali, lalu dibuang atau dicuci (2)
b. Seminggu 1 kali (1)
c. Lainnya, sebutkan..............................
d. Tidak pernah di ganti (0)
3. Apakah anda selalu mencuci tangan setiap sehabis menyentuh

99
atau berkontak langsung dengan tembakau saat di tempat kerja?
a. Ya (1)
b. Tidak (jika tidak langsung ke pertanyaan nomor 5) (0)
4. Berapa kali anda mencuci tangan setiap sehabis menyentuh atau
berkontak langsung dengan tembakau saat di tempat kerja?
a. 1 – 2 kali perhari (1)
b. > 2 kali perhari (2)
c. Tidak pernah (0)
5. Apakah anda menggunakan pakaian khusus saat bekerja?
a. Ya (1)
b. Tidak (0)
6. Berapa kali dalam seminggu anda berolahraga?
a. 1 – 2 kali dalam seminggu (1)
b. > 2 kali dalam seminggu (2)
c. Tidak pernah (0)
7. Berapa kali anda memeriksakan kesehatan anda secara rutin di
klinik kesehatan atau rumah sakit atau lainnya?
a. 1 – 2 kali dalam sebulan (1)
b. > 2 kali dalam sebulan (2)
c. Jika hanya ada gangguan kesehatan saja (0)
d. Tidak pernah (0)
d. Lainnya, sebutkan...............................
8. Berapa kali anda mengikuti pengarahan mengenai penggunaan
Alat Pelindng Diri (APD) di tempat kerja maupun di luar?
a. 1 – 2 kali dalam seminggu (1)
b. > 2 kali dalam seminggu (2)
c. Tidak pernah (0)
d. Lainnya, sebutkan.......................................
9. Seberapa sering anda mengikuti evaluasi mengenai penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD) di tempat kerja?
a. Setiap minggu (2)
b. Setiap bulan (1)
c. Tidak pernah (0)
d. Lainnya, sebutkan.........................................

100

Anda mungkin juga menyukai