Car Abg Are Work
Car Abg Are Work
1
Gambar I. 1 Proses umum Surface Mount Technology (Lee, 2001)
Berdasarkan Gambar I.1, proses perakitan komponen SMT terdiri dari empat
langkah utama: 1) pencetakan pasta solder; 2) penempatan komponen; 3) proses
reflow soldering; dan 4) pemeriksaan. Pada langkah pertama, seluruh peralatan dan
komponen dipersiapkan. Selanjutnya, proses perakitan komponen bisa dilakukan.
Terdapat sub proses di dalam proses perakitan komponen SMT. Sub proses yang
pertama adalah pencetakan pasta solder, dalam hal ini lapisan pasta solder dicetak
pada permukaan PCB. Pada sub proses yang kedua, setiap komponen diposisikan
di permukaan PCB sesuai kebutuhan. Pada sub proses yang ketiga, proses reflow
soldering dilakukan dengan tujuan membentuk sambungan solder. Kemudian sub
proses terakhir di dalam proses perakitan komponen adalah proses pemeriksaan,
yang bertujuan untuk memastikan produk hasil proses perakitan sudah sesuai yang
diharapkan. Proses pembersihan dilakukan setelah proses perakitan komponen
selesai dengan tujuan membersihkan komponen perakitan dari kontaminasi partikel
lain. Langkah terakhir yaitu pemeriksaan untuk memastikan produk yang
dihasilkan pada proses ini dalam keadaan baik, apabila produk mengalami defect
maka perlu dilakukan perbaikan dan pengerjaan ulang (rework). Dari sekian banyak
perlakuan pada proses perakitan, ketahanan komponen elektronik terhadap
perlakuan panas ketika proses reflow soldering merupakan hal yang wajib untuk
dilalui.
2
Reflow soldering merupakan proses yang wajib dilalui oleh setiap komponen
elektronik untuk melewati fase perakitan pada teknologi SMT. Di dalam proses
reflow soldering terdapat proses untuk menempatkan pasta solder, memposisikan
perangkat dan menjalankan proses penyolderan pada sebuah reflow oven (Lee,
2001). Pada proses tersebut, koneksi permanen terbentuk antara komponen dengan
transmission line pada PCB dalam bentuk sambungan solder. Dalam hal ini, panas
yang diberikan membuat pasta solder meleleh dan membentuk sambungan solder
ketika melewati fase pendinginan/cooling, sehingga penentuan profil dari suhu
pada proses reflow akan ditentukan oleh karakteristik dan sifat kimia dari tipe
solder yang digunakan.
Secara spesifik, tuntutan ini juga berlaku pada proses pengembangan komponen
induktor, terutama tipe Chip Choke Coil (CCC). Desain umum suatu CCC terdiri
dari drum core, kumparan (coil) dan termination (Cai et al., 2011). Drum core
dibentuk dari material softmagnetic sebagai penghasil utama kemampuan magnetis
induktor tersebut. Desain kumparan (coil) dimaksimalkan untuk menghasilkan
stimulus medan magnet sehingga induktansi yang diharapkan dapat tercapai.
Sedangkan termination difungsikan sebagai penghubung antara induktor dengan
PCB menggunakan sambungan solder hasil dari proses reflow soldering.
3
Gambar I. 2 Contoh produk induktor CCC
Mayoritas hasil rancangan yang ditempuh oleh para perancang untuk meningkatkan
kemampuan dan efisiensi dari CCC adalah dengan memberikan suatu adhesive
(campuran antara polymeric binder + softmagnetic partikel) pada rongga antara top
flange dan lower flange (Nowosielski, 2007). Dengan adanya adhesive ini, nilai
induktansi dari induktor tersebut akan meningkat sehingga jumlah lilitan pada
kumparan dapat dikurangi. Gambar I.2 menunjukkan contoh produk induktor CCC.
Pengurangan ini berakibat kepada peningkatan efisiensi dari induktor dengan
turunnya nilai resistansi dari kumparan yang digunakan. Gong (2007) dalam
studinya menyebutkan bahwa perbedaan nilai Coefficient of Thermal Expansion
(CTE) yang signifikan menjadi penyebab timbulnya pemuaian pada bagian
adhesive saat proses reflow soldering.
4
Dalam hal ini adhesive memuai ke segala arah sesuai dengan karakteristiknya yang
bersifat isotropik, yaitu semua sifat yang dimiliki sama ketika material ditarik atau
ditekan ke segala arah sehingga pada pemuaian tersebut mengakibatkan drum core
khususnya bagian top flange akan terdorong ke atas yang berpeluang menyebabkan
keretakan pada bagian drum core. Keretakan yang terjadi cenderung diakibatkan
oleh perbedaan pada nilai Coefficient of Thermal Expansion (CTE) yang mencolok
antara adhesive dan drum core. Nilai CTE merupakan faktor yang menentukan
besarnya mekanisme pemuaian pada suatu jenis zat (Budiharti et al., 2016). CTE
dari adhesive yang difabrikasi menggunakan material polimer nilainya lebih besar
dibandingkan dengan nilai CTE drum core yang difabrikasi menggunakan material
keramik. Ketika adanya peningkatan suhu saat proses reflow soldering berlangsung,
adhesive yang memiliki nilai ekspansi lebih besar dibandingkan drum core akan
memuai lebih cepat sesuai dengan karakteristiknya sehingga berdasarkan hal
tersebut akan dihasilkan gaya yang mendorong dan akan menimbulkan tegangan
(stress) pada beberapa bagian dari drum core. Gambar I. 4 menunjukkan contoh
model keretakan pada komponen induktor akibat stress yang ditimbulkan dari
pemuaian filler/adhesive.
Suatu proses reflow soldering mempunyai variabel yang bisa diukur yaitu suhu dan
waktu, sehingga dalam hal ini sebuah profil reflow soldering yang menggambarkan
suhu dengan rentang waktu akan terbentuk (Tsai, 2012). Berdasarkan hal tersebut,
profil dari reflow soldering dapat dikategorikan menjadi beberapa zona berdasarkan
5
suhu. Profil tersebut memiliki 4 zona pemanasan (heating zone) yang bisa dikontrol
secara independen pada proses reflow soldering yaitu zona pemanasan awal
(preheating), zona tersebut menggambarkan fase awal pemanasan yang harus
dilalui pada saat proses reflow soldering berlangsung, zona soaking (berada di
antara zona pemanasan awal dan pemanasan utama), zona pemanasan utama
(heating) yang merupakan fase utama dari proses reflow soldering di mana
pembentukan solder joint akan dimulai dalam fase ini. Pada zona heating, akan
tercapai suhu tertinggi pada proses reflow soldering yang disebut peak temperature,
sehingga diperlukan perhatian khusus oleh para perancang komponen mengenai
kemampuan komponen melewati zona pemanasan utama (heating) ini. Zona
terakhir yang berada pada proses reflow soldering adalah zona pendinginan
(cooling), pada fase ini solder joint secara bertahap akan membentuk padatan
sebagai hasil akhir dari rangkaian proses reflow soldering. Keempat zona tersebut
memiliki gradien suhu yang menyesuaikan kepada kebutuhan masing-masing sub-
proses reflow soldering. Gambar I. 5 memperlihatkan tipikal temperature profile
dari proses reflow soldering.
Dalam studinya, Cai (2011) menyebutkan bahwa keretakan akibat stress yang
ditimbulkan oleh perubahan suhu merupakan mekanisme kegagalan yang sangat
6
kritis untuk komponen induktor. Tujuan dari studi tersebut adalah untuk
menginvestigasi efek dari reflow soldering profile terhadap kemungkinan keretakan
pada suatu induktor. Hasil dari studi tersebut memperlihatkan bahwa fase
reflow/heating merupakan tahapan yang kritis terkait keretakan komponen akibat
dari perubahan suhu yang terlalu cepat (thermal shock). Dalam hal ini juga
dijelaskan bahwa mekanisme keretakan yang diakibatkan oleh pemuaian pada
proses reflow, dapat dikurangi dengan melakukan penyesuaian pada parameter
radius dalam dari drum core. Selain itu, terdapat faktor berupa reflow rate yang bisa
dikontrol dan berpeluang dapat mengurangi potensi munculnya keretakan (Takyi,
2015). Dari studi-studi tersebut disimpulkan bahwa, penyesuaian desain drum core
berdasarkan karakteristik profil suhu reflow merupakan tindakan yang perlu
diperhatikan.
7
Dalam studi ini, metode numeris akan diimplementasikan untuk menginvestigasi
respon stress pada komponen CCC akibat pemuaian adhesive saat proses reflow
soldering melewati fase heating/reflow. Hasil dari kajian ini diharapkan dapat
menjadi referensi kepada para perancang induktor sehingga keretakan pada proses
reflow soldering dapat dihindari.
8
I.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapatkan dari pelaksanaan studi ini adalah sebagai berikut.
1. Menghasilkan referensi parameter desain yang optimum pada komponen
Chip Choke Coil (CCC) dalam rangka memastikan produk yang dihasilkan
aman dari keretakan.
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi uraian latar belakang mengenai penerapan
metode reflow soldering pada Surface Mount Technology (SMT)
yang berpeluang mengakibatkan crack atau keretakan pada
komponen Chip Choke Coil (CCC) dan metode yang digunakan
untuk mengoptimasi parameter desain komponen CCC untuk
meminimasi peluang terjadinya crack akibat stress. Selain itu
terdapat rumusan masalah, tujuan studi, batasan studi, manfaat studi
dan sistematika studi.
9
BAB III METODE PENELITIAN
Dalam bab metode studi berisi penjelasan mengenai struktur
masalah secara konseptual dan sistematika penyelesaiannya
menggunakan metode yang digunakan, yaitu Metode Taguchi.
Metode pemecahan masalah disusun berdasarkan parameter-
parameter pendukung dan masalah yang akan diselesaikan.
BAB V ANALISIS
Dalam bab analisis dilakukan proses analisis mengenai parameter
dengan hasil pengolahan data yang optimum dan memberikan
usulan berdasarkan hasil optimum dari pengolahan data.
10